Bangka Belitung nampaknya menjadi salah satu daerah di Indonesia yang cukup menjadi sorotan setelah munculnya novel Laskar Pelangi. Apalagi jika kamu pernah membaca novel atau menonton filmnya, sudah pasti tahu jika Belitung memiliki keindahan alam yang sangat menawan. Akan tetapi, Belitung ini juga memiliki banyak legenda daerah yang tidak kalah menarik dibandingkan keindahan alamnya. Simak 8 legenda dari Bangka Belitung ini yang kisah-kisahnya begitu menyentuh hati.
Daftar Isi
Sungai Jodoh
Mendapatkan jodoh di sungai mungkin sama sekali tidak terpikirakan oleh siapapun. Namun, di legenda ini, hal tersebut benar terjadi. Adalah Mah Bongsu, seorang anak yatim piatu yang bekerja di Mah Piah, wanita tua yang serakah. Mah Piah ini mempunyai anak perempuan yang bernama Siti Mayang yang juga serakah.
Suatu hari, Mah Bongsu sedang mencuci pakaian di sungai, tiba-tiba dia melihat seekor ular yang mendekat padanya. Awalnya, dia merasa takut, namun ular itu tak menggigitnya dan justru terlihat terluka. Mah Bongsu pun membawa ular itu kembali pulang dan disimpan di kamarnya. Tiap kulit si ular yang mengelupas akan diambil oleh Mah Bongsu dan dibakar. Anehnya, saat membakar kulit, jika asapnya mengarah ke Singapura, maka Mah Bongsu akan mendapat emas. Sedangkan, bila asap mengarah ke Bandar Lampung, maka dia akan mendapat kain sutra lampung.
Mah Bongsu pun menjadi kaya dengan hal itu. Tak lama, majikan dan anaknya tahu tentang kekayaan Mah Bongsu. Mereka berinisiatif untuk mencari ular di hutan. Sayangnya, saat mereka menemukan dan membawa ular itu ke rumah, Siti Mayang justru meninggal karena digigit.
Sementara itu, ular milik Mah Bongsu sudah sembuh dari lukanya dan meminta Mah Bongsu membawanya ke sungai. Di sungai itu, ular itu tiba-tiba berubah menjadi laki-laki tampan dan dia pun melamar Mah Bongsu. Tentu saja, Mah Bongsu menerima lamaran itu. Sejak kejadian itu, sungai tersebut pun dinamai sebagai Sungai Jodoh.
Si Paga
Seperti namanya, legenda ini memang mengisahkan seorang pemuda bernama Paga. Dia adalah laki-laki yang bertubuh kecil namun keberaniannya jauh dari ukuran tubuhnya. Paga merantau ke Pulau Bangka dan tinggal di Desa Penyak. Di desa tersebut, terdapat hutan yang menurut warga setempat sangat angker. Sebagai pemuda yang amat pemberani, Paga nekat untuk mendatangi hutan itu karena dia ingin membuka lahan untuk cocok tanam.
Awalnya, banyak warga yang menolak, tapi Paga tidak peduli dan tetap pergi. Berhari-hari dia menebang pohon di hutan untuk mempersiapkan lahan. Tiba-tiba, ia mendengar akan ada sekelompok perampok yang akan mencuri dan menghabiskan seluruh warga Desa Penyak. Paga pun menyiarkan kabar ini dan menyuruh semua warga mengungsi. Untungnya, saat para perampok sampai di desa, mereka mendapati desa itu sudah sepi, mereka tentu kecewa dan memutuskan membakar seluruh desa.
Saat mereka lari ke hutan, Paga dengan keberaniannya menghadang para perampok itu. Setelah perkelahian yang sengit, Paga berhasil mengalahkan mereka. Bahkan, Paga juga dijadikan pemimpin oleh mereka serta mereka memutuskan untuk tak lagi merampok. Selang beberapa waktu, Desa Penyak kembali berbenah, dan kabar akan keangkeran hutan itu tidaklah benar, dikarenakan kabar tersebut memang disebarkan oleh para perampok itu tadi.
Putri Pinang Gading
Legenda Putri Pinang Gading digadang-gadang sebagai cerita yang membawa asal usul nama salah satu kecamatan di Pulau Belitung. Cerita ini bermula oleh pak Inda yang sedang pergi ke laut dan menemukan sebuah bambu. Bambu itu dia gunakan untuk memikul ikan. Lalu, saat sampai di rumah, bu Tumina, istri Pak Inda menggunakan bambu itu untuk penindih jemuran. Keesokan harinya, siapa sangka ternyata bambu itu pecah dan di dalamnya terdapat bayi perempuan.
Oleh pak Inda dan bu Tumina, bayi itu diberi nama Putri Pinang Gading. Singkat cerita, saat usia Putri sudah dewasa, tersiar kabar akan terjadi serangan burung gerude yang akan menghancurkan suatu desa. Dengan tekad kuat, Putri datang ke desa itu dan menghalau burung-burung tersebut dengan anak panahnya. Putri pun berhasil menghalau serangan tersebut. Tempat di mana burung terjatuh oleh panahan Putri tadi berubah menjadi tujuh anak sungai, sementara anak panah Putri berubah menjadi serumpun bambu.
Saat ada seseorang yang mencoba menebang bambu tersebut, ternyata bambu itu beracun dan mengakibatkan orang itu meninggal. Kemudian,masyarakat pun menjuluki bambu itu sebagai bambu beracun atau bulo berantu. Kampung tersebut juga berubah nama menjadi belantu, tapi sekarang sudah berubah menjadi kecamatan Mambalong.
Bujang Katak dan Jembatan Emas
Bujang katak adalah seorang anak dari janda miskin yang memiliki penampilan hampir seperti katak. Dahulu, ibu Bujang Katak sangat ingin punya seorang anak, sehingga Ia berdoa meskipun nanti anaknya menyerupai katak, Ia takkan kecewa. Saat Bujang Katak sudah dewasa, Ia ingin menikahi seorang putri raja. Ibunya sempat tak mau apalagi mereka bukanlah siapa-siapa. Akan tetapi, ia tetap pergi ke kerajaan dan meminta salah satu putri raja.
Diantara ketujuh putri raja, hanya si bungsu yang mau mempertimbangkan lamaran ibu Bujang Katak. Maka, keesokan harinya, Bujang Katak datang ke istana, lalu sang raja berujar kalau Bujang Katak baru bisa menikahi anaknya jika Ia bisa membuat jembatan emas yang menghubungkan kerajaan dan desanya dalam 1 minggu. Bujang Katak memasrahkan segalanya kepada Tuhan. Suatu keajaiban pun datang di suatu pagi, kulit Bujang Katak tiba-tiba mengelupas dan Ia berubah menjadi laki-laki tampan.
Baca juga: Legenda Jawa Timur
Ajaibnya lagi, kulit tersebut berubah menjadi emas. Dengan begitu, emas tadi Ia jadikan untuk membuat jembatan bagi sang putri. Setelah jembatan itu selesai, Ia kembali datang ke istana dan memperkenalkan diri lagi sebagai Bujang Katak karena penampilannya yang telah berubah. Melihat usaha Bujang Katak yang berhasil memenuhi syaratnya, maka Ia mengizinkan sang putri untuk menikah dengan Bujang Katak.
Si Penyumpit
Seorang pemuda di suatu desa di Bangka Belitung merupakan ahli menyumpit sehingga dia pun dijuluki sebagai si Penyumpit. Semua warga desa menyukai si Penyumpit ini karena perangainya yang baik juga karena keahliannya, kecuali Pak Raje. Dikarenakan teringat hutang ayah si Penyumpit yang telah meninggal, pak Raje menyuruh si Penyumpit untuk menjaga sawahnya pada malam hari supaya dapat melunasi hutang ayahnya.
Tiba di malam hari, si Penyumpit melihat ada babi hutan yang bergerak mendekat ke sawah. Dia bersiap bersembunyi, lalu menyumpit si babi hutan itu. Ternyata, babi itu bukanlah babi biasa melainkan siluman babi. Merasa kasihan dengan apa yang menimpa siluman itu, si Penyumpit meminta maaf dan mengobati si babi hutan.
Sebagai ucapan terima kasih, si Penyumpit diberi empat buah macam rempah-rempah dan buah. Betapa kagetnya, saat dia membuka hadiah dari siluman tadi, semua rempah dan buah itu berubah menjadi emas dan berlian. Maka, dia pun melunasi hutang ayahnya dengan emas-emasan itu.
Saat tahu jika si Penyumpit mendapat emas dari siluman babi, malam harinya pak Raje malah berjaga di sawah. Saat pulang berjaga, dia justru ditemukan oleh putrinya terluka akibat diserang babi hutan. Si Penyumpit yang tahu akan hal ini segera mengobati pak Raje. Pak Raje merasa menyesal selama ini sudah membenci si Penyumpit. Dia pun meminta maaf atas kesalahannya.
Batu Balai
Hiduplah seorang ibu dan anaknya yang bernama Dempu Awang di desa Mentok. Mereka hidup dalam kondisi yang tidak beruntung sehingga membuat Dempu Awang ingin merantau ke tempat lain. Setelah meminta izin, Dempu Awang mulai berangkat ke perantauan. Ibunya terus mendoakan Dempu Awang agar sukses di rantau. Di sisi lain, Dempu Awang benar-benar sukses dan telah berkeluarga.
Saat istrinya mengajak untuk kembali pulang ke desa, Dempu Awang mengiyakan karena dia juga ingin bertemu ibunya. Sayangnya, saat mereka benar-benar bertemu justru sang ibu tidak diakui oleh Dempu Awang. Baginya, ibunya tidaklah jelek dan tua seperti itu. Hati setiap ibu pasti sangat kecewa dengan perlakuan anak yang seperti ini. Ibunya pun berharap agar Dempu Awang mendapat ganjaran yang setimpal.
Setelahnya, saat Dempu Awang berniat kembali berlayar dengan istrinya, terjadi badai yang membuat kapal mereka terpecah. Selepas badai berlalu, kapal itu berubah menjadi batu, sementara istri Dempu Awang menjadi seekor kera putih. Beberapa tahun kemudian, di samping batu itu terdapat sebuah kantor pemerintahan yang disebut dengan balai. Atas alasan ini batu tersebut disebut sebagai batu balai.
Tanjung Penyusuk
Legenda ini terjadi di sebuah perkampungan di pulau Belinyu. Seorang raja dan ratu yang ada di kampung itu begitu sedih karena mereka tak kunjung dikarunai anak. Suatu malam, si istri bermimpi berbicara dengan seorang kakek yang memberikan petunjuk untuk memakan telur penyu sebanyak tujuh buah.
Esoknya, si ratu mengajak suaminya mencari penyu-penyu di laut. Mereka pun mengumpulkan telurnya dan si istri menggunakan telur itu untuk dimakan tiap malamnya. Tak lama, si istri mengandung dan melahirkan anak perempuan yang diberi nama Syahrani. Syahrani tumbuh menjadi gadis yang manja dan sangat menyusahkan orang tuanya. Setiap keinginanya harus dituruti dan jia tidak, dia akan merajuk.
Suatu ketika, dia pergi ke laut dan melihat ada satu penyu yang sangat unik. Syahrani terus memanggil penyu itu dengan sebutan penyu busuk. Dia mengejar penyu itu hingga sampai di tengah laut dan tak sadar jika dia akan tenggelam. Setelah kejadian tenggelamnya Syahrani, tanjung itu diberi nama oleh warga sebagai Tanjung Penyu Busuk atau sekarang lebih dikenal dengan Tanjung Penyusuk.
Si Kelingking
Seorang anak lahir dari pasangan laki-laki dan perempuan yang sudah tua. Anak tersebut bertubuh sangat kecil seperti kelingking. Oleh karenanya, dia dipanggil sebagai si Kelingking. Hanya saja, ayah dan ibu Kelingking sangat tidak menyukai dengan adanya si Kelingkin mereka merasa malu dengan Kelingking.
Berbagai cara mereka lakukan untuk melenyapkan si Kelingking, termasuk mengajaknya ke sungai supaya ayahnya dapat menggelindikan batu besar ke arahnya. Sayangnya, cara tersebut masih belum terwujud. Ketika Kelingking bertanya tentang apa yang dilakukan oleh sang ayah, dia justru menjawab kalau batu itu digunakan untuk membuat pondasi rumah.
Sesampainya di rumah, si Kelingking justru yang memecah batu besar itu dan benar-benar menggunakannya untuk pondasi rumah baru mereka. Melihat kegigihan dari si Kelingking, ayah dan ibunya merasa tersentuh. Mereka tak lagi berniat untuk membunuh si Kelingking dan mulai menyayangi anaknya sepenuh hati.
Baca juga: Legenda Jakarta
Itulah legenda dari Bangka Belitung yang menyimpan banyak suri tauladan yang bisa kamu ambil sebagai pelajaran. Dari kedelapan legenda tadi, pastinya memiliki nilai moral dan sejarah yang sayang apabila tidak diketahui.