Daftar Isi
Hai, guys!! Ini cerita tentang segerombolan anak sekolah yang punya misi gede: menyelundupkan tahu bulat ke dalam kelas tanpa ketahuan guru. Tapi ya, kayak yang kamu bisa tebak, segala rencana mereka pasti nggak mulus.
Siapa sangka, ada keributan, konspirasi, dan perut lapar yang jadi gangguin. Kalau kamu mikir ini cerita biasa, jelas kamu salah! Yuk, simak kelakuan kocak mereka yang nggak akan kamu temuin di kelas biasa!
Tahu Bulat
Kantin Tutup, Perut Menjerit
Di sebuah sekolah yang terkenal dengan aturan super ketat dan guru-guru yang lebih tegas daripada polisi lalu lintas, ada satu hal yang membuat seluruh siswa berduka hari itu: kantin sekolah ditutup.
Bencana ini diumumkan saat apel pagi, ketika Kepala Sekolah Pak Harun dengan suara berwibawa mengatakan, “Karena renovasi, kantin akan ditutup selama dua minggu. Diharapkan siswa membawa bekal dari rumah.”
Seluruh siswa nyaris pingsan di tempat.
“Dua minggu?”
Dua minggu tanpa tahu bulat, tanpa cilok, tanpa gorengan yang mengandung minyak berusia tiga hari? Ini bukan sekadar masalah kecil. Ini adalah tragedi nasional!
Di kelas XI IPA 3, situasi semakin gawat. Fajar memegang perutnya yang berbunyi seperti suara motor butut, sementara Omen menatap langit-langit seperti baru kehilangan arah hidup. Rara, yang selalu tampil anggun dan elegan, tampak lemas di mejanya.
“Ini nggak bisa dibiarkan,” gumam Omen.
“Aku nggak bisa bayangin hidup tanpa gorengan, apalagi tahu bulat,” tambah Fajar.
Rara menghela napas panjang. “Aku sih nggak masalah kalau cuma lapar, tapi… tahu bulat itu bagian dari jiwa kita. Kita butuh tahu bulat.”
Suasana semakin kelam. Para siswa di kelas lain tampak muram, beberapa bahkan mulai curhat di status WhatsApp mereka. ‘Tuhan, cobaan apa ini?’
Tapi di tengah keputusasaan itu, Omen tiba-tiba menepuk meja keras-keras.
“Dengerin aku,” katanya serius. “Kalau kita nggak bisa beli tahu bulat di kantin, kita bakal bawa tahu bulat ke sekolah.”
Semua menoleh padanya dengan ekspresi penuh harapan.
“Maksud kamu… kita bakal nyelundupin tahu bulat?” tanya Fajar dengan mata berbinar-binar.
Omen mengangguk dengan penuh keyakinan. “Kita harus bikin misi rahasia. Operasi Tahu Bulat. Ini bukan cuma tentang makanan. Ini tentang keadilan, tentang hak asasi siswa untuk tetap bisa jajan!”
Rara langsung mengacungkan tangan. “Aku ikut.”
“Aku juga!” seru Fajar.
Dan seperti itulah, misi Operasi Tahu Bulat dimulai.
Saat istirahat pertama, mereka berkumpul di pojok kelas yang jauh dari jangkauan guru. Omen menggambar strategi di buku tulisnya dengan penuh keseriusan.
“Kita punya satu masalah besar,” katanya sambil mengetukkan pulpen ke buku. “Gerbang dijaga ketat sama Pak Udin. Kita harus punya alasan yang masuk akal buat keluar.”
Rara berpikir sebentar. “Gimana kalau kita pura-pura sakit terus izin ke luar?”
“Jangan,” potong Fajar. “Itu terlalu mencurigakan. Pak Udin udah hafal kalau ada yang tiba-tiba sakit pas jam istirahat, pasti ujung-ujungnya beli jajan.”
Omen menghela napas. “Benar juga. Berarti kita butuh pengalihan.”
Rara tiba-tiba tersenyum licik. “Kalau gitu, aku bakal pingsan.”
Fajar hampir tersedak minumnya. “Hah? Maksud kamu?”
“Aku pura-pura pingsan di depan ruang guru. Itu bakal bikin semua guru panik. Sementara itu, kamu keluar gerbang buat beli tahu bulat,” jelas Rara.
Omen dan Fajar bertukar pandang. Rencana ini… gila. Tapi juga brilian.
“Kamu yakin bisa akting pingsan?” tanya Omen.
Rara menatapnya dengan tatapan meremehkan. “Aku juara satu drama sekolah tiga tahun berturut-turut. Percaya aja sama aku.”
Fajar mengangguk mantap. “Oke, aku siap buat keluar dan beli tahu bulat. Tapi siapa yang bakal nerima barangnya pas aku masuk lagi?”
“Serahin ke aku,” kata Omen. “Aku bakal bawa tas kosong buat nyimpen tahu bulatnya.”
Semua mengangguk. Rencana sudah siap.
Besok, Operasi Tahu Bulat akan dijalankan.
Strategi Gila ala Omen
Bel istirahat berbunyi. Saat itu juga, tiga sekawan pasukan tahu bulat mulai bergerak.
Rara berdiri di depan cermin kecil di tangannya, memastikan ekspresi wajahnya cukup meyakinkan untuk adegan pingsan dadakan. Fajar menggenggam uang di sakunya, sementara Omen menyamarkan tas kosongnya dengan jaket, bersiap jadi tempat penyimpanan barang terlarang: tahu bulat.
“Siap?” bisik Omen.
“Siap,” jawab Fajar dan Rara bersamaan.
Mereka keluar kelas dengan langkah yang sudah diperhitungkan. Target: koridor depan ruang guru. Di sanalah aksi Rara akan berlangsung.
Tanpa basa-basi, Rara tiba-tiba menepuk dadanya sendiri dan mengerang, “Aduh… dadaku… sesak… aku…”
Dan BOOM! Dia menjatuhkan dirinya ke lantai dengan dramatis.
“RARA PINGSAN!!”
Suasana langsung geger.
Beberapa siswa yang kebetulan lewat langsung berhamburan mendekat. Seorang guru yang baru keluar dari ruang guru, Bu Yuni, berteriak, “Aduh, ini kenapa?! Cepat panggil Pak Harun!”
“Bu, dia tiba-tiba pingsan, Bu!” ujar salah satu siswa yang tidak tahu konspirasi besar ini.
Dalam sekejap, hampir semua guru keluar, termasuk Pak Udin, si penjaga gerbang.
Kesempatan emas!
Fajar langsung mengambil langkah lebar menuju gerbang. Dengan wajah seolah-olah hanya seorang siswa polos yang ingin mengambil udara segar, dia menyelinap keluar tanpa dicurigai.
Omen berdiri tidak jauh dari tempat kejadian, memperhatikan semua orang yang panik di sekitar Rara. Dia menyeringai. Rencana mereka berjalan sempurna.
Sementara itu, Rara masih memainkan perannya.
“Bawa dia ke UKS! Cepat!” seru Bu Yuni.
Saat itu juga, dua kakak kelas yang berbadan kekar mulai mengangkat Rara. Namun sebelum mereka benar-benar membawanya pergi, Rara tiba-tiba “tersadar” dengan dramatis.
“Ugh… di mana aku?” tanyanya dengan suara lemah.
“Di sekolah, Nak. Kamu pingsan barusan. Sini, minum dulu,” kata Bu Yuni.
Rara menerima air minum sambil berusaha menahan tawa. Dia menoleh ke samping, melihat gerbang sekolah kosong—Fajar sudah sukses keluar!
Di luar sekolah, Fajar setengah berlari menuju gerobak tahu bulat langganan mereka. Di bawah terik matahari, seorang pedagang paruh baya dengan topi lusuh tersenyum lebar melihat pelanggan setianya datang.
“Nah! Mau beli tahu bulat berapa, Dek?”
“Sepuluh ribu, Pak! Bikin yang garing ya,” jawab Fajar buru-buru.
Pedagang itu langsung memasukkan tahu-tahu bulat ke dalam plastik sambil mengocoknya di bumbu rahasia. Aroma menggoda langsung menyerang hidung Fajar. Dia menelan ludah. Ini adalah momen paling berharga dalam hidupnya.
Setelah mendapatkan barang terlarang itu, Fajar kembali ke gerbang. Di dalam sekolah, Omen sudah menunggu.
Namun, masalah baru muncul.
Pak Udin sudah kembali ke posisinya.
Artinya, masuk kembali ke sekolah bukan perkara mudah.
Terjebak di Gerbang
Fajar berdiri beberapa meter dari gerbang, berkeringat dingin sambil menggenggam plastik tahu bulat yang masih hangat. Masalah besar ada di depan mata: Pak Udin sudah kembali ke posnya.
“Gimana cara gue masuk?” gumam Fajar sambil menatap situasi.
Pak Udin duduk di bangkunya, tangan terlipat di dada, wajahnya seperti detektor kebohongan berjalan. Kalau ada yang masuk tanpa alasan jelas, tamat sudah.
Di dalam sekolah, Omen mulai gelisah. Dari balik dinding dekat gerbang, dia melirik ke luar dan melihat Fajar masih tertahan di luar. Ini tidak boleh dibiarkan.
Omen merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel, lalu mengetik cepat.
📱 Omen: “Bro, stuck di gerbang? Pak Udin siaga?”
📱 Fajar: “Iyalah. Mana gerakan pengalihannya??”
📱 Omen: “Siap. Tunggu aba-abaku.”
Omen menoleh ke Rara, yang kini sudah duduk santai di bangkunya sambil mengunyah permen karet. “Kita butuh pengalihan baru,” bisiknya.
Rara berpikir sejenak. “Hmm… Gimana kalau kita suruh seseorang bikin keributan?”
Omen mengangguk. “Tapi siapa?”
Saat itu juga, mata mereka menangkap Wildan, sang biang onar sekolah.
Wildan, murid yang sudah langganan dipanggil BK karena aksi-aksi absurdnya, adalah orang yang tepat untuk misi ini.
Tanpa buang waktu, Rara berjalan ke mejanya dan berbisik, “Dan, kita butuh bantuan lo.”
Wildan menaikkan alis. “Bantuan apa?”
Omen mendekat dan menjelaskan rencana mereka. Semakin lama Wildan mendengarkan, semakin lebar senyum liciknya. “Oh, gampang. Gue tahu caranya.”
Dan dengan itu, keributan pun dimulai.
Wildan berdiri di tengah lorong depan kelas sambil mengangkat tangan.
“SEMUA ORANG, DENGARKAN!!!” teriaknya.
Murid-murid menoleh. Guru-guru yang masih berada di sekitar UKS ikut menoleh. Pak Udin juga menajamkan pendengarannya dari pos gerbang.
Wildan melanjutkan, “SEKOLAH INI TELAH MENYEMBUNYIKAN SEBUAH KEBENARAN!!!”
Sekarang perhatian benar-benar tertuju padanya.
“SEBENARNYA KANTIN TIDAK DITUTUP KARENA RENOVASI!!!” lanjutnya. “INI SEMUA KONSPIRASI!!! ADA PERSENGKONGKOLAN ANTARA KEPALA SEKOLAH DAN PEDAGANG LUAR UNTUK MENGUASAI PASAR MAKANAN SEKOLAH!!”
Seketika suasana berubah.
“HAH? SERIUS??”
“APAAN NIH?”
“GILA, KONSPIRASI CUK!!”
Guru-guru mulai bergerak ke arahnya, sebagian ada yang marah, sebagian lagi terlihat bingung.
Sementara semua fokus ke Wildan, Omen segera mengirim pesan ke Fajar.
📱 Omen: “MASUK SEKARANG!”
Fajar tidak menunggu dua kali. Dia merunduk seperti ninja, berlari pelan ke arah gerbang, dan saat Pak Udin menoleh ke keributan Wildan, Fajar menyelinap masuk dengan mulus.
Misi hampir sukses!
Sekarang tinggal satu langkah terakhir: menyelundupkan tahu bulat ke dalam kelas tanpa ada yang curiga.
Insiden Tahu Bulat di Jam Pelajaran
Fajar berhasil masuk sekolah dengan selamat, plastik tahu bulat masih aman di tangannya. Dia berjalan cepat menuju kelas sambil sesekali melirik ke belakang, memastikan tidak ada guru yang mencurigainya.
Di dalam kelas, Omen dan Rara sudah siap menyambutnya. Begitu Fajar masuk, mereka langsung menariknya ke bangku paling pojok.
“Cepet, buka!” bisik Omen.
Fajar membuka plastiknya perlahan, aroma tahu bulat yang gurih langsung menyeruak ke seluruh ruangan.
“Buset, baunya bikin lapar,” Rara menelan ludah.
Mereka bertiga menelan air liur bersamaan. Tahu bulat itu masih hangat, berwarna keemasan sempurna, dan dilapisi bumbu yang menggoda. Ini adalah harta karun yang berhasil mereka rebut dengan penuh pengorbanan.
“Sekarang tinggal makan,” bisik Omen dengan mata berbinar.
Namun tepat saat Fajar mau memasukkan satu tahu bulat ke mulutnya…
BRAK!
Pintu kelas terbuka lebar.
Seluruh ruangan mendadak diam.
Pak Guru Matematika, Pak Wawan, berdiri di ambang pintu dengan tatapan elangnya.
“Murid-murid, kita mulai pelajaran,” katanya tegas.
Bencana datang.
Fajar langsung melempar plastik tahu bulat ke dalam laci mejanya.
Omen dan Rara duduk tegak, pura-pura menjadi siswa teladan.
Pak Wawan berjalan masuk, menaruh buku di meja, lalu mengendus udara.
“Hm… kenapa kelas ini bau makanan?” tanyanya curiga.
Jantung Fajar, Omen, dan Rara nyaris copot.
“Siapa yang bawa makanan ke dalam kelas?” lanjut Pak Wawan, tatapannya mengitari ruangan.
Semuanya diam.
Lalu, tanpa aba-aba, perut Fajar mengeluarkan bunyi ‘kruk kruk’ yang keras.
Mati aku.
Pak Wawan melirik tajam. “Fajar, kamu bawa makanan?”
“Enggak, Pak,” jawab Fajar, berusaha tetap tenang.
Pak Wawan tidak langsung percaya. “Buka laci mejamu.”
Fajar melirik Omen dan Rara. Mereka hanya bisa menahan napas.
Dengan tangan gemetar, Fajar membuka lacinya perlahan…
Dan…
TIDAK ADA TAHU BULAT DI DALAMNYA!
Fajar membelalak kaget. Omen dan Rara juga terperanjat.
Pak Wawan mengernyit. “Huh? Ya sudah, kalau tidak ada.”
Dia kembali ke papan tulis.
Sementara itu, Fajar menoleh ke Omen dan Rara dengan wajah penuh tanda tanya.
Kemana tahu bulatnya?!
Rara menunduk pelan, menunjuk ke bawah meja.
Fajar mengintip… dan di sana, di balik rok panjangnya, Rara sedang menahan plastik tahu bulat di atas pahanya.
Mereka bertiga saling berpandangan.
Selamat.
Tahu bulat berhasil diselamatkan.
Namun baru saja mereka menghela napas lega…
Dari luar jendela, terdengar suara Pak Udin berteriak.
“WILDAN! KAMU JELASKAN KENAPA ADA ISU KONSPIRASI DI SEKOLAH?!!”
Seketika, seluruh kelas tertawa.
Dan di bangku paling belakang, tiga sekawan itu menikmati tahu bulat curian mereka diam-diam, sambil berusaha menahan tawa.
Misi sukses.
Nah, gitu deh ceritanya. Kadang, sekolah itu seru juga kalau lo nemu cara kreatif buat nyelipin tahu bulat di tengah pelajaran. Tapi, kayak biasa, nggak ada yang namanya rencana yang mulus—selalu aja ada keributan yang bikin lo ketawa ngakak.
Intinya, kalau lagi pengen nyelundupin sesuatu ke sekolah, pasti ada cara yang lucu buat ngehindarin masalah, kan? Cuma, jangan lupa, hidup itu penuh kejutan—kayak tahu bulat yang bisa jadi penyelamat perut di tengah jam pelajaran!


