Nizam dan Keindahan Lingkungan Asri: Menjaga Alam Bersama Teman

Posted on

Hai semua, Sebelum kita masuk ke dalam ceritanya pernahkah kamu merasa ingin membuat perubahan nyata di lingkungan sekitar, tetapi bingung harus mulai dari mana? Nah, cerita tentang Nizam ini bisa jadi inspirasi buat kamu!

Dalam cerpen ini, Nizam, seorang anak SMA gaul yang penuh semangat, mengajak teman-temannya untuk berjuang bersama dalam melestarikan alam dengan menanam pohon di sekolah mereka. Meskipun tantangan datang silih berganti, semangat untuk menciptakan perubahan besar dimulai dari langkah kecil yang mereka ambil bersama. Penasaran dengan perjalanan mereka? Yuk, simak kisah serunya!

 

Nizam dan Keindahan Lingkungan Asri

Mencari Suasana Baru di Tengah Keramaian

Pagi itu, Nizam bangun lebih awal dari biasanya. Matahari yang baru saja terbit menyinari kamar tidurnya dengan hangat. Dia merasa agak berbeda, seperti ada sesuatu yang ingin dicapai, tapi entah apa. Biasanya, pagi-pagi begitu, Nizam akan langsung cek grup WhatsApp, membalas pesan teman-temannya, dan merencanakan agenda hari itu. Mungkin pergi ke kafe, main futsal, atau sekadar nongkrong di mall. Tetapi hari itu, entah kenapa, Nizam merasa bosan dengan rutinitas yang sama.

Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Rudi, salah satu temannya yang paling dekat. “Bro, ada rencana apa hari ini? Main futsal lagi?”

Nizam mengerutkan dahi. Memang, futsal adalah kegiatan yang nggak pernah gagal mengisi hari liburnya. Tapi entah kenapa, hari itu, pikirannya melayang ke hal lain. “Rudi, gue ada ide nih. Gimana kalau kita jalan ke tempat yang lebih asri? Pengen jauh dari keramaian, deh,” balas Nizam.

“Tempat asri? Maksudnya gimana?” Rudi membalas dengan emoji bingung.

“Pokoknya tempat yang banyak pohonnya, udara segar, jauh dari macet dan suara klakson. Gue rasa kita butuh tempat yang lebih tenang, bro,” tulis Nizam sambil menunggu balasan.

Rudi butuh waktu sejenak untuk berpikir, mungkin dia bingung karena ajakan Nizam agak berbeda dari biasanya. Rudi ini orangnya gaul banget, nggak pernah jauh dari pusat keramaian. Kalau nggak di kafe, ya pasti di mall. Jadi, ajakan Nizam kali ini benar-benar terdengar aneh buatnya. Namun, Rudi akhirnya membalas, “Oke deh, kalau lu udah yakin. Kalo tempat itu enak, gue ikut.”

Senang rasanya bisa mendapatkan persetujuan Rudi, meskipun agak skeptis. Nizam pun langsung menghubungi dua teman lainnya, Rizki dan Fajar. Setelah mendapatkan konfirmasi dari mereka semua, Nizam merasa semakin yakin untuk membawa gengnya keluar dari rutinitas sehari-hari dan mencoba hal yang berbeda.

Nizam tahu betul, bahwa mereka semua terbiasa dengan kehidupan kota yang sibuk. Setiap hari, mereka terjebak dalam keramaian antara tugas sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan tentunya waktu bersama teman-teman. Tapi, kali ini, Nizam ingin memberi mereka pengalaman yang berbeda, jauh dari kebisingan dan sesak napas kota.

Hari itu, mereka berempat bertemu di depan sekolah. Sebelum berangkat, Nizam memastikan untuk membawa segala sesuatu yang dibutuhkan: makanan ringan, air mineral, dan tentu saja kamera ponselnya. “Ayo, kita pergi ke tempat yang nggak biasa, bro,” kata Nizam dengan senyum lebar.

Mereka pun berangkat dengan semangat yang agak berbeda dari biasanya. Jalanan yang mereka lewati terasa lebih tenang. Tanpa sadar, mereka malah merasakan sedikit ketegangan. Rudi, yang biasanya cerewet dan nggak bisa jauh dari gadget, tiba-tiba tampak lebih diam. Begitu juga dengan Rizki dan Fajar yang biasanya nggak bisa berhenti bercanda, kini mulai mengamati sekitar mereka. Mereka merasa suasana sekitar sedikit lebih sepi dari biasanya.

“Teman-teman, gue yakin tempat ini pasti keren. Coba deh rasain, ini udara segar banget!” ujar Nizam dengan penuh semangat.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan mobil, dan semakin jauh dari pusat kota. Nizam merasa semakin senang. Meskipun mereka harus menempuh jarak yang agak jauh, dia tahu bahwa tujuan yang satu ini layak untuk diperjuangkan.

Setelah sekitar setengah jam perjalanan, mereka sampai di tempat yang dimaksudkan. Nizam membawa teman-temannya ke taman yang penuh dengan pohon besar, semak belukar, dan udara yang jauh lebih segar daripada udara kota yang penuh polusi. Begitu mereka turun dari mobil, Rudi mengangkat tangan, menarik napas dalam-dalam.

“Gila, bro. Ini beneran tempat asri. Gue jadi inget masa kecil dulu, sering main di alam bebas. Rasanya beda banget,” kata Rudi, tampak terkesima.

Fajar dan Rizki juga terlihat terkejut. Mereka mengamati pohon-pohon yang tinggi dan suasana yang jauh dari kebisingan. Nizam memimpin mereka untuk berjalan lebih dalam ke dalam taman yang masih jarang dikunjungi orang. Suara langkah kaki mereka terdengar di antara dedaunan kering yang berserakan di tanah.

Tiba-tiba, Rizki berhenti dan berbalik ke arah Nizam. “Bro, ini tempat keren banget. Tapi gue nggak nyangka kamu bisa nemuin tempat kayak gini di tengah kota. Gimana sih kamu tahu soal tempat ini?”

Nizam tersenyum. “Ya, gue juga baru nemuin beberapa waktu lalu, pas lagi bosen banget sama rutinitas. Rasanya kayak perlu sesuatu yang baru, bro. Terkadang kita butuh tempat yang bisa menenangkan pikiran, jauh dari semua yang bikin stres.”

Mereka semua mengangguk, menyadari bahwa hidup mereka yang biasanya dikelilingi oleh gadget, kafe, dan kebisingan kota, ternyata membuat mereka lupa akan pentingnya alam. Mereka mulai merasakan ketenangan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Setelah beberapa saat berkeliling, mereka memutuskan untuk duduk di bawah salah satu pohon besar. Nizam memandang ke atas, melihat langit biru yang bersih tanpa polusi. Di bawah pohon yang rindang, dia merasakan kedamaian yang sangat berbeda dari kebiasaan mereka yang penuh dengan aktivitas.

“Gue rasa kita harus sering-sering ke sini, bro. Ini bukan cuma tempat untuk piknik, tapi juga tempat buat kita berpikir lebih dalam tentang hidup,” kata Nizam.

Rudi, Rizki, dan Fajar mengangguk setuju. Mereka semua tahu, hari itu adalah titik balik dari rutinitas mereka yang biasa. Mereka akan menjaga tempat ini, dan membawa lebih banyak orang untuk merasakan ketenangan yang mereka temukan.

“Ayo, bro. Kita mulai sekarang juga. Kita harus jaga tempat ini, jangan sampai hilang karena polusi atau pembangunan,” kata Fajar dengan serius.

Nizam tersenyum dan mengangkat tangan, menyarankan mereka untuk berjanji. “Janji kita nggak cuma datang ke sini buat nikmatin alam, tapi juga untuk menjaga kebersihannya, biar anak-anak nanti bisa merasain yang sama.”

Hari itu, liburan mereka berubah menjadi lebih dari sekadar bersenang-senang. Mereka mulai belajar untuk menjaga alam yang memberi ketenangan. Seiring berjalannya waktu, mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan hari ini bisa membawa dampak besar di masa depan.

Dan begitu, babak baru dari liburan mereka dimulai.

 

Keajaiban Alam yang Terlupakan

Setelah menghabiskan beberapa jam menikmati ketenangan di taman yang luas, Nizam dan teman-temannya duduk di bawah pohon yang rindang, merenung. Udara segar yang sempat terasa asing bagi mereka kini menjadi pelipur lara yang mereka butuhkan. Tidak ada kebisingan kendaraan, tidak ada suara klakson, hanya suara alam yang memenuhi udara angin yang berdesir lembut, burung-burung yang berkicau, dan dedaunan yang saling berbisik. Rasanya seperti mereka kembali ke waktu yang lebih sederhana, jauh dari rutinitas yang biasa mereka jalani.

Rudi, yang biasanya penuh dengan cerita-cerita seru tentang kafe terbaru atau gossip teman-temannya, tampak terdiam. Sesekali dia mengangkat kepalanya dan menghirup udara dalam-dalam, menikmati kedamaian yang jarang dia temui. Begitu juga dengan Fajar dan Rizki. Rizki bahkan sempat melepaskan sepatunya dan duduk dengan kaki menyentuh tanah, seakan merasakan kedekatan dengan alam.

“Aduh, gue jadi inget waktu kecil dulu,” ujar Fajar sambil menatap jauh ke depan, “dulu setiap sore sering diajak ibu ke taman kota, cuma untuk duduk sambil ngobrol. Rasanya, nggak ada beban sama sekali.”

Nizam tersenyum mendengar itu. Memang, sebagian besar dari mereka lebih sering menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan atau kafe-kafe kekinian daripada menikmati alam. Tapi hari itu, mereka merasa seperti menemukan kembali bagian dari hidup mereka yang sudah lama terlupakan.

“Lu nggak sendirian, Faj. Gue juga inget waktu kecil, sering banget main sepeda di taman dekat rumah. Bener-bener, nggak ada yang lebih seru dari itu,” jawab Nizam sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. “Kita kadang lupa kalau hal-hal simpel kayak gini itu bisa bikin hati tenang.”

Mereka semua terdiam, seolah merenung tentang betapa sibuknya hidup mereka sejak mereka masuk SMA. Waktu yang mereka habiskan dengan teman-teman sering kali terasa hanya untuk bersenang-senang, tapi tidak pernah benar-benar memberi kedamaian yang mereka butuhkan.

Tak lama, Nizam bangkit dan berjalan ke arah sebuah pohon yang lebih besar di ujung taman. Dedaunan yang lebat tampak menyembunyikan cabang-cabang yang menjulang tinggi, dan di bawahnya terdapat sebuah bangku kayu yang sudah lapuk, tanda bahwa tempat ini memang jarang dikunjungi orang.

“Nih, tempat keren banget, kan?” kata Nizam dengan senyum lebar, mencoba mengajak teman-temannya merasakan keindahan alam lebih dekat.

Rudi mengikuti langkah Nizam, meskipun masih dengan ekspresi bingung. “Iya, sih, tapi agak aneh gitu ya, tiba-tiba bisa merasakan ketenangan begini setelah sekian lama nggak ada kegiatan yang bener-bener fokus. Biasanya, gue lebih banyak ngabisin waktu di tempat ramai.”

“Nggak aneh kok, Rud,” jawab Nizam sambil duduk di bangku kayu, “kita emang udah lama banget jauh dari alam, dari hal-hal yang sederhana kayak ini. Kita cuma butuh waktu buat ngeh, bahwa sebenernya ketenangan itu bisa didapatkan tanpa harus pergi jauh-jauh.”

Mereka semua duduk di sekitar bangku kayu itu, merasakan angin sepoi-sepoi yang datang menerpa wajah mereka. Sekilas, mereka merasa seperti anak-anak lagi—lepas dari beban sekolah, tugas-tugas yang menumpuk, dan tekanan dari berbagai sisi kehidupan remaja mereka.

“Tapi, gue jadi mikir, Niz,” Rizki membuka pembicaraan, “gimana ya supaya kita bisa ngajak lebih banyak orang untuk ngeh sama tempat-tempat kayak gini? Gue yakin banyak orang di luar sana yang bahkan nggak tahu kalau ada taman yang seindah ini deket banget dari rumah mereka.”

Itu adalah pertanyaan yang membuat Nizam terdiam sejenak. Dia memang sadar bahwa banyak teman-temannya yang terlalu sibuk dengan dunia mereka sendiri, dan alam seperti ini sering terabaikan. Mereka lebih tertarik dengan kemewahan dan kesenangan sesaat ketimbang merasakan kedamaian yang bisa diperoleh dengan cara yang lebih sederhana.

“Yah, mungkin kita bisa mulai dari diri kita sendiri,” jawab Nizam dengan penuh keyakinan, “Kita yang lebih dulu merasa nikmatnya tempat ini, yang bisa nge-share ke temen-temen kita. Kalau kita nggak mulai, siapa lagi yang bakal ngajak mereka?”

Rudi mengangguk, dan mata mereka mulai berbinar-binar. Mungkin ini bukan sekadar tempat yang mereka kunjungi untuk melepas penat sesaat. Mungkin ini bisa menjadi momen untuk mulai menghargai alam, tempat yang telah memberi mereka ketenangan setelah sekian lama terjebak dalam kebisingan.

Mereka pun mulai merencanakan langkah selanjutnya. “Gimana kalau kita bikin event kecil-kecilan di sini?” ujar Rizki dengan semangat, “Bawa temen-temen yang lain, ajak mereka untuk nikmatin suasana sepi kayak gini, biar mereka bisa sadar juga kalau ada tempat asri kayak gini di tengah kota.”

Nizam merasa itu ide yang luar biasa. Ini bukan hanya tentang datang dan menikmati suasana, tetapi juga mengajak orang lain untuk merasakan apa yang mereka rasakan. Mengajak mereka untuk kembali menghargai keindahan yang sering terabaikan, dan menjaga tempat-tempat seperti ini agar tetap lestari.

“Setuju banget, bro. Kita bisa buat acara yang seru, tapi tetap menjaga alam dan kebersihannya,” Nizam menjawab dengan penuh semangat. “Kita bisa mulai dari sini, dari taman ini. Ayo, kita bikin acara untuk ngasih tau orang betapa berharganya tempat-tempat kayak gini.”

Mereka mulai membuat rencana untuk membuat acara, berbagi informasi tentang pentingnya menjaga alam, dan mengajak teman-teman mereka untuk ikut serta. Meski mereka tahu ini tidak akan mudah, Nizam merasa ini adalah langkah yang tepat. Mereka punya tekad, mereka punya semangat untuk membuat perbedaan, dan mereka punya alam yang indah sebagai tempat untuk berjuang bersama.

Dengan langkah penuh semangat, mereka mulai membuat rencana, berbagi ide, dan merencanakan acara yang akan membawa mereka lebih dekat dengan alam dan, tentu saja, membawa perubahan bagi banyak orang. Taman asri ini bukan hanya menjadi tempat mereka beristirahat, tapi juga tempat mereka berjuang untuk sesuatu yang lebih besar: menjaga alam agar tetap lestari.

Hari itu, Nizam dan teman-temannya tidak hanya menemukan ketenangan, tetapi juga menemukan tujuan baru dalam hidup mereka.

 

Membangun Impian di Tengah Keheningan

Hari berikutnya, setelah pertemuan mereka di taman yang asri, Nizam dan teman-temannya tak bisa berhenti memikirkan ide yang muncul begitu saja saat mereka duduk di bawah pohon rindang itu. Walaupun mereka tahu bahwa ini adalah langkah yang besar dan penuh tantangan, namun semangat yang tumbuh di dalam hati mereka membuat segala sesuatunya terasa mungkin.

Pagi itu, Nizam bangun lebih pagi dari biasanya. Mentari yang baru terbit menyinari kamarnya yang tidak terlalu besar, namun cukup membuatnya merasa nyaman. Dia menatap ke luar jendela dan melihat langit biru cerah, seakan alam turut mendukung apa yang sedang dia rencanakan bersama teman-temannya. Ada rasa semangat yang menggelora dalam dirinya, semangat untuk membawa perubahan, meski itu dimulai dari langkah kecil.

Setelah sarapan, Nizam langsung menghubungi Rudi, Fajar, dan Rizki melalui pesan grup di aplikasi chat. Mereka sudah berjanji untuk bertemu di taman yang sama, tempat mereka mendapatkan inspirasi untuk proyek ini. Nizam bisa merasakan, betapa ide ini bukan hanya sekadar rencana untuk menghabiskan waktu liburan, tetapi sesuatu yang lebih dari itu sesuatu yang bisa mengubah cara pandang mereka terhadap kehidupan dan dunia sekitar.

“Semuanya siap?” Nizam bertanya saat mereka semua sudah duduk di bangku taman. Rudi terlihat memegang buku catatan kecil, Fajar sedang sibuk melihat-lihat ponselnya, sementara Rizki membawa laptop kecil untuk mencatat segala sesuatu yang perlu mereka persiapkan.

“Siap, bro. Gue udah nyiapin konsep untuk acara kecil ini. Kita bakal ngajak orang-orang datang, bukan cuma buat senang-senang, tapi juga untuk ngasih tau mereka pentingnya menjaga alam,” jawab Rudi dengan semangat. Matanya berbinar, mungkin lebih berbinar daripada saat mereka merencanakan pesta akhir pekan.

“Ide bagus, tapi kita perlu lebih jelas lagi tentang tujuan kita,” kata Nizam sambil menyusun rencana. “Mungkin kita bisa mulai dengan membuat acara bersih-bersih taman dulu. Setelah itu, kita bisa adakan sesi edukasi kecil tentang bagaimana menjaga kebersihan lingkungan dan pentingnya pohon-pohon ini buat kita.”

Fajar mengangguk setuju. “Betul, gue setuju banget. Kita bisa mengundang teman-teman lain juga, yang suka sama lingkungan, buat ikut bantu. Kita bikin acara yang nggak hanya seru, tapi juga bermanfaat buat banyak orang.”

Mereka berempat sibuk mengerjakan rencana mereka selama berjam-jam, mulai dari membuat poster digital, menentukan tanggal acara, hingga menghubungi beberapa sponsor kecil dari toko-toko yang menjual perlengkapan outdoor. Nizam merasa semangatnya semakin bertambah. Walaupun mereka semua punya kesibukan masing-masing sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan pekerjaan paruh waktu mereka tetap punya tekad yang sama untuk membuat acara ini sukses.

Hari acara pun tiba. Nizam dan teman-temannya datang lebih awal ke taman untuk mempersiapkan semuanya. Tenda kecil yang mereka bawa sudah dipasang, poster-poster yang mereka cetak dengan desain sederhana, tapi menarik, sudah dipasang di beberapa titik di sekitar taman. Mereka juga membawa peralatan untuk membersihkan taman—kantong sampah besar, sapu, sekop, dan sarung tangan.

Waktu menunjukkan pukul 8 pagi, namun orang-orang yang mereka undang belum banyak yang datang. Nizam sempat merasa ragu. “Apakah kita terlalu cepat berharap?” pikirnya. “Apa mungkin acara ini nggak bakal menarik buat orang lain?” Keraguan itu datang begitu saja, tapi dia berusaha menepisnya. Teman-temannya juga merasakan hal yang sama, namun mereka tetap bertahan.

Tak lama kemudian, satu per satu teman-teman mereka mulai berdatangan. Ternyata, berita tentang acara ini sudah menyebar di media sosial, dan beberapa teman-teman Nizam yang awalnya tidak terlalu peduli, mulai menunjukkan antusiasme mereka. “Gue bawa beberapa teman juga!” ujar Rizki sambil tersenyum lebar. “Ayo, kita mulai dari mana dulu?”

Fajar mengambil inisiatif untuk memulai sesi bersih-bersih. Mereka membagi-bagi kelompok, ada yang membersihkan sampah di sekitar taman, ada yang merapikan dedaunan yang berserakan, dan ada yang menyiram tanaman. Nizam merasa bangga melihat teman-temannya yang semula lebih tertarik pada hal-hal hiburan, kini mulai peduli terhadap lingkungan.

“Ini asik juga, ya, Niz!” kata Rudi sambil menarik kantong sampah yang penuh. “Gue nggak nyangka, malah bisa lebih seru daripada acara di kafe. Kita jadi lebih dekat sama alam, lebih ngerasain ketenangan yang selama ini kita lupakan.”

Sesaat setelah acara bersih-bersih selesai, mereka duduk kembali di bawah pohon besar yang menjadi simbol acara mereka. Saat itulah, Nizam merasakan kepuasan yang tak terlukiskan. Bukan hanya karena taman ini terlihat lebih bersih, tetapi juga karena mereka telah berhasil menyentuh hati banyak orang, mengajak mereka untuk lebih peduli terhadap alam.

“Bro, hari ini luar biasa,” kata Rizki, yang melihat betapa banyak orang yang mulai berpartisipasi dan menikmati suasana. “Kita bisa bikin acara seru lagi kayak gini, kan?”

Nizam tersenyum, merasa ada sesuatu yang lebih besar daripada sekadar acara bersih-bersih yang mereka buat. Mereka telah menunjukkan kepada banyak orang bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari tempat-tempat mewah atau kemewahan sesaat. Kebahagiaan itu bisa datang dari hal-hal kecil, seperti bekerja bersama untuk menjaga taman yang indah, berbagi dengan teman-teman, dan merasakan kedamaian yang selama ini hilang.

“Ini baru awal, guys,” kata Nizam dengan penuh semangat. “Kita bisa buat ini jadi lebih besar lagi, dan bawa lebih banyak orang untuk peduli sama lingkungan. Kita bisa bikin dunia ini jadi tempat yang lebih baik, dimulai dari kita.”

Dengan semangat yang baru, mereka merencanakan acara-acara berikutnya. Nizam tahu, perjalanan ini masih panjang, namun langkah pertama yang mereka ambil hari itu sudah cukup untuk mengubah hidup mereka dan memberi dampak positif bagi banyak orang.

 

Jejak yang Tertinggal, Harapan yang Terus Tumbuh

Setelah acara bersih-bersih taman yang mereka adakan, ada perasaan yang berbeda di dalam diri Nizam. Sesuatu yang lebih dari sekadar kepuasan karena berhasil membuat lingkungan mereka lebih asri dan bersih. Dia merasa ada perubahan dalam dirinya, dan dalam diri teman-temannya juga. Suasana hari itu, di bawah pohon yang rindang, membuat mereka semakin menyadari betapa pentingnya mereka untuk menjaga alam dan betapa besar dampak yang bisa mereka ciptakan. Namun, Nizam tahu ini belum selesai. Ini adalah awal dari sebuah perjalanan panjang, dan tantangan baru menanti mereka.

Pagi itu, Nizam bangun dengan penuh semangat. Sinar matahari yang menembus tirai kamar memberi tanda bahwa hari baru akan dimulai dengan penuh peluang. Setelah menyelesaikan sarapan, Nizam langsung membuka ponselnya. Ada beberapa pesan dari Rudi dan Fajar yang sudah menunggu di grup. Tampaknya mereka tidak sabar untuk melanjutkan apa yang sudah mereka mulai.

“Kita harus buat acara yang lebih besar, bro,” tulis Rudi di pesan pertama. “Hari itu, banyak yang nyadar betapa pentingnya jaga lingkungan. Gimana kalau kita adakan acara penanaman pohon di sekolah kita?”

Nizam tersenyum membaca pesan itu. Ide itu datang begitu saja, dan meskipun Nizam tahu itu bukan hal yang mudah, dia merasa bahwa ini adalah langkah yang tepat. “Gue setuju. Tapi kita harus mulai mempersiapkan semuanya dari sekarang. Gue yakin, kalau kita berjuang bareng-bareng, pasti bisa,” jawab Nizam.

Begitu mendapat konfirmasi dari teman-temannya, mereka langsung merancang konsep acara dengan lebih serius. Mereka membuat rencana penanaman pohon di halaman sekolah yang luas, sekaligus mengajak teman-teman sekelas dan bahkan guru-guru untuk ikut berpartisipasi. Tidak hanya itu, mereka juga berencana untuk mengundang ahli lingkungan yang bisa memberikan edukasi tentang pentingnya keberagaman pohon dan bagaimana cara merawatnya.

Bukan tanpa tantangan. Dalam perjalanan menuju acara besar itu, banyak rintangan yang mereka hadapi. Salah satunya adalah masalah dana untuk membeli bibit pohon dan peralatan lainnya. Sebagai siswa SMA dengan uang saku yang terbatas, mereka tidak bisa langsung mengandalkan biaya pribadi. Namun, Nizam tidak menyerah begitu saja. Dia mulai mencari sponsor kecil-kecilan dari toko-toko sekitar dan meminta izin kepada pihak sekolah untuk mengadakan kegiatan tersebut.

Setelah berbulan-bulan menunggu dan berjuang, akhirnya acara penanaman pohon itu pun tiba. Cuaca yang cerah pagi itu memberi semangat tambahan. Nizam merasa deg-degan, cemas apakah semuanya bisa berjalan lancar. Tapi dia berusaha menenangkan diri. “Kita sudah berusaha semaksimal mungkin. Kalau ada halangan, kita akan hadapi bareng-bareng,” pikirnya.

Ketika para siswa mulai berdatangan ke halaman sekolah, Nizam merasa sedikit lega. Tidak banyak yang dia harapkan hanya ingin melihat teman-temannya datang dengan semangat yang sama. Satu per satu mereka datang, ada yang membawa alat berkebun sendiri, ada yang membawa pohon kecil yang mereka beli dengan uang pribadi. Semua saling bekerja sama. Lalu datanglah para guru dan orang tua yang ikut mendukung acara ini.

“Terima kasih sudah datang, teman-teman,” kata Nizam dengan suara yang sedikit bergetar. “Hari ini, kita akan tanam pohon secara bersama, dan ini bukan hanya cuma untuk kita, tetapi untuk masa depan kita. Kita harus berjuang bersama untuk bumi ini. Jangan biarkan apa yang kita cintai pergi begitu saja karena kita tidak peduli.”

Rudi dan Fajar berdiri di sampingnya, memberi dukungan moral. “Ini bukan hanya cuma tentang kita, tapi tentang anak cucu kita nanti. Setiap pohon yang kita tanam adalah sebuah harapan yang kita tanamkan untuk dunia yang lebih baik.”

Setelah pidato singkat, mereka mulai menanam pohon bersama-sama. Nizam, yang awalnya merasa cemas, mulai merasa bangga. Mereka semua menggali lubang di tanah, menanam pohon dengan penuh semangat, lalu menyiraminya dengan hati-hati. Nizam melihat bagaimana teman-temannya yang biasanya tidak peduli dengan hal-hal seperti ini, kini bekerja dengan sepenuh hati. Ada kebahagiaan yang terpancar di wajah mereka, sebuah kebahagiaan yang lebih dalam daripada sekadar melakukan sesuatu yang menyenangkan.

Saat mereka menanam pohon terakhir, matahari mulai terbenam. Nizam berdiri di antara teman-temannya, melihat hasil kerja keras mereka. Pohon-pohon kecil itu, meskipun masih baru dan rapuh, mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Mereka adalah simbol dari perjuangan mereka, simbol bahwa meskipun segala sesuatu dimulai dari langkah kecil, dengan tekad dan kerja keras, hal itu bisa berkembang menjadi sesuatu yang besar.

“Hari ini luar biasa, bro,” kata Fajar sambil memeluk Nizam. “Kita udah bikin perubahan, dan ini baru awalnya.”

Nizam hanya tersenyum, tapi di dalam hatinya, ada rasa bangga yang sangat besar. “Kita semua sudah bisa berjuang, dan hari ini kita bisa menunjukkan bahwa perubahan dimulai dari diri kita sendiri. Tapi ini bukan akhir, ini adalah langkah awal.”

Mereka semua berdiri di sana, di halaman sekolah yang sekarang penuh dengan pohon-pohon kecil yang mereka tanam bersama. Nizam merasa ada harapan baru yang tumbuh, harapan yang tidak hanya untuk dirinya, tetapi untuk semua orang yang ikut berpartisipasi. Di tengah semua itu, dia tahu bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai. Dunia mungkin membutuhkan waktu untuk berubah, tetapi mereka sudah membuat langkah pertama yang sangat berarti. Dan itu, bagi Nizam, adalah kemenangan sejati.

 

Jadi, gimana semua ada nggak nih diantara kalian yang bisa menyimpulkan cerita cerpen diatas? Cerita Nizam mengajarkan kita bahwa meskipun perubahan besar membutuhkan waktu, semuanya dimulai dari langkah kecil yang penuh semangat. Dari menanam pohon di sekolah, Nizam dan teman-temannya membuktikan bahwa kita semua bisa memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Jadi, apakah kamu siap untuk ikut berperan menjaga bumi ini? Ingat, setiap tindakan kecilmu bisa membawa perubahan besar!

Leave a Reply