Daftar Isi
Selain Jawa Tengah, Jawa Timur juga memiliki kisah turun temurun dari nenek moyangnya. Mungkin dari beberapa legenda ini kamu mengetahui salah satunya. Daripada berlama-lama, langsung aja ini dia 5 legenda dari Jawa Timur.
1. Legenda Keong Mas
Legenda yang pertama ini mungkin sudah tak asing lagi ya di telinga kita. Karena kisah keong mas ini sudah beberapa kali diangkat di stasiun televisi. Tapi, tidak ada salahnya jika kita mengingat kembali dari legenda keong mas ini.
Legenda yang menceritakan seorang putri yang dikutuk menjadi keong mas karna kesyirikan dari saudaranya sendiri dalam mendapatkan seorang suami. Namun, kutukan tersebut dapat hilang karena pangeran yang akan mempersunting putri tersebut dapat menemukannya di desa terpencil dan mereka bisa hidup berbahagia.
2. Asal Usul Pesugihan Gunung Kawi
Dulu dikisahkan ada seseorang yang bernama Eyang Jugo, beliau melakukan perjalanan ke Cina dan bertemu dengan seorang wanita hamil yang kehilangan suaminya. Eyang Jugo membantunya dalam segi ekonomi.
Atas jasanya, Eyang Jugo berpesan kepada wanita tersebut jika anaknya ingin menemuinya pergilah ke gunung kawi. Pada abad ke-40 masehi datanglah seorang keturunan Tionghoa bernama Tamyang, dia adalah anak dari wanita yang ditolong oleh Eyang Jugo.
Semenjak kedatangan Tamyang, makan Eyang Jugo menjadi terurus dan dibangun sebuah tempat doa yang bergaya khas Tionghoa. Setelah kedatangan Tamyang itu mulai berdatangan orang-orang yang berziarah bahkan ada yang berdoa meminta kekayaan.
Perlu diketahui, makam tersebut ternyata ada dua jasad yaitu Eyang Jugo dan Eyang Sujo. Kedua Eyang ini merupakan seorang bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro. Karena Pangeran Diponegoro tertangkap kedua Eyang ini mengasingkan diri ke gunung kawi.
Semenjak itu mereka berudua menyebarkan pendidikan dan ilmu lain seperti bercocok tanaman dan pengobatan. Karena kebaikannya, mereka pun memiliki murid dari Malang dan Blitar.
Setelah Eyang Jugo meninggal, setahun kemudian Eyang Sujo menyusul. Para murid mereka selalu menghormati mereka. Para pengikutnya beserta keturunannya sering datang ke makam untuk melakukan peringatan.
Setiap Jumat Legi yang merupakan peringatan wafat Eyang Jugo dan 1 Suro merupakan peringatan wafatnya Eyang Sujo, di tempat ini diadakan tahlil akbar dan ritual lainnya. Perayaan ini dipimpin oleh juru kunci makam yang merupakan keturunan dari Eyang Sujo.
Baca juga : Museum di Jakarta
3. Kisah Prabu Damarwulan
Dahulu kala, pemimpin dari Kerajaan Majapahit yang ke-6 yang bernama Ratu Ayu Kencana Wungu berhasil menaklukan beberapa daerah, salah satunya ialah Kerajaan Blambangan yang dipimpin oleh Adipati Kebo Marcuet.
Adipati Kebo Marcuet ini pernah melayangkan ancaman pada Ratu Ayu sampai membuatnya cemas. Diadakanlah sayembara untuk mengalahkan Adipati Kebo Marcuet, siapapun yang memenangkannya akan dijadikan pemimpin di Blambangan dan dijadikan sebagai suami Ratu Ayu.
Datanglah seorang pemuda bernama Jaka Umbaran yang merupakan cucu dari Ki Ajah yang menjadi guru sekaligus ayah dari Adipati Kebo Marcuet. Jaka dapat mengalahkannya dengan menggunakan gada wesi kuning.
Karena keadaan Jaka yang menjadi buruk rupa setelah pertarungan dengan Adipati Kebo Marcuet, menjadikan Ratu Ayu tak sudi mempersuntingnya sebagai suami. Karena keputusan itu, Jaka yang saat itu mendapat gelar Minakjingga marah walaupun dia telah memiliki dua orang selir.
Karna murka Minakjingga mengambil alih kekuasaan Majapahit bahkan berani menyerang Majapahit. Karena merasa khawatir, Ratu Ayu mengadakan sayembara dengan hadiah bagi peserta yang berhasil memenggal kepala Minakjingga akan dijadikannya sebagai suami.
Sudah banyak peserta yang gagal, namun datanglah seorang pemuda bernama Damarwulan yang bekerja sebagai perawat kuda milik Patih Logender (patih Majapahit). Setelah menemui Minakjingga, Damarwulan ternyata kalah dan dimasukkan ke dalam penjara.
Ternyata, diam-diam para selir dari Minakjingga mengobati Damarwulan karena tertarik dengan ketampanan dan kegagahan dari Damarwulan. Setelah pulih, mereka memberi tau kelemahan dari Minakjingga ialah gadanya. Minakjingga tidak bisa apa-apa tanpa gadanya.
Kedua selir itu pun membantu dalam mengambil gada itu, dan membebaskan Damarwulan. Untuk kedua kalinya Damarwulan menantang Minakjingga, namun kali ini Damarwulan dapat mengalahkan Minakjingga karena gadanya itu.
Berhasil memenggal kepala Minakjingga, di tengah perjalanan menuju Majapahit, kepala itu dirampas dari tangan Damarwulan oleh Layang Seta dan Layang Kumitir. Mereka tiba-tiba datang dan mengaku bahwa mereka yang memenggal kepala Minakjingga.
Hingga terjadi pertengkaran antara mereka bertiga, dan Damarwulan dapat mengalahkan mereka berdua karna memang mereka hanya berusaha menipu sang Ratu. Damarwulan pun menikah dengan sang Ratu sedangkan Layang Seta dan Kumitir dimasukkan ke dalam penjara.
4. Legenda Jaka Seger dan Rara Anteng
Kisah ini datang dari sebuah desa dekat gunung bromo. Suatu hari, lahir bayi perempuan bernama Rara Anteng dari seorang mantan Raja Majapahit yang mengasingkan diri, dan bayi laki-laki bernama Jaka Seger dari sepasang pendeta.
Rara tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita hingga kecantikannya menyebar keseluruh penjuru desa. Banyak laki-laki yang berusaha meminangnya tapi semua ditolak karena Rara memiliki hubungan cinta dengan Jaka Seger.
Tak sadar, kabar kecantikan Rara sampai ke telinga seorang raksasa yang kejam dan sakti. Dia berusaha memimang Rara, namun Rara memberi syarat agar dibuatkan sebuah danau di atas gunung bromo dalam waktu satu malam.
Dengan kesaktiannya, raksasa itu hampir berhasil membuat danaunya, tapi Rara meminta pertolongan keluarga dan tetangga untuk membuat suasana seolah-olah sudah datang pagi hari.
Menyadari datangnya pagi, raksasa itu menghentikan pekerjaannya dan melemparkan batok kelapa yang sangat besar yang ia pakai untuk mengeruk tanah gunung bromo. Yang sekarang menjelma sebagai bukit batok di Jawa Tengah. Danau yang dibuat raksasa itu pun sekarang menjadi kawah di gunung bromo.
Setelah itu, Rara menikah dengan Jaka. Dengan pernikahan tersebut mereka tak kunjung memiliki seorang anak. Hingga suatu hari Jaka bernazar jika ia dikaruniai 25 anak, ia akan mempersembahkan seorang anaknya pada gunung bromo yang dijadikan sebagai sesajen.
Setelah bernazar tiba-tiba muncul api dari kawah gunung bromo. Tak berselang lama, Rara pun hamil dan setiap tahunnya Rara melahirkan anak kembar 2 bahkan 3 hingga ia memiliki 25 orang anak.
Kebahagiaan meliputi keluarga Jaka dan Rara, Dewa Kusuma yang merupakan anak bungsu, ia adalah anak yang paling disayangi oleh Jaka. Hingga suatu hari Jaka bermimpi ditagih atas janjinya itu.
Ia pun berkumpul dengan keluarganya, dan dari 25 anaknya, Dewa Kusuma lah yang bersedia memenuhi nazar sang ayah dengan syarat ia ingin diceburkan di dalam kawah bromo pada tanggal 14 ke 24 saudaranya harus memberi hasil panen yang didapat.
Hingga tepatlah tanggal 14 Kasada satu keluarga itu menceburkan Dewa Kusuma diiringi dengan isak tangis. Hingga sekarang ritual itu tetap dijalankan untuk menghormati pesan Dewa Kusuma. Upacara tersebut kini dikenal dengan Yadnya Kasada.
Baca juga : Tempat Angker di Bandung
5. Kisah Jaka Budug dan Putri Kemuning
Kisah yang terakhir ini datang dari daerah Ngawi, Jawa Timur. Legenda yang mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Jaka Budug, ia dipanggil seperti itu karena mengidap penyakit budug atau kudis.
Jaka Budug adalah seorang pemuda yatim piatu nan miskin. Walaupun dengan keadaan seperti itu, ia berhasil meminang seorang putri raja bernama Putri Kemuning.