Legenda dari Jawa Barat barangkali sudah sangat dikenal oleh masyarakat kebanyakan. Misalnya saja legenda Sangkuriang, Lutung Kasarung, dan Situ Bagendit. Nah, jika selama ini hanya legenda-legenda itu saja yang kamu tahu dari Jawa Barat, berikut ini ada 8 legenda dari Jawa Barat dengan cerita yang sangat menghibur bahkan mengandung pesan-pesan moral.
Daftar Isi
Ki Rangga Gading
Ki Rangga Gading terkenal sebagai seorang sakti di daerah Sukapura yang sekarang dikenal dengan Tasikmalaya. Hanya saja, kesaktian yang dimiliki oleh Ki Rangga Gading ini digunakan untuk hal-hal yang buruk seperti mencuri. Kelihaiannya dalam mencuri didukung oleh kemampuannya mengubah diri menjadi air, batu, pohon, dan binatang.
Tindakan pencuriannya ini juga sering dia lakukan saat siang hari karena ingin kesaktiannya bisa dilihat oleh banyak orang. Salah satunya adalah mencuri kerbau dan membawanya ke pasar. Dia pun dengan mahirnya mengelabui para warga dan petugas keamanan. Selepas pencurian itu, dia melanjutkan perjalanannya pulang. Namun, saat merasa kelelahan, dia mampir mandi di sebuah sungai.
Saat sedang asyiknya mandi, tiba-tiba muncul seorang ulama sepuh berjubah putih. Mendengar sapaan sang ulama, tubuh Ki Rangga Gading menjadi lemas dan lumpuh. Dia merasa kekuatannya tak dapat menolongnya sedikit pun. Dari kejadian ini, dia langsung berujar pada ulama tersebut kalau dia ingin bertobat dan ikut ke pesantrennya yang bernama Pesantren Guntal-Gantel.
Lutung Kasarung
Legenda Lutung Kasarung menjadi salah satu legenda Jawa Barat yang sudah banyak dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia. Mulanya, Lutung merupakan pemuda tampan yang mendapatkan kutukan sehingga membuatnya harus tinggal di hutan. Tiba-tiba, suatu hari ada satu gadis yang wajahnya nampak buruk rupa bernama Purbasari.
Mereka menjadi dekat dan akrab serta mengetahui kalau Purbasari ternyata juga dikutuk. Lutung tentu merasakan kasihan dengan apa yang terjadi pada Purbasari. Ini membuatnya melakukan semedi untuk memohon kepada Tuhan untuk menghilangkan kutukan Purbasari. Permohonan Lutung dikabulkan Tuhan, muncul sumber mata air yang ada di Goa, di mana air itu bisa digunakan untuk mandi Purbasari. Saat Purbasari mandi di air tersebut, kutukannya langsung hilang dan dia pun kembali seperti semula.
Purbasari dan Purbararang
Legenda Purbasari dan Purbararang memang masih berhubungan dengan cerita Lutung Kasarung. Cerita ini diawali di Negeri Pasundan. Seorang raja bernama Prabu Tapak Agung memiliki dua anak yaitu Purbararang dan Purbasari. Purbararang sangat iri dengan adiknya yang diangkat oleh ayahnya menggantikannya di posisi raja.
Oleh karena itu, dia mengirim kutukan agar Purbasari menjadi buruk rupa. Wajah Purbasari pun berubah menjadi jelek, dengan sedihnya dia memutuskan untuk mengasingkan diri di hutan. Di sana, dia tinggal di sebuah gubuk dan berteman dengan binatang-binatang, salah satunya si kera Lutung Kasarung.
Sebagai seorang kera, Lutung memang berbeda dengan kera lainnya dan itu juga dirasakan oleh Purbasari. Suatu hari, Lutung menunjukkan pada Purbasari kalau ada sumber mata air yang bisa menghilangkan kutukannya. Dia lalu menuruti petunjuk Lutung, dan mandi di situ. Akhirnya, wajahnya berubah seperti semula.
Setelah kutukannya menghilang, kebetulan Purbararang datang ke hutan dengan tunangannya dan beberapa pengawal kerajaan. Dia begitu kaget saat tahu Purbasari sudah berubah cantik lagi. Namun, Purbararang masih merasa benci dengan adiknya itu. Dia meremehkan Purbasari yang tidak punya calon suami.
Purbasari reflek menarik Lutung Kasarung dan mengakuinya sebagai calon suami. Lutung tentu kaget dan merasa tidak percaya diri dengan wujudnya. Dia memohon pada Tuhan supaya kutukannya pun diangkat. Siapa sangka, Lutung si kera itu juga berubah menjadi laki-laki yang sangat tampan. Purbararang menyesali semua kesalahannya, dan akhirnya dia mengajak adiknya kembali ke istana untuk memulai kehidupan yang lebih baik.
Asal Usul Nama Kota Bandung
Setiap nama suatu daerah biasanya memiliki asal-usul tersendiri dibalik pemberian nama itu, begitu juga dengan kota Bandung. Pada zaman dulu, ada seorang pendekar bernama Empu Wisesa yang mempunyai anak bernama Sekar. Empu Wisesa juga mempunyai dua murid yaitu Jaka dan Wira.
Saat Sekar tumbuh dewasa, kedua murid ini sama-sama jatuh cinta dengan Sekar. Namun, Jaka lebih dulu melamar. Hanya saja, Sekar lebih memilih Wira. Empu Wisesa pun takut jika pilihan itu tidak adil, karenanya dia membuat sayembara untuk dua muridnya, barangsiapa yang bisa memadamkan api atau lahar di tangkuban perahu, maka dia yang boleh menikahi Sekar.
Jaka yang sifatnya cenderung meremehkan dengan percaya diri menjawab jika dia bisa melakukan itu dengan mudah. Sementara itu, Wira yang memiliki sifat lebih hati-hati, masih memikirkan caranya. Selang setahun berlalu, Wira mulai menemukan cara yaitu membendung Sungai Citarum dengan merobohkan bukit, sehingga sedikit demi sedikit aliran air akan memadamkan api di tangkuban perahu. Untungnya, cara tersebut berhasil dan tempat tersebut disebut sebagai Danau Bandung.
Dengan begitu, Wira yang dipilih oleh Empu Wisesa untuk menjadi menantunya. Namun, beberapa tahun sesudahnya, danau itu mengering. Wira dan Sekar pun memutuskan untuk meninggali tempat itu, sekaligus dengan beberapa warga di sekitar mereka. Lalu, tempat itu pun berubah menjadi bendung atau kini disebut sebagai Bandung.
Situ Bagendit
Pada suatu masa, hidup seorang kaya raya yang kikir bernama Nyi Bagendit. Dia suka sekali mengadakan pesta, namun sangat enggan berbagi kepada yang membutuhkan. Suatu waktu ketika dia mengadakan pesta lagi, ada seorang nenek tua yang meminta sedikit makanan padanya. Tentu saja Nyi Bagendit menghina dan mengusir nenek itu.
Pada keesokan harinya, warga desa dihebohkan dengan tongkat kayu yang tertancap di jalan desa. Tidak ada satupun yang bisa mencabut kayu itu, hingga si nenek tua melakukannya. Akan tetapi, saat kayu dicabut oleh si nenek, muncul air dari lubang itu dan jadilah banjir besar. Nyi Bagendit tak mau mengungsi meninggalkan rumahnya meski banjir sudah hampir menenggelamkan rumahnya, maka dia pun ikut tenggelam. Danau itu kini dikenal dengan Situ Bagendit.
Nyai Anteh Si Penunggu Bulan
Kisah Nyai Anteh bermula saat Endawarni akan menikah dengan seorang pangeran Anantakusuma. Tetapi sang pangeran ternyata jatuh cinta dengan dayangnya bernama Anteh. Mengetahui jika Anantakusuma sudah jatuh cinta dulu dengan Anteh, Endawarni mengusir Anteh dari kerajaan. Sehingga membuatnya harus pulang ke desa ibunya yang dulu.
Setelah itu Endawarni menyesali perbuatannya dan mengajak Anteh kembali ke istana. Di satu sisi, Anantakusuma yang tahu kalau Anteh sudah kembali ke istana, diam-diam mendatangi istana dan menemui Anteh. Anteh tak mau jikalau Endawarni salah paham lagi, maka dia terus berlari dan memohon agar diselamatkan dari Anantakusuma. Tiba-tiba ada kekuatan besar yang menariknya ke atas bulan, bersamaan itu kucingnya pun ikut terbawa.
Baca juga: Legenda Banten
Bayangan Nyai Anteh dan kucingnya ini pun dipercaya oleh masyarakat terlihat di atas bulan sana. Nyai Anteh terlihat menenun untuk membuat tangga turun ke bumi. Sayangnya, kucingnya selalu menggagalkan rencananya itu, sehingga sampai sekarang dia tetap ada di bulan.
Karang Nini Balekambang
Legenda Karang Nini Balekambang dikenal sebagai legenda cinta yang sangan mengharukan. Cerita ini merupakan kisah dari Aki Ambu dan Nini Arga yang tinggal berdua di gubuk sederhananya. Suatu sore, saat Aki Ambu akan berangkat ke laut, dia merasa jika badannya agak meriang. Nini Arga sempat melarang agar dia tidak berangkat, tapi Aki tetak keukeuh untuk berangkat.
Saat pagi hari, Nini Arga tidak sadar jika semalaman Aki Ambu belum pulang, dia lantas mencari ke laut dan tak ditemukannya Aki. Dia dibantu oleh semua warga, namun tetap saja wujud Aki tak kunjung muncul. Saat para warga sudah kelelahan, Nini menangis meratapi kepergian Aki dan dia memohon agar bisa bertemu dengan Aki lagi. Doanya ternyata dikabulkan Tuhan, batu karang tiba-tiba muncul disertai suara ghaib yang mengatakan jika itu adalah jelmaan Aki.
Dengan sangat sedih, Nini terus menangis dan memohon agar dia bisa diubah wujud menjadi batu juga, sehingga selamanya bisa bersama dengan Aki. Tuhan pun mengabulkan doa Nini sekali lagi, dan jadilah batu dia yang hingga kini dinamai sebagai Karang Nini Balekambang.
Sangkuriang
Legenda satu ini pasti tidak asing lagi di seluruh masyarakat Indonesia. Cerita ini mengisahkan tentang Dayang Sumbi yang bersuamikan seekor anjing titisan dewa bernama Tumang. Mereka pun mempunyai anak bernama Sangkuriang. Sangkuriang tidak tahu jika Tumang itu adalah ayahnya dan dia hanya menganggap anjing itu sebagai peliharaannya. Sehingga, saat Sangkuriang sedang berburu di hutan, dia tak segan membunuh Tumang yang tak bisa berburu.
Bahkan, Sangkuriang juga dengan rela membawa daging Tumang pulang dan dimakan bersama dengan ibunya. Dayang Sumbi pun sangat marah dan mengusir Sangkuriang. Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang yang rindu dengan desa dan ibunya, pergi kembali ke desanya dan begitu pangling melihat desa itu. Dia bahkan jatuh hati ketika melihat Dayang Sumbi yang diberkati oleh Dewa kecantikan yang luar biasa.
Dayang Sumbi yang menerima lamaran Sangkuriang pun langsung menolak karena dia tahu kalau mereka adalah ibu dan anak. Dikarenakan Sangkuriang yang tetap keukeuh, Dayang Sumbi mengajukan syarat agar Sangkuriang membuat kapal dalam satu malam.
Baca juga: Legenda Sumatra Utara
Dengan syarat yang begitu berat, dia mencoba mencari pertolongan jin. Namun, Dayang Sumbi pun juga mencari cara agar bisa menggagalkan rencana Sangkuriang. Akhirnya, Sangkuriang pun gagal, dia begitu marah sampai-sampai kakinya menendang kapal dan sekarang kapal tersebut diketahui menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Bagaimana menarik bukan 8 legenda dari Jawa Barat di atas? Legenda-legenda tersebut sampai saat ini juga masih sering diceritakan atau bahkan diangkat cerita ke layar televisi. Alasannya tidak lain dikarenakan setiap ceritanya begitu menarik dan mengandung banyak pesan moral yang bisa dipetik.