Sekolah Angker: Kisah Mengerikan Tentang Kegelapan yang Tak Terlihat

Posted on

Kamu pernah nggak sih ngerasa ada yang nggak beres di suatu tempat? Entah itu tempat yang dulu pernah kamu kenal, atau malah tempat yang baru aja kamu datangi? Nah, cerpen ini bakal bawa kamu ke sebuah sekolah yang terlihat biasa aja di luar, tapi ternyata nyimpan banyak rahasia gelap yang nggak sembarangan orang bisa tahu.

Siapa sangka, sekolah angker ini bakal ngebawa siapa aja yang berani masuk ke dalam dunia kegelapan yang nggak bisa mereka lupakan. Jadi, siap-siap aja deh, kalau berani baca, pastikan kamu gak sendirian!

 

Sekolah Angker

Bel Malam yang Tak Kunjung Berhenti

Sekolah Menengah Prakarya Mandiri selalu terasa lebih hidup di siang hari. Siswa berlarian ke sana kemari, suara tawa, canda, dan derap kaki di koridor adalah hal biasa. Namun, saat malam datang, sekolah itu berubah menjadi tempat yang sangat berbeda. Gelap, sepi, dan penuh dengan suara yang tak bisa dijelaskan. Naira sudah merasakannya beberapa kali, terutama setelah kejadian-kejadian aneh yang mulai terjadi di sekolah ini.

Hari itu, Naira sengaja tetap tinggal setelah jam pelajaran selesai. Ada beberapa buku yang tertinggal di kelas, dan ia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menyelesaikan tugasnya. Tak ada yang lebih menyenankan baginya selain menyelesaikan pekerjaan di tempat yang sepi. Suasana di dalam kelas terasa nyaman, jauh dari keramaian di luar sana.

Ketika bel pelajaran berbunyi, Naira terkejut. Bel biasanya hanya berbunyi sekali untuk menandakan jam berakhir. Tapi kali ini, bel berbunyi lagi, dan lagi, dengan nada yang lebih panjang dan menyeramkan. Naira mengerutkan kening, bingung. Kenapa belnya bunyi lagi?

Ia berlari menuju pintu kelas, berharap bisa menemukan siapa yang sengaja mengganggu ketenangan. Tetapi, saat pintu terbuka, tidak ada seorang pun di luar. Hanya koridor yang remang-remang dengan lampu neon yang berkedip-kedip lemah. Suasana semakin tidak biasa.

Langkah Naira menuju ruangan guru terasa berat, tapi ia memaksa dirinya untuk terus berjalan. Hatinya mulai tidak tenang. Saat ia mendekati ujung koridor, suara bel itu berbunyi lagi, kali ini dengan kekuatan yang membuat dinding seolah bergetar.

Apa yang sedang terjadi di sini? gumam Naira dalam hati. Ia mencoba menenangkan diri, berusaha berpikir rasional. Mungkin cuma sistemnya rusak.

Namun, rasa tak nyaman itu semakin besar. Ia berbalik arah dan berjalan kembali ke kelas, berharap bisa menenangkan diri dengan duduk di tempat yang lebih familiar.

Dan saat ia melangkah ke dalam kelas, pintu kelas tertutup dengan sendirinya. Naira yang terkejut mencoba membukanya kembali, tapi pintu itu seakan terkunci tanpa sebab. Suasana di dalam kelas terasa aneh, sepi dan sunyi, meskipun ia tahu bahwa jam pelajaran sudah selesai.

Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang aneh di sudut ruangan. Ada apa itu? Naira memicingkan matanya.

Di sudut ruang kelas, tepat di bawah papan tulis yang sudah usang, berdiri seorang anak laki-laki. Ia mengenakan seragam sekolah yang sama dengan seragam siswa lainnya—kemeja putih dan celana panjang abu-abu. Tapi, yang membuat Naira berhenti bergerak adalah cara anak itu berdiri. Kepala tertunduk, tangan menggantung di samping tubuhnya.

Naira merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Perlahan-lahan, ia melangkah maju, matanya terus tertuju pada anak itu. “Eh, kamu… siapa?” tanyanya dengan suara yang sedikit gemetar.

Anak itu tidak menjawab, hanya diam, tubuhnya kaku seperti patung. Naira mendekat sedikit lagi. “Kamu nggak seharusnya di sini, kan?”

Tiba-tiba, anak itu mengangkat kepalanya pelan-pelan, seperti baru terbangun dari tidur panjang. Mata anak itu kosong, hitam legam, tanpa sedikit pun cahaya. Wajahnya pucat, kulitnya tampak seperti terkelupas, dan bibirnya yang membusuk tampak terbuka sedikit.

“Si… Siapa… kamu?” Naira berusaha bertanya lagi, namun suara itu terhenti di tenggorokannya. Semua yang ada di tubuhnya terasa beku.

Anak itu tersenyum lebar, mengungkapkan gigi-gigi tajam yang mengerikan. Naira terpaku, tidak bisa bergerak sedikit pun. Suara bel itu kembali berbunyi, lebih keras dari sebelumnya, dan seakan menggema ke seluruh sekolah.

Tolong, jangan dekatin aku! pikir Naira, panik. Ia mundur sedikit demi sedikit, tidak tahu harus berbuat apa.

Tapi anak itu tidak bergerak. Ia hanya berdiri di sana, menatap Naira dengan mata yang kosong dan senyum mengerikan yang semakin lebar.

Naira berusaha membuka pintu dengan panik, tapi kunci itu sudah tak mau berputar. Tubuhnya bergetar hebat. Ia menatap sekeliling, mencari jalan keluar, tapi semuanya tampak semakin gelap dan semakin menekan. Suara langkah kaki perlahan mulai terdengar di lorong, meskipun tidak ada siapa-siapa yang terlihat.

Keringat dingin membasahi dahinya. Ini bukan mimpi, kan? pikirnya, tetapi segala sesuatu terasa begitu nyata. Dalam kegelapan yang semakin mencekam, Naira merasakan keberadaan sesuatu yang sangat dekat. Entah itu hantu, entah itu apa, yang jelas, ia bisa merasakannya.

“Kamu nggak bisa pergi…” bisik suara yang terdengar serak dan berat dari arah belakang. Suara itu berasal dari anak yang tadi berdiri di sudut kelas.

Seketika, seberkas cahaya muncul dari belakang, menyoroti tubuh anak itu, dan ketika Naira menoleh ke arah cahaya itu, pintu kelas terbuka dengan sendirinya.

Ini kesempatan! pikir Naira. Ia segera berlari keluar dari kelas tanpa menoleh lagi, meskipun kaki terasa berat dan langkahnya tergesa-gesa. Namun, begitu ia menginjakkan kaki di koridor, semuanya berubah.

Koridor yang sebelumnya kosong kini dipenuhi bayangan gelap. Lampu-lampu yang berkedip semakin redup, meninggalkan lorong yang sangat gelap. Suara bisikan semakin terdengar jelas di telinganya, dan kini Naira tahu, ia tidak sendirian di sini.

 

Penjaga di Balik Pintu Kelas

Kaki Naira terasa seperti terpaku di lantai. Suara langkahnya yang tergesa-gesa terdengar sangat keras di koridor yang sepi itu, namun setiap langkah yang diambilnya terasa semakin berat, seperti ada sesuatu yang menghambatnya. Tubuhnya dipenuhi ketegangan, seolah-olah ada sesuatu yang mengawasinya dari setiap sudut sekolah.

Koridor yang biasa dilalui oleh banyak siswa kini terasa begitu sunyi, menekan. Lampu yang biasanya terang malah berkedip-kedip, hanya memberi penerangan yang minim. Suara bel yang terus berdenting di kejauhan semakin menambah rasa ngeri di dadanya. Naira berlari tanpa tujuan, hanya mengikuti instingnya yang memintanya untuk menjauh dari kelas itu, menjauh dari sosok yang ia lihat tadi.

Setiap kali dia melangkah, udara di sekelilingnya semakin terasa berat, seperti ada beban yang menempel di kulitnya. Naira berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Apa yang sedang terjadi? pikirnya, berusaha mencari penjelasan logis. Semua ini pasti cuma imajinasi…

Namun, perasaan itu semakin menguat. Rasanya ada yang bergerak di balik bayang-bayang yang ada di ujung koridor. Hatinya berdebar-debar, dan sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Dari balik kegelapan di ujung koridor, terdengar suara pintu kelas yang terbuka. Pintu itu… itu pintu kelas saya! Naira merasa pusing. Ke mana pun ia melihat, hanya kegelapan yang tersisa. Suara pintu yang terbuka semakin jelas, seperti ada seseorang yang mengintip dari baliknya, menunggu waktu yang tepat untuk muncul.

Ia mencoba berlari lagi, namun tubuhnya terasa kaku. Seperti ada sesuatu yang menahannya. Di depan, pintu kelas yang semula tertutup kini perlahan bergerak terbuka. Pelan. Seolah sesuatu yang besar sedang mencoba masuk. Naira memaksa dirinya untuk berjalan mendekat, meski kakinya hampir tak bisa digerakkan.

Di hadapannya, pintu kelas itu perlahan terbuka lebih lebar, menampakkan sosok yang berdiri tegak di baliknya. Sosok itu tidak terlihat jelas, hanya bayangan gelap yang bergerak perlahan. Hanya suara napas berat yang terdengar jelas, seperti suara seseorang yang sedang menunggu.

Naira berusaha untuk mundur, namun langkahnya seolah terhenti. Jangan… jangan dekatin aku! pikirnya. Namun, entah kenapa ia tidak bisa bergerak. Tubuhnya seolah terikat oleh sebuah kekuatan yang tak bisa dilawan.

Dari balik pintu, sosok itu perlahan keluar. Wajahnya terlindung dalam bayangan, tapi ada yang aneh pada gerak-geriknya. Wajah itu tidak terlihat seperti wajah manusia, lebih menyerupai bayangan yang menyatu dengan kegelapan. Ketika sosok itu mendekat, Naira dapat melihatnya lebih jelas. Matanya yang hitam pekat, mulutnya yang mengerikan, dengan senyum yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sosok itu bergerak pelan, seolah mengamati Naira dari dekat.

“Kamu tidak bisa pergi, Naira…” suara itu terdengar lirih, namun begitu dalam, seperti berasal dari sebuah tempat yang jauh, yang sangat jauh.

Naira membeku. Nama itu… Nama itu terdengar begitu asing, tapi seolah akrab. Siapa yang memanggilku? pikir Naira dengan cemas. Matanya mulai kabur, tubuhnya terasa lemas. Tidak ada tempat untuk berlari, tidak ada jalan untuk melarikan diri. Semuanya hanya kegelapan.

Sosok itu semakin mendekat. Setiap langkahnya semakin jelas terdengar, dan Naira bisa merasakan hawa dingin yang menyertai kedatangannya. Sesuatu yang sangat berat dan menakutkan. Sosok itu tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi. Namun, ia meraih tangan Naira dengan gerakan cepat, seperti ingin menariknya menuju ruang kelas yang kini terasa lebih gelap dari sebelumnya.

“Lepaskan aku!” Naira berteriak, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan itu. Namun, kekuatan sosok itu lebih besar, dan semakin lama, semakin terasa menyakitkan. Matanya semakin kabur, dan ketika ia hampir jatuh, sebuah cahaya terang menyinari wajah sosok itu. Sosok itu tampak terhenti sejenak, seakan terkejut oleh cahaya yang datang begitu tiba-tiba.

Cahaya itu datang dari arah belakangnya, di ujung koridor. Naira menoleh dengan sisa tenaga yang ada, melihat sebuah bayangan lain muncul. Bayangan itu bergerak cepat, seperti angin yang membawa cahaya. Tanpa pikir panjang, Naira berlari sekuat tenaga, melewati sosok yang berusaha mencengkeramnya. Cahaya itu memberi harapan, memberi jalan keluar.

Naira berlari, menuju cahaya itu. Rasanya seolah dunia berputar, dan semua hal yang menakutkan mulai memudar. Namun, saat ia hampir mencapai ujung koridor, sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap muncul di depannya. Jangan berhenti! pikir Naira, mencoba mengumpulkan kekuatan terakhirnya.

“Kamu tidak bisa lari dariku, Naira…” suara itu kembali terdengar, lebih keras, lebih menakutkan.

Dengan langkah yang semakin terhuyung, Naira melangkah maju, menuju cahaya itu. Namun bayangan yang besar itu semakin mendekat.

 

Bayangan yang Terus Mengikuti

Cahaya itu semakin dekat, dan meski Naira hampir tidak bisa merasakan kakinya lagi, ia terus berlari, berusaha meraih secercah harapan. Seperti ada kekuatan yang menariknya, membimbingnya, membawa dirinya menjauh dari bayangan gelap yang terus mengejarnya. Nafasnya semakin terengah-engah, tubuhnya terasa semakin lemas, tapi ia tidak bisa berhenti.

Bayangan besar itu semakin mendekat, langkahnya terdengar berat, seperti bumi berguncang di bawahnya. Naira bisa merasakan kehadiran sosok itu yang mendekat dengan setiap langkah yang ia ambil. Tak ada jalan lain, tak ada pelarian lagi. Hanya cahaya yang masih mengarah ke depannya.

Saat ia hampir sampai di ujung koridor, Naira terhenti. Matanya terbuka lebar, menatap dengan ketakutan. Di depannya kini berdiri sebuah pintu, pintu besar yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Pintu itu terbuat dari kayu hitam legam, dengan ukiran yang sangat aneh. Ukiran yang tampaknya bergerak jika dilihat dengan seksama. Di atas pintu, ada sebuah tulisan yang samar terbaca dalam cahaya yang redup.

“Pintu Terlarang.”

Jantung Naira berdetak cepat. Apa ini? pikirnya. Sebuah pintu yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, muncul entah dari mana. Namun, saat ia menatap lebih dalam, ia merasakan sesuatu yang sangat aneh. Ada sesuatu di balik pintu itu. Sesuatu yang… menunggu.

Namun, saat ia hendak bergerak mendekat, bayangan besar itu sudah berada di belakangnya. Terlambat.

“Kamu tidak bisa pergi kemana-mana, Naira.” Suara itu terdengar lagi, namun kali ini lebih dalam, lebih menyeramkan. Sesuatu yang membuat bulu kuduk Naira meremang. Ia tidak bisa melihat sosok itu, hanya bisa merasakannya di belakangnya, lebih dekat dari sebelumnya.

Tanpa pikir panjang, Naira menatap pintu itu sekali lagi dan melangkah mendekat. Sesuatu di dalam sana seolah memanggilnya, meski hatinya berteriak untuk berhenti. Tetapi kaki Naira sudah melangkah tanpa bisa dihentikan. Setiap langkah yang ia ambil terasa lebih berat, dan udara di sekitar semakin berat dan penuh dengan rasa dingin yang menggerogoti kulit.

Tangan Naira meraih gagang pintu yang dingin, dan saat ia memutar kunci pintu itu, suara berderit yang tajam menggema di seluruh sekolah. Pintu itu terbuka perlahan, menyembulkan kegelapan yang lebih pekat dari sebelumnya. Dalam kegelapan itu, ada suara-suara halus, bisikan yang terdengar seperti serangkaian kata yang tak dapat ia mengerti.

Namun, di balik bayangannya, Naira bisa melihat sosok yang lebih besar dan lebih menakutkan. Itu adalah sosok yang lebih dari sekedar bayangan gelap. Sosok yang telah mengikutinya sepanjang jalan, yang ada di setiap pojok gelap. Sosok yang kini berdiri tepat di belakangnya, seolah tidak lagi bisa dihindari.

“Apa yang kamu inginkan?” Naira berbisik, hampir tak terdengar, matanya masih terfokus pada pintu yang terbuka di depannya.

Namun, sebelum ia sempat merespons, sosok itu mulai bergerak lebih dekat. Kali ini, Naira bisa merasakan adanya hawa dingin yang menyelusup ke dalam tubuhnya, seolah-olah nyawa seseorang sedang disedot keluar.

Tiba-tiba, pintu di depannya terbuka sepenuhnya, dan sebuah cahaya putih menyilaukan keluar dari dalamnya. Cahaya itu begitu terang, begitu murni, seolah datang dari dunia yang berbeda. Sesaat, Naira merasa seluruh tubuhnya dibanjiri oleh cahaya itu.

Namun, sosok yang menakutkan di belakangnya tidak mengalah. Ia terus maju, semakin mendekat. Sesaat sebelum bayangan itu mencapainya, Naira melangkah ke dalam cahaya.

Cahaya itu seperti menelan tubuhnya. Ia merasakan seolah tubuhnya terpecah menjadi banyak bagian, ribuan serpihan yang tersebar ke segala arah.

Di dalam cahaya, Naira merasakan kedamaian yang luar biasa. Untuk sesaat, semua rasa takut itu hilang, tergantikan dengan perasaan aneh yang sulit dijelaskan. Namun, di balik perasaan damai itu, ada suara yang datang perlahan. Sebuah suara yang penuh dengan penderitaan.

“Kamu sudah masuk…” suara itu berbisik di telinganya, namun tak ada sosok yang terlihat. Masuk kemana? pikir Naira, tetapi kata-kata itu sudah menyusup jauh ke dalam pikirannya.

“Tidak ada jalan keluar…” suara itu terdengar lebih dekat. Naira berbalik, dan kini ia melihat sebuah bayangan yang sangat familiar.

Di hadapannya kini berdiri sosok yang sama dengan yang ada di koridor, namun kini lebih jelas, lebih nyata. Wajahnya yang tidak tampak seperti manusia, matanya yang hitam pekat, dan senyum yang mengerikan itu mengarah padanya.

“Kamu sudah di sini…” suara itu berbisik lagi, kali ini lebih lembut. Seolah tidak ada jalan pulang.

Naira merasakan dirinya tertarik kembali ke dalam bayangan itu, namun ia menolak. Ia menutup matanya, berusaha untuk menahan diri, mengumpulkan kekuatan yang tersisa.

Namun, tiba-tiba, cahaya itu memudar, dan Naira terjatuh ke dalam kegelapan yang sangat dalam. Sesuatu yang lebih menakutkan daripada yang ia bayangkan menunggu di dalamnya.

 

Kegelapan yang Tak Terlihat

Naira terjatuh dalam kegelapan, jatuh begitu dalam hingga ia merasa tubuhnya seakan terhempas ke dasar jurang yang tak berujung. Suara gemuruh dan desiran angin menderu di telinganya, namun ia tidak bisa melihat apa-apa. Hanya gelap. Hanya sepi. Sesekali, terdengar suara langkah yang berat dan berderak, semakin mendekat. Ia tahu, itu bukan hanya bayangannya. Itu nyata. Lebih nyata dari apa pun yang pernah ia rasakan.

Ia mencoba membuka mata, namun meskipun matanya terbuka lebar, hanya ada kehitaman. Tak ada cahaya, tak ada apapun. Sesuatu yang menakutkan membungkus dirinya, meresap ke dalam tubuhnya. Tidak ada udara yang bisa ia hirup dengan lega. Sesak. Sesak yang datang dari dalam.

Lalu, perlahan-lahan, ia merasakan kaki dan tubuhnya kembali menyentuh permukaan yang keras. Ada permukaan tanah yang dingin, basah, dan berpasir. Suara angin yang melolong dari kejauhan membuatnya terjaga, meskipun tubuhnya gemetar. Perlahan, Naira bangkit. Ia tidak tahu di mana ia berada. Tanpa sadar, ia melangkah perlahan, mengikuti perasaan yang ada. Sesekali ia mendengar bisikan yang semakin mendekat.

“Kamu tidak akan pernah keluar dari sini.”

Suara itu terdengar lebih familiar, lebih menekan. Seperti suara yang berasal dari dalam dirinya sendiri, suara yang mengingatkannya pada apa yang telah terjadi.

Ia mulai berjalan lebih cepat, meskipun langkahnya terasa lemah. Di depan, ada sosok yang menunggunya. Semakin dekat. Wajahnya samar di tengah kegelapan. Sosok itu berbicara, suara halus yang menusuk ke dalam telinga.

“Kamu… kamu adalah bagian dari tempat ini sekarang.”

Naira berhenti. Rasanya seperti ada kekuatan yang menahan tubuhnya, membekukan setiap langkah. Matanya tak bisa beralih dari sosok itu, meski wajahnya tidak terlihat dengan jelas. Namun, suara itu tetap berlanjut.

“Jangan lari. Kamu sudah berada di sini. Sudah masuk dalam kegelapan ini.”

Naira tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa berdiri, diam, dengan tubuh yang terasa lemas. Sesuatu yang berat terasa mengikatnya, menariknya untuk tetap berada di tempat ini. Sesuatu yang lebih kuat dari rasa takutnya. Sesuatu yang menahannya di tempat ini selamanya.

Lalu, sosok itu bergerak mendekat, langkahnya cepat. Dengan setiap detik yang berlalu, Naira merasakan tubuhnya semakin terikat oleh kegelapan.

“Kami tidak akan membiarkanmu keluar. Tidak ada yang bisa keluar dari tempat ini.”

Dan saat sosok itu hampir mencapai Naira, dia merasakan ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Suara itu mulai pudar, seolah sesuatu yang mengikat dirinya mulai lepas. Ketika ia menatap kembali ke depan, cahaya mulai muncul perlahan, meski tidak begitu terang.

Naira merasa seolah dirinya ditarik ke arah cahaya itu, meski sangat lambat. Rasa takutnya berubah menjadi rasa penasaran, seolah cahaya itu adalah satu-satunya jalan keluar. Ia terus melangkah ke arah cahaya itu, meskipun rasa berat di dada semakin menguat. Seolah sesuatu berusaha menahannya.

Akhirnya, setelah melalui kegelapan yang sangat panjang, Naira menemukan dirinya berdiri di luar gedung sekolah itu. Sekolah yang dulu tampak biasa, kini terlihat sangat berbeda. Ruin, hancur, seperti sudah lama ditinggalkan. Ia berdiri di luar, namun tidak merasakan kebebasan.

Sesosok bayangan muncul dari balik gedung yang telah runtuh. Wajahnya lebih jelas sekarang, namun ada sesuatu yang mengerikan di balik tatapannya. Matanya yang kosong, senyuman yang tak wajar, dan suara yang kembali terdengar, lebih keras, lebih menuntut.

“Kamu tidak pernah benar-benar keluar, Naira.”

Dan sebelum Naira bisa merespons, dunia di sekitarnya mulai berputar. Cahaya itu yang sempat memberinya harapan, kini memudar kembali. Langkah-langkah kaki itu terdengar di belakangnya, mendekat. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Tidak ada jalan yang benar-benar keluar. Hanya kegelapan yang akan selalu mengejarnya, bayangan yang akan selalu mengikutinya.

Sekolah itu, tempat yang seharusnya ia tinggalkan, kini sudah menjadi bagian dari dirinya. Ia terjebak di dalamnya, seperti mereka yang pernah hilang sebelum dirinya.

Cahaya itu hilang. Dan kegelapan merenggutnya sekali lagi.

 

Gimana, udah siap nutup mata setelah baca cerita ini? Kalau nggak, mungkin kamu bakal mikir dua kali deh sebelum lewat di depan sekolah angker yang satu ini.

Kadang, yang kelihatan biasa aja bisa jadi tempat paling gelap yang nggak terduga. Jadi, berhati-hatilah kalau suatu saat kamu terjebak di tempat yang seharusnya nggak kamu masuki. Siapa tahu, kamu malah jadi bagian dari cerita horor yang nggak pernah berakhir.

Leave a Reply