Rumah Adat Gorontalo Bantayo Poboide

2 Rumah Adat Gorontalo, Lekat dengan Budaya

Posted on

Kemudian 6 tiang penyangga lainnya merupakan ciri khas di masyarakat Lou Duluwo Limo lo Pahalaa. Lou Duwulo Limo lo Pahalaa adalah Tinepo (tenggang rasa), Tumbulao (rasa hormat), Tombulu (berbakti pada pemerintah dan penguasa), Wuudu (sederhana), Adati (patuh), dan Butoo (taat pada hakim).

Tata Rungan Bantayo Poboide

Pada bagian dalam Bantayo Poboide memiliki 32 tiang penyangga bangunan. Masyarakat Gorontalo memilih angka 32 sebab serupa dengan ilustrasi seluruh penjuru mata angin. Maknanya adalah bahwa pemerintah harus memperhatikan kepentingan seluruh masyarakat tanpa mengenal kasta.

Palepelo atau serambi Bantayo Poboide dihiasi dengan lampu kuno yang menggantung di tengah-tengah atap. Pada bagian kanan dan kirinya berhias ukiran teratai besar. Ketika malam hari cahaya temaram dari lampu mampu membuat ukiran tersebut tampak hangat dan indah.

Bantayo Poboide secara umum pun terbagi lagi menjadi 4 ruang. Ruangan pertama adalah Duledehu yang berfungsi untuk menerima tamu-tamu kerajaan yang bersifat rahasia. Ada pula ruangan yang digunakan sebagai tempat sidang tokoh agama dan disampingnya tepat ada ruang serbaguna (Tibongo). Bagian yang terakhir adalah ruangan untuk privasi keluarga kerajaan atau diberi nama Huwali.

Masuk ke bagian kanan dan kiri Bantayo Ppoboide kamu akan menemui bilik yang berjumlah 10 buah. 10 bilik ini merupakan kamar-kamar yang punya fungsi berbeda-beda. Ada yang digunakan untuk tempat istirahat ada pula yang digunakan untuk ruang penyimpanan. Uniknya lagi setiap bilik memiliki nama yang hampir sama namun berakhiran berbeda seperti Huwali lo Pamelo atau Huwali lo Babuya Bua.

Rumah Adat Gorontalo Dulohupa

Rumah Adat Dulohupa
Sumber: Inacraft News

Dulohupa adalah rumah adat Gorontalo yang juga difungsikan sebagai tempat musyawarah. Bedanya dengan Bantayo Poboide adalah rumah adat ini bisa digunakan sebagai pengadilan. Pengadilan yang berlaku di wilayah Gorontalo didasarkan pada aturan masa pemerintahan kerajaan di Gorontalo.

Fungsi Dulohupa

Awalnya Dulohupa memang digunakan sebagai tempat bermusyawarah. Bila musyawarah dilakukan disini, maka harus menghasilkan mufakat. Setelah itu, Dulohupa difungsikan sebagai tempat persidangan. Ketika persidangan ada 3 hukum yang diterapkan dalam bangunan ini.

Hukum yang pertama bernama Buwato Syara. Hukum ini didasarkan atas agama islam Hukum yang kedua adalah Buwarto Bala yang berarti hukum pertahanan ataupun keamanan bagi para prajurit. Sedangkan hukum yang terakhir bernama Buwato Adati dengan arti hukum yang mengikuti adat kepercayaan masyarakat.

Namun, lambat laun sebab ada persidangan resmi pemerintah, fungsinya dialihkan lagi. Kini Dulohupa digunakan sebagai tempat melaksanakan upacara adat daerah. Semisal pagelaran budaya dan pernikahan.

Arsitektur Dulohupa

Model Dulohupa dalah rumah adat panggung dengan sebagian besar materialnya berasal dari kayu. Kualitas kayu yang digunakan pun nggak main-main sebab diklaim kayu penopang mampu bertahan lama. Tiang penyangga dari Dulohupa ada 40 buah yang terdiri dari 2 tiang penyokong utama, 6 tiang pada bagian depan dan 3 tiang dibagian dasar. Tiang utama biasa disebu Wolihi dan tiang dasar biasa disebut Potu.

Bagian depan Dulohupa terdapat 2 buah tangga pada bagian kanan dan kirinya. Tangga-tangga ini disebut dengan Tolitihu. Atapnya terbuat dari jerami terbalik yang disusun sedemikian hingga sehingga amat rapat. Di bagian paling puncak atapnya terdapat 2 batang kayu yang disilangkan dan biasa disebut Talapua. Talapua dulunya difungsikan sebagai penangkal roh jahat. Namun semenjak islam berkembang pesat, Talapua sudah dihilangkan dari atap rumah-rumah.

Tata Ruang Dulohupa

Secara detail, tidak ada kewjiban ketika masyarakat Gorontalo membuat tata ruang untuk Dulohupa. Hanya saja ketika awal membangun rumah tidak diperkenankan membuat kamar lebih dari 3 buah. 3 kamar ini menandakan 3 alam yang harus dilalui manusia yaitu alam rahim, alam dunia, dan alam akhirat.

Posisi penempatan kamar pun berjejer ke belakang atau ada pula yang menyusunnya secara bersilang. Kamar utama sengaja ditempatkan di sisi kanan bagian rumah dengan tujuan supaya saat pemilik kamar pergi, dia akan selalu mengingat rumah. Masyarakat Gorontalo pun beranggapan bahwa kamar sebaiknya menghadap ke arah air sungai berasal. Misalnya nih air sungai mengalir dari timur ke barat, maka sebaiknya kamar menghadap ke barat. Filosofinya adalah harapan rejeki yang selalu megalir serupa aliran sungai.

Dulohupa juga memiliki dapur yang terpisah dari rumah bangunan utama. Alasannya adalah dapur merupakan ruangan privat. Nggak semua orang atau tamu boleh memasuki dapur. Antara dapur dan bangunan utama dipisahkan oleh jembatan. Dapur pun diusahakan tidak menghadap ke kiblat. Hal ini dipercaya menyebabkan dapur lebih mudah terbakar.

Nah itu dia 2 rumah adat di Gorontalo. Gimana? Kaya akan adat dan budaya kan? Semoga bermanfaat ya!

Leave a Reply