Daftar Isi
Kalian pernah nggak sih, punya impian buat liburan ke tempat yang jauh, yang belum banyak orang tahu? Bayangin deh, sebuah pulau yang tersembunyi, penuh dengan misteri yang bikin penasaran.
Nah, di cerpen ini, kita bakal ikut perjalanan seru ke Batam Anon, sebuah pulau yang seolah punya rahasia besar yang nggak bisa sembarangan diungkap. Penasaran? Ayo, lanjut baca, siapa tahu ada kejutan yang nggak kalian duga!
Misteri Batam Anon
Jejak Petualangan di Dermaga
Pagi itu, Batam terlihat seperti lukisan yang baru selesai diselesaikan. Lautan biru yang memantulkan cahaya matahari, angin yang semilir seolah memberi pelukan, dan langit yang hampir tak berbatas. Arkan dan Fina berdiri di dermaga, memandang sebuah dunia yang tampaknya begitu tenang dan jauh dari hiruk-pikuk. Hanya riuh ombak yang pecah di sisi kapal, dan suara langkah sepatu mereka yang menggema pelan di atas papan kayu tua yang sudah dimakan waktu.
“Entah kenapa, Batam kali ini terasa beda,” ujar Arkan sambil memandang jauh ke horizon. Ia selalu merasa begitu setiap kali menginjakkan kaki di pulau ini, seakan-akan setiap sudutnya membawa cerita baru yang belum terungkap.
Fina, dengan senyum lebar yang selalu terpancar saat ia berada di tempat baru, menoleh ke arah Arkan. “Beda gimana maksudnya?” tanyanya dengan mata berbinar, jelas terlihat semangat petualangan yang ada di dalam dirinya.
“Ya, kamu tahu kan, ada beberapa tempat yang memang nggak pernah berubah. Tapi ada juga yang punya rasa lain, yang bikin kamu ngerasa seolah baru pertama kali datang. Batam itu kayak gitu,” jawab Arkan, matanya masih terfokus pada laut yang luas di depan mereka. Ia tahu, kali ini mereka bukan hanya akan menikmati keindahan Batam biasa. Ada sesuatu yang lebih—sesuatu yang tersembunyi menanti.
Fina tertawa kecil, masih tergoda dengan gemerlap air laut yang tampak begitu menggoda. “Kamu selalu aja gitu, Arkan. Berbicara seolah Batam ini punya jiwa sendiri.”
“Tapi memang begitu, kan?” Arkan tersenyum tipis, merasakan hawa hangat pagi yang menenangkan. “Kadang kita lupa bahwa perjalanan kita bukan cuma soal tujuan, tapi juga tentang tempat yang kita lewati.”
“Aduh, kamu ini, ya. Selalu bikin aku mikir!” Fina tertawa ringan, melirik ke arah kapal yang akan membawa mereka melanjutkan perjalanan. “Oke, ngomong-ngomong, kita ke mana dulu?”
Arkan mengeluarkan peta yang sudah ia pegang sejak mereka tiba tadi pagi. “Kita mulai dari sini dulu, deh. Aku denger-denger ada tempat yang jarang dijamah orang, lebih tenang, lebih natural.”
Fina mengangkat alis. “Wah, jadi ini liburan anti-mainstream ya? Asyik!” Ia langsung bersiap, memegang ranselnya, tak sabar melanjutkan perjalanan.
Arkan tersenyum, menutup peta dan mengangguk. “Iya, justru tempat itu yang bakal kasih kita pengalaman berbeda. Tempat yang nggak banyak orang tahu. Aku udah lama penasaran, makanya kali ini kita ke sana.”
Mereka melangkah bersama, menyusuri dermaga yang menghubungkan mereka dengan dunia Batam yang lebih jauh lagi. Dermaga itu dipenuhi suara, tawa, dan hiruk-pikuk orang-orang yang siap berlayar ke tujuan mereka masing-masing. Namun bagi Arkan dan Fina, semuanya terasa seperti latar belakang, suara-suara itu tidak lebih dari bisikan angin. Pandangan mereka hanya terfokus pada satu tujuan: Batam Anon.
Di sepanjang perjalanan, mereka melewati pasar kecil yang ramai, tempat orang-orang lokal berjualan hasil bumi, ikan segar, dan barang-barang kerajinan tangan. Udara yang panas tak mengurangi semangat mereka, bahkan aroma rempah yang menyebar ke udara justru menambah warna pada hari itu.
“Enak banget ya, bau kelapa gini,” kata Fina sambil memerhatikan pedagang kelapa muda yang sibuk memotong buahnya. “Kayak bikin aku pengen duduk santai, minum kelapa muda, terus ngobrol.”
“Betul. Tapi misi kita lebih besar dari sekadar santai. Kita lagi nyari petualangan,” jawab Arkan dengan nada setengah serius.
“Petualangan? Bukannya kamu bilang mau nyari tempat yang tenang?” Fina tertawa sambil menyodorkan ponselnya. “Aku udah ngetik, nih, semua tempat menarik di Batam. Tapi ini kan tempat yang nggak ada di daftar!”
Arkan mengangguk. “Justru itu kenapa aku pilih tempat ini. Kadang yang nggak ada di daftar itulah yang paling berharga. Menyusuri tempat yang jarang dilihat orang, itu baru petualangan.”
Fina mengangguk setuju, meski masih ada keraguan di matanya. “Oke, oke. Tapi kalau nanti kita nyasar, aku yang nggak mau disalahin, ya?”
Arkan hanya tersenyum, dan mereka melanjutkan perjalanan menuju hutan Batam Anon, yang jaraknya tak terlalu jauh dari pusat keramaian. Mereka melewati jalanan berliku yang mulai menanjak, dan tak lama kemudian, suasana sekitar mulai berubah. Dari pasar yang ramai, kini mereka mulai memasuki kawasan yang lebih sepi, dengan pepohonan yang semakin tinggi dan jalan yang semakin sempit.
Sesampainya di pintu masuk hutan Batam Anon, suasana mulai terasa lebih sunyi. Hutan tropis yang lebat tampak menantang mereka untuk melangkah lebih jauh. Daun-daun basah dari semalam membuat jalan semakin licin.
“Ini hutan apa, sih? Beda banget sama hutan yang biasa kita lewati,” ujar Fina sambil memandang sekelilingnya. Sesekali, ia menepis daun yang terjatuh dari pohon-pohon tinggi di atas mereka. “Nggak kelihatan ada jejak manusia di sini.”
“Ya, itu yang aku suka,” jawab Arkan dengan suara rendah. “Kadang kita perlu menjauh dari keramaian. Kadang kita perlu menemukan tempat yang hanya ada di pikiran kita.”
Fina menatapnya sejenak, mencoba memahami apa yang sebenarnya Arkan rasakan. “Aku rasa kamu benar. Batam itu nggak cuma soal tempat wisata populer, kan? Ada lebih dari itu.”
“Mungkin kita cuma butuh sedikit waktu dan keberanian untuk menemukannya,” Arkan menjawab sambil melangkah lebih dalam ke dalam hutan.
Hutan Batam Anon semakin dalam dan semakin sunyi. Cuma suara langkah kaki mereka yang memecah kesunyian, berpadu dengan desiran angin yang menggerakkan daun-daun di sekitar mereka.
“Mau terus?” Arkan bertanya, memastikan Fina masih merasa nyaman melanjutkan perjalanan ini.
“Terus,” jawab Fina tanpa ragu, meskipun bibirnya mulai mengering akibat udara yang semakin panas. “Ini baru permulaan, kan?”
Dan dengan itu, mereka melanjutkan perjalanan, lebih dalam, lebih jauh, menuju sebuah tempat yang belum pernah terjamah. Di tengah keheningan hutan, mereka mulai merasakan sensasi yang tak pernah mereka dapatkan sebelumnya. Sebuah petualangan yang belum diketahui ujungnya.
Hutan Batam Anon
Langkah kaki mereka semakin dalam memasuki hutan. Sejauh ini, keheningan hutan Batam Anon semakin terasa menggigit, seolah seluruh dunia sejenak menghilang, meninggalkan hanya mereka berdua dan suara alam yang samar. Angin yang berhembus lembut melalui celah-celah daun memberi sensasi dingin, sementara tanah yang dilapisi daun-daun basah terasa licin, memaksa mereka untuk berhati-hati.
“Jadi, kalau kita terus begini, kita bakal nemuin apa?” tanya Fina dengan nada penasaran, meski sedikit cemas. Meskipun dia tak mengatakannya, ada ketegangan di udara yang mulai ia rasakan. Keheningan yang terlampau dalam bisa menjadi hal yang menakutkan, terutama saat berada di tempat yang asing.
Arkan yang berjalan di depan hanya menoleh sejenak. “Kita lihat saja nanti. Kadang, tempat yang kita cari itu bukan yang kita rencanakan. Bisa jadi kita malah menemukan sesuatu yang lebih menarik.”
Fina mengangguk pelan. Kata-kata Arkan selalu membawa keyakinan, meskipun dia tahu, kadang ia bicara seperti orang yang lebih tahu, padahal kenyataannya, mereka sedang berada di tempat yang tidak ada dalam peta wisata manapun. Namun, rasa penasaran yang menyala dalam dirinya tak mampu ia bendung.
Mereka terus menyusuri jalan setapak yang semakin sempit, tak terjamah oleh banyak orang. Semakin jauh mereka melangkah, semakin mereka merasa bahwa mereka sudah meninggalkan dunia luar, dan memasuki dunia yang baru. Dunia yang seolah hanya ada di imajinasi. Hutan ini tampaknya bukan sekadar hutan biasa, tetapi seperti sebuah tempat yang menyimpan cerita dan rahasia dari zaman yang tak pernah diketahui.
“Arkan, coba lihat itu!” Fina tiba-tiba menunjuk ke arah pohon besar yang tumbuh miring ke atas, batangnya penuh dengan akar yang menyembul keluar seolah ingin menembus langit.
Arkan berhenti sejenak, mengikuti arah pandang Fina. “Itu pohon besar banget,” jawabnya, mengamati lebih teliti. “Pohon seperti itu jarang ditemukan. Bisa jadi ini sudah berumur ratusan tahun.”
Fina menatapnya dengan penasaran. “Apakah kita boleh mendekat?” tanyanya, sedikit ragu.
“Kenapa tidak?” Arkan tersenyum tipis. “Jangan khawatir, kita cuma melihat-lihat. Kalau ada yang aneh, kita balik.”
Mereka berjalan mendekat ke pohon besar tersebut. Di sekitar pohon itu, ada semacam cekungan di tanah, yang terlihat seperti bekas aliran air yang sudah lama tidak mengalir. Ada sesuatu yang misterius di sekitar pohon itu, dan Fina bisa merasakannya.
“Ini tempat yang aneh, ya,” Fina bergumam, merasakan hawa yang berbeda dari tempat lain. “Kayaknya nggak ada orang yang pernah datang ke sini.”
“Justru itu yang aku suka,” jawab Arkan sambil mengamati sekeliling. “Tempat yang seperti ini nggak pernah dibuat untuk orang-orang biasa. Kalau bisa merasakannya, kita pasti tahu ini tempat yang punya energi sendiri.”
Fina hanya mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi rasa ingin tahu. Mereka berdiri di sana beberapa saat, tak ada yang berkata-kata. Sejenak, mereka hanya terdiam, seolah pohon itu berbicara dengan caranya sendiri, mengisahkan kisah-kisah masa lalu yang terlupakan.
Setelah beberapa waktu, mereka melanjutkan perjalanan, namun jalan setapak semakin sempit dan hampir tidak terlihat. Tanah berlumpur dan banyak pohon yang tumbang menghalangi jalan, memaksa mereka untuk merangkak melewatinya.
Tiba-tiba, suara burung yang kencang terdengar dari atas. Sesaat, langit tampak seperti dihiasi bayangan burung besar yang terbang dengan anggun. Mereka berdua menoleh ke arah suara tersebut.
“Apakah itu burung?” tanya Fina.
Arkan mengangguk pelan, matanya tertuju pada bayangan burung besar itu yang semakin menjauh. “Kayaknya burung langka. Batam memang punya banyak spesies burung yang jarang dilihat orang.”
Fina memandang langit, mencoba mencari burung itu. “Keren banget, ya. Bisa hidup di sini tanpa diganggu siapa-siapa.”
Mereka berdua kembali melangkah, dan semakin lama, udara di sekitar mereka semakin segar. Hutan yang lebat ini mulai terasa lebih ramah, meskipun keheningannya tetap terasa. Tanpa mereka sadari, jalan yang mereka pilih membawa mereka lebih jauh ke dalam hutan, menuju sebuah lembah kecil yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.
“Arkan, kita kayaknya udah nyasar deh,” Fina berkata dengan nada agak cemas, melihat sekitar yang semakin asing. “Aku rasa kita nggak bakal bisa balik lewat jalan yang sama.”
Arkan menatap sekeliling, namun wajahnya tetap tenang. “Justru itu yang seru. Kita sudah masuk ke dalam wilayah yang belum pernah dijelajahi orang lain.”
Fina menggigit bibir, masih sedikit khawatir, namun rasa penasaran tetap mengalahkan rasa takutnya. “Yaudah, kalau begitu. Kita lanjut, tapi jangan terlalu jauh.”
Mereka menyusuri lembah itu, dan tiba-tiba, di ujung lembah, terlihat sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik semak belukar. Gua itu tidak begitu besar, namun cukup cukup menarik untuk didekati. Mereka berdua saling pandang, dan Arkan yang selalu berani melangkah lebih dulu, mengangguk.
“Ini dia, tempat yang aku cari.” Arkan berjalan menuju gua itu tanpa ragu, sementara Fina mengikutinya dengan perasaan campur aduk.
Begitu mereka masuk ke dalam gua, udara di dalamnya terasa lebih dingin, hampir seperti berada di ruang bawah tanah yang lama tak tersentuh cahaya. Di dalamnya, terdapat beberapa batu besar yang terletak acak. Ada satu batu besar di tengah gua, seperti altar kuno, yang seolah menjadi pusat dari gua itu sendiri. Gua ini memiliki atmosfer yang sangat berbeda, terasa sangat sunyi, bahkan lebih sunyi daripada hutan yang mereka lewati sebelumnya.
“Arkan…” Fina berbisik, suaranya serak. “Kita… kita bener-bener nggak tahu apa yang ada di sini.”
Arkan menoleh ke Fina, matanya masih tajam, penuh keyakinan. “Justru itu yang membuatnya menarik. Ini tuh tempat yang belum pernah dilihat orang lain, dan aku rasa, kita harus tahu lebih banyak.”
Fina menghela napas, matanya menatap gua yang semakin dalam. “Aku ikut, tapi hati-hati, ya.”
Arkan tersenyum sedikit, kemudian melangkah lebih dalam ke dalam gua yang gelap itu. Mereka berdua semakin tenggelam dalam misteri hutan Batam Anon, tanpa tahu apa yang menunggu di ujung petualangan mereka.
Menyusuri Sungai Ke Pulau Tersembunyi
Udara di dalam gua terasa semakin berat, dan meskipun Fina merasa nyaman dengan keheningan yang melingkupi mereka, ada rasa cemas yang perlahan menyelinap ke dalam pikirannya. Namun, Arkan tampak begitu fokus, berjalan lebih dalam ke dalam gua, seolah dia tahu persis ke mana mereka harus pergi. Sesekali, lampu senter mereka menyinari dinding gua yang penuh dengan goresan-goresan tua, seperti petunjuk dari zaman yang telah lama terkubur.
Fina menatap sekeliling dengan penuh rasa ingin tahu. Ada sesuatu yang aneh di sini—sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Dinding gua itu terlihat seperti memiliki pola yang teratur, hampir seperti sebuah peta yang tak terlihat. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa. Dia tahu, Arkan selalu memiliki caranya sendiri untuk menyelidiki hal-hal yang sulit dipahami.
Setelah beberapa langkah, mereka sampai pada bagian terdalam gua, tempat yang tampaknya tidak pernah terjamah oleh siapa pun. Tiba-tiba, Arkan berhenti, meletakkan tangannya di dinding gua, seolah mencari sesuatu. Fina menatapnya, bingung.
“Apa yang kamu cari?” tanya Fina, suaranya sedikit bergema di dalam gua yang sepi.
Arkan tidak menjawab langsung. Dia hanya terus memeriksa dinding dengan cermat. Setelah beberapa detik, tangannya menyentuh sesuatu yang terpendam di balik dinding batu. Secara perlahan, sebuah pintu tersembunyi terbuka, memperlihatkan sebuah celah yang cukup besar untuk mereka berdua masuk.
“Jadi ini…” Fina terkejut, matanya membesar. “Tempat ini punya pintu rahasia?”
Arkan tersenyum, matanya menyala penuh semangat. “Ternyata ada lebih banyak lagi yang tersembunyi di sini. Ayo masuk, kita lihat apa yang ada di dalam.”
Fina tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Meskipun rasa takut masih menyelinap di antara mereka, dorongan petualangan lebih kuat. Mereka melangkah masuk ke dalam celah tersebut, dan begitu mereka melewati pintu rahasia itu, dunia di luar gua berubah sama sekali.
Di hadapan mereka terbentang sebuah lembah yang jauh lebih luas daripada yang mereka bayangkan. Sungai kecil mengalir di tengah lembah, airnya jernih dan berkilau seperti kaca. Pohon-pohon besar yang tidak mereka kenali berdiri tegak di sepanjang tepi sungai, sementara suara alam—gemerisik daun, kicauan burung, dan desiran air—membuat suasana menjadi sangat damai. Keheningan yang semula terasa menakutkan kini berubah menjadi kedamaian yang menenangkan.
“Ini… ini tempat apa?” Fina bertanya, masih terpesona dengan pemandangan yang tak mereka duga. “Kita… tiba-tiba masuk ke dunia lain, ya?”
Arkan mengangguk, matanya menyapu lembah itu dengan kagum. “Tempat ini nggak ada dalam peta. Mungkin inilah alasan kenapa hutan Batam Anon begitu misterius. Tempat seperti ini hanya bisa ditemukan oleh mereka yang berani mencarinya.”
Mereka melangkah lebih dalam, mengikuti aliran sungai yang mengarah ke sebuah pulau kecil di tengah-tengah lembah. Di ujung sungai, sebuah jembatan bambu tampak melintasi air, menghubungkan mereka ke pulau tersebut. Di atas jembatan, udara terasa lebih segar, dan langit tampak lebih cerah meski matahari mulai merunduk di ufuk barat.
Fina mengamati jembatan bambu itu dengan hati-hati. “Sepertinya sudah lama nggak ada yang lewat sini,” katanya, menunjukkan bambu-bambu yang sedikit lapuk, seolah jembatan itu sudah lama ditinggalkan.
“Tapi masih kokoh,” jawab Arkan. “Sepertinya tempat ini jarang dikunjungi orang. Kita nggak akan tahu apa yang bisa kita temukan kalau nggak berani melangkah.”
Mereka mulai melintasi jembatan, langkah kaki mereka terdengar riang di atas bambu yang bergoyang ringan. Setiap langkah terasa seperti memasuki dunia yang lebih dalam, lebih penuh misteri.
Begitu mereka sampai di pulau kecil tersebut, suasana berubah kembali. Pulau ini tidak begitu besar, namun keindahannya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tumbuhan merambat yang mengkilap, bunga-bunga liar dengan warna yang tak biasa bermekaran di sana-sini, dan di tengah pulau, sebuah air terjun kecil mengalir dengan gemericik yang menenangkan.
“Tempat ini keren banget, Arkan. Kayaknya nggak ada yang tahu,” Fina berkata dengan suara rendah, seolah takut mengganggu kedamaian yang ada.
Arkan tersenyum, berjalan mendekati air terjun kecil yang menurunkan airnya dengan lembut. “Ini baru yang aku cari,” ujarnya. “Suasana seperti ini yang jarang ditemukan di tempat lain.”
Fina mengikuti langkah Arkan dan menghampiri air terjun itu. Dia menatap air yang mengalir jernih, memperhatikan betapa beningnya hingga bisa melihat dasar sungai yang dipenuhi batu-batu kecil. Sebuah ketenangan yang belum pernah ia rasakan mengalir begitu saja.
“Tapi aku penasaran,” kata Fina setelah beberapa lama terdiam. “Kenapa tempat ini tetap tersembunyi? Kenapa nggak ada yang datang ke sini?”
Arkan berhenti, menoleh ke arah Fina dengan ekspresi serius. “Mungkin ada alasan mengapa tempat ini disembunyikan. Mungkin tempat seperti ini nggak seharusnya diketahui oleh banyak orang. Beberapa tempat di dunia memang punya kekuatan untuk menjaga diri mereka sendiri.”
Fina merasa bahwa Arkan berkata seperti orang yang sudah lama memikirkan hal ini. Ada sesuatu dalam kata-katanya yang memberi kesan bahwa mereka bukan hanya sedang berlibur—mereka sedang berada di tempat yang jauh lebih penting dari sekadar petualangan biasa.
Mereka duduk di bawah pohon besar di tepi air terjun itu, menikmati ketenangan yang menyelimuti pulau kecil tersebut. Tak ada yang berbicara selama beberapa menit, hanya suara alam yang memenuhi ruang di sekitar mereka. Fina akhirnya berbisik, “Arkan, menurutmu, ada apa di balik semua ini?”
Arkan memandang langit yang mulai berubah jingga oleh sinar matahari yang terbenam, lalu menghela napas. “Aku nggak tahu, Fina. Tapi kadang, petualangan bukan cuma tentang menemukan tempat baru. Terkadang, petualangan adalah tentang menemukan bagian dari diri kita yang selama ini kita lupakan.”
Fina tersenyum tipis, matanya berbinar. “Kamu selalu punya cara untuk membuat segala sesuatu terdengar lebih berarti, ya?”
Arkan hanya mengangguk, lalu berdiri. “Ayo, kita cari tahu lebih dalam lagi. Aku rasa masih banyak yang harus kita temukan di sini.”
Dengan langkah yang penuh semangat, mereka berdua kembali melanjutkan petualangan mereka, menyusuri pulau itu, melintasi hutan yang belum terjamah, dan mencari tahu apa lagi yang ada di balik keheningan hutan Batam Anon ini. Di setiap sudut, mereka merasa seperti menyelam lebih dalam ke dalam misteri yang tak terungkapkan—suatu petualangan yang seakan tak ada habisnya.
Menyimpan Rahasia Batam Anon
Langit malam mulai turun dengan cepat, menyelimuti pulau kecil itu dalam gelap. Arkan dan Fina berdiri di depan sebuah batu besar di tengah hutan, tempat mereka tiba setelah mengikuti aliran sungai yang semakin kecil dan semakin terjal. Batu itu tampak biasa, tetapi ada sesuatu yang membuat mereka merasa seperti tengah berada di titik kulminasi dari petualangan mereka. Sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
“Jadi, ini?” Fina bertanya, suaranya terkejut, tapi ada ketegangan yang jelas di wajahnya. Sejak pertama kali mereka melangkah ke sini, mereka telah merasakan sesuatu yang berbeda. Hutan ini, pulau ini—semua tampaknya mengundang mereka lebih dalam, memanggil mereka untuk menggali lebih jauh, meski mereka tak tahu apa yang akan mereka temukan.
Arkan mengangguk, tangannya menyentuh batu besar itu dengan hati-hati, seolah mencoba merasakan sesuatu. Dia tahu, ini adalah bagian terakhir dari perjalanan mereka. Ada sesuatu yang tak terlihat di balik batu ini, sesuatu yang lebih besar dari sekadar sebuah penemuan biasa.
“Kita harus membuka ini,” kata Arkan dengan tenang, meskipun ada rasa tegang yang melingkupi dirinya. “Aku yakin batu ini bukan hanya batu biasa. Tempat ini… ada sesuatu yang tersembunyi di sini.”
Fina menatap batu itu dengan cemas, meskipun rasa ingin tahunya kembali menggantikan rasa takut yang tadi sempat menghampiri. “Tapi, kenapa kita harus membuka ini, Arkan? Apa yang sebenarnya kita cari di sini? Kita sudah terlalu jauh, kan?”
Arkan tersenyum tipis, kemudian melangkah lebih dekat ke batu itu. “Terkadang, yang kita cari bukanlah tujuan itu sendiri, Fina. Petualangan ini lebih tentang perjalanan kita untuk mencari jawaban. Batu ini, tempat ini, mereka mengundang kita untuk melihat lebih jauh. Kalau kita berhenti di sini, kita tidak akan pernah tahu.”
Fina menghela napas panjang, lalu mengikuti langkah Arkan. Mereka bersama-sama mendorong batu besar itu, dengan sedikit usaha yang lebih dari perkiraan mereka. Saat batu itu bergeser, terdengar suara gemeretak yang dalam, dan tiba-tiba sebuah ruang sempit terbuka di bawah batu tersebut. Di dalamnya, sebuah gua kecil yang tidak terlihat sebelumnya muncul, dipenuhi cahaya lembut yang berasal dari kristal-kristal di sepanjang dindingnya.
“Ini… luar biasa,” Fina berbisik, matanya terbelalak. “Apa ini? Sebuah gua rahasia?”
Arkan mengangguk, matanya mengawasi gua itu dengan hati-hati, seperti menilai sesuatu yang jauh lebih besar dari apa yang terlihat. “Iya. Sepertinya ini adalah tempat yang paling dalam dari Batam Anon. Kalau kita memutuskan untuk melangkah lebih jauh, kita mungkin akan menemukan sesuatu yang tak pernah diketahui oleh siapa pun.”
Fina menatap gua itu, rasa takut dan keinginan untuk tahu berperang dalam dirinya. “Tapi apa yang kita cari, Arkan? Apakah ini tempat yang aman? Kita nggak tahu apa yang ada di dalamnya.”
Arkan menoleh ke Fina, senyumannya kali ini lebih lebar, penuh keyakinan. “Kadang, kita harus mencari tahu dengan cara kita sendiri. Kita mungkin tidak tahu apa yang ada di dalamnya, tapi hidup ini tentang mengambil risiko. Kita nggak bisa mundur sekarang.”
Dengan satu langkah mantap, Arkan masuk lebih dalam ke gua tersebut, dan Fina, meskipun masih ragu, mengikuti di belakangnya. Di dalam gua, cahaya dari kristal-kristal di dinding memberi mereka cukup penerangan untuk berjalan, meskipun suasana terasa penuh misteri. Setiap langkah mereka menggema dalam ruang yang luas, menambah kesan bahwa mereka sedang berada di dalam ruang yang sangat besar—sebuah ruang yang tersembunyi jauh di bawah permukaan hutan.
Di ujung gua, mereka menemukan sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan patung-patung batu yang terlihat sangat kuno. Patung-patung ini menggambarkan berbagai bentuk kehidupan—makhluk yang tak pernah mereka lihat sebelumnya, dan mungkin hanya ada di dalam legenda.
“Ini seperti… sebuah kuil,” Fina bergumam, matanya mengamati dengan saksama.
Arkan mengangguk, matanya penuh dengan rasa ingin tahu yang semakin membara. “Sepertinya ini tempat yang dulu dihormati. Tempat yang sangat kuat.”
Tiba-tiba, langkah kaki mereka berhenti, dan pandangan Arkan tertuju pada sebuah batu besar di tengah ruangan. Di atasnya, terdapat sebuah ukiran yang terlihat sangat rumit—simbol-simbol yang tak mereka pahami, namun seolah memiliki arti yang sangat dalam.
“Fina, lihat ini,” kata Arkan, suaranya berat. “Aku rasa ini adalah inti dari semuanya. Ukiran ini… ini semacam petunjuk.”
Fina mendekat, melihat dengan seksama ukiran itu. Simbol-simbolnya tampak saling terhubung, seolah menyimpan kunci untuk memahami lebih banyak tentang tempat ini. Tapi sebelum mereka bisa memeriksanya lebih lanjut, suara gemuruh yang dalam tiba-tiba terdengar dari dalam tanah. Gua itu bergetar, dan kristal-kristal di dinding bergemericik, memberi tanda bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi.
“Arkan, ada apa ini?” Fina berteriak, panik.
Arkan melihat sekeliling, wajahnya serius. “Ini bukan waktunya untuk takut. Kita harus keluar dari sini sekarang!”
Mereka berdua berlari keluar dari gua, merasakan getaran yang semakin kuat. Batu yang sebelumnya mereka geser kembali menutup dengan cepat, menutup akses mereka ke dalam gua. Keduanya berhenti beberapa langkah dari pintu gua, terengah-engah.
Fina memandang ke arah gua yang tertutup rapat, merasakan kekosongan yang tiba-tiba mengisi hatinya. “Apa yang baru saja kita temukan, Arkan? Apa itu semua? Kenapa kita harus berhenti?”
Arkan memandang ke arah gua, matanya mengarah jauh ke dalam hutan Batam Anon. “Ada beberapa hal yang lebih baik tetap tersembunyi, Fina. Kadang, bukan semua yang kita temui harus kita buka.”
Fina menatap Arkan dengan bingung. “Jadi, kita cuma pergi begitu saja? Meninggalkan semuanya begitu saja?”
Arkan tersenyum tipis, matanya penuh dengan kebijaksanaan yang hanya bisa dimiliki oleh seseorang yang sudah melalui banyak hal. “Beberapa rahasia lebih baik disimpan, Fina. Mungkin tempat ini hanya untuk kita temukan, bukan untuk kita ubah. Dunia ini penuh dengan misteri yang tidak selalu harus kita pecahkan.”
Mereka berdiri di sana beberapa saat, menatap gua yang kini tertutup rapat. Dan saat mereka mulai berjalan kembali ke arah jembatan bambu yang menghubungkan pulau itu dengan dunia luar, Fina merasa bahwa meskipun mereka mungkin tak pernah tahu semua jawaban dari misteri Batam Anon, petualangan ini telah memberikan mereka lebih banyak hal dari yang mereka harapkan.
Di hutan yang sepi itu, mereka tahu satu hal pasti: terkadang, lebih baik menyimpan rahasia yang ditemukan, dan membiarkannya tetap tersembunyi, mengalir seperti sungai yang tak pernah diketahui banyak orang.
Dan dengan langkah kaki yang mantap, mereka meninggalkan Batam Anon dengan segala misterinya, membawa pulang sebuah pengalaman yang akan selalu membekas di hati mereka.
Jadi, itu dia perjalanan seru yang nggak bakal terlupakan di Batam Anon. Terkadang, ada tempat-tempat yang memang nggak perlu kita pecahkan semua rahasianya.
Yang penting, petualangannya—dan kisah seru yang dibawa pulang! Jadi, kalau kalian lagi cari petualangan baru, siapa tahu Batam Anon bisa jadi destinasi berikutnya yang bikin kalian nggak sabar buat ngebuka lebih banyak rahasia dunia.