Daftar Isi
Hai semua, Sebelum kita masuk ke dalam ceritanya ada nggak nih diantara kalian yang penasaran sama cerita cerpen kali ini? Persahabatan itu nggak cuma soal tertawa bareng di saat senang, tapi juga tentang berdiri di sisi teman kita di saat terberatnya.
Dalam cerpen ini, kamu akan diajak menyelami kisah Faresta dan Raka, dua sahabat SMA yang menghadapi badai kehidupan bersama. Ada perjuangan, air mata, dan kehangatan yang bakal bikin hati kamu bergetar. Yuk, baca cerita ini sampai selesai dan temukan bagaimana kekuatan persahabatan bisa mengubah segalanya!
Kisah Faresta dan Pengkhianatan yang Tak Terduga
Awal yang Ceria: Persahabatan Tanpa Batas
Setiap hari di sekolah selalu terasa hidup bersama Raka. Dia bukan cuma sahabat, dia seperti saudara yang tak pernah aku punya. Kami berbagi banyak hal dari tugas yang bikin pusing, cerita-cerita seru, sampai rencana gila yang bikin guru-guru geleng kepala. Aku, Faresta, adalah anak yang selalu dianggap “gaul” oleh teman-teman. Tapi kenyataannya, di balik semua itu, aku hanya punya satu orang yang benar-benar aku percaya: Raka.
Hari itu, kami duduk di kantin, tempat favorit kami untuk berbagi cerita setelah kelas yang membosankan. Dengan secangkir es teh di depanku dan sepiring bakso goreng di tangan Raka, aku menatap sahabatku sambil tertawa mendengar leluconnya yang selalu berhasil bikin aku ngakak.
“Bro, lo tahu nggak? Kalau kita bisa ngelewatin semester ini tanpa remedial, gue traktir lo bakso satu bulan penuh!” katanya, dengan nada yang terlalu percaya diri.
“Serius, Rak? Gila, lo yakin banget! Gue catet janji lo, ya!” balasku sambil tertawa.
Percakapan kami terasa ringan, seperti biasa. Nggak ada yang aneh. Tapi di tengah semua tawa itu, aku nggak pernah nyangka kalau sesuatu sedang disembunyikan olehnya.
Di kelas, kami adalah duo yang terkenal. Bukannya pintar, tapi selalu jadi biang kerok. Teman-teman sering bilang kami terlalu nekat. Dari bikin poster lucu untuk acara sekolah sampai jadi MC dadakan di pensi, kami selalu kompak. Aku merasa Raka adalah bagian penting dalam hidupku.
Tapi ada satu momen yang selalu aku ingat. Suatu hari, ketika kami sedang latihan basket di lapangan sekolah, Raka tiba-tiba terlihat sedikit berbeda. Dia biasanya adalah orang yang paling semangat menyemangati tim. Tapi sore itu, dia terlihat sedikit tertekan. Aku mencoba bercanda untuk meringankan suasana.
“Rak, lo kenapa sih? Nggak semangat banget. Nanti kalau kalah, lo bakal gue paksa lari keliling lapangan lima kali, loh!” kataku sambil nyengir.
Dia tersenyum kecil, tapi matanya nggak menyala seperti biasanya. “Nggak ada apa-apa, bro. Cuma lagi mikirin sesuatu aja.”
Aku ingin bertanya lebih jauh, tapi entah kenapa aku merasa nggak pantas. Mungkin itu cuma masalah kecil, pikirku waktu itu. Aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Tapi kalau sekarang aku mengenang momen itu, aku sadar, mungkin itu adalah tanda pertama kalau sesuatu tidak berjalan baik di antara kami.
Hari-hari terus berlalu, dan aku tetap percaya bahwa persahabatan kami adalah hal yang nggak bisa diganggu gugat. Bersama Raka, aku merasa dunia SMA adalah tempat paling menyenangkan. Aku nggak butuh apa-apa lagi selama ada dia di sisiku.
Namun, waktu sering kali menyimpan kejutan yang nggak kita harapkan. Aku tidak tahu bahwa saat-saat ceria itu hanya sementara. Di balik tawa, ada sesuatu yang diam-diam mengintai, menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan segalanya.
Di antara semua kenangan manis yang kami ciptakan, aku tidak pernah berpikir bahwa suatu hari aku harus mempertanyakan arti dari persahabatan ini. Hari-hari yang penuh kebahagiaan itu kini terasa seperti mimpi yang terlalu indah untuk jadi kenyataan. Dan sayangnya, seperti semua mimpi, kebahagiaan itu perlahan mulai memudar.
Tanda-Tanda yang Mengusik