Sekolah Baru yang Indah: Perjalanan Saphira Menemukan Kekuatan dan Keseimbangan

Posted on

Bayangin kamu baru pindah ke sekolah keren, tapi yang nunggu bukan cuma teman baru dan kelas-kelas seru, tapi juga rahasia yang bikin kamu geleng-geleng. Saphira, cewek biasa yang ternyata gak se-biasa itu, harus ngebuka kekuatan tersembunyi sambil ngerasain pertemanan, misteri, dan kegelapan yang siap bikin Androsia – sekolah barunya – jungkir balik. Kamu siap ngikutin petualangannya? Ini bukan cerita pindahan sekolah biasa, ini cerita kamu bakal susah lupain!

 

Sekolah Baru yang Indah

Gerbang Androsia dan Keindahan yang Tersembunyi

Hari pertama di Sekolah Androsia adalah sesuatu yang tak akan pernah Saphira lupakan. Udara di sekitar sekolah terasa berbeda—lebih segar, sejuk, dan entah bagaimana, memberi kesan magis. Jalanan menuju gerbang sekolah dipenuhi pohon pinus yang menjulang tinggi, seolah-olah menjadi penjaga setia yang mengantar setiap siswa ke dunia lain. Ini bukan sekolah biasa, dan Saphira bisa merasakannya sejak pertama kali melangkah keluar dari mobil.

“Apa Papa yakin ini sekolah biasa?” tanya Saphira dengan alis terangkat, menatap bangunan sekolah yang tampak seperti istana dari cerita dongeng.

Ayahnya, Leon Elory, hanya tertawa kecil dari balik kemudi. “Sekolah ini punya reputasi bagus, Saph. Kau akan baik-baik saja di sini.”

Saphira hanya bisa mendesah. Ia mengerti bahwa pindah ke sekolah ini adalah keputusan terbaik untuk keluarganya, tapi tetap saja, memulai dari awal di tempat yang baru bukan hal yang mudah. Sekolah lamanya sudah seperti rumah, tempat di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus beradaptasi dengan lingkungan yang asing.

Gerbang Sekolah Androsia menjulang tinggi di hadapannya, dengan logo berbentuk bintang berujung lima yang entah kenapa terasa aneh namun menarik. Di kedua sisi gerbang, bunga liar bermekaran. Setiap kali ada seseorang yang lewat, bunga-bunga itu seakan merespons dengan cara yang tak biasa—kelopak mereka terbuka lebih lebar dan warnanya menjadi lebih cerah, seolah menyambut kehadiran.

“Ini… indah,” gumam Saphira tak percaya. Ia belum pernah melihat sesuatu yang serupa sebelumnya. Bunga yang tumbuh di sepanjang jalan seolah-olah memiliki kehidupan sendiri.

“Jaga dirimu di sini, ya. Jangan terlalu cepat percaya pada apa pun,” kata Leon dengan nada lebih serius. Kata-kata itu mengalir seperti peringatan, meskipun Saphira tahu ayahnya hanya khawatir. Tapi tetap saja, nada suaranya itu membuat hati Saphira sedikit was-was.

Saphira tersenyum kecil dan mengangguk. Setelah berpamitan dengan ayahnya, dia mulai berjalan memasuki gerbang besar Androsia.

Saat memasuki halaman sekolah, Saphira terpana oleh pemandangan di sekitarnya. Taman-taman yang tertata rapi, bunga-bunga yang tidak pernah dia lihat sebelumnya, bahkan beberapa patung berwajah misterius menghiasi sudut-sudut taman. Suasana ini membuatnya merasa seolah-olah dia sedang melangkah ke dunia lain—bukan hanya sekolah biasa, tapi tempat di mana segala sesuatu mungkin terjadi.

Sebuah bel berbunyi dari kejauhan, menandakan bahwa kelas pertama akan segera dimulai. Dengan peta sekolah di tangannya, Saphira berjalan cepat menuju aula besar untuk orientasi siswa baru.

Sesampainya di aula, Saphira mendapati ruangan itu penuh dengan siswa dari berbagai usia. Beberapa tampak berbincang, tertawa, sementara yang lain terlihat lebih pendiam dan memperhatikan sekeliling dengan hati-hati. Suara tawa dan bisikan bergema di seluruh ruangan. Dia duduk di baris tengah, sedikit canggung, mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan baru ini.

Saat dia sedang duduk, seorang anak laki-laki dengan mata berwarna perak duduk di sebelahnya. Wajahnya tampak tenang, tapi matanya menyimpan sesuatu yang sulit dijelaskan. “Baru di sini?” tanyanya singkat tanpa memperkenalkan diri.

Saphira tersenyum kecil. “Iya, kelihatannya begitu jelas, ya?”

Anak laki-laki itu tersenyum tipis, tetapi tak mengatakan apa-apa lagi. Suasana di aula menjadi lebih tenang ketika seorang wanita paruh baya dengan rambut abu-abu naik ke atas panggung. Dia mengenakan mantel panjang berwarna biru laut dengan bordir emas di ujung lengan dan kerahnya. Sosoknya memancarkan wibawa yang membuat setiap siswa langsung diam dan memperhatikannya.

“Selamat datang di Sekolah Androsia,” suara wanita itu terdengar jelas dan tegas. “Aku Miss Althea, kepala sekolah kalian.”

Saphira memperhatikan dengan seksama, namun matanya tak bisa lepas dari pandangan aneh di ruangan ini. Meski tidak jelas, dia merasa ada sesuatu yang berbeda. Ada bisikan-bisikan halus di sekelilingnya—seperti ada yang berbicara, namun bukan dengan kata-kata. Suara-suara itu muncul dan menghilang di udara, membuat bulu kuduknya meremang.

“Di sini, kalian tidak hanya akan belajar hal-hal yang diajarkan di sekolah pada umumnya. Di Androsia, kami akan membimbing kalian untuk memahami dunia dari sudut pandang yang berbeda. Di luar batas-batas normal, kalian akan belajar tentang apa yang benar-benar berarti menjadi bagian dari alam semesta ini,” Miss Althea melanjutkan.

Saphira merasa terhanyut oleh ucapan kepala sekolah itu, meski dia tak sepenuhnya mengerti maksudnya. Apa maksudnya belajar ‘di luar batas normal’? Apakah mereka akan diajarkan sesuatu yang lebih dari matematika dan sejarah?

Setelah orientasi selesai, Saphira keluar dari aula dan menuju taman belakang yang lebih sepi. Ia ingin merenung sejenak tentang semua hal yang baru ia alami. Saat dia duduk di bangku kayu di bawah pohon besar, suara langkah kaki membuatnya menoleh.

Ternyata anak laki-laki bermata perak tadi, yang sekarang berdiri di depannya dengan senyum tipis. “Zephyr,” katanya memperkenalkan diri, mengulurkan tangan.

“Saphira,” jawabnya sambil tersenyum dan menerima jabat tangan itu.

“Aku tahu ini sedikit aneh,” Zephyr memulai, “tapi kau harus siap. Sekolah ini tidak seperti yang kau bayangkan.”

Saphira mengerutkan alis. “Apa maksudmu?”

Zephyr melirik sekeliling, memastikan tak ada yang mendengar. “Androsia adalah tempat di mana dunia-dunia bertemu. Ada lebih banyak yang terjadi di sini daripada sekadar pelajaran. Kau akan tahu, cepat atau lambat.”

Saphira terdiam, hatinya berdebar-debar mendengar ucapan Zephyr. Dunia-dunia bertemu? Apa sebenarnya maksud dari semua ini?

Belum sempat Saphira bertanya lebih jauh, Zephyr hanya tersenyum misterius dan berjalan menjauh, meninggalkan Saphira dengan pikiran yang berkecamuk.

Hari pertama Saphira di Sekolah Androsia berakhir dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Namun, di balik keindahan sekolah ini, dia merasakan ada sesuatu yang lebih besar yang menunggunya—sesuatu yang belum dia mengerti, tapi tahu bahwa ia akan segera mengetahuinya.

 

Pintu Rahasia di Taman Bunga

Saphira masih belum bisa melupakan pertemuannya dengan Zephyr kemarin. Kata-katanya terus terngiang di kepalanya, “Androsia adalah tempat di mana dunia-dunia bertemu.” Apa yang dimaksudnya? Mengapa dia harus siap? Pertanyaan itu membayangi pikirannya, bahkan saat dia berjalan menuju kelas pada pagi hari yang cerah itu.

Langkah kakinya terhenti sejenak di depan taman bunga yang berada di samping gedung utama sekolah. Taman itu adalah tempat favoritnya sejak hari pertama tiba di sini. Bunga-bunga berwarna cerah—merah, ungu, dan kuning—bertebaran dengan rapi. Tetapi ada sesuatu yang berbeda hari ini. Di tengah taman, bunga-bunga ungu itu seakan membentuk pola tertentu. Pola itu tidak biasa, seolah-olah mereka sedang membentuk jejak atau arah tertentu.

Penasaran, Saphira mendekat. “Apa ini?” bisiknya pelan, saat pandangannya terpaku pada bunga-bunga itu. Rasanya seperti ajakan—seolah taman itu ingin menunjukkan sesuatu padanya. Dan meskipun akalnya berkata tidak untuk mengikuti naluri ini, hatinya berkata sebaliknya.

Dia perlahan mengikuti pola yang terbentuk dari deretan bunga ungu, kakinya membawa dirinya semakin masuk ke dalam taman. Langkah demi langkah, hingga ia menemukan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga. Di balik semak-semak tinggi, tersembunyi pintu kecil yang tampaknya terbuat dari kayu tua. Pintu itu tampak usang, catnya mengelupas, dan warnanya hampir menyatu dengan batang pohon di sekitarnya. Jika Saphira tidak melihat pola bunga tadi, ia mungkin tak akan pernah menyadarinya.

Saphira menatap pintu itu dengan heran. “Apa ada ruangan di belakang sini?” gumamnya, bertanya pada diri sendiri. Perlahan, ia menyentuh gagang pintu yang dingin dan sedikit berkarat.

Tanpa pikir panjang, Saphira memutar gagangnya. Terdengar suara berderit yang panjang dan berat saat pintu itu terbuka, memperlihatkan sebuah lorong sempit di baliknya. Jantung Saphira berdegup lebih cepat—apakah ini bagian dari sekolah? Mengapa tidak ada yang memberitahunya tentang ini?

Perlahan, dia melangkah masuk. Dinding lorong terbuat dari batu yang sangat tua, dan aroma lembap menyelimuti setiap sudutnya. Cahaya dari belakang mulai memudar ketika Saphira berjalan lebih dalam, dan sekarang hanya ada sedikit sinar yang menembus dari beberapa celah kecil di atas. Semakin jauh dia berjalan, suasana semakin hening. Di ujung lorong itu, samar-samar tampak cahaya berwarna emas yang berpendar pelan.

Akhirnya, dia sampai di ujung lorong. Di hadapannya terbentang sebuah ruangan besar yang tak pernah dia bayangkan ada di bawah sekolah. Ruangan itu dipenuhi dengan bunga-bunga dan tanaman yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Namun yang paling menarik perhatian adalah patung besar yang berdiri di tengah ruangan. Patung itu berbentuk seorang wanita dengan wajah lembut namun penuh wibawa, mengenakan jubah panjang yang berkibar seakan tertiup angin meski tak ada angin di dalam ruangan itu.

Di tangan wanita itu tergenggam sebuah bola kecil yang berpendar dengan cahaya emas. Saphira menatapnya dengan penuh keheranan. “Apa ini?”

Sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakangnya. “Aku tidak menyangka kau akan menemukannya secepat ini.”

Saphira tersentak dan berbalik dengan cepat. Di sana, berdiri Zephyr dengan ekspresi tenang seperti biasa. Dia berjalan mendekat, matanya memandang patung besar di depan mereka dengan penuh arti.

“Apa ini, Zephyr? Apa sebenarnya yang terjadi di sini?” tanya Saphira, bingung dan sedikit cemas.

Zephyr menatapnya, dan untuk pertama kalinya, Saphira melihat kilatan keseriusan di matanya. “Ini adalah bagian dari rahasia Androsia. Pintu yang kau temukan tadi bukan sembarang pintu. Itu adalah salah satu dari sedikit portal yang menghubungkan dunia ini dengan dunia lain.”

Saphira mengernyit. “Dunia lain? Maksudmu… seperti dimensi berbeda?”

Zephyr mengangguk pelan. “Benar. Androsia dibangun di atas titik pertemuan beberapa dunia. Sekolah ini lebih dari sekadar tempat belajar biasa. Ada kekuatan yang jauh lebih besar di balik semuanya, dan patung ini adalah salah satu kunci untuk menjaga keseimbangan antara dunia-dunia itu.”

Saphira terdiam, mencoba mencerna semua informasi yang tiba-tiba diberikan padanya. “Lalu apa hubungannya denganku? Mengapa aku bisa menemukan pintu itu?”

Zephyr menatapnya tajam. “Karena kau bukan siswa biasa, Saphira. Ada sesuatu dalam dirimu yang membuatmu istimewa. Kau memiliki kemampuan untuk melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Itulah mengapa kau bisa menemukan pintu itu. Dan itulah alasan kau dipilih untuk datang ke Androsia.”

Saphira terkejut mendengar itu. Dia merasa seperti dunianya terbalik dalam sekejap. “Dipilih? Tapi… aku hanya siswa biasa. Aku tidak memiliki kemampuan khusus.”

Zephyr tersenyum tipis. “Kau belum menyadarinya. Tapi pada waktunya, kau akan tahu siapa dirimu sebenarnya.”

Saphira masih merasa bingung. Bagaimana mungkin dia, seorang gadis biasa, bisa memiliki kemampuan seperti itu? Dan mengapa dia harus terlibat dalam sesuatu yang sebesar ini? Namun di saat yang sama, dia merasakan ada sesuatu dalam dirinya yang seolah-olah telah lama menunggu momen ini.

Zephyr melangkah mendekati patung besar itu dan menyentuh bola emas yang digenggam wanita tersebut. Cahaya emasnya menjadi lebih terang. “Ini adalah salah satu dari banyak artefak kuno yang tersebar di sekitar Androsia. Tugas kita adalah menjaganya tetap aman dan memastikan keseimbangan antar dunia tetap terjaga.”

Saphira hanya bisa menatap dalam diam, merasa terbawa oleh sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya. “Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?”

Zephyr menatapnya dalam-dalam. “Pertama-tama, kau harus belajar memahami kekuatanmu. Dan kita akan melakukannya bersama. Tapi hati-hati, Saphira. Ada banyak orang yang ingin memanfaatkan kekuatan ini untuk tujuan yang salah. Di Androsia, tidak semua orang bisa dipercaya.”

Saphira merasakan getaran dalam suaranya. Tantangan baru ini terasa menakutkan, namun di saat yang sama, dia merasa ada sesuatu yang menariknya lebih dalam ke dalam misteri ini. Di sekolah yang indah ini, Saphira mulai menyadari bahwa keindahan tersebut hanyalah permukaan dari sesuatu yang jauh lebih kompleks. Ada rahasia besar yang menunggu untuk diungkap, dan sekarang, dia telah menjadi bagian dari rahasia itu.

Saphira menarik napas panjang. “Baiklah, aku siap,” katanya, meski dalam hatinya masih ada keraguan yang tersisa.

Zephyr tersenyum, kali ini lebih hangat. “Kita akan memulai pelajaran kita besok. Tapi untuk sekarang, kau perlu waktu untuk mencerna semuanya. Selamat datang di dunia baru, Saphira.”

 

Bayang-Bayang di Balik Cahaya

Malam itu, Saphira tidak bisa tidur. Pikirannya terus berputar, mencerna semua hal yang terjadi sepanjang hari. Bayangan patung wanita, cahaya emas yang memancar dari bola, dan kata-kata Zephyr terus menghantuinya. Sesekali, dia memejamkan mata, tapi setiap kali dia terlelap, mimpi-mimpi aneh muncul. Ia bermimpi berjalan di atas hamparan langit biru yang tak berujung, sementara bayang-bayang besar selalu tampak mengintai di kejauhan, tidak pernah benar-benar mendekat, tapi juga tidak pergi.

Saat ia terbangun di tengah malam, Saphira memutuskan untuk berjalan keluar dari asrama. Angin malam yang sejuk sedikit menenangkan pikirannya, tapi tetap saja, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya—sebuah perasaan bahwa ada sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya.

Ia memandang langit yang dipenuhi bintang-bintang berkilauan. Di kejauhan, gedung utama sekolah tampak berdiri kokoh, terbungkus dalam keheningan malam. Sekolah ini terasa begitu sunyi, berbeda dengan hiruk-pikuk saat siang hari. Namun, di balik kesunyian itu, Saphira merasa seakan ada sesuatu yang hidup, berdenyut di balik dinding-dinding tua bangunan itu. Apakah itu kekuatan yang Zephyr bicarakan?

“Zephyr bilang Androsia menyimpan banyak rahasia. Berapa banyak rahasia yang sebenarnya ada di tempat ini?” gumamnya sendiri, sembari melangkah pelan menuju taman yang dia kunjungi siang tadi.

Sesampainya di taman, ia terkejut melihat cahaya lembut dari bunga-bunga ungu yang kemarin membentuk pola aneh. Bunga-bunga itu kembali bersinar, lebih terang dari sebelumnya. Ini jelas bukan kebetulan. Rasanya bunga-bunga itu mencoba berkomunikasi dengannya, mengajaknya masuk ke dalam sesuatu yang lebih dalam lagi. Tanpa ragu, Saphira mendekat.

Saat ia berjongkok untuk melihat lebih dekat, langkah kaki terdengar dari belakang. Saphira berbalik cepat, jantungnya berdetak kencang, tapi wajahnya melunak saat melihat siapa yang datang.

“Zephyr!” serunya pelan. “Kamu di sini lagi?”

Zephyr melangkah mendekat, sorot matanya seperti biasa, tenang dan penuh misteri. “Aku tidak pernah jauh, Saphira,” jawabnya singkat, sebelum berhenti di sebelahnya. “Bunga-bunga ini adalah bagian dari sekolah. Mereka memiliki kehidupan mereka sendiri. Androsia adalah tempat yang hidup. Apa yang kamu lihat adalah pesan yang mereka berikan padamu.”

“Pesan?” Saphira mengerutkan kening. “Pesan seperti apa?”

Zephyr tidak langsung menjawab. Ia hanya menghela napas panjang sebelum berbicara. “Ini adalah peringatan. Androsia tidak selalu damai seperti yang terlihat di permukaan. Ada kekuatan gelap yang pernah mencoba menghancurkan keseimbangan antara dunia. Bunga-bunga ini memperingatkan bahwa ancaman itu mungkin kembali.”

Mata Saphira melebar. “Kekuatan gelap? Kamu belum pernah menyebut itu sebelumnya!”

“Belum saatnya,” jawab Zephyr pelan, tapi jelas. “Tapi sekarang waktunya telah tiba. Kau perlu tahu bahwa Androsia bukan sekadar tempat belajar. Ini adalah medan perang yang tak terlihat, antara cahaya dan kegelapan, antara kekuatan yang menjaga keseimbangan dunia-dunia ini.”

Saphira terdiam, pikirannya seolah berputar. Apakah ia benar-benar siap untuk menghadapi sesuatu yang sebesar ini? Semua ini terjadi begitu cepat, dan ia masih merasa seperti seorang siswa biasa.

“Aku tidak tahu harus bagaimana,” bisik Saphira, suaranya nyaris tak terdengar. “Semua ini terasa terlalu besar untukku.”

Zephyr menatapnya, kali ini dengan pandangan yang lebih lembut. “Kau tidak sendiri, Saphira. Kau memiliki aku, dan… sesuatu yang lebih besar lagi di dalam dirimu. Kau dipilih bukan karena kebetulan, tapi karena kau memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ini.”

Saphira menggeleng pelan. “Aku hanya tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Bagaimana jika aku membuat kesalahan?”

Zephyr tersenyum tipis. “Tidak ada yang sempurna, Saphira. Tapi setiap langkah yang kau ambil akan membawamu lebih dekat pada kebenaran. Kekuatanmu akan terbangun seiring waktu. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri dan pada apa yang sedang terjadi.”

Saphira menunduk sejenak, meresapi kata-kata Zephyr. “Apa ini artinya… ancaman itu sudah dekat?”

Zephyr tidak menjawab langsung, hanya mengalihkan pandangan ke bunga-bunga yang berpendar. “Gelombang pertama mungkin akan segera datang. Kita tidak tahu pasti kapan, tapi kita harus siap. Itu sebabnya, mulai besok, pelajaran kita akan dimulai. Kau harus belajar bagaimana menggunakan kekuatan yang ada dalam dirimu.”

“Apa kekuatan itu? Aku masih belum mengerti.”

Zephyr melangkah lebih dekat, suaranya menjadi lebih pelan tapi serius. “Kau adalah salah satu dari sedikit orang yang memiliki kemampuan untuk merasakan dan mengendalikan energi antar dunia. Ini bukan kekuatan yang bisa dipelajari oleh siapa saja. Hanya mereka yang terpilih yang bisa merasakannya, dan kau adalah salah satunya. Tapi kau belum menyadari sepenuhnya. Itulah yang akan kita latih.”

Saphira mengangguk pelan, merasa sedikit lebih tenang. Meski masih ada banyak hal yang belum ia pahami, setidaknya ia tahu bahwa Zephyr ada di sampingnya. Itu cukup untuk sekarang.

Zephyr menatap langit, seolah ada sesuatu yang ia amati. “Kita tidak punya banyak waktu, tapi malam ini, istirahatlah. Besok, kita mulai.”

Saphira tersenyum tipis. “Baik. Besok aku akan siap.”

Zephyr mengangguk sebelum berbalik dan mulai berjalan pergi. “Selamat malam, Saphira. Ingat, kau tidak sendirian.”

Saphira melihat sosok Zephyr menghilang dalam gelapnya malam, lalu ia kembali menatap bunga-bunga ungu yang memancarkan cahaya lembut. Di dalam hatinya, rasa takut dan penasaran bercampur. Ia tahu bahwa mulai besok, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Tapi entah kenapa, ada dorongan yang kuat dalam dirinya untuk menghadapi semua itu, untuk mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya.

Dengan pikiran yang sedikit lebih tenang, Saphira memutuskan untuk kembali ke asrama dan beristirahat. Malam masih panjang, tapi ia tahu bahwa hari esok akan membawa banyak tantangan baru—dan ia harus siap menghadapi semuanya.

 

Cahaya di Ujung Jalan

Pagi menyingsing dengan kehangatan matahari yang menyentuh dinding-dinding tua Androsia. Cahaya matahari yang lembut merayap masuk ke kamar Saphira melalui jendela besar yang terbuka, menyelimuti ruangan dengan aura keemasan. Ia terbangun perlahan, tubuhnya terasa segar meski semalam penuh dengan mimpi-mimpi aneh. Sekali lagi, bayangan tentang kekuatan dan ancaman yang dibicarakan Zephyr bermain di pikirannya.

Namun, hari ini berbeda. Hari ini, ia akan mulai perjalanan yang nyata. Ia akan belajar tentang siapa dirinya yang sesungguhnya, dan bagaimana caranya menghadapi ancaman yang mengintai Androsia. Setelah berpakaian dan menyiapkan diri, Saphira segera menuju ruang terbuka di belakang sekolah, tempat di mana Zephyr menunggunya.

Ketika Saphira sampai, Zephyr sudah berdiri di sana, di tepi lapangan hijau yang dikelilingi oleh pepohonan raksasa. Hawa pagi yang sejuk membuat suasana terasa damai, tapi di balik ketenangan itu, Saphira bisa merasakan aura energi yang mengalir di sekitar mereka. Zephyr tampak lebih serius dari biasanya, dan itu membuat Saphira sedikit gugup.

“Sudah siap?” Zephyr bertanya tanpa basa-basi.

Saphira menarik napas panjang dan mengangguk. “Ya, aku siap.”

Zephyr menatapnya dalam-dalam, seolah ingin memastikan bahwa Saphira benar-benar memahami apa yang akan terjadi. “Hari ini kita akan mulai dengan dasar-dasar. Kekuatan yang kau miliki berasal dari dua dunia yang berbeda. Dunia tempat kita tinggal dan dunia lain yang berada di luar jangkauan kita. Kau perlu belajar bagaimana merasakan energi dari kedua dunia itu dan menyatukannya.”

Saphira mengerutkan kening. “Dua dunia? Maksudmu dunia kita ini dan…?”

Zephyr mengangguk pelan. “Dunia yang tak terlihat oleh mata biasa. Dunia di mana energi-energi besar berkumpul dan berinteraksi. Di dunia itu, ada kekuatan yang mengatur keseimbangan, dan kau adalah salah satu dari sedikit yang bisa menjembatani kedua dunia itu.”

Saphira merasa ada yang menarik di dalam dirinya, sebuah sensasi aneh namun kuat. Ia menatap Zephyr, berharap untuk lebih banyak penjelasan.

“Langkah pertama,” Zephyr melanjutkan, “adalah belajar mengendalikan energimu sendiri. Energi itu ada di dalam dirimu, tapi selama ini tertidur. Aku akan membantumu membangunkannya.”

Zephyr mengangkat tangannya perlahan, dan seketika, Saphira merasakan gelombang energi yang kuat mengalir di sekelilingnya. Rasanya seperti angin hangat yang membelai kulitnya, tapi juga seperti arus listrik yang bergetar di dalam tubuhnya. Zephyr mengarahkan tangan ke arah Saphira, dan dengan lembut, ia mendorong energi itu ke arah Saphira.

“Fokus,” ujar Zephyr, “rasakan energi itu. Biarkan ia masuk ke dalam dirimu, tetapi jangan biarkan ia mengendalikanmu. Kau yang harus mengendalikan energi itu.”

Saphira memejamkan mata, mencoba merasakan apa yang dimaksud Zephyr. Pada awalnya, ia merasa bingung, tapi perlahan-lahan, ia mulai merasakan getaran-getaran halus di tubuhnya. Energi itu seperti arus sungai yang mengalir, terkadang deras, terkadang tenang. Ia mulai mengarahkan pikirannya untuk mengikuti aliran energi itu, mencoba menyelaraskannya dengan tubuhnya.

“Ya,” Zephyr berkata pelan, “itulah yang aku maksud. Biarkan energinya menyatu denganmu.”

Perlahan, energi itu mulai terasa lebih alami. Saphira bisa merasakan bagaimana tubuhnya menjadi lebih ringan, lebih bebas. Ia bahkan bisa merasakan aliran energi di sekitarnya, merambat melalui angin, melalui tanah, melalui pepohonan di sekitarnya.

Zephyr tersenyum tipis. “Kau sudah menguasainya lebih cepat dari yang aku kira.”

Namun, di tengah kedamaian itu, sesuatu tiba-tiba berubah. Angin yang semula lembut mendadak menjadi dingin, seolah-olah ada sesuatu yang menyelimuti tempat itu. Saphira membuka matanya dan melihat bahwa bunga-bunga ungu di sekitar lapangan mulai meredup, seolah-olah kehilangan cahayanya.

“Zephyr, apa yang terjadi?” Saphira bertanya dengan suara yang dipenuhi kekhawatiran.

Zephyr menatap ke arah langit. Wajahnya tampak tegang. “Ini belum waktunya. Aku tidak menyangka mereka akan datang secepat ini.”

Saphira memutar kepala, mengikuti pandangan Zephyr, dan saat itulah ia melihatnya—sebuah bayangan besar yang tampak seperti kabut hitam tebal, mendekat dengan cepat dari ujung hutan. Kabut itu bergulung-gulung, membawa serta kegelapan yang menelan segala sesuatu yang dilaluinya.

“Kita tidak punya waktu lagi,” Zephyr berkata dengan nada mendesak. “Mereka sudah datang.”

Saphira merasa jantungnya berdegup kencang. “Siapa mereka?”

Zephyr berbalik, menatap Saphira dengan pandangan yang serius. “Mereka adalah makhluk dari dunia lain. Kekuatan kegelapan yang pernah mencoba menghancurkan Androsia ratusan tahun lalu. Dan sekarang, mereka kembali.”

Saphira merasa tubuhnya membeku di tempat. “Tapi… kenapa sekarang? Apa yang mereka inginkan?”

Zephyr melangkah maju, bersiap menghadapi kabut yang mendekat. “Mereka menginginkan kekuatan yang ada di sini, di Androsia. Tapi lebih dari itu, mereka menginginkanmu, Saphira.”

Saphira terbelalak. “Aku? Kenapa aku?”

Zephyr menoleh padanya, mata birunya bersinar tajam. “Karena kau adalah penjaga keseimbangan di antara kedua dunia. Kekuatanmu adalah kunci untuk menghentikan mereka, tapi juga bisa menjadi senjata yang mereka gunakan jika kau jatuh ke tangan mereka.”

Saphira merasa seolah-olah seluruh dunia runtuh di sekitarnya. “Tapi aku belum siap! Aku bahkan belum menguasai kekuatanku sepenuhnya!”

Zephyr tersenyum, meski dalam situasi genting itu. “Kau sudah lebih siap dari yang kau pikirkan. Percayalah pada dirimu sendiri, Saphira. Kau adalah satu-satunya harapan kita.”

Kabut hitam itu semakin dekat, dan Saphira bisa merasakan hawa dingin yang mengerikan menyelimuti sekelilingnya. Tanpa berpikir panjang, ia mengangkat tangannya, mencoba merasakan aliran energi yang sudah ia pelajari tadi. Tapi kali ini, energinya terasa berbeda—lebih kuat, lebih liar.

“Kendalikan, Saphira!” Zephyr berteriak. “Jangan biarkan kegelapan menguasaimu!”

Saphira berjuang keras, mencoba menyatukan pikirannya dengan energi yang berputar di dalam dirinya. Ia bisa merasakan kekuatan besar yang siap meledak kapan saja, tapi ia tahu bahwa jika ia kehilangan kendali, semuanya akan berakhir.

Dengan napas yang tersengal-sengal, Saphira akhirnya menemukan keseimbangan. Ia merasakan kekuatan di dalam dirinya mulai menenangkan, menyatu dengan tubuhnya. Saat kabut hitam itu mendekat, ia mengarahkan tangannya ke depan, dan seketika, cahaya keemasan meledak dari dalam dirinya, menghantam kabut itu dengan kekuatan yang luar biasa.

Kabut hitam itu bergetar, terombang-ambing oleh ledakan cahaya, sebelum akhirnya memudar, menghilang tanpa jejak.

Saphira terhuyung, merasa seluruh energinya terkuras, tapi ia masih berdiri. Zephyr segera mendekat, menahan tubuhnya yang lelah.

“Kau berhasil,” bisik Zephyr. “Aku tahu kau bisa melakukannya.”

Saphira tersenyum lemah, matanya mulai terpejam karena kelelahan. “Ini baru permulaan, kan?”

Zephyr mengangguk. “Ya, ini baru permulaan. Tapi sekarang, kau sudah siap untuk apa pun yang akan datang.”

Malam itu, Androsia kembali dalam kedamaian, tapi di dalam diri Saphira, ia tahu bahwa tugasnya baru saja dimulai. Pertempuran antara cahaya dan kegelapan masih jauh dari selesai, tapi ia sekarang tahu bahwa ia tidak sendirian. Bersama Zephyr, dan kekuatan yang ia temukan dalam dirinya, Saphira siap untuk menghadapi apa pun yang ada di hadapannya.

 

Jadi, ketika kamu pikir petualangan Saphira udah selesai, inget, perjalanan baru aja dimulai. Di dunia yang penuh misteri dan kekuatan ini, siap-siap aja buat terjebak dalam intrik dan persahabatan yang nggak terduga.

Siapa sangka, sekolah baru bisa jadi tempat lo menemukan diri sendiri dan melawan kegelapan? Saphira udah membuktikan, kadang yang terindah justru datang dari tantangan terbesar. So, keep your heart open, karena setiap perjalanan punya ceritanya masing-masing!

Leave a Reply