Daftar Isi
Pernah bayangin petualangan penuh misteri dan rahasia? Ikuti Leira dan Arka di dunia yang penuh kejutan!
(Ever imagined an adventure full of mystery and secrets? Join Leira and Arka in a world full of surprises!)
Misteri Gua dan Buku Kuno
Langit Serene yang Keemasan
(The Golden Sky of Serene)
Sore itu, di kota Serene yang terletak di pinggir sungai, langit berubah menjadi keemasan, memberi sentuhan magis pada setiap sudut kota. Rumah-rumah tua yang berjajar di sepanjang tepi sungai tampak seperti lukisan, dengan bayangan panjang yang tercipta dari sinar matahari yang mulai terbenam. Kirana duduk di dekat jendela rumahnya, matanya tertuju ke luar, tapi pikirannya terbang jauh lebih jauh. Pena di tangannya seolah tak bergerak, berhenti di atas buku catatannya yang terbuka, menunggu untuk menulis sesuatu yang belum ia temukan.
(That afternoon, in the city of Serene, which lay by the river, the sky turned golden, casting a magical touch on every corner of the city. The old houses lining the riverbanks looked like paintings, with long shadows stretching from the sunlight beginning to set. Kirana sat by her window, her eyes fixed outside, but her mind soared much further. The pen in her hand seemed still, halted above the open notebook, waiting to write something she hadn’t yet found.)
Beberapa bulan terakhir, Kirana merasa buntu. Semua ide yang datang terasa hampa, tidak ada yang menarik untuk dituangkan dalam bentuk kata-kata. Biasanya, cerpen-cerpennya mengalir begitu saja, seperti angin yang tidak terduga, tapi sekarang… seperti ada tembok besar yang menghalangi jalan cerita. Ia menarik napas panjang dan menutup matanya sejenak, mencoba mencari ketenangan dalam suara alam yang ada di luar sana.
(For the past few months, Kirana had felt stuck. All the ideas that came felt empty, nothing interesting to pour into words. Usually, her short stories flowed naturally, like an unexpected breeze, but now… it was as if a large wall blocked her story’s path. She took a deep breath and closed her eyes for a moment, trying to find peace in the sounds of nature outside.)
“Apa yang sedang kucari?” pikirnya dalam hati. “Aku butuh sesuatu yang baru. Sesuatu yang bisa membawaku keluar dari kebuntuan ini.”
(“What am I searching for?” she thought to herself. “I need something new. Something that can take me out of this rut.”)
Tanpa disadari, tangannya mulai bergerak, menulis kata-kata yang tidak ia rencanakan. “Aku ingin membuat cerita yang bukan hanya hidup dalam bahasa kita, tapi juga bisa bicara dalam bahasa dunia,” gumamnya pelan. Kata-kata itu mengalir begitu saja, seolah-olah mereka sudah ada di dalam kepalanya sejak lama, hanya menunggu untuk keluar.
(Unconsciously, her hand began to move, writing words she hadn’t planned. “I want to create a story that not only lives in our language but can also speak in the language of the world,” she murmured softly. The words flowed effortlessly, as if they had been in her mind for a long time, just waiting to be released.)
Kirana berhenti sejenak, membaca ulang kalimat itu. Ada sesuatu yang berbeda tentang kata-kata itu, seperti sebuah pembukaan baru yang mengarah pada jalan yang belum pernah ia coba sebelumnya. “Mungkin inilah yang aku butuhkan. Sebuah cerita yang bisa menyatu dengan berbagai bahasa,” pikirnya.
(Kirana paused for a moment, reading the sentence again. There was something different about those words, like a new opening leading to a path she had never tried before. “Maybe this is what I need. A story that can blend with different languages,” she thought.)
Kemudian, dia membuka halaman baru di buku catatannya. Pena di tangan Kirana mulai menari lagi di atas kertas, menuliskan cerita yang muncul dalam benaknya. Semua bermula dari sebuah desa yang jauh, di mana matahari selalu bersinar terang, dan angin yang membawa kisah-kisah lama menyusuri setiap sudutnya. Sebuah desa bernama Lumina.
(Then, she opened a new page in her notebook. The pen in Kirana’s hand began to dance again across the paper, writing the story that had emerged in her mind. It all started from a distant village, where the sun always shone brightly, and the wind carried old tales across every corner. A village called Lumina.)
Suasana di luar rumah semakin gelap, tanda bahwa malam akan segera tiba. Kirana tidak merasa terburu-buru. Setiap kata yang ditulisnya terasa penting, seolah membangun sebuah dunia yang belum sepenuhnya ia pahami. Dunia itu belum sempurna, masih banyak yang harus ia gali. Tetapi Kirana merasa, untuk pertama kalinya, ia berada di jalur yang benar.
(The atmosphere outside the house grew darker, signaling that night was approaching. Kirana didn’t feel in a hurry. Every word she wrote felt important, as if building a world she didn’t fully understand yet. That world was not perfect, there was still so much to explore. But for the first time, Kirana felt that she was on the right path.)
Arka, seorang pemuda dari desa Lumina, dikenal dengan kemampuan uniknya dalam memahat kayu. Namun, sedikit yang tahu bahwa setiap patung yang ia buat selalu menyimpan pesan tersembunyi. Patung-patung itu tidak hanya sekadar karya seni, tetapi juga sebuah rahasia yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang cukup berani untuk mencari tahu.
(Arka, a young man from the village of Lumina, was known for his unique ability to carve wood. However, few knew that every statue he created always held a hidden message. These statues were not just works of art, but secrets that could only be understood by those brave enough to seek them out.)
Leira, seorang gadis dari kota yang datang ke desa itu, mendengar tentang Arka dari orang-orang sekitar. “Kamu harus melihat patung-patungnya,” kata seseorang dengan penuh rasa ingin tahu. “Setiap patung itu bisa memberimu jawaban.”
(Leira, a girl from the city who had come to the village, heard about Arka from the locals. “You have to see his statues,” someone said with curiosity. “Each of those statues can give you answers.”)
Leira merasa tertarik. Ia merasa bahwa patung-patung Arka menyembunyikan sesuatu yang lebih dari sekadar bentuk kayu yang indah. Sesuatu yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan. Sesuatu yang bisa mengubah jalan hidupnya.
(Leira felt intrigued. She felt that Arka’s statues hid something more than just beautiful wooden forms. Something that connected the past with the future. Something that could change the course of her life.)
Namun, meski pikirannya sudah jauh membayangkan apa yang akan ia temukan, Leira tidak tahu bahwa pertemuannya dengan Arka akan membawa perubahan besar dalam hidupnya. Kirana menulis dengan penuh semangat, seolah-olah kisah ini memang ditakdirkan untuk ditulis.
(However, even though her mind had already imagined what she would find, Leira did not know that her encounter with Arka would bring a great change in her life. Kirana wrote with enthusiasm, as if this story was truly destined to be told.)
Patung yang Membawa Pesan
(The Statue That Brings a Message)
Leira berdiri di depan pintu rumah Arka, ragu-ragu sejenak. Udara malam itu terasa lebih dingin dari biasanya, tapi rasa penasaran yang menggelora di dalam dadanya lebih kuat daripada rasa takut yang mengintainya. Pintu itu terbuka perlahan, dan sosok Arka muncul di baliknya, dengan senyuman yang hangat namun misterius.
(Leira stood in front of Arka’s house, hesitating for a moment. The night air felt colder than usual, but the curiosity burning in her chest was stronger than the fear lurking inside her. The door opened slowly, and Arka’s figure appeared behind it, wearing a warm but mysterious smile.)
“Kamu datang,” kata Arka, suaranya dalam dan menenangkan, seperti angin yang berbisik di antara dedaunan. “Masuklah, aku sudah menunggumu.”
(“You came,” Arka said, his voice deep and calming, like the wind whispering through the leaves. “Come in, I’ve been waiting for you.”)
Leira mengangguk, langkahnya terasa berat meski ia ingin sekali segera melihat apa yang ada di dalam rumah itu. Begitu melangkah masuk, ia disambut dengan aroma kayu yang segar, bercampur dengan harum bunga yang tumbuh di taman rumah Arka. Di dalam, dinding-dinding kayu yang dipahat dengan rumit menunjukkan kecintaan Arka terhadap seni dan alam. Namun, yang paling menarik perhatian Leira adalah meja besar di tengah ruangan, di mana sebuah patung besar terletak di atasnya, diselimuti oleh kain putih.
(Leira nodded, her steps heavy even though she couldn’t wait to see what was inside the house. Once she stepped in, she was greeted by the fresh scent of wood, mixed with the fragrance of flowers growing in Arka’s garden. Inside, the wooden walls intricately carved showed Arka’s love for art and nature. But what caught Leira’s attention the most was the large table in the center of the room, where a massive statue lay covered by a white cloth.)
Arka mendekat dan dengan lembut menarik kain itu, mengungkapkan sebuah patung wanita yang sedang duduk di atas batu, matanya tertutup rapat. Setiap detail pada patung itu sempurna, seolah-olah wanita itu bisa hidup kapan saja. Leira terpesona, tapi juga merasa ada sesuatu yang tidak biasa.
(Arka walked closer and gently pulled the cloth, revealing a statue of a woman sitting on a stone, her eyes tightly closed. Every detail of the statue was perfect, as if the woman could come to life at any moment. Leira was mesmerized, but she also felt that something was unusual.)
“Apa yang membuatmu tertarik dengan patung-patung ini?” tanya Arka, memecah keheningan. Matanya tidak lepas dari Leira, seolah menunggu jawaban yang lebih dalam.
(“What makes you interested in these statues?” Arka asked, breaking the silence. His eyes never left Leira, as if waiting for a deeper answer.)
Leira menggigit bibir, tidak yakin bagaimana menjelaskan perasaannya. “Aku… merasa ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya. Seperti mereka memiliki cerita yang belum terungkap, sebuah pesan yang menunggu untuk ditemukan.”
(Leira bit her lip, unsure how to explain her feelings. “I… feel like there’s something hidden inside them. Like they have a story that hasn’t been revealed, a message waiting to be found.”)
Arka tersenyum tipis. “Kamu benar. Setiap patung yang kubuat memang menyimpan pesan. Tapi tidak semua orang bisa memahaminya. Hanya mereka yang benar-benar mencari dengan hati yang terbuka yang akan bisa melihatnya.”
(Arka smiled faintly. “You’re right. Every statue I make does hold a message. But not everyone can understand it. Only those who truly seek with an open heart will be able to see it.”)
Leira mengernyit, mencoba memahami maksudnya. “Apa maksudmu dengan ‘mencari dengan hati yang terbuka’?”
(Leira furrowed her brows, trying to understand his meaning. “What do you mean by ‘seeking with an open heart’?”)
Arka melangkah ke patung itu dan meraba wajahnya dengan lembut. “Setiap karya seni adalah refleksi dari diri kita sendiri. Kadang, kita harus membiarkan perasaan kita mengalir terlebih dahulu, baru kita bisa memahami apa yang sebenarnya tersembunyi di baliknya.”
(Arka stepped closer to the statue and gently touched its face. “Every piece of art is a reflection of ourselves. Sometimes, we have to let our emotions flow first before we can understand what’s really hidden behind it.”)
Leira memandang patung itu lagi, kali ini dengan cara yang berbeda. Ia tidak hanya melihat bentuk luar, tetapi mencoba merasakan apa yang mungkin ada di dalamnya. Tiba-tiba, matanya menyala, seolah-olah ia melihat sesuatu yang baru. Sesuatu yang tidak pernah ia perhatikan sebelumnya. Sebuah ukiran kecil di bagian bawah patung, hampir tersembunyi oleh lipatan batu yang halus.
(Leira looked at the statue again, this time in a different way. She didn’t just look at the outward form, but tried to feel what might be inside it. Suddenly, her eyes lit up as if she saw something new. Something she had never noticed before. A small carving at the base of the statue, almost hidden by the smooth folds of the stone.)
“Ini…” Leira meraba ukiran itu dengan lembut, suaranya hampir berbisik. “Ini adalah nama. Tapi kenapa bisa ada di sini?”
(“This…” Leira gently touched the carving, her voice almost a whisper. “This is a name. But why would it be here?”)
Arka mengangguk. “Itulah pesan yang dimaksud. Nama itu bukan hanya sekadar nama. Itu adalah kunci untuk memahami apa yang terjadi di desa ini. Dan mungkin juga kunci untuk masa depanmu.”
(Arka nodded. “That’s the message I mean. The name isn’t just a name. It’s the key to understanding what’s happening in this village. And perhaps the key to your future as well.”)
Leira menatapnya, terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. “Kunci untuk masa depanku?”
(Leira stared at him, shocked by what she had just heard. “The key to my future?”)
Arka tersenyum, lebih dalam kali ini. “Kadang, kita harus berjalan jauh untuk menemukan jawaban yang ada di depan mata.”
(Arka smiled, this time more deeply. “Sometimes, we have to walk far to find the answers that are right in front of our eyes.”)
Jejak yang Tertinggal
(The Tracks Left Behind)
Leira mengangkat wajahnya, memperhatikan Arka dengan penuh rasa ingin tahu. Kata-kata yang baru saja diucapkannya berputar-putar di dalam pikirannya. Kunci untuk masa depan? Apa sebenarnya yang dimaksud Arka? Sebuah pertanyaan besar yang membekas di benaknya.
(Leira lifted her face, gazing at Arka with growing curiosity. The words he had just spoken swirled around in her mind. The key to the future? What exactly did Arka mean? A big question that lingered in her thoughts.)
“Apa maksudmu dengan ‘kunci untuk masa depan’?” tanya Leira lagi, mencoba untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Matanya tidak lepas dari Arka yang kini sedang berdiri di dekat patung itu, tampak merenung.
(“What do you mean by ‘the key to the future’?” Leira asked again, trying to get further explanation. Her eyes never left Arka, who was now standing near the statue, looking contemplative.)
Arka menarik napas panjang, seolah-olah menimbang jawabannya. “Ini adalah bagian dari sebuah cerita yang sudah lama terlupakan oleh sebagian besar orang. Tapi bagi beberapa dari kita, cerita ini masih hidup, dan patung ini adalah bagian dari petunjuk untuk menemukannya.”
(Arka took a deep breath, as if weighing his response. “This is part of a story that has long been forgotten by most people. But for some of us, this story is still alive, and this statue is part of the clue to finding it.”)
Leira terdiam. Kata-kata Arka seperti ada beban yang berat, seperti sebuah rahasia yang hanya bisa diketahui oleh orang-orang tertentu. Ia merasa seperti berada di ujung sebuah jalan yang belum ia pahami, tetapi jalan itu terasa begitu nyata.
(Leira fell silent. Arka’s words carried a heavy weight, like a secret that only certain people could know. She felt as if she were at the edge of a road she didn’t yet understand, but the road felt so real.)
“Cerita itu… apakah berhubungan dengan desa ini?” Leira bertanya, suaranya sedikit bergetar. Ia tidak tahu kenapa, tetapi rasa takut mulai menyusup ke dalam dirinya.
(“Does the story… have something to do with this village?” Leira asked, her voice slightly trembling. She didn’t know why, but a sense of fear began creeping into her.)
Arka menatapnya, seolah mengukur perasaannya. “Desa ini memiliki sejarah yang sangat tua. Namun, sebagian besar orang lebih memilih untuk melupakan kisah-kisah lama itu. Cerita yang ada di balik patung ini adalah bagian dari sejarah yang hilang. Sebuah kejadian besar yang pernah mengubah arah hidup banyak orang, dan mungkin, hanya kamu yang bisa memahaminya sekarang.”
(Arka looked at her, as if measuring her feelings. “This village has a very ancient history. But most people prefer to forget those old stories. The story behind this statue is part of a lost history. A great event that once changed the course of many lives, and perhaps, only you can understand it now.”)
Leira merasa seolah-olah ada sesuatu yang menghubungkannya dengan sejarah desa ini, dengan patung itu, dan dengan cerita yang belum terungkap. Sesuatu yang lebih dalam dari sekadar rasa penasaran. Sebuah ikatan yang tak tampak, namun begitu kuat.
(Leira felt as though there was something connecting her to the history of this village, to the statue, and to the untold story. Something deeper than mere curiosity. An invisible bond, yet so strong.)
“Tapi bagaimana aku bisa tahu apakah aku memang bisa memahami semua ini?” Leira bertanya, mencari jawaban.
(“But how can I know if I can really understand all of this?” Leira asked, searching for an answer.)
Arka tersenyum tipis, senyuman yang lebih dalam kali ini. “Kadang, jawabannya tidak datang begitu saja. Kamu harus mencari dengan cara yang berbeda. Dengan hati yang penuh keberanian.”
(Arka smiled faintly, a deeper smile this time. “Sometimes, the answer doesn’t come easily. You have to seek in a different way. With a heart full of courage.”)
Leira mengangguk, meskipun perasaan ragu masih ada dalam dirinya. Tapi ada sesuatu dalam diri Arka yang membuatnya merasa yakin untuk melangkah lebih jauh.
(Leira nodded, though doubt still lingered inside her. But there was something in Arka that made her feel confident to take the next step.)
“Kamu bisa membantuku menemukan jawaban?” Leira bertanya, suaranya lebih lembut sekarang, seolah memohon.
(“Can you help me find the answer?” Leira asked, her voice softer now, as if pleading.)
Arka menatapnya sejenak, kemudian mengangguk perlahan. “Aku akan membantumu. Tapi kamu harus siap dengan apa pun yang akan kita temui dalam perjalanan ini. Terkadang, kebenaran bisa lebih menakutkan daripada yang kita bayangkan.”
(Arka stared at her for a moment, then nodded slowly. “I will help you. But you have to be ready for whatever we might encounter on this journey. Sometimes, the truth can be scarier than we imagine.”)
Leira merasa ada dorongan kuat dalam dirinya, dorongan untuk menggali lebih dalam, untuk mencari kebenaran yang tersembunyi di balik semua ini. Ia tahu, perjalanan ini tidak akan mudah. Tetapi sesuatu dalam dirinya, entah apa, memberi tahu bahwa inilah yang harus ia lakukan.
(Leira felt a strong push inside her, a push to dig deeper, to seek the truth hidden behind all of this. She knew this journey wouldn’t be easy. But something inside her, she didn’t know what, told her this was what she had to do.)
Arka mempersiapkan sebuah peta kuno yang terlihat sudah berusia ratusan tahun. Peta itu mengarah ke tempat-tempat yang tidak pernah didengar oleh Leira sebelumnya. Tempat-tempat yang bahkan tidak ada di peta desa yang biasa ia lihat.
(Arka prepared an ancient map that seemed to be hundreds of years old. The map pointed to places Leira had never heard of before. Places that weren’t even on the usual village maps she had seen.)
“Ini adalah peta yang mengarah ke tempat yang sangat penting, Leira. Tempat yang akan memberikanmu petunjuk lebih lanjut tentang cerita ini.” Arka berkata dengan serius.
(“This is a map that leads to a very important place, Leira. A place that will give you further clues about this story,” Arka said seriously.)
Leira memandang peta itu dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa perjalanan ini akan membawa mereka ke tempat yang jauh, dan mungkin ke dalam bahaya. Tetapi satu hal yang pasti, ia tidak bisa mundur sekarang.
(Leira looked at the map with mixed feelings. She knew this journey would take them to a faraway place, and perhaps into danger. But one thing was certain, she couldn’t back out now.)
Titik Temu
(The Point of Convergence)
Hari itu, langit dipenuhi awan tebal yang menggantung rendah, memberikan suasana yang agak menegangkan. Leira dan Arka berdiri di depan pintu masuk sebuah gua yang tersembunyi di balik hutan lebat. Mereka telah menempuh perjalanan jauh, melewati medan yang sulit, dan kini mereka sampai di tempat yang sepertinya menjadi titik akhir dari pencarian ini.
(That day, the sky was filled with thick clouds hanging low, creating a somewhat tense atmosphere. Leira and Arka stood in front of the entrance to a cave hidden deep in the thick forest. They had traveled a long way, through challenging terrain, and now they had arrived at what seemed to be the final point of this search.)
“Ini tempat yang dimaksud?” Leira bertanya, matanya tak lepas dari gua gelap di hadapan mereka.
(“Is this the place you meant?” Leira asked, her eyes fixed on the dark cave in front of them.)
Arka mengangguk. “Ya, ini tempat yang selama ini kita cari. Di dalam sini ada sesuatu yang akan mengungkapkan semuanya. Tapi ingat, kita tidak tahu apa yang akan kita temui.”
(Arka nodded. “Yes, this is the place we’ve been searching for. Inside here is something that will reveal everything. But remember, we don’t know what we’ll find.”)
Leira menelan ludah, rasa cemas menguasai dirinya. Ia memandang Arka, mencoba mencari kepastian di matanya, namun hanya ada bayangan ragu yang tersirat.
(Leira swallowed hard, anxiety overtaking her. She looked at Arka, trying to find certainty in his eyes, but all she could see was a shadow of doubt.)
“Apakah kamu yakin kita harus masuk?” tanya Leira lagi, suaranya lebih rendah, nyaris berbisik.
(“Are you sure we should go in?” Leira asked again, her voice softer, almost a whisper.)
Arka menghela napas panjang, lalu memandangnya dengan tatapan serius. “Leira, kita sudah sampai sejauh ini. Ini bukan hanya tentang mencari jawaban untuk dirimu. Ini tentang masa depan. Semua ini ada kaitannya dengan bagaimana cerita kita akan berakhir.”
(Arka sighed deeply, then looked at her with a serious gaze. “Leira, we’ve come this far. This isn’t just about finding answers for you. It’s about the future. All of this is tied to how our story will end.”)
Leira merasakan tekanan di dadanya semakin berat. Ia tahu apa yang dimaksud Arka, meskipun tak sepenuhnya ia mengerti. Namun, perasaan bahwa mereka berada di ambang sesuatu yang besar tak bisa ia hindari.
(Leira felt the pressure on her chest growing heavier. She understood what Arka meant, even though she didn’t fully comprehend it. However, the feeling that they were on the brink of something monumental was undeniable.)
“Baiklah,” kata Leira akhirnya, dengan suara yang lebih mantap dari sebelumnya. “Kita masuk.”
(“Alright,” Leira said finally, her voice more resolute than before. “Let’s go in.”)
Mereka melangkah masuk ke dalam gua, dan semakin dalam mereka berjalan, semakin gelap dan sunyi suasana di sekitar mereka. Suara langkah kaki mereka bergema di dinding gua yang terbuat dari batu kasar, dan udara di dalam sana terasa dingin dan lembap.
(They stepped into the cave, and the deeper they walked, the darker and quieter the surroundings became. The sound of their footsteps echoed off the rough stone walls, and the air inside felt cold and damp.)
Setelah beberapa saat berjalan, mereka sampai di sebuah ruang besar yang terbuka. Di tengah ruangan itu, sebuah altar kuno terlihat jelas, dikelilingi oleh tulisan-tulisan kuno yang sepertinya sudah berabad-abad lamanya. Leira merasakan jantungnya berdebar kencang saat ia melangkah mendekat, melihat dengan seksama apa yang ada di atas altar tersebut.
(After a while of walking, they arrived at a large open chamber. In the center of the room, an ancient altar stood clearly, surrounded by ancient inscriptions that seemed to be centuries old. Leira’s heart raced as she stepped closer, examining closely what lay atop the altar.)
“Ini dia,” kata Arka, suara penuh keyakinan. “Semua petunjuk ada di sini.”
(“This is it,” Arka said, his voice full of certainty. “All the clues are here.”)
Leira memperhatikan altar itu lebih seksama. Di atasnya terletak sebuah buku tebal yang terlihat sangat tua, dengan sampul yang hampir terkikis. Matanya terbuka lebar saat ia menyadari bahwa buku itu adalah bagian dari cerita yang selama ini mereka cari.
(Leira examined the altar more closely. On it lay a thick book that looked very old, with its cover nearly worn away. Her eyes widened as she realized that this book was part of the story they had been searching for all this time.)
“Ini… ini yang kita cari?” tanyanya, suaranya hampir berbisik karena tak percaya.
(“Is this… is this what we’ve been looking for?” she asked, her voice almost a whisper, in disbelief.)
Arka mengangguk. “Ya. Ini adalah kunci yang akan membuka semua jawaban. Buku ini menyimpan sejarah yang hilang. Sejarah yang sekarang berada di tanganmu.”
(Arka nodded. “Yes. This is the key that will unlock all the answers. This book holds the lost history. The history that is now in your hands.”)
Leira meraih buku itu dengan hati-hati, merasa seolah-olah ia sedang memegang sebuah dunia yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Ketika ia membuka halaman pertama, sebuah cahaya lembut tiba-tiba menyinari ruangan, mengungkapkan tulisan yang terukir dengan indah di atasnya.
(Leira carefully reached for the book, feeling as if she were holding a world she had never imagined before. As she opened the first page, a soft light suddenly illuminated the room, revealing beautifully carved writing on it.)
Dengan perasaan campur aduk, Leira mulai membaca, dan saat itu juga, ia tahu bahwa perjalanan ini, meskipun telah mengarah ke titik akhir, hanyalah awal dari sebuah cerita baru yang akan membawa banyak perubahan.
(With mixed feelings, Leira began to read, and in that moment, she knew that this journey, though it had reached its end point, was just the beginning of a new story that would bring many changes.)
Dan begitu perjalanan ini berakhir, Leira dan Arka menyadari bahwa setiap jawaban membawa lebih banyak pertanyaan. Tapi satu hal yang pasti, mereka tak akan pernah sama lagi.
(And as this journey ends, Leira and Arka realize that every answer brings more questions. But one thing is certain, they will never be the same again.)