Surat Kecil untuk Tuhan: Kisah Sedih Vira dan Permohonan Hatinya

Posted on

Hai semua, Sebelum kita masuk ke dalam ceritanya ada nggak nih diantara kalian yang penasaran sama cerita cerpen kali ini? Kali ini tentang artikel yang penuh dengan emosi dan inspirasi! Jika kamu pernah merasa terpuruk dan mencari cara untuk menemukan harapan di tengah kesedihan, kamu akan menemukan kisah Vira, seorang remaja SMA yang berjuang melawan rasa sakit emosionalnya.

Dalam cerita ini, Vira menghadapi tantangan besar dalam hidupnya, tetapi dia menemukan kekuatan dan dukungan melalui surat kecil untuk Tuhan dan teman-temannya. Artikel ini akan membawamu melalui perjalanan emosional Vira, memperlihatkan bagaimana dia mengatasi kesedihan dan menemukan kembali kebahagiaan. Siap untuk menyelami kisah yang penuh perjuangan dan harapan? Yuk, baca selengkapnya dan temukan inspirasi untuk perjalananmu sendiri!

 

Surat Kecil untuk Tuhan

Kepingan Kenangan: Surat dari Masa Lalu

Vira selalu dikenal sebagai gadis ceria di sekolah. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan remaja yang penuh warna, dia adalah pusat perhatian selalu dengan senyuman lebar dan tawa yang menghibur teman-temannya. Namun, di balik penampilannya yang ceria, tersembunyi sebuah rasa sakit yang mendalam yang jarang sekali terlihat oleh orang lain.

Suatu sore yang mendung, setelah seharian penuh aktivitas sekolah, Vira pulang ke rumah dengan langkah lambat. Hujan gerimis mengiringi perjalanannya, dan dia merasakan kesedihan yang sama sekali berbeda dari biasanya. Setibanya di rumah, dia mengunci pintu kamarnya dan duduk di tepi tempat tidur, melepaskan jaket basahnya.

Sambil mengeluarkan buku-buku dan barang-barang dari dalam tasnya, Vira merasakan sesuatu yang keras di saku jaketnya. Dengan penasaran, dia merogoh saku dan mengeluarkan sebuah kertas kecil yang sudah kusut dan kotor. Kertas itu tampak seperti sebuah surat yang telah lama tersimpan.

Ketika Vira membukanya, dia menemukan tulisan tangan ibunya di atas kertas itu. Surat itu tampaknya ditulis beberapa tahun yang lalu, dan Vira mengingat dengan jelas bagaimana ibunya selalu menulis pesan-pesan kecil untuknya. Namun, surat ini berbeda; itu adalah surat terakhir yang ibunya tulis sebelum meninggal.

Dengan hati bergetar, Vira mulai membaca surat itu:

“Anakku tersayang, Vira,

Aku tahu waktu-waktu ini tidak akan selalu mudah untukmu. Aku berharap surat ini bisa menjadi pengingat betapa berartinya dirimu bagi banyak orang, terutama aku. Dunia ini kadang terasa tidak adil, dan kamu mungkin merasa sendirian dalam perjuanganmu. Tetapi ingatlah, Tuhan selalu mendengarkan doa-doamu.

Jangan pernah merasa bahwa kamu harus memikul beban sendirian. Aku percaya padamu dan semua kemampuanmu. Jadilah dirimu sendiri dan teruslah tersenyum, meskipun kadang-kadang itu sulit. Jika kamu merasa tertekan atau kesepian, carilah kekuatan dari dalam dirimu dan percayalah bahwa kamu bisa menghadapinya. Kamu memiliki banyak potensi dan kekuatan yang tidak pernah kamu sadari.

Aku sangat mencintaimu, dan aku akan selalu bersamamu dalam setiap doa dan harapan. Jangan lupa untuk berdoa dan mencari kedamaian dalam hati. Kamu adalah anak yang luar biasa, dan aku bangga padamu.

Dengan segala cinta dan doa,

Ibumu”

Membaca surat itu membuat Vira merasa seolah-olah ditekuk oleh sebuah beban emosional yang tak tertanggung. Air mata mengalir deras di pipinya, dan dia merasakan kepedihan yang mendalam. Setiap kata dalam surat itu seolah menggambarkan betapa ibunya selalu tahu bagaimana perasaannya, bahkan ketika Vira sendiri belum sepenuhnya mengerti.

Vira meletakkan surat itu di atas meja, mengusap air mata di wajahnya, dan mencoba menenangkan dirinya. Dia tahu dia harus terus maju dan berusaha untuk tetap kuat, seperti yang selalu dia tunjukkan kepada dunia. Namun, perasaan kesepian dan kehilangan itu terasa begitu nyata dan mendalam. Kehilangan ibunya bukanlah hal yang mudah, dan setiap hari Vira merasa semakin tertekan dengan harapan yang tidak pernah berhenti datang.

Setelah beberapa saat, Vira memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan menuju ruang tamu, di mana dia menemukan ayahnya duduk dengan wajah lelah. Ayahnya tampak khawatir melihat kondisi Vira, tetapi dia tidak bertanya. Vira merasa tidak bisa berbicara tentang rasa sakitnya, tidak ingin menambah beban yang sudah cukup berat di pundak ayahnya.

Namun, malam itu, ketika Vira berbaring di tempat tidurnya, dia merasa sebuah keputusan harus diambil. Dia harus menemukan cara untuk menghadapi kesedihan dan mengatasi rasa sakit yang terus menghantui dirinya. Dia mulai berpikir tentang surat itu, tentang bagaimana ibunya mengingatkannya untuk terus berdoa dan mencari kekuatan di dalam dirinya sendiri.

Sebelum tidur, Vira duduk di meja belajarnya, membuka jurnalnya, dan mulai menulis. Dia tidak tahu apa yang akan dia tulis, tetapi dia merasa perlu untuk mengeluarkan semua perasaannya. Dengan tangan yang bergetar, dia mulai menulis sebuah surat kecil untuk Tuhan, seolah-olah surat itu adalah cara dia berbicara dengan ibunya dan meminta dukungan dari sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.

Dia menulis dengan penuh rasa sakit dan harapan, berharap bahwa melalui tulisan itu, dia bisa menemukan sedikit kedamaian di tengah kesedihan yang mendalam. Vira tahu bahwa perjalanan untuk menyembuhkan diri tidak akan mudah, tetapi dia merasa bahwa dengan menulis surat itu, dia telah mengambil langkah pertama untuk menghadapi perasaannya dan menemukan kekuatan baru dalam dirinya.

Malam itu, Vira tidur dengan penuh harapan, berharap bahwa surat kecilnya akan membantu mengangkat sedikit beban dari hatinya dan membawa dia lebih dekat pada kedamaian yang dia cari. Setiap hari mungkin penuh perjuangan, tetapi Vira siap untuk menghadapi tantangan itu dengan tekad dan keberanian yang baru ditemukan dalam dirinya sendiri.

 

Dalam Kesunyian: Menulis Permohonan dari Hati

Pagi hari selalu datang dengan cepat, dan seperti biasa, Vira harus memulai rutinitasnya untuk menghadapi hari baru di sekolah. Meskipun dia mencoba menampilkan diri yang ceria, di dalam hatinya, rasa sedihnya tidak pernah benar-benar hilang. Setiap pagi, Vira melangkah ke sekolah dengan senyuman yang dipaksakan, dan setiap hari, dia merasa semakin terasing dari dunia sekelilingnya.

Hari itu, setelah pelajaran pertama berakhir, Vira duduk sendirian di sudut kantin, sebuah kebiasaan yang sudah menjadi rutinnya. Teman-temannya sibuk berbicara dan tertawa di meja-meja sekelilingnya, tetapi Vira merasa seperti berada di luar lingkaran mereka. Ia mencoba untuk tersenyum dan terlibat dalam percakapan, tetapi sering kali senyum itu terasa kaku dan tidak tulus.

Selama istirahat, Vira menemukan dirinya kembali memikirkan surat dari ibunya yang dia baca malam sebelumnya. Dia merasa terinspirasi, tetapi juga bingung tentang bagaimana memulai langkah berikutnya. Surat itu membangkitkan rasa sakitnya, tetapi juga memberikan harapan. Vira tahu dia perlu berbicara dengan seseorang, tetapi tidak tahu harus mulai dari mana.

Saat makan siang, Vira memutuskan untuk pergi ke taman sekolah, sebuah tempat yang sepi dan tenang, jauh dari keramaian kantin. Dia duduk di bangku taman yang dikelilingi oleh pepohonan rindang dan mulai membuka buku catatannya. Dia memutuskan untuk menulis surat kecil, bukan hanya untuk Tuhan, tetapi juga sebagai cara untuk mengungkapkan perasaannya dan mencari kedamaian.

Dengan pena di tangan, Vira mulai menulis:

“Dear Tuhan,

Aku tahu aku harus kuat, tetapi kadang-kadang rasanya terlalu berat untuk dihadapi. Surat ibuku membangkitkan kembali rasa sakit yang sudah lama aku coba untuk sembunyikan. Aku merasa tertekan untuk selalu terlihat bahagia di hadapan teman-temanku, tetapi di dalam hatiku, aku merasa kosong dan sendirian.

Aku berusaha untuk tidak menunjukkan betapa beratnya perasaanku, tetapi kadang-kadang, aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku merasa seperti aku harus terus tersenyum, padahal hatiku terasa seperti hampa. Aku ingin percaya bahwa ada alasan untuk semua ini, tetapi saat ini, aku hanya merasa bingung dan lelah.

Aku berharap ada cara untuk mengatasi semua ini. Aku ingin merasakan kedamaian dan kebahagiaan seperti yang dijanjikan oleh ibuku. Aku ingin percaya bahwa ada cahaya di ujung terowongan ini, meskipun kadang-kadang rasanya begitu sulit untuk melihatnya.

Tolong bantu aku menemukan kekuatan untuk terus maju. Berikan aku petunjuk dan dukungan untuk menghadapi hari-hari sulit ini. Aku merasa tidak tahu harus ke mana lagi, dan aku berharap aku bisa menemukan cara untuk menyembuhkan hatiku yang terluka.

Terima kasih sudah mendengarkan doaku. Aku akan terus berusaha, meskipun terkadang aku merasa sangat lelah. Aku berharap aku bisa menemukan jalan menuju kedamaian dan kebahagiaan lagi.

Dengan penuh harapan Vira.”

Vira menulis dengan penuh perasaan, setiap kata adalah ungkapan dari kesedihan dan harapan yang mendalam. Ketika dia selesai menulis, dia melipat surat itu dengan hati-hati dan menyimpannya di dalam kotak kecil yang dia bawa. Kotak itu adalah tempat dia menyimpan surat-surat dan catatan penting sebuah cara untuk menjaga semua perasaannya tetap aman.

Setelah menulis surat itu, Vira merasa sedikit lebih tenang, meskipun rasa sakit di hatinya belum sepenuhnya hilang. Dia tahu bahwa surat itu tidak akan mengubah segala sesuatu dalam sekejap, tetapi dia merasa lega karena telah mengungkapkan perasaannya. Dia meninggalkan taman dengan langkah yang lebih ringan, meskipun masih ada beban di hatinya.

Ketika hari berlalu, Vira merasa terjaga oleh harapan baru yang ditemukan dalam penulisan suratnya. Setiap kali dia merasa tertekan atau kesepian, dia membuka kotak kecilnya dan membaca surat yang dia tulis. Itu memberinya pengingat bahwa dia tidak sendirian dalam perasaannya, dan bahwa dia memiliki kekuatan untuk terus berjuang.

Malam itu, setelah pulang dari sekolah, Vira duduk di balkon kamarnya, memandangi bintang-bintang yang bersinar di langit. Dia merasa sedikit lebih dekat dengan kedamaian yang dia cari. Surat kecil yang dia tulis tidak menghapus semua rasa sakitnya, tetapi itu memberikan dia sebuah cara untuk berdoa dan berharap, serta cara untuk terus berjuang di tengah kegelapan.

Setiap hari mungkin penuh dengan perjuangan dan kesedihan, tetapi Vira tahu bahwa dia harus terus maju. Dia percaya bahwa meskipun perjalanan ini tidak mudah, dia memiliki kekuatan untuk menghadapinya, dan dia percaya bahwa suatu hari, dia akan menemukan kebahagiaan dan kedamaian yang dia cari.

 

Menyimpan Harapan: Kotak Kayu dan Doa Tersembunyi

Vira merasa seperti berada di ambang kebuntuan. Setiap hari dia berjuang untuk menjalani rutinitasnya, berpura-pura bahagia di hadapan teman-temannya, dan mengatasi kesedihan yang menggerogoti hatinya. Meskipun dia berusaha keras untuk tampil ceria, tidak jarang dia merasa tertekan dan kehabisan tenaga.

Suatu sore, setelah seharian di sekolah, Vira pulang ke rumah dengan perasaan lelah dan frustrasi. Dia memasuki kamarnya, menutup pintu, dan merebahkan dirinya di tempat tidur. Pikirannya berlarian, tidak bisa menenangkan diri. Setiap kali dia mencoba untuk mengabaikan rasa sakitnya, bayangan ibunya dan surat yang ditulisnya kembali menghantuinya.

Vira merasa terjebak dalam siklus emosional yang tidak berujung. Dia terus berdoa, berharap ada petunjuk atau sinyal yang membantunya melewati kesedihan ini. Malam itu, dia merasa dorongan untuk mengeluarkan kotak kayunya, tempat dia menyimpan surat-surat dan benda-benda penting lainnya.

Dia membuka kotak kayu kecil itu, yang berisi berbagai barang yang sangat berharga baginya termasuk surat-surat yang ditulis oleh ibunya dan beberapa catatan pribadi. Kotak ini sudah menjadi teman setianya dalam menghadapi hari-hari gelap, dan setiap kali dia merasa kesepian, dia sering kali kembali ke sini untuk mencari kenyamanan.

Ketika Vira membuka kotak itu, dia menemukan surat yang baru saja dia tulis, terlipat rapi di sudut kotak. Surat itu, penuh dengan doa dan harapan, mengingatkannya akan tekadnya untuk menghadapi kesedihan dengan lebih baik. Dia merasa dorongan untuk menulis lagi, dan dia mengambil pena serta buku catatan yang tergeletak di sampingnya.

Dia mulai menulis dengan penuh perasaan:

“Dear Tuhan,

Aku merasa seperti berada di titik nadir, dan hari-hari terasa semakin berat. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan kesedihanku di depan teman-temanku, tetapi di dalam diriku, aku merasa seperti sebuah kapal yang tenggelam perlahan-lahan. Rasa sakit ini terasa semakin dalam setiap hari, dan aku tidak tahu harus ke mana lagi.

Aku tahu aku harus berusaha untuk terus maju, tetapi terkadang aku merasa seolah semua usaha itu sia-sia. Aku berharap ada sesuatu yang bisa membantuku melihat sinar di ujung terowongan ini. Aku berdoa agar aku bisa menemukan cara untuk mengatasi rasa sakit ini dan menemukan kembali kebahagiaan yang aku inginkan.

Aku juga ingin berterima kasih untuk segala dukungan dan kekuatan yang telah aku terima selama ini. Meskipun aku merasa sendirian, aku tahu ada banyak hal yang bisa aku syukuri. Aku memiliki teman-teman yang peduli, dan aku memiliki kotak kayu ini, tempat aku menyimpan semua kenangan berharga dan doa-doa ku.

Aku berharap ada cara untuk mengatasi semua ini dan menemukan kembali diriku yang sebenarnya. Aku berdoa agar aku bisa menemukan kedamaian dan kekuatan yang aku butuhkan untuk melanjutkan perjuangan ini. Aku percaya bahwa aku bisa melewati ini semua, meskipun saat ini rasanya sangat sulit.

Terima kasih atas segala perhatian dan kasih sayang yang aku terima. Aku berharap bisa menemukan jalan keluar dari kegelapan ini dan kembali menemukan cahaya dalam hidupku.

Dengan penuh harapan Vira.”

Vira meletakkan pena dan melihat tulisan di buku catatannya. Meski terasa sedikit lega setelah menulis, dia tetap merasakan beban di hatinya. Melihat surat-surat yang terlipat rapi di kotak kayunya, dia merasakan kedekatan dengan ibunya. Ini adalah cara dia berkomunikasi dengan ibunya, meski ibunya tidak lagi ada di sampingnya.

Dia memutuskan untuk pergi ke balkon, tempat favoritnya untuk merenung. Malam itu, langit cerah dengan bintang-bintang yang bersinar terang. Vira memandang ke arah bintang-bintang itu, merasa terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Ini adalah saat-saat ketika dia merasa bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang memperhatikannya, dan dia berharap bahwa doa-doanya akan didengar.

Sambil duduk di balkon, Vira mulai memikirkan rencana untuk menghadapi kesedihan ini. Dia memutuskan untuk berbicara dengan seorang konselor sekolah atau mungkin seorang teman dekat yang bisa membantunya menavigasi perasaannya. Dia merasa bahwa berbicara dengan seseorang bisa memberikan perspektif baru dan mungkin membantu meringankan beban emosionalnya.

Vira merasa bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia bertekad untuk terus maju. Dia menyadari bahwa dia tidak bisa melawan semua ini sendirian, dan dia perlu mencari dukungan dari orang lain. Dengan keputusan baru di pikirannya dan doa yang dipanjatkan dari hati, dia merasa sedikit lebih kuat dan siap untuk menghadapi tantangan yang ada di depannya.

Malam itu, sebelum tidur, Vira kembali membuka kotak kayunya dan mengeluarkan surat-suratnya. Dia merasa sedikit lebih tenang setelah menulis dan berbicara dengan Tuhan. Dia tahu bahwa setiap hari adalah perjuangan, tetapi dia merasa sedikit lebih siap untuk menghadapi tantangan yang ada di depan. Dia berharap bahwa, dengan terus berdoa dan mencari dukungan, dia akan menemukan jalan menuju kedamaian dan kebahagiaan yang dia cari.

 

Menemukan Cahaya: Perjalanan Menuju Harapan

Pagi itu, Vira bangun dengan rasa yang campur aduk ada rasa harapan yang baru dan juga beban emosional yang tak kunjung hilang. Seminggu terakhir telah mengajarkannya banyak hal tentang kekuatan dan ketahanan. Setelah menulis surat dan berdoa dengan penuh harapan, Vira merasa sedikit lebih siap untuk menghadapi kenyataan hidupnya yang keras.

Hari itu, dia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda sesuatu yang bisa membantunya merasakan kembali hubungan dengan dunia luar. Vira memutuskan untuk berbicara dengan konselor sekolah yang selama ini hanya dia lihat sebagai seorang figur yang jauh dan tidak relevan. Dia merasa saatnya untuk mencari bantuan profesional dan mencari tahu bagaimana dia bisa mengatasi kesedihan dan kesulitan yang dia alami.

Vira memasuki ruangan konselor dengan sedikit cemas, tetapi tekad di hatinya membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Ruangan itu terasa nyaman, dengan dinding yang dipenuhi dengan poster motivasi dan kursi yang empuk. Konselor, seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat dan tatapan yang penuh perhatian, menyambut Vira dengan ramah.

“Selamat pagi, Vira. Bagaimana kabarmu hari ini?” tanya konselor dengan lembut.

Vira menarik napas panjang sebelum mulai berbicara. “Selamat pagi. Sebenarnya, aku merasa sangat terbebani. Aku tahu ini mungkin tidak mudah untuk dibicarakan, tetapi aku merasa seperti ada sesuatu yang menghantuiku dan aku tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.”

Konselor itu mengangguk, memberikan sinyal bahwa dia siap mendengarkan. “Katakan saja apa yang ada di pikiranmu. Aku di sini untuk mendengarkan dan membantumu.”

Vira mulai berbicara tentang surat-suratnya, tentang kesedihan yang dia rasakan, dan tentang bagaimana dia merasa terasing dari teman-temannya. Dia menceritakan betapa sulitnya berpura-pura bahagia ketika hatinya penuh dengan rasa sakit. Vira merasa lega saat akhirnya bisa mengungkapkan semuanya dengan jujur.

Selama sesi konseling, konselor itu membantu Vira untuk memahami perasaannya dan mengajarkannya beberapa teknik untuk mengatasi stres. Dia juga memberikan saran tentang cara mencari dukungan dari teman-teman dan keluarga. Meskipun berbicara tentang perasaannya membuatnya merasa rentan, Vira merasa sedikit lebih ringan setelah sesi tersebut.

Setelah pertemuan dengan konselor, Vira merasa terdorong untuk kembali ke rutinitas sehari-harinya dengan semangat baru. Dia memutuskan untuk berbicara dengan beberapa temannya dan mencoba menjelaskan perasaannya kepada mereka. Meskipun awalnya terasa sulit, teman-teman Vira menunjukkan dukungan dan pemahaman yang lebih dari yang dia harapkan.

Teman dekatnya, Aisyah, yang selama ini sering bersama Vira, terlihat sangat prihatin saat mengetahui betapa beratnya perasaan Vira. “Kenapa kamu tidak bilang sebelumnya? Kami semua di sini untukmu, Vira. Jangan pernah merasa sendirian dalam hal ini,” kata Aisyah dengan penuh empati.

Vira merasa terharu mendengar kata-kata Aisyah. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, dia merasa benar-benar diterima dan didukung. Itu adalah momen kecil yang memberinya dorongan besar untuk terus berjuang.

Selama beberapa minggu ke depan, Vira mulai mengimplementasikan teknik-teknik yang dipelajarinya dari konselor. Dia mulai mencoba meditasi dan latihan pernapasan untuk mengatasi kecemasannya. Selain itu, dia juga mulai menulis di jurnal setiap hari, mencatat perasaannya dan refleksi tentang kemajuan yang dia buat.

Walaupun perjalanan ini tidak mudah dan masih banyak hari-hari penuh perjuangan, Vira merasa ada sedikit perubahan dalam hidupnya. Dia mulai merasakan kebangkitan kembali semangat yang hilang dan mulai menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil sehari-hari. Dia merasa lebih terhubung dengan teman-temannya dan merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan hidup.

Suatu malam, saat Vira duduk di balkon sambil menulis di jurnalnya, dia merenung tentang perjalanan yang telah dia lalui. Dia menulis tentang perasaannya yang telah berubah, tentang harapan yang mulai tumbuh, dan tentang kekuatan yang telah dia temukan dalam dirinya sendiri. Dia juga menulis tentang betapa pentingnya dukungan dari orang-orang di sekelilingnya dan bagaimana hal itu membantunya untuk terus maju.

Vira menutup jurnalnya dan melihat ke langit malam yang berbintang. Dia merasa lebih damai dari sebelumnya, meskipun dia tahu bahwa perjalanan ini belum sepenuhnya berakhir. Dia masih menghadapi hari-hari yang penuh perjuangan, tetapi dia merasa lebih siap untuk menghadapi semuanya dengan tekad baru.

Dia merasa terinspirasi untuk terus berdoa dan berharap, sambil terus berjuang untuk menemukan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya. Meskipun hari-hari ke depan mungkin masih penuh dengan tantangan, Vira merasa bahwa dia tidak lagi sendirian dalam perjuangannya. Dia percaya bahwa dengan dukungan dari teman-teman dan kekuatan yang dia temukan dalam dirinya sendiri, dia bisa melewati segala kesulitan dan menemukan cahaya di ujung terowongan.

 

Jadi, gimana semua ada nggak nih diantara kalian yang bisa menyimpulkan cerita cerpen diatas? Kisah Vira yang penuh emosi dan inspirasi! Dalam cerita ini, kita melihat bagaimana surat kecil untuk Tuhan menjadi jembatan bagi Vira untuk menyampaikan perasaannya dan menemukan kekuatan dalam diri sendiri. Jika kamu merasa terhubung dengan perjalanan Vira atau sedang menghadapi kesulitan serupa, ingatlah bahwa dukungan dan harapan selalu bisa ditemukan di sekitar kita. Jangan ragu untuk mencari bantuan dan berbagi perasaanmu dengan orang yang peduli. Semoga cerita ini memberikanmu semangat dan inspirasi untuk terus berjuang dan mencari kebahagiaan. Sampai jumpa di artikel berikutnya yang penuh dengan kisah-kisah motivasi dan harapan