Petualangan di Nyxterra: Rahasia Dunia yang Terungkap

Posted on

Pernah nggak sih, ngebayangin kalau ada dunia yang sama sekali nggak kamu ketahui, penuh dengan rahasia dan kekuatan yang bisa mengubah segalanya?

Nah, di cerpen ini, kita diajak masuk ke dunia Nyxterra yang penuh dengan misteri, pertarungan, dan pengorbanan. Ditemani dua tokoh, Zephiel dan Elara, kita bakal barengan ngungkap rahasia terbesar dunia ini. Penasaran? Yuk, simak ceritanya!

 

Petualangan di Nyxterra

Lorong Keempat yang Terlupakan

Bel istirahat berdentang nyaring, memecah kesunyian kelas yang sejak tadi penuh dengan suara guru mengajar. Seketika suasana berubah. Siswa-siswa bergegas keluar, sebagian menuju kantin, sebagian lagi langsung ke taman belakang. Suara obrolan, tawa, dan langkah kaki bercampur menjadi satu, memenuhi lorong-lorong sekolah yang sebelumnya sunyi.

Namun, di antara keramaian itu, ada satu orang yang justru berbelok ke arah yang berbeda.

Zephiel melangkah dengan tenang, menghindari kerumunan yang berlomba-lomba ke luar kelas. Jalannya terarah, seolah sudah tahu ke mana harus pergi. Tak ada yang memperhatikan ketika ia memasuki lorong keempat—lorong yang seolah terlupakan di sekolah ini.

Lorong itu memang berbeda. Cahaya lampu di sana lebih redup, dindingnya sedikit kusam dibandingkan bagian lain sekolah, dan yang paling aneh, tidak ada seorang pun yang lewat. Sejak awal masuk sekolah, Zephiel sudah menyadari kalau hampir semua siswa enggan melintasi lorong ini, entah karena lupa, tidak tertarik, atau mungkin… karena sesuatu yang lain.

Ia berhenti di depan sebuah loker tua di pojokan. Warnanya abu-abu kusam, sedikit berkarat di beberapa bagian, dan sepertinya tidak pernah dibuka selama bertahun-tahun.

Zephiel menghela napas. Dengan tangan yang sudah terbiasa, ia meraih pegangan loker, menariknya perlahan. Tidak ada suara decitan besi tua seperti yang seharusnya, hanya keheningan ketika pintunya terbuka.

Dan di dalamnya, tidak ada sekadar ruang kosong seperti loker pada umumnya. Yang ada hanyalah kegelapan pekat, berputar seperti pusaran air, seolah-olah menunggu seseorang masuk ke dalamnya.

Tanpa ragu, Zephiel melangkah.

Begitu matanya terbuka, pemandangan di hadapannya berubah drastis. Langit di atasnya bukan lagi warna biru biasa, melainkan ungu tua, dihiasi bintang-bintang berpendar yang bergerak perlahan. Udara di tempat ini lebih sejuk, membawa aroma samar seperti hujan pertama setelah kemarau panjang.

Ia berdiri di atas padang rumput biru keperakan yang terasa lembut di bawah kakinya. Di kejauhan, terlihat kastil megah dengan menara yang melayang, seolah tak terikat oleh gravitasi. Nyxterra—dunia yang hanya bisa diakses melalui loker tua di lorong keempat.

Zephiel menarik napas panjang. Sudah lama ia menemukan tempat ini, dan sejak itu, Nyxterra menjadi rahasianya sendiri. Tempat di mana ia bisa bebas, jauh dari kebisingan sekolah, jauh dari kebosanan dunia nyata.

Ia melangkah maju, merasakan rumput lembut bergesekan dengan sepatunya. Namun, sebelum ia bisa lebih jauh, sesuatu membuatnya berhenti.

Suara langkah kaki.

Zephiel menoleh cepat. Tidak mungkin ada orang lain di sini. Tempat ini adalah rahasianya. Tapi saat ia berbalik, yang ia lihat justru sosok yang sama sekali tidak ia duga.

Seorang gadis berdiri di sana, rambut panjangnya tergerai dengan warna perak berkilauan. Matanya memantulkan cahaya bulan, dan seragam sekolah yang ia kenakan tampak tidak berbeda dengan miliknya.

Zephiel mengernyit. Ia tahu siapa gadis itu.

“Elara?”

Gadis itu tersenyum kecil. “Aku juga bisa tanya hal yang sama ke kamu.”

Zephiel masih diam, mencoba memproses semua ini. Bagaimana bisa Elara ada di sini? Tidak ada satu pun orang di sekolah yang tahu tentang Nyxterra. Hanya dia yang tahu. Seharusnya hanya dia yang tahu.

“Elara… sejak kapan kamu bisa ke sini?” tanyanya akhirnya.

Elara melangkah maju, ekspresinya masih tenang. “Sejak lama. Bahkan sebelum kamu menemukannya.”

Zephiel terkejut. “Apa?”

Elara tersenyum tipis. “Aku sudah tahu tempat ini jauh sebelum kamu datang. Aku cuma tidak pernah menyangka kalau ada orang lain yang bisa masuk ke sini juga.”

Zephiel masih sulit percaya. Dunia ini… selama ini ia mengira hanya miliknya seorang.

Tapi ternyata, ia salah.

 

Nyxterra, Dunia Dibalik Loker

Keheningan menggantung di udara antara mereka berdua. Zephiel menatap Elara dengan penuh keraguan. Tak bisa dipercaya. Elara—siswa yang selalu menonjol di kelas, cerdas, dan misterius—terbukti mengetahui rahasia yang sudah ia sembunyikan selama ini. Dunia ini bukan hanya miliknya.

“Aku nggak ngerti. Sejak kapan kamu tahu soal ini?” Zephiel bertanya, suara sedikit mendesak.

Elara menarik napas panjang, matanya tetap memandangnya dengan tatapan yang sulit dipahami. “Sejak aku pertama kali melihat lorong keempat. Aku nggak tahu kenapa, tapi ada sesuatu yang menarikku untuk masuk ke sana, dan… aku menemukan pintu ini.”

Zephiel mengernyit. “Lalu kenapa kamu nggak bilang apa-apa?”

Elara tersenyum, seolah pertanyaan itu terlalu sederhana. “Karena aku juga nggak tahu siapa yang akan percaya. Dunia ini… terasa seperti mimpi. Bukan tempat yang bisa diceritakan begitu saja.”

Mereka berdiri dalam diam beberapa saat. Angin di Nyxterra terasa berbeda, sejuk, dan menyegarkan, namun ada perasaan aneh yang mengendap. Dunia ini memang indah, tapi juga sedikit menakutkan.

Zephiel mengubah topik. “Jadi, kamu tahu kalau ada sesuatu yang nggak beres dengan tempat ini, kan?”

Elara mengangguk. “Iya. Aku merasakannya juga. Nyxterra… sudah mulai rapuh. Ada retakan di langitnya. Bahkan angin di sini nggak sekuat dulu.”

Zephiel mengingat apa yang ia lihat beberapa hari belakangan. Langit yang kadang-kadang terlihat seperti retak, bunga yang mulai layu, dan suasana yang terasa semakin sunyi. Sesuatu memang tidak beres.

“Dan kita nggak bisa membiarkan dunia ini hancur begitu saja,” lanjut Elara dengan nada lebih serius. “Aku sudah mencari-cari, tapi aku nggak tahu apa penyebabnya.”

Zephiel terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Elara. Di dunia nyata, ia hanya seorang siswa biasa. Tidak ada yang istimewa, tidak ada yang tahu bahwa ia memiliki akses ke dunia ini. Namun, di Nyxterra, ia merasa seperti ada peran penting yang menunggu untuk dimainkan.

“Ada cara untuk memperbaikinya?” tanya Zephiel akhirnya.

Elara mengangguk pelan, matanya penuh tekad. “Aku yakin ada. Mungkin kita harus mencari sumber masalahnya, apa yang menyebabkan dunia ini mulai rapuh. Kalau kita bisa menemukan itu, mungkin kita bisa mengembalikannya seperti dulu.”

Zephiel menatapnya dalam-dalam. “Dan kita harus melakukannya sekarang?”

“Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” jawab Elara. “Nyxterra nggak akan bertahan lama kalau kita nggak bertindak.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, keduanya mulai berjalan. Padang rumput biru keperakan di sekitar mereka tampak begitu tenang, seakan menyembunyikan rahasia yang lebih dalam. Mereka harus lebih jauh masuk ke dunia ini untuk menemui jawabannya.

Zephiel merasa ada sesuatu yang aneh saat mereka berjalan, seakan ada mata yang mengawasi mereka dari kejauhan. Ia menoleh sebentar, hanya untuk melihat ilusi dari bayangan yang bergerak cepat di antara pepohonan kristal.

“Elara, kamu nggak merasa aneh?” tanya Zephiel, suara sedikit gugup.

Elara berhenti sejenak, mengamati sekelilingnya. “Ada yang tidak beres di sini. Aku merasa ada yang mengawasi kita. Dunia ini bukan cuma tempat yang kosong. Ada entitas-entitas yang menjaga keseimbangannya.”

Zephiel mengangguk, mulai merasakan ketegangan yang Elara maksud. Tiba-tiba, langit di atas mereka tampak semakin gelap, seperti awan gelap yang perlahan-lahan menggulung. Angin yang tadinya sejuk kini berubah menjadi dingin, bahkan mencekam.

“Sepertinya kita nggak sendirian,” kata Zephiel dengan nada serius.

Elara memutar tubuhnya, matanya tajam memandang ke arah yang sama. Di kejauhan, sesuatu bergerak cepat di antara pepohonan kristal, dan bayangan itu semakin dekat.

“Berhenti!” Elara tiba-tiba berteriak. “Ada yang mendekat!”

Zephiel segera menarik Elara mundur, menghindari apa pun yang mendekat. Suasana di sekeliling mereka semakin tegang. Tumbuhan kristal mulai bergetar, seakan merespons kedatangan makhluk itu.

Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul sebuah sosok tinggi dengan tubuh berlapis logam. Matanya menyala merah seperti api, dan setiap langkah yang ia ambil menggetarkan tanah di bawahnya.

“Itu… penjaga dunia ini,” bisik Elara, suara bergetar. “Dia tidak akan membiarkan kita mengganggu keseimbangan Nyxterra.”

Zephiel berdiri tegak, menatap sosok itu dengan hati-hati. “Maksud kamu, kita harus melawan?”

Elara menggenggam tangannya, matanya dipenuhi tekad. “Kita tidak punya pilihan lain.”

Tanpa memberi kesempatan untuk berpikir lebih lama, sosok logam itu bergerak cepat, langsung menyerang mereka dengan kecepatan yang luar biasa. Zephiel dan Elara melompat mundur, menghindari serangan pertama.

“Kalau kita nggak bergerak cepat, kita nggak akan bisa menyelamatkan Nyxterra!” teriak Elara.

Dengan detak jantung yang semakin cepat, Zephiel tahu bahwa mereka baru saja memulai perjalanan yang jauh lebih berbahaya dari yang ia bayangkan. Dan satu hal yang pasti—di dunia ini, mereka tidak akan mudah mendapatkan jawaban tanpa menghadapinya.

 

Rahasia Elara yang Terungkap

Pekikan angin semakin keras, mengaduk rumput biru keperakan di sekitar mereka. Zephiel dan Elara berdiri dalam posisi bertahan, mata mereka terfokus pada sosok penjaga dunia yang berdiri kokoh di hadapan mereka.

Sosok itu bergerak, langkahnya berat namun penuh kekuatan. Tubuhnya berlapis logam yang memantulkan cahaya redup dari langit Nyxterra. Setiap gerakan yang dibuatnya, tanah di sekitarnya bergetar seperti gempa kecil. Keheningan yang sebelumnya ada kini hancur oleh suara derak kaki penjaga yang mendekat dengan penuh ancaman.

“Dia nggak akan berhenti sampai kita menyerah,” bisik Elara, sambil merapatkan tubuhnya ke Zephiel, matanya penuh rasa takut yang tak bisa disembunyikan.

Zephiel menggenggam tangan Elara lebih erat, mencoba menenangkan keduanya, meskipun hatinya penuh dengan rasa takut. “Kita harus melawan, Elara. Ini satu-satunya cara.”

Elara mengangguk, namun matanya tetap penuh keraguan. “Kau nggak tahu, Zephiel. Aku nggak ingin membahayakanmu. Aku… aku nggak sekuat yang kau kira.”

Zephiel menatapnya tajam. “Kenapa kamu bilang begitu? Kamu sudah sampai sejauh ini, Elara. Aku tahu, pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku.”

Elara terdiam, seolah terbuka dengan kata-kata itu. Suasana semakin tegang, sosok penjaga itu semakin dekat, dan Zephiel bisa merasakan ketegangan yang merayapi dirinya. Mungkin ini saatnya Elara jujur tentang dirinya, tentang alasan dia tahu lebih banyak tentang dunia ini.

Elara menunduk, suaranya mulai bergetar. “Aku… aku bukan hanya siswa biasa, Zephiel. Aku datang dari keluarga yang sudah lama terlibat dalam dunia ini. Mereka… mereka yang menjaga keseimbangan Nyxterra. Aku diberi tugas untuk menjaga, mengawasi dunia ini agar tetap utuh. Tapi, entah kenapa, aku tidak tahu bagaimana caranya.”

Zephiel terkejut. “Keluarga kamu?”

Elara mengangguk pelan. “Aku tidak bisa memberi tahu lebih banyak sekarang, karena semuanya terlalu berbahaya. Tapi satu hal yang aku tahu pasti—aku tidak bisa membiarkan Nyxterra hancur, Zephiel. Ini tanggung jawabku.”

Zephiel memandangnya dengan tatapan yang berbeda, seakan semua yang ia tahu tentang Elara sebelumnya berubah seketika. “Jadi, kamu… kamu bukan hanya orang yang terseret ke sini begitu saja?”

Elara tersenyum pahit. “Tidak. Aku sudah ada di sini jauh sebelum kamu masuk ke dunia ini, jauh sebelum kita bertemu.”

Mereka berdua berdiri dengan jarak beberapa meter dari sosok penjaga, yang kini semakin mendekat. Zephiel bisa merasakan energi yang memancar dari makhluk itu, energi yang membuatnya lemah hanya dengan mendekat.

“Sekarang, kita harus bergerak cepat,” kata Elara dengan tegas. “Kita harus menghentikan penjaga itu jika kita ingin menyelamatkan Nyxterra.”

Zephiel mengangguk, meskipun masih merasa bingung dengan semua informasi baru tentang Elara. “Tapi bagaimana? Kita nggak mungkin bisa melawannya hanya dengan kekuatan fisik.”

Elara mengeluarkan sebuah jimat kecil dari kantong seragamnya, sebuah batu hitam yang bercahaya dengan cahaya biru yang lembut. “Aku punya sesuatu. Ini adalah kunci untuk menghentikan penjaga. Batu ini, jika digunakan dengan benar, bisa memanggil energi dari dunia ini untuk melawan penjaga itu.”

Zephiel menatap batu hitam itu dengan rasa penasaran. “Kamu yakin ini bisa berhasil?”

Elara mengangguk mantap. “Aku harus mengumpulkan energi dari sekitar kita, Zephiel. Tapi kamu harus membantu, atau kita tidak akan bisa melakukannya.”

Zephiel tidak ragu lagi. “Apa yang harus aku lakukan?”

“Saat aku mengaktifkan batu ini,” kata Elara, “kamu harus menahan penjaga itu. Cobalah untuk menarik perhatiannya, jadi aku bisa bekerja tanpa gangguan.”

Zephiel merasa jantungnya berdegup kencang, namun ia tahu ini satu-satunya cara untuk bertahan. “Oke, aku siap.”

Tanpa kata-kata lagi, Elara melangkah maju, memegang batu hitam itu erat-erat, sementara Zephiel memfokuskan dirinya pada sosok penjaga yang kini semakin dekat. Setiap langkah penjaga itu membuat tanah di sekitar mereka berguncang, suara langkahnya berat dan menakutkan.

Elara mulai memejamkan mata, mengangkat batu itu ke udara. Cahaya biru mulai memancar dari batu itu, memanjang ke langit seperti sebuah sinar yang menembus kegelapan. Zephiel, meskipun merasa takut, bergerak maju dan menarik perhatian penjaga dengan berlari ke arah yang berlawanan.

“Hei! Ayo ke sini!” teriak Zephiel, sambil berlari cepat, melompat ke samping agar penjaga itu mengikuti.

Dan benar saja, penjaga itu mendengar suara Zephiel. Dengan gerakan cepat, sosok itu berbalik dan melangkah mengejar Zephiel, yang sekarang berlari sambil memastikan Elara tidak terganggu.

Sementara itu, Elara memusatkan seluruh perhatiannya pada batu itu. Cahaya biru semakin terang, memancarkan energi yang mengguncang udara di sekitar mereka. Zephiel bisa merasakan getaran kuat yang membuat tanah di bawah kakinya bergetar.

“Sekarang!” Elara berteriak.

Zephiel melompat ke samping, menghindari serangan terakhir dari penjaga itu, dan segera menatap Elara yang berhasil memfokuskan energi dari batu hitam. Dalam sekejap, sebuah ledakan energi meluncur ke udara, mengarah tepat pada penjaga yang terkejut. Sosok penjaga itu berhenti sejenak, tubuh logamnya terguncang keras.

Penjaga itu terhuyung, dan energi biru yang memancar dari batu Elara mulai melapisi tubuh penjaga, mengurungnya dalam energi yang begitu kuat hingga tubuhnya tidak bisa bergerak lagi.

Zephiel berhenti sejenak, terengah-engah, matanya terfokus pada penjaga yang kini tertahan dalam medan energi. “Kita berhasil…?”

Elara mengangguk dengan sedikit tersenyum. “Iya. Tapi ini belum selesai.”

Zephiel mengernyit, merasa ada lebih banyak hal yang perlu mereka hadapi. “Masih ada yang lain?”

Elara menatapnya serius. “Kita baru saja menghentikan penjaga pertama. Masih banyak yang harus kita temui di dunia ini. Nyxterra tidak hanya rapuh, tapi juga penuh dengan rahasia gelap yang harus kita ungkap.”

Zephiel mengerti. Mereka baru saja memulai sebuah perjalanan yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.

 

Pintu Terakhir

Angin di Nyxterra terasa lebih tajam, menyentuh kulit seperti sejumput es. Elara dan Zephiel berdiri di depan pintu besar yang terbuat dari batu hitam, tertutup rapat dengan lambang misterius yang berkilauan di permukaannya. Pintu itu terlihat seperti pintu terakhir, tempat yang menjadi kunci untuk menyelamatkan dunia ini atau menghancurkannya.

Zephiel menatap pintu itu, perasaan campur aduk menguasainya. Mereka telah melalui banyak rintangan, melawan penjaga dan mengungkap sebagian kecil dari rahasia dunia ini. Tapi semakin dekat mereka pada pintu ini, semakin berat rasanya. Rasanya seperti mereka berdiri di ambang jurang yang dalam, dengan dunia ini tergantung pada satu langkah berikutnya.

“Elara…” Zephiel mulai dengan suara berat. “Kita hampir sampai. Tapi… apakah kamu yakin ini yang harus kita lakukan? Setelah semua yang kita lalui, apakah kita siap dengan apa yang ada di balik pintu ini?”

Elara berdiri tegak di sampingnya, matanya bersinar dengan tekad yang tak tergoyahkan. “Aku tidak tahu apa yang akan kita temui di dalam, Zephiel. Tapi yang aku tahu adalah kita sudah sampai sejauh ini. Dunia ini tidak akan bisa bertahan jika kita ragu.”

Zephiel memandangnya, merasa perasaan berat yang menggerogoti dadanya perlahan menghilang. Elara—gadis yang selalu terlihat begitu tenang dan penuh dengan rahasia—tiba-tiba tampak lebih manusiawi. Dia bukan hanya seseorang yang tahu segalanya, tapi juga seseorang yang takut akan apa yang akan datang, sama sepertinya.

“Ayo.” Zephiel menarik napas dalam-dalam dan mengulurkan tangan ke arah pintu itu.

Dengan satu dorongan, pintu batu itu mulai bergeser, berderak pelan, seakan menolak untuk terbuka. Tapi mereka tidak mundur. Elara dan Zephiel menatap pintu itu, melangkah bersamaan ke dalam kegelapan yang menyambut mereka.

Begitu mereka melangkah melewati ambang pintu, suasana berubah drastis. Nyxterra yang indah dan damai itu menghilang seketika. Di hadapan mereka, hanya ada ruang kosong yang luas, dikelilingi oleh dinding tak berujung yang seolah menyedot semua cahaya. Di tengah ruang itu, sebuah cahaya samar muncul, dan dari cahaya itu, sosok yang selama ini mereka cari muncul perlahan.

Itu adalah entitas besar yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, sebuah kekuatan purba yang menguasai Nyxterra. Sosok itu mengambang di udara, dikelilingi oleh aura yang menakutkan dan misterius. Mata entitas itu bersinar tajam, menatap mereka dengan cara yang membuat Zephiel merasakan getaran ketakutan yang mendalam.

“Siapa kalian?” suara entitas itu bergema di ruang kosong, dalam dan berat, seperti suara yang berasal dari dalam bumi.

Zephiel dan Elara berdiri tegak, berhadapan dengan sosok yang tidak bisa mereka pahami sepenuhnya. Elara mengambil langkah maju, suaranya lebih tenang dari yang ia rasakan. “Kami… kami datang untuk menyelamatkan dunia ini.”

Entitas itu terdiam sejenak, seakan mempertimbangkan kata-kata Elara. Kemudian, sebuah senyuman tipis muncul di wajahnya, meskipun tidak ada tanda kebahagiaan di sana. “Menyelamatkan dunia ini? Dunia ini sudah lama terlupakan. Kalian hanya mengganggu keseimbangannya.”

Zephiel merasa seakan seluruh tubuhnya tertarik ke dalam ketegangan yang membekap mereka. “Tapi dunia ini masih ada. Masih ada yang peduli. Kita tidak bisa membiarkannya hancur.”

“Peduli?” suara entitas itu terdengar hampir tertawa. “Peduli adalah sebuah ilusi. Kalian datang ke sini, tetapi kalian tidak tahu apa yang kalian hadapi. Nyxterra bukanlah dunia yang bisa diselamatkan. Keseimbangan ini sudah retak terlalu lama. Kalian hanya akan mempercepat kehancurannya.”

Elara menggenggam batu hitam di tangannya, yang kini mulai memancarkan cahaya biru yang sama seperti sebelumnya. “Kami tidak peduli jika itu ilusi. Selama ada kesempatan, kami akan berjuang. Jika ini harus hancur, maka kita yang akan menentukan bagaimana itu berakhir.”

Pernyataan itu menggema di ruang kosong, dan untuk pertama kalinya, entitas itu terdiam. Mata bersinar merah tajam, merenung sejenak, sebelum akhirnya ia berkata dengan suara rendah.

“Kalian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan kalian. Jangan salahkan dunia jika kalian menghancurkannya dengan tangan kalian sendiri.”

Tanpa peringatan, energi besar dari entitas itu meledak, menciptakan gelombang energi yang menggetarkan seluruh ruang. Zephiel dan Elara terdorong mundur, namun keduanya tidak berhenti. Elara melangkah maju, menggenggam batu itu lebih erat. Cahaya biru yang memancar semakin kuat, semakin terang, seakan melawan kekuatan entitas itu.

Zephiel merasa tubuhnya terhimpit, seakan energi itu berusaha merobeknya. Tapi ia tidak mundur. Bersama Elara, mereka melawan, memusatkan kekuatan mereka untuk menahan serangan dari entitas tersebut.

Selama beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam, Zephiel dan Elara berjuang dengan sekuat tenaga. Dan pada akhirnya, dengan satu dorongan terakhir dari cahaya biru, energi itu meledak, menghancurkan kegelapan yang mengelilingi mereka.

Semua itu berhenti dalam sekejap. Dunia itu hening, dan hanya ada keheningan yang dalam. Entitas itu menghilang, menyatu dengan ruang kosong yang kini mulai menerangi kembali.

Zephiel dan Elara berdiri di tengah ruangan itu, terengah-engah, tubuh mereka lelah dan gemetar.

“Kita berhasil,” Elara berkata dengan suara rendah, meski ada perasaan campur aduk di matanya.

Zephiel menatapnya, matanya penuh kelegaan namun juga keheningan yang dalam. “Tapi, apa yang akan terjadi sekarang? Apa yang akan terjadi pada Nyxterra?”

Elara mengangkat bahu. “Mungkin dunia ini akan berubah, Zephiel. Mungkin tidak ada yang sama lagi. Tapi kita telah memilih. Kita yang menentukan akhir cerita ini.”

Dengan langkah perlahan, mereka berbalik dan menuju pintu yang terbuka lebar di belakang mereka. Dunia yang pernah rapuh itu, kini seakan memberi mereka kesempatan untuk membangun kembali. Namun, mereka tahu satu hal pasti: pilihan mereka akan mengubah segalanya, untuk selamanya.

 

Gimana? Seru kan perjalanan mereka? Dunia Nyxterra yang penuh dengan kejutan ini akhirnya buka tabir rahasianya, tapi ya, kayak biasa, nggak semua yang diungkap itu gampang. Apalagi kalau kamu udah ngerasain betapa besar pengorbanannya. Kalau suka sama cerpen yang penuh misteri dan fantasi gini, jangan lupa terus ikutin cerita-cerita seru lainnya!

Leave a Reply