Pernahkah kamu mendengar tentang legenda I Laurang, Nenek Pakande, dan Putra Mahkota Lamadukelleng? Jika kamu belum tahu, legenda-legenda tersebut adalah bagian dari legenda yang terkenal di Sulawesi Selatan. Untuk mengetahui kisah dari setiap legenda tersebut, berikut akan dikisahkan cerita selengkapnya.
Daftar Isi
Legenda I Laurang Manusia Udang
Di Sulawesi Selatan tersebutlah nama I Laurang, si manusia udang. Konon, dia lahir dengan kondisi seperti itu karena ibunya begitu ingin punya anak, meski anaknya mirip udang. Semasa kecilnya, ibunya suka sekali mendongengi I Laurang dengan cerita putri raja, sehingga membuatnya ingin menikah dengan salah seorang putri raja.
I Laurang pun meminta orang tuanya untuk melamar salah seorang putri raja itu untuknya. Kedua orang tuanya dengan penuh rasa malu dan resah mencoba melamar putri raja sesuai keinginan dari I Laurang. Dari ketujuh putri raja, semuanya menolak lamaran dari I Laurang karena bentuk fisiknya, kecuali putri bungsi.
Putri bungsu bersedia dengan senang hati menerima lamaran dari I Laurang. Betapa bahagia I Laurang saat mendapat kabar itu. I Laurang tiba-tiba mengeluarkan dirinya dari kulit udang yang membungkus dirinya. Kini, I Laurang berubah menjadi pemuda tampan nan gagah.
Legenda La Dana dan Kerbau
La Dana adalah anak yang pintar memperdaya orang. Suatu hari, ada pesta kematian di Toraja dimana pada pesta itu ada ritual memotong kerbau. La Dana mengajak temannya datang ke pesta tersebut. Dia mendapatkan kaki bagian belakang, sedangkan temannya justru mendapat seluruh bagian kerbau kecuali kaki belakang.
Merasa hal itu tidak adil, La Dana lantas melancarkan aksinya. Dia mengajak temannya untuk menukar bagian kerbau miliknya dan temannya dengan kerbau hidup. Kerbau hidup itu nanti akan disembelih dan dibagi sama rata. Setelah berhasil menukar kerbaunya, La Dana hampir datang setiap hari ke rumah temannya untuk membujuk menyembelih kerbau. Tetapi, temannya meminta La Dana bersabar hingga menunggu agar kerbaunya menjadi gemuk.
La Dana justru tetap tak menghiraukan perkataan temannya dan tetap datang ke rumah temannya setiap hari untuk membujuk menyembelih kerbau. Merasa semakin kesal dengan La Dana, akhirnya temannya itu menyerahkan kerbau itu ke La Dana. Terserah jika La Dana ingin menyembelihnya kapanpun, yang jelas La Dana tak akan mengganggunya lagi. Begitulah pintarnya tipu daya La Dana.
Legenda La Upe dan Ibu Tiri
La Upe dulunya tidak merasa sengsara dengan hidupnya, namun semenjak ibunya wafat, dunia La Upe berubah. Ayahnya menikahi seorang wanita lain bernama I Ruga yang setiap harinya hanya memarahi dan memukul La Upe. Kesengsaraannya tak lama akan berakhir setelah menyelamatkan satu ikan ajaib yang memberinya mantera.
Mantera itu bisa diucapkan oleh La Upe untuk mengharapkan sesuatu yang dia inginkan. Hal itu terbukti ketika La Upe pulang tanpa membawa ikan satu pun, I Ruga imemarahinya lagi. La Upe mencoba mantera yang diajarkan ikan kalau dia ingin ibunya menjadi lengket seperti perekat.
Benar saja, saat I Ruga membuka pintu, tangan dan tubuhnya malah menempel dengan pintu. Namun, setelah ayahnya tahu, ayahnya memarahi I Ruga atas perbuatannya yang selalu memarahi La Upe, sehingga dia berbuat demikian. I Ruga pun meminta maaf pada La Upe dan sejak saat itu dia tak lagi memarahi atau memukul La Upe.
Legenda Nenek Pakande
Legenda ini merupakan sebuah legenda yang dipercayai oleh masyarakat Sulawesi Selatan tepatnya daerah Soppeng. Dahulu, pernah ada suatu desa yang tenteram namun kedatangan oleh seorang nenek yang sebenarnya adalah seorang siluman pemakan bayi dan anak-anak.
Seringkali anak-anak warga desa tersebut hilang tak tahu kemana. Para warga mencurigai jika itu adalah ulah dari Nenek Pakande. Para warga juga lantas membuat rencana untuk mengusir Nenek Pakande itu dengan cara menakut-nakutinya dengan kedatangan raksasa besar.
Setelah disusun dengan matang, penjebakan Nenek Pakande itu ternyata berhasil. Nenek Pakande lari meninggalkan kampung, tapi dia tetap mengancam akan mengawasi anak-anak kecil dari kejauhan. Legenda inilah yang melatarbelakangi kenapa anak kecil dilarang keluar pada waktu maghrib atau malam hari.
Legenda Putri Tandampalik
Putri Tandampalik merupakan putri dari Datu Luwu. Datangnglah sebuah lamaran dari Raja Bone yang meminta Putri Tandampalik. Menurut adat, orang Luwu tidak boleh menerima pinangan dari orang lain di luar sukunya. Akan tetapi, untuk menghindari peperangan, Datu Luwu menerima pinangan tersebut.
Lamaran itu justru membuat Putri mengalami penyakit kulit yang berbau. Penyakitnya ini membuat Putri diasingkan ke hutan. Di hutan sana, Putri bertemu seekor kerbau yang menyeruduk dirinya. Kerbau itu menjilati dirinya dan dengan ajaibnya semua penyakit kulitnya itu hilang. Putri Tandampalik pun menjadi cantik kembali.
Legenda Sawerigading dan We Tenriabeng
Batara Lattu’ mempunyai dua istri yang ternyata melahirkan anak secara bersamaan. Masing-masing dari anaknya itu adalah laki-laki dan perempuan. Anak laki-lakinya diberi nama Sawerigading dan yang perempuan diberi nama We Tenriabeng. Konon, menurut ramalan, mereka berdua akan jatuh cinta. Sehingga, untuk mencegah hal itu maka dua saudara itu dibesarkan secara terpisah.
Baca juga: Legenda dari Bangka Belitung
Saat dewasa, hal yang ditakutkan itu benar-benar terjadi. Sawerigading tiba-tiba bertemu dengan We Tenriabeng dan mereka jatuh cinta. Namun, kedua orang tuanya tidak menyetujui hal itu dan memutuskan untuk mengirim Sawerigading ke dataran Cina sana. Di sana, Sawerigading memulai hidup baru dan konon menikah dengan sepupunya bernama We Cudai.
Sepak Bola Binatang
Sepak bola yang dimainkan oleh manusia pastinya bukan hal yang asing lagi, tapi bagaimana dengan sepak bola binatang? Pernahkah kamu mendengarnya? Sepak bola binatang ini ada karena raja hutan jengah dengan hewan-hewan yang suka berebut makanan. Dengan adanya sepak bola binatang ini diharapkan jika hewan-hewan lebih bersahabat lagi.
Pertandingan berjalan begitu menyenangkan dan euforianya begitu terasa. Tiba di pertadingan final, giliran kerbau dan sapi yang saling berhadapan. Saking semangatnya, mereka sampai melepas bajunya dalam bertanding. Siapa sangka saat itu hujan malah turun sangat deras, bahkan tetes air yang turun bisa sebesar kerikil.
Para binatang pun langsung berlarian sana-sini hingga tim kerbau ternyata salah mengambil baju milik tim sapi. Sementara itu, tim sapi juga salah mengambil tim kerbau. Alhasil, pakaiaan atau kulit dari sapi cenderung kebesaran atau menggelambir. Lalu, berlaku sebaliknya pada para kerbau.
Putra Mahkota Lamadukelleng
Lamadukelleng sebenarnya adalah anak raja yang dibuang oleh bibinya saat masih bayi di Sungai Jeneberang dikarenakan bibinya itu iri dengan ibunya. Setelah dewasa, Lamadukelleng menjadi pemuda yang sakti dan bisa mengobati berbagai penyakit. Sang raja yang sedang sakit parah mendengar kabar tentang Lamadukelleng.
Maka, dia menyuruh utusannya untuk mencari Lamadukelleng. Lamadukelleng diminta oleh raja untuk menyembuhkan penyakitnya. Usahanya itu berhasil dan membuat sang raja kagum. Lantas, ditanyailah Lamadukelleng tentang asal-usulnya, dan dijawab jika dia dulu dibuang di sungai.
Raja yang pernah mengalami pengalaman yang sama dengan hilangnya anaknya itu pun mencoba mencari tahu. Ternyata, Lamadukelleng memang benar-benar anaknya. Akhirnya, mereka pun bisa bersua kembali dan Lamadukelleng diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya.
Baca juga: Legenda Dari Bali
Itulah 8 legenda yang ada di Sulawesi Selatan yang barangkali bisa menambah pengetahuanmu akan budaya di daerah Sulawesi Selatan. Setiap legenda tadi setidaknya harus tetap dikisahkan secara turun temurun demi menjaga agar legenda tersebut tidak hilang ditelan zaman, mengingat legenda juga bagian dari kebudayaan daerah.