Jakarta yang kini menjadi kota metropolitan, bukan berarti tidak memiliki sejarah tertentu. Sebagai ibu kota dari Indonesia, Jakarta juga menyimpan banyak legenda daerah yang umumnya didominasi oleh legenda para pendekar. Untuk lebih lengkapnya, mari simak 8 legenda dari Jakarta ini.
Daftar Isi
Legenda Buaya Putih Setu Babakan
Legenda pertama ini merupakan sebuah legenda kisah cinta antara Jaka dan Siti. Dahulu kala, mereka ini adalah sepasang kekasih, yang sayangnya, Jaka berasal dari kaum miskin. Oleh karena itu, ketika Jaka hendak melamar Siti, ayahnya menolak mentah-mentah. Hal ini membuat Jaka begitu sedih dan memutuskan untuk merantau demi bisa menjadi orang sukses dan menikahi Siti.
Jaka pun berpamitan dengan Siti sebelum merantau. Sementara, Siti menyanggupi akan menunggu Jaka hingga dia kembali pulang. Namun, setelah tiga tahun ditunggu, Jaka masih belum kunjung kembali. Ayah Siti pun sudah menjodohkan Siti dengan laki-laki lain yang lebih kaya. Siti yang dari awal memang hanya berniat menunggu Jaka, tidak terima atas perjodohan itu.
Pada hari pernikahannya, Siti berlari ke Setu Babakan atau Danau Babakan dan dia menceburkan diri. Oleh siluman yang ada di danau itu, Siti diselamatkan dan diubah menjadi buaya putih. Nah, jadilah legenda ini terkenal dengan Buaya Putih Setu Babakan.
Si Jampang
Perkenalkan si Jampang, dia adalah salah satu pendekar silat dari legenda Jakarta yang hidup pada masa Belanda. Sejak muda, Jampang terkenal sebagai perampok bahkan hingga dia dikaruniai anak pun, dia tetap melakukan perampokan. Pada suatu hari, Jampang rindu dengan salah satu temannya yang bernama Sarba. Namun, saat dia sampai di rumahnya, justru istri Sarba, Mayangsari menyampaikan kabar duka jika Sarba sudah lama meninggal.
Menurut Mayangsari, ini dikarenakan Sarba mengingkari janjinya untuk mengorbankan dua ekor kerbau saat anaknya lahir. Di kesempatan ini, Jampang malah terpikat oleh cantiknya Mayangsari dan mengutarakan niatnya untuk menikahi Mayangsari. Tentu saja, hal ini ditolak oleh Mayang. Tidak putus asa, Jampang meminta izin pada anak Mayangsari, dan si anak mengajukan syarat agar Jampang mau memberikan dua ekor kerbau.
Pada saat itu, dua ekor kerbau memang tidak mudah didapatkan. Jampang sebagai ahli rampok menyusun cara agar bisa mencuri dua kerbau. Sayangnya, niatnya ini urung terlaksana karena dia terlebih dulu dipergoki oleh polisi. Jampang pun dihukum mati atas perbuatannya.
Si Pitung
Nama si Pitung dalam legenda Jakarta atau Betawi pasti sudah tak asing lagi ditengah masyarakat. Dia merupakan seorang pendekar betawi yang mempunyai kekuatan dengan bisa menghilang. Suatu hari, saat dia sedang berkunjung ke Kakek Tanu, ada polis Belanda yang sedang berpatroli dan mencari Pitung untuk ditangkap. Pitung pun tiba-tiba menghilang saat sedang berbicara dengan Kakek Tanu.
Seluruh rumah Kakek Tanu sudah digeledah, namun tak ada satupun jejak Pitung. Saat si polisi memutuskan pergi dan mencari Pitung di tempat lain, Pitung justru tiba-tiba muncul dari arah dapur. Kisah ini merupakan salah satu bukti kesaktian Pitung sebagai pendekar yang mampu menghilang.
Sabeni Si Pendekar
Legenda lainnya yang datang dari Jakarta dengan cerita seorang pendekar adalah legenda Sabeni. Nama Sabeni bukanlah sekedar nama, dia sudah terkenal di seluruh Jakarta pada zamannya. Bahkan, hingga sekarang namanya diabadikan sebagai nama jalan. Ketenarannya mulai terdengar saat dia mampu melawan Macan Kemayoran saat akan melamar gadis pujaan hatinya.
Selain itu, pada masa Jepang, Sabeni juga pernah ditantang oleh Komandan Jepang yang penasaran dengan seberapa hebat dia. Dia diadu dengan salah satu pegulat karate dan sumo. Kedua-duanya ternyata gagal dan Sabeni lah yang mampu memenangkan pertandingan. Sejak saat itu, dia pun semakin terkenal sebagai pendekar silat sakti.
Asal Mula Nama Pancoran
Nama Pancoran hampir diketahui oleh banyak orang berkat adanya patung yang kini dijuluki patung pancoran. Namun, ternyata pemberian nama Pancoran juga dilatarbelakangi oleh suatu legenda. Di suatu masa, ada seorang raja yang mempunyai 3 anak bernama Jaya, Suta, dan Gerindra. Tibalah sang raja harus menentukan siapa yang akan menggantikan perannya sebagai raja. Maka, raja pun menyuruh ketiganya untuk pergi ke hutan sebagai bentuk ujian bagi mereka.
Di tengah hutan, mereka menemukan telaga yang memiliki sebuah pancuran. Tanpa pikir panjang, Suta dan Gerindra segera meminum air telaga itu dan mandi di telaga. Namun, mereka malah terkapar tak berdaya. Jaka pun panik dan tidak tahu menahu apa yang terjadi. Setelahnya, ada suara muncul bersamaan dengan sosok laki-laki tua yang mengatakan jika siapapun yang minum dari pancuran tanpa izin, maka dia akan meninggal.
Jaka pun meminta maaf dan memohon agar adiknya bisa diselamatkan. Si kakek akan mengabulkan permohonannya, asalkan Jaka mau meminum air pancuran dan menukar nyawanya dengan adiknya yang tak berdaya. Dia pun setuju dan tak lama kedua adiknya langsung siuman. Sang kakek merasa tersentuh dengan kebaikan Jaka, maka dia tidak jadi menukar nyawanya dan memberikan tongkat yang mana siapa yang mampu mengangkat tongkat itu saat di istana, dialah yang akan menduduki posisi raja selanjutnya.
Batu Ampar dan Bale Kembang
Legenda ini termasuk legenda cinta pembuktian cinta yang diselimuti dengan pengorbanan. Adalah Siti Maemunah yang begitu cantik hingga terkenal di seluruh Jakarta. Kecantikan dari Maemunah membuat seorang pangeran Makassar bernama Astawana datang melamar bersama ayahnya.
Siti Maemunah dengan senang hati menerima lamaran itu, tapi dia mengajukan syarat agar Astawana mau membangunkan bale yang lokasinya ada di atas empang dari Sungai Ciliwung. Pembuatan bale itu harus selesai dalam satu malam saja. Dengan bantuan ayahnya, akhirnya bale itu dapat dibangung dalam satu malam. Antawana bahkan membangunkan jalan yang menghubungkan rumah dan bale yang kini disebut sebagai Batu Ampar. Sementara itu, bale tersebut dinamai sebagai Bale kembang.
Pendekar Asni dan Mirah
Legenda yang satu ini juga masih mengisahkan dua pendekar yang berjodoh yaitu Asni dan Mirah. Kisah ini dimulai saat terjadi perampokan di rumah Babah Yong, seorang yang sangat kaya. Asni diduga sebagai pelaku perampokan itu, namun dia mencoba menjelaskan kalau dia waktu itu ada di rumah dan begitu pula dengan keluarganya yang memberikan kesaksian demikian.
Baca juga: Legenda Jawa Tengah
Karena tidak senang setelah dituduh demikian, Asni melakukan pencarian terhadap perampok itu hingga tiba di suatu kampung tanpa izin. Dia pun diserang oleh Bang Bodong serta anaknya Mirah, sang pendekar silat. Sayangnya, Asni lebih kuat dari mereka sehingga mereka harus kalah. Lalu, Bang Bodong teringat dengan janji anaknya yang akan menikahi laki-laki yang bisa mengalahkannya. Maka, Bang Bodong pun berniat menikahkan Mirah dan Asni.
Asni kemudian menceritakan alasannya kenapa sampai di kampung ini. Seperti ciri-ciri yang disebutkan Asni, Bang Bodong tahu kalau perampok itu adalah Tirta. Mereka pun setuju akan menjebak Tirta di pesta pernikahan Asni dan Mirah. Tirta pun tertangkap dan nyawanya tidak tertolong.
Murtado Macan Kemayoran
Julukan Macan Kemayoran disematkan pada Murtado berasal dari kisahnya yang begitu hebat sebagai seorang pendekar. Murtado ini mampu mengalahkan jagoan Kemayoran seperti Bek Lihun dan Mandor Bacan. Mereka yang awalnya tidak suka dan selalu mencoba mencelakai Murtado jadi tunduk dan menjadikan Murtado sebagai kawan.
Bahkan, kesaktian Murtado sudah terkenal di telinga para Belanda. Dia juga pernah ditawari untuk menjadi pemimpin Kemayoran menggantikan Bek Lihun. Tapi, Murtado tidak mau dan memilih menjadi rakyat biasa yang tetap peduli dengan keamanan rakyat. Perjuangan Murtado hingga saat ini juga terkenal dalam melawan penjajah yang ada di Indonesia, terutama Jakarta.
Baca juga: Legenda Jawa Barat
Nah, demikian 8 legenda dari Jakarta yang memang lebih banyak didominasi oleh kisah para pendekar. Dari kisah-kisah di atas, kamu bisa mengambil pelajaran dari para pendekar yang benar-benar menggunakan kekuatannya untuk menolong banyak orang dan melakukan kebaikan lainnya.