Nusa Tenggara Timur atau yang sering disingkat dengan NTT mempunyai pesona kebudayaan yang begitu unik. Salah satu bagian dari kebudayaan NTT yang patut kamu ketahui adalah legenda atau cerita rakyat yang berkembang di kalangan masyarakatnya. Misalnya saja, legenda bukit fafinesu, asal mula api di Lakamola, dan kisah Kopong beserta Barek. Semuanya dapat kamu simak sebagai berikut.
Daftar Isi
Legenda Bukit Fafinesu
Hiduplah tiga bersaudara yatim piatu yaitu Saku, Abatan, dan Seko. Mereka tinggal di suatu bukit di pedalaman Pulau Timor. Di malam yang dingin, mereka bertiga begitu merindukan kedua orang tuanya yang telah lama meninggal. Saku teringat akan sebuah lagu dan mulai memainkan seruling sembari menyanyikan lagu kerinduan itu.
Tiba-tiba saja, suara menyeruak dari langit yang ternyata itu adalah kedua orang tuanya. Mereka mengatakan jika mereka juga rindu pada ketiga anaknya. Lantas, orang tua mereka menyuruh mereka untuk turun ke bawah bukit dengan membawa ayam jantan merah. Saku menuruti permintaan itu dan saat tiba di bawah jurang, dia menyembelih ayam itu. Darah dari si ayam itu lantas berubah menjadi dua ekor babi.
Orang tuanya berkata lagi jika dua ekor babi itu mereka kirimkan untuk menjadi hewan peliharaan mereka. Dari pertemuan itu tiga saudara itu saling melepas rindu dengan dua orang tuanya. Peristiwa ini kemudian membuat bukit yang mereka tempati dinamai Bukit Fafinesu atau bukit babi gemuk.
Asal Mula Api di Lakamola
Dahulu, masyarakat di sekitar Gunung Lakamola tidak mengenal adanya api. Lalu, di suatu malam, tiga pemuda pergi mendaki Gunung Lakamola untuk berburu babi hutan. Mereka berpencar satu sama lain dan setuju untuk berkumpul di satu titik jikalau sudah mendapat hasil buruan. Salah satu pemuda sudah mendapat buruan satu babi terlebih dulu dan tiba di titik itu.
Sambil menunggu temannya, dia memainkan kayu kering dari pohon nunak. Tak menyangka, muncul percikan api dan asap dari gesekan dua kayu itu. Dia terus mencoba menggesek-gesek hingga api muncul begitu besar. Api itu dia lemparkan ke arah babi dan membuat si babi terbakar habis. Akhirnya, pemuda itu mengajari dua pemuda lainnya, dan dari situlah masyarakat Lakamola mengenal api.
Lona Kaka dan Lona Rara
Lona Kaka adalah kakak dari Lona Rara yang selalu saja merasa iri dengan Lona Rara. Saat mereka disuruh ibunya untuk menumbuk padi, Lona Rara menyelesaikan tugasnya terlebih dulu. Ibunya lantas memuji Lona Rara, hal ini tentu saja membuat iri Lona Kaka, sehingga dia memutuskan untuk mencelakai Lona Rara.
Lona Kaka menjebak Lona Rara supaya dia berlari ke arah hutan. Di tengah hutan, dia tersesat dan tak dapat kembali pulang ke rumahnya. Dia menangis merintih sambil menyanyikan sebuah lagu. Seorang laki-laki tiba-tiba muncul dihadapannya dan mengaku sebagai Goa Wuamaroto, laki-laki yang ada di lagunya.
Goa Wuamaroto juga bersedia mengantarkan Rara pulang ke rumahnya. Meskipun awalnya merasa takut, Rara mengiyakan pertolongan Goa Wuamaroto. Sesampai di rumah, ibu Rara yang sudah khawatir mencari Rara merasa begitu bahagia dengan tibanya Rara. Ditambah lagi, ada seorang laki-laki yang mengantarkan. Di lain sisi, Kaka menerima karma akibat perbuatannya dan dia menjadi gila.
Asal Mula Jagung
Tinggallah satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak perempuannya. Sang ayah bermimpi jika putri semata wayangnya dikorbankan untuk menumbuhkan suatu tanaman yang berguna bagi banyak orang. Saat sang ayah menceritakan mimpi itu pada putrinya, sang putri dengan senang hati menyetujui untuk dikorbankan.
Dengan berat hati, sang ayah mengikhlaskan putrinya untuk dikorbankan dalam suatu kebun yang luas. Setelah peristiwa itu, tumbuhlah jagung yang memenuhi kebun tersebut. Sang ibu yang baru tahu akan kejadian ini begitu terpukul.
Baca juga: 8 Legenda NTB
Setiap waktu dia mengunjungi kebun itu dan bercengkerama dengan jagung-jagung itu seolah sedang berinteraksi dengan anaknya. Hingga suatu hari, sang ibu berkata jika dia sudah ikhlas dengan pengorbanan anaknya, sembari dia berharap jika pengorbanan anaknya ini bias menolong seluruh umat manusia.
Tangga Loi dan Oemau
Di masa dahulu di Rote Ba’a, terjadi kekeringan yang menyebabkan dua orang pemuda, Mau dan Angga tak bisa bekerja di ladang. Mereka memutuskan untuk mencari sumber air yang baru di suatu tempat. Namun, setelah perjalanan panjang, mereka tertidur hingga esok hari.
Keesokan harinya, mereka berdua mendapati kalau kaki kedua anjingnya berlumpur, menandakan jika mereka telah menemukan sumber air. Lantas, mereka mencoba mencari-cari sumber air itu. Ditemukanlah dua sumber air sekaligus yang kemudian mereka namai Tangga Loi yang berasal dari nama Angga serta loi yang berarti melihat, dan satunya lagi dinamai sumber air Oemau. Oe adalah air yang digabung dengan nama Mau. Begitulah penemuan sumber mata air Tangga Loi dan Oemau.
Kisah Kopong dan Barek
Kopong dan Barek hidup dalam kemisikinan bersama orang tuanya. Kemiskinan ini membuat orang tuanya ingin membuang Kopong dan Barek. Usaha untuk membuang kedua anaknya ternyata berhasil. Kopong dan Barek yang dibuang di hutan itu tak sengaja masuk ke rumah raksasa. Untungnya, dengan kecerdikan Kopong, mereka bisa kabur hingga tiba di suatu kerajaan.
Kedua kakak beradik itu tinggal cukup lama di kerajaan itu. Ketika sang raja sudah sepuh dan ingin menyerahkan tahtanya, diadakanlah sabung ayam di seluruh kerajaan itu untuk mendapatkan raja baru. Kopong ternyata memenangkan sayembara itu, maka jadilah dia raja yang baru. Setelah beberapa lama menjabat menjadi raja, dia teringat dengan ayah dan ibunya. Kopong lantas menyuruh orang untuk memboyong orang tuanya tinggal di kerajaan bersama dengan anak-anaknya lagi.
Legenda Raja Laku Leik
Raja Laku Lekik terkenal sebagai raja yang serakah dan kejam di sebuah kerajaan di Belu, NTT. Dia bahkan rela memenggal kepala anak laki-lakinya sendiri. Namun, keajaiban terjadi pada anaknya, Ono Muti yang sebelumnya telah meninggal, ternyata bisa hidup kembali. Dia lantas tinggal di rumah bibinya yang baik hati merawat hingga Ono Muti dewasa.
Tiba di suatu masa, Raja Laku Lekik mengadakan sayembara sabung ayam. Datanglah Ono Muti yang sudah dewasa dan tidak dikenali oleh ayahnya sendiri. Dia melawan ayam dari Raja Laku Lekik dan berhasil memenangkan sayembara itu. Karena Laku Lekik telah mempertaruhkan seluruh hartanya, maka habislah semua harta itu, dia pun menjadi fakir miskin.
Asal Mula Kampung Wae Rebo
Munculnya kampung Wae Rebo dimulai dari Tanah Minang. Ada seroang pemuda bernama Maro yang memutuskan untuk merantau ke luar dari Minang hingga tiba di Flores. Dia terus saja berpindah-pindah kampung mulai dari kampung Todo, kampung Poppo, kampung Modo, kampung Ndara, dan Golo Damu.
Di Golo Damu, Maro menikah dengan Lembor. Di kampung ini Maro tinggal cukup lama hingga mendapat sebuah petunjuk agar Maro pindah ke sebuah kampung dan kampung itu harus diberi nama Wae Rebo. Maka, datanglah Maro ke sana, dia mulai kehidupan baru bersama istrinya dan sampai sekarang kampung tersebut dinamai sebagai kampung Wae Rebo.
Baca juga: 8 Legenda Bali
Dari 8 legenda NTT tadi, mana yang menurutmu paling menarik? Pastinya cerita di atas punya sisi uniknya sendiri-sendiri, bukan? Bahkan kamu juga bisa mengambil pelajaran yang ingin disampaikan dari legenda-legenda tadi. Disamping itu, kamu pastinya juga akan lebih mengenal kebudayaan yang berasal dari NTT.