Kejar-kejaran Cilok dan Mie Instan Meledak: Cerpen Lucu Anak Sekolah yang Bikin Ngakak!

Posted on

Kamu pernah nggak sih, ngerasain hari sekolah yang banget-banget absurd? Maksudnya, bener-bener di luar dugaan dan bikin ngakak sepanjang waktu.

Nah, cerpen ini bakal ngajak kamu ke petualangan gilanya Trio Absurd—si Roni yang nggak ngerti apa itu batasan masak, temen-temennya yang terjebak di dunia penuh ledakan mie instan, dan momen-momen kocak yang nggak bakal pernah kamu lupain. Pasti kamu bakal ketawa, karena ceritanya super gokil abis, deh!

 

Kejar-kejaran Cilok dan Mie Instan Meledak

MISTERI CILOK TERBANG DAN TERIAKAN BU DARMI

Kantin sekolah SMA Garuda selalu jadi tempat yang penuh drama. Mulai dari rebutan gorengan terakhir, anak yang pura-pura nggak bawa uang supaya ditraktir, sampai konspirasi apakah es teh kantin ini benar-benar teh atau hasil eksperimen biologi. Tapi hari ini, semua drama itu kalah sama satu kejadian: TEROR CILOK TERBANG.

Semua bermula saat Bu Darmi, penjaga kantin yang sudah setia sejak zaman dinosaurus (begitu katanya), berteriak panik.

“ASTAGA! SIAPA YANG SANTET CILOK SAYA?! CILOKNYA MELAYANG!!”

Semua anak yang lagi asyik makan langsung berhenti mengunyah. Beberapa langsung siaga, kayak bakal ada tsunami yang datang. Ada yang pura-pura pingsan buat cari perhatian. Ada juga yang malah ngeluarin HP buat rekam.

Tapi sebelum ada yang sempat berpikir lebih jauh…

DUAKK!!

Satu cilok melayang dengan kecepatan tinggi dan mendarat sempurna di jidat Bayu, anak kelas sebelah.

“ADUHHH!!” Bayu langsung megang jidatnya yang sekarang ada bekas sambal kacang.

Situasi makin tegang.

Ada yang langsung fobia cilok seumur hidup. Ada yang ketawa sampai nyaris keselek. Tapi yang paling serius? Tiga sekawan paling absurd di sekolah: Bagas, Damar, dan Kibo.

Bagas, Damar, dan Kibo duduk di bangku pojok kantin, memandangi suasana penuh kehebohan.

Bagas, yang terkenal sebagai ahli strategi sok jenius, menatap serius ke depan sambil pegang dagu. “Ini aneh. Cilok kan benda mati. Kenapa bisa melayang sendiri?”

Damar, eksekutor segala ide gila dalam geng mereka, langsung nyambar, “Ada kemungkinan ini kejadian mistis, Gas. Bisa jadi ada jin kantin yang marah karena kita terlalu banyak utang di sini.”

Kibo, si spesialis drama lebay, mendadak mendekap dadanya. “Jangan-jangan… ini cilok arwah penasaran! Cilok yang dulu jatuh ke got dan nggak pernah dimakan sampai sekarang gentayangan!”

Mereka bertiga langsung terdiam. Lalu…

“GILA, KIBO! KENAPA TEORIMU SEREM BANGET?!”

Sementara mereka masih berdebat soal kemungkinan cilok gentayangan, seorang anak perempuan dari kelas sebelah, Tania, mendekat dengan wajah panik.

“Eh, eh, tadi aku liat sesuatu!” Tania menunjuk ke arah meja pojok kantin. “Tadi di sana kayak ada yang lagi main ketapel!”

Mata Bagas membulat. “Jadi ini bukan cilok mistis? Ini cilok yang ditembak pakai ketapel?!”

Damar langsung bangkit. “Gawat. Kita harus menyelidiki.”

Trio absurd itu langsung menyusuri kantin dengan gaya kayak detektif di film-film, bedanya mereka lebih mirip maling ayam daripada agen rahasia.

Mereka merangkak di bawah meja kantin, merapat ke tembok, dan bahkan berbisik-bisik kayak ada yang mau nyadap mereka.

“Ciloknya tadi nyerang dari arah mana?” tanya Bagas.

Kibo mengarahkan tangan ke satu sudut. “Kayaknya dari sana…”

Tiba-tiba…

DUARRR!!

Satu cilok lagi meluncur dan nyaris kena kepala Bagas, tapi dia berhasil menghindar. Cilok itu akhirnya nemplok di punggung Pak Darto, guru olahraga yang lagi makan bakso.

Pak Darto diam. Semua anak juga diam.

Lalu, dengan gerakan slow motion, dia menoleh ke belakang.

“SIAPA YANG LEMPAR CILOK KE PUNGGUNG SAYA?!”

Langsung seisi kantin pura-pura nggak tahu. Ada yang tiba-tiba sibuk ngaduk es teh. Ada yang dadakan jadi buta warna, nggak bisa bedain cilok sama bakso.

Tapi Trio Absurd? Mereka justru makin tertantang.

Bagas berbisik, “Fix. Pelakunya masih ada di sini. Kita harus nangkep dia sebelum korban berikutnya adalah kita.”

Damar mengangguk mantap. “Kita butuh rencana.”

Kibo, yang sejak tadi masih kepikiran teori cilok mistis, akhirnya pasrah. “Baiklah. Demi keselamatan umat manusia, kita harus selamatkan kantin dari teror cilok ini.”

 

TRIO ABSURD VS. CILOK PHANTOM

Suasana kantin masih tegang. Setelah insiden cilok yang mendarat mulus di punggung Pak Darto, semua orang jadi waspada. Anak-anak yang tadi duduk santai sekarang mulai bertingkah kayak di medan perang. Ada yang makan cilok sambil sembunyi di balik meja. Ada yang makan gorengan pakai helm motor. Ada juga yang, entah kenapa, malah pakai sendok sebagai tameng.

Di tengah kekacauan itu, Trio Absurd—Bagas, Damar, dan Kibo—berdiri gagah. Misi mereka jelas: menemukan dalang di balik teror cilok ini sebelum kantin berubah jadi zona perang penuh bakso beterbangan.

Bagas mengamati keadaan dengan tatapan penuh taktik (padahal cuma sok-sokan doang). “Oke, kita butuh strategi. Kita harus cari posisi yang bagus buat nyergap pelakunya.”

Damar manggut-manggut. “Bener. Kita nggak bisa nyelonong gitu aja. Kita butuh…”

“Umpan,” potong Kibo sambil lirih.

Mereka semua terdiam.

Lalu, perlahan-lahan, Bagas dan Damar menoleh ke Kibo dengan senyum jahat.

“Tunggu… KENAPA AKU?!” teriak Kibo, sadar kalau dia baru aja nyebut dirinya sendiri sebagai umpan.

Bagas tepuk pundaknya. “Bro, demi ilmu pengetahuan dan keselamatan kantin, kamu harus berkorban.”

Damar menambahkan, “Anggap aja ini jasa terbesar kamu buat generasi mendatang.”

Sebelum Kibo sempat protes, tiba-tiba…

DUAKK!!

Satu cilok melayang lagi, kali ini meleset sedikit dari kepala Kibo dan nyemplung ke dalam es teh seorang anak kelas sebelah. Anak itu cuma menatap es teh-nya dengan ekspresi trauma.

Bagas langsung mengambil keputusan. “Kibo, duduk di bangku pojok. Makan cilok. Bikin diri kamu terlihat santai dan nggak curiga.”

“Terus aku diapain?!”

Damar menjelaskan, “Kalau cilok terbang lagi, kita bakal lihat arahnya dan nangkep pelakunya.”

Kibo menghela napas panjang. “Ini… ini sungguh hari yang berat buat perutku.”

Kibo duduk di bangku pojok kantin, persis di tempat korban cilok sebelumnya duduk. Dengan gerakan penuh penderitaan, dia menusuk cilok dengan garpu, lalu memasukkannya ke mulutnya perlahan.

Bagas dan Damar sembunyi di balik meja dekatnya, mengawasi dengan intensitas tinggi.

Sepuluh detik berlalu.

Lima belas detik.

Tiga puluh detik.

Tiba-tiba…

SWOSHHH!

Sebuah cilok meluncur deras ke arah kepala Kibo.

Refleks, Kibo menunduk. Cilok itu terbang melewatinya dan…

PLAKK!!

Mendarat mulus di pipi Bu Darmi yang baru aja keluar dari dapur kantin sambil bawa panci besar.

Suasana membeku.

Semua mata langsung menatap Bu Darmi yang diam di tempat.

Lalu, dengan gerakan slow motion, dia melepaskan panci dari tangannya, menatap ke atas dengan ekspresi dramatic shock, dan berteriak:

“YA ALLAH, SIAPA LAGI YANG NYANTET CILOK SAYA?!”

Kesempatan ini nggak boleh disia-siakan. Trio Absurd langsung bergerak.

Bagas melihat arah datangnya cilok dan menunjuk ke sudut kantin. “Damar, ke arah jam tiga! Kibo, tahan di posisi jam sembilan!”

Damar langsung berlari ke arah yang ditunjuk Bagas, sementara Kibo… malah bingung.

“Tunggu, jam sembilan itu mana?!”

“Terserah pokoknya ke kiri!”

Tanpa banyak mikir, mereka langsung mengepung meja yang ditunjuk Bagas.

Di balik meja itu… seorang anak duduk dengan ekspresi panik. Di tangannya, ada sebuah ketapel.

Pelaku teror cilok akhirnya ketahuan.

Si anak itu menatap mereka bertiga dengan wajah ketakutan.

“B-bentar, ini cuman… eksperimen doang…”

Damar mendekat, menyilangkan tangan di dada. “Eksperimen apaan? Meluncurkan cilok dengan kecepatan supersonik?”

Kibo nyengir. “Bro, kalau kamu mau main ketapel, mending jangan di kantin. Nggak lucu kalau cilok kamu nyasar ke kepala kepala sekolah.”

Bagas menarik napas panjang. “Oke. Sekarang tinggal kita kasih tahu Bu Darmi dan—”

Tiba-tiba, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh…

DUARRRR!!

Panci besar Bu Darmi jatuh ke lantai.

“Apa?! PELAKUNYA KETEMU?! AYO BAWA KE SINI, BIAR SAYA KASIH HUKUMAN KHUSUS!!”

Muka si pelaku langsung pucat. Tanpa pikir panjang, dia berdiri dan… KABUR.

Trio Absurd panik.

“WEH! DIA LARI!!”

Tanpa pikir panjang, mereka bertiga ikut mengejar.

Kejadian ini jadi pemandangan paling absurd sepanjang sejarah kantin. Seorang anak berlari sambil bawa ketapel, dikejar tiga bocah sok detektif, diikuti Bu Darmi yang entah sejak kapan sudah siap dengan centong raksasa, dan di belakangnya ada Pak Darto yang masih kebingungan kenapa ada cilok nyangkut di punggungnya.

 

KEJAR-KEJARAN EPIK DAN PLOT TWIST RECEH

Si pelaku cilok ketapel, yang belakangan diketahui bernama Roni, lari sekencang mungkin melewati kantin. Dengan napas ngos-ngosan, dia melompat meja, nyaris nabrak gerobak bakso, dan bahkan sempat bikin satu anak kelas sebelah kecebur ember cuci piring.

Di belakangnya, Trio Absurd nggak mau kalah.

“JANGAN BIARIN DIA KABUR, WOYYY!!” teriak Bagas sambil ngibrit.

Damar nyaris nyusruk gara-gara kesandung sandal jepit lepas orang lain, sementara Kibo malah sibuk menata napasnya yang sudah kayak mesin diesel kepanasan.

Di belakang mereka, Bu Darmi makin brutal. Dia udah siap dengan centong raksasa di tangannya, seolah bakal main baseball pake kepala Roni sebagai bolanya.

Pak Darto? Dia ikut lari, tapi jelas bukan buat menangkap Roni. Lebih ke “ikut arus” aja karena situasi udah terlalu absurd untuk ditinggalkan begitu saja.

Kejar-kejaran itu melewati koridor sekolah.

Roni lompat pagar kecil di dekat taman. Bagas mengejarnya, tapi nyangkut di pagar dan nyaris membentur pot bunga.

Damar mencoba melompati tempat sampah, tapi malah kecebur di dalamnya.

Kibo? Dia terhenti sejenak buat beli es teh di warung dekat kantin.

“Bro, serius?!” teriak Bagas.

Kibo yang baru aja minum seteguk menjawab, “Ini penting buat stamina, bro!”

Tapi keajaiban terjadi. Saat Kibo minum es tehnya dengan santai, Roni yang panik malah salah langkah. Dia terpeleset kena air bekas cuci piring yang tumpah di lantai.

“WAAAA!!!”

BRUAKKK!!

Roni jatuh terjungkal dengan cara yang nggak elegan sama sekali. Ketapelnya terpental, dan dia sendiri mendarat pas di depan kaki Bu Darmi.

Trio Absurd langsung berhenti lari. Semua orang menahan napas.

Bu Darmi menatap Roni dengan tatapan yang bikin suhu sekitar turun beberapa derajat.

Roni mendongak, melihat centong raksasa di tangan Bu Darmi, lalu dengan suara lirih berbisik, “Ampun, Bu…”

Lima menit kemudian, di dalam kantin, Roni duduk dengan wajah tertunduk.

Di depannya, Bu Darmi, Pak Darto, dan Trio Absurd mengelilinginya seperti tim detektif yang baru nangkep buronan kelas kakap.

Bagas menyilangkan tangan. “Jadi, ngaku aja. Apa motif kamu melakukan teror cilok?”

Roni menelan ludah. “Sebenarnya aku cuma… eksperimen doang…”

Damar mengernyit. “Eksperimen apaan?”

Roni menghela napas. “Aku kepo, seberapa jauh cilok bisa terbang kalau ditembak pake ketapel.”

Hening.

Kibo meletakkan es tehnya. “Kamu niat daftar NASA?”

Roni geleng-geleng. “Enggak, cuma… ya kepo aja.”

Bu Darmi menarik napas panjang sambil pijit-pijit pelipis. “Nak Roni… kamu sadar nggak, gara-gara cilok kamu, banyak yang trauma makan di kantin ini?”

Roni mengangguk pelan.

Pak Darto memegang pundaknya. “Anak muda, eksperimen itu boleh. Tapi kalau sampai bikin saya dapet cilok gratis di punggung, itu sudah di luar batas.”

Roni makin tertunduk. “Maaf, Pak…”

Bagas, Damar, dan Kibo saling pandang. Mereka nggak nyangka kalau ternyata alasannya segoblok ini. Mereka kira ada dendam masa lalu atau konspirasi besar di balik teror cilok, ternyata cuma anak kepo yang main ketapel.

Bu Darmi menghela napas panjang. “Baik. Sebagai hukuman, mulai hari ini, kamu harus bantuin saya di dapur kantin. Cuci piring, kupas bawang, dan bantu masak cilok!”

Mata Roni melebar. “Tunggu… hukuman aku adalah bantu masak cilok?! Aku bakal jadi bagian dari yang aku teror?!”

Bu Darmi menyeringai. “Betul. Supaya kamu tahu, cilok itu harus dihargai. Bukan buat dilempar!”

Pak Darto mengangguk penuh wibawa. “Setuju. Ini hukuman yang adil.”

Trio Absurd hampir ngakak melihat ekspresi Roni yang seketika kehilangan harapan hidup.

Damar menepuk pundaknya. “Tenang, bro. Dari teroris cilok, sekarang kamu naik level jadi chef cilok.”

Kibo menambahkan, “Suatu hari nanti, mungkin kamu bisa buka restoran cilok terbaik di kota ini.”

Roni menatap mereka dengan pasrah. “Kalian nggak perlu ngasih motivasi palsu.”

Bagas, Damar, dan Kibo akhirnya ngakak bareng. Kasus teror cilok resmi ditutup.

Tapi mereka nggak sadar… bencana berikutnya sudah menunggu di sudut lain sekolah.

 

INSIDEN MIE INSTAN MELEDAK!

Hari itu, sekolah sedang dalam suasana yang agak hening setelah kehebohan teror cilok. Semua kembali ke rutinitas mereka, tetapi… siapa yang menyangka kalau tanda-tanda kehancuran mulai muncul dari dapur kantin yang biasanya damai?

Roni yang kini resmi jadi asisten dapur dengan status “Chef Cilok”, sedang sibuk mengaduk-aduk mie instan untuk makan siang. Dengan ekspresi yang masih setengah bingung, dia mencoba memahami apa yang diinginkan Bu Darmi dan Pak Darto.

Tapi Roni… ya, Roni nggak pernah jadi anak dapur yang baik.

“Nggak ngerti deh, kenapa mie instan harus dimasak sampai begini,” kata Roni sambil menambah bumbu lebih dari yang seharusnya.

Bagas, Damar, dan Kibo yang kebetulan datang ke kantin buat makan, tiba-tiba terperangah melihat Roni sedang memasak mie dengan semangat yang berlebihan.

“Bro… itu bumbunya kebanyakan, dong!” teriak Kibo, mencoba menahan tawa.

“Iya, kalau diterusin gitu, bisa-bisa mie-nya jadi ledakan!” ujar Damar, setengah bercanda.

Tapi Roni yang sudah terlanjur nekat malah makin tambah semangat. “Yaudah deh, gue coba aja. Semua orang suka rasa pedes kan?”

Saat dia menuangkan air panas ke dalam mangkok, semuanya terasa tenang. Tapi… BOOMMM!!!

Suara ledakan itu menggema di seluruh kantin, dan tiba-tiba seluruh ruangan diselimuti oleh awan kabut mie instan.

Roni terhuyung-huyung mundur, dan sekonyong-konyong, sebuah mangkuk mie instan terbang melayang ke arah Bagas.

“WOI!!” Bagas melompat ke samping, tapi tetap aja… sepiring mie instan terlempar ke wajahnya dengan kecepatan yang luar biasa.

Damar yang berusaha menghindar, malah terjebak oleh efek ledakan mie instan yang memercikkan bumbu pedas ke bajunya.

“GILA!!” teriak Kibo, terbahak melihat teman-temannya jadi korban ledakan bumbu yang lebih keras daripada yang mereka bayangkan.

Roni, yang merasa panik, cuma bisa tertunduk. “Sorry… Gue kira nggak bakal segininya…”

Bagas, yang wajahnya sekarang penuh dengan mie instan, cuma bisa menatap Roni dengan tatapan kosong, lalu tersenyum lebar. “Bro, lo beneran tahu cara bikin kejutan.”

Damar yang dari tadi mencoba membersihkan bajunya, akhirnya menyerah. “Gue rasa, kita harus cari tempat lain untuk makan, deh.”

Kibo, yang udah kebanyakan tertawa, akhirnya duduk di kursi sambil berkata, “Kalian tahu nggak? Ini adalah kejadian paling epic yang pernah ada di kantin ini. Mie instan meledak! Siapa yang bakal percaya?”

Bu Darmi, yang mendengar keributan dari jauh, datang dengan ekspresi setengah marah setengah bingung. “Apa yang terjadi di sini?! Kenapa jadi kayak medan perang mie instan?!”

Roni yang masih belum bisa move on dari ledakan itu, menjawab pelan, “Gue kira ini eksperimen, Bu. Tapi ternyata… ternyata mie-nya bisa ledak, Bu.”

Pak Darto yang datang ikut melongo, melihat suasana kantin yang lebih mirip tempat pelatihan pasukan militer daripada kantin sekolah. “Roni, kamu bener-bener menciptakan bencana, ya. Gue nggak nyangka bakal ada ledakan mie instan di sekolah ini.”

Roni pun akhirnya mengangkat tangan. “Baiklah, gue menyerah. Gue nggak akan masak lagi. Gue takut nanti dapur ini malah jadi zona berbahaya.”

Di luar kantin, Trio Absurd duduk santai di bawah pohon, dengan tumpukan mie instan yang masih menempel di baju mereka.

“Jadi, apa pelajaran yang kita ambil dari ini?” tanya Bagas sambil mengusap mie di wajahnya.

Kibo dengan santainya jawab, “Pelajarannya sih, jangan pernah biarkan Roni pegang kompor.”

Damar mengangguk setuju. “Dan juga, mie instan jangan pernah dianggap enteng.”

Ketiganya tertawa lepas, menyadari betapa absurdnya hari ini.

“Ya udah, guys. Makan mie sambil ketawa-ketawa aja.” Kibo menambahkan.

Mereka pun makan dengan riang, sambil sesekali mengingat kejadian gila yang baru saja terjadi.

Dan di kejauhan, Roni terlihat dengan ekspresi bingung dan patah semangat. Tapi siapa yang peduli? Yang penting, kehidupan sekolah terus berlanjut dengan humor absurd dan bencana masak-memasak.

 

Jadi gitu deh, cerpen tentang kehebohan cilok, mie instan meledak, dan insiden lucu lainnya. Harus diakui, dunia sekolah itu penuh banget sama kejadian aneh dan absurd yang nggak bisa dibayangin.

Tapi ya gitu, setiap detiknya tetap seru, apalagi kalo temen-temennya kayak Trio Absurd. Siapa tahu, kamu bisa dapet kejadian lucu yang sama di sekolah kamu, kan? Pokoknya, selalu siap-siap aja buat ngakak bareng temen-temen kamu, karena dunia sekolah emang penuh kejutan!

Leave a Reply