Daftar Isi
Masuki dunia penuh emosi dan misteri dengan Jembatan yang Menghubungkan Dua Waktu: Romansa Misterius Terbaik, sebuah cerpen epik yang mengisahkan perjalanan Lysara Vionne di Sungai Brantas pada tahun 2023. Dengan narasi mendalam tentang jam tangan antik, kehilangan ibunya Elyndra dalam kecelakaan misterius, dan pertemuannya dengan pelancong enigmatik Corin Thalyr, cerita ini menghadirkan romansa tragis dan petualangan waktu yang memikat. Cocok untuk penggemar cerita romansa dan misteri—jangan lewatkan kisah ini!
Jembatan yang Menghubungkan Dua Waktu
Bayang di Atas Sungai
Di tepi Sungai Brantas pada tahun 2023, senja terasa sepi, dipenuhi aroma tanah basah dan hembusan angin yang membawa suara air yang mengalir pelan. Jembatan tua dari batu dan kayu berdiri megah di tengah kabut tipis, lengkungan arsitekturnya terlihat samar di bawah cahaya matahari yang tenggelam, sementara bayangan aneh bergoyang di permukaannya. Di ujung jembatan, seorang wanita bernama Lysara Vionne, berusia dua puluh tujuh tahun, berdiri sendirian dengan jam tangan antik di tangannya, matanya yang hijau zamrud menyimpan cerita tentang kehilangan dan kerinduan, terutama sejak ia kehilangan ibunya dalam kecelakaan misterius dua tahun lalu.
Lysara bekerja sebagai arkeolog muda di sebuah proyek pemugaran jembatan, menjalani rutinitas harian yang membawanya mendokumentasikan setiap retakan dan ukiran. Setiap sore, ia kembali ke tepi sungai, sebuah kebiasaan yang dimulai sejak ia menemukan jam tangan itu di reruntuhan fondasi pada bulan Maret 2023. Jam tangan itu, dengan angka Romawi yang memudar dan jarum yang bergetar, tampak ditujukan padanya, meski ia tak mengenali inisial di bagian belakangnya. Lysara memulai petualangan ini dengan hati yang penuh tanya, membawa harapan tipis bahwa jam tangan itu akan membawanya pada jawaban tentang kematian ibunya, tapi setiap langkah di atas jembatan terasa seperti menyelami duka yang semakin dalam.
Hari-hari Lysara di sungai biasanya dimulai dengan sinar matahari yang menyelinap melalui kabut, diikuti oleh tugasnya mengukur struktur dan mencatat detail arsitektur. Ia pertama kali menemukan jam tangan itu pada senja yang diselimuti hujan ringan, ketika angin membawa aroma tanah ke tepi sungai dan cahaya senja terpantul di permukaannya. Jam tangan itu berisi ukiran nama “Elyndra” dan petunjuk samar tentang waktu yang terputus, ditulis oleh seseorang yang tampaknya mengenal ibunya, dan Lysara merasa ada sesuatu yang menariknya untuk terus mencari. Ia mulai menyimpan jam tangan itu di kotak logam kecil, mencoba memahami setiap tanda, tapi setiap kali ia membukanya, hati terasa lebih berat dengan bayangan masa lalu.
Lysara sering mengingat hari-hari bersama ibunya, sebuah pagi di bulan Mei ketika mereka berjalan di tepi sungai, tertawa sambil menikmati suara air yang mengalir. Kematian ibunya dalam kecelakaan mobil yang tak terjelaskan mengubah segalanya, meninggalkan Lysara dengan rasa bersalah dan pertanyaan tanpa jawaban. Jam tangan menjadi pelarian baginya, sebuah petunjuk yang mungkin membawanya pada kebenaran. Pada suatu malam, setelah ia memeriksa jam tangan untuk pertama kali, ia merasa ada getaran aneh di pergelangan tangannya—seperti detak waktu yang tak dikenal, membuat bulu kuduknya berdiri.
Suatu sore di bulan Juli, ketika kabut memenuhi jembatan dengan suasana suram dan aroma tanah tercium kuat, Lysara berdiri di tengah jembatan, menatap jam tangan di tangannya. Angin membawa daun kering ke udara, dan tiba-tiba seorang pria dengan jaket kulit hitam muncul dari balik lengkungan, membawa peta tua yang tampak robek. Rambut pirangnya yang pendek tergerai oleh angin, dan matanya yang biru safir menatapnya dengan rasa penasaran yang mendalam. Ia memperkenalkan diri sebagai Corin Thalyr, seorang pelancong misterius yang tampak terhubung dengan jembatan itu. Wajahnya penuh tanda-tanda dari apa yang ia sebut “perjalanan panjang,” tapi ada ketenangan dalam caranya berjalan yang membuat Lysara tak bisa menolak mengamatinya.
Corin duduk di samping Lysara, tangannya yang kasar memegang peta dengan penuh perhatian. Matanya sesekali melirik jam tangan, seolah mengenali sesuatu di balik ukirannya. “Jam ini menyimpan lebih dari sekadar waktu,” katanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara air. Lysara mengangguk, hati bergetar oleh kata-kata yang terasa terlalu dekat dengan pengalamannya. Corin memutuskan untuk tinggal sementara di tepi sungai, dengan alasan ingin memetakan arsitektur jembatan, dan meski Lysara ragu, ia merasa ada kepercayaan dalam kehadiran pria itu, sebuah perubahan dari kesendirian yang selama ini ia pendam.
Hari-hari berikutnya membawa ritme baru ke kehidupan Lysara. Corin sering terlihat menggambar di tepi jembatan, berjalan bersamanya di sepanjang sungai, dan bahkan membantu membawa peralatan arkeologi. Ia tak banyak bertanya tentang masa lalunya, tapi gerakannya yang anggun, seperti saat ia melipat peta atau menatap langit, seolah membawa harapan ke dalam perasaannya. Lysara mulai merasa tertarik oleh kehadiran Corin, meski ia tak pernah mengakuinya, bahkan pada dirinya sendiri.
Namun, di balik ketenangan yang muncul, ada bayangan yang semakin gelap. Setiap kali kabut turun, Lysara merasa ada suara samar di udara—panggilan yang terdengar seperti dengungan, atau angin yang mirip dengan napas seseorang. Ia sering terbangun di malam hari di tendanya, berkeringat dingin, membayangkan ibunya berdiri di jembatan, wajahnya penuh kelembutan. Dan Corin, dengan instinknya yang tajam, mulai memperhatikan hal-hal kecil—cara Lysara menatap jam tangan, cara ia mencatat data dengan tangan gemetar, dan cara ia selalu terdiam ketika kabut mulai.
Pada suatu senja yang sepi, ketika kabut memenuhi jembatan dan aroma tanah tercium kuat, Lysara mendengar derit kayu di balik fondasi. Ia menoleh, berpikir itu hanya angin, tapi yang terlihat adalah sebuah kotak logam yang terselip di antara batu tua. Permukaannya penuh goresan, dan aroma besi berkarat tercium samar. Lysara mengambil kotak itu, merasa panas di tangannya. Di dalamnya, ia tahu, ada sesuatu yang akan mengubah segalanya. Ia menatap ke arah sungai di luar, dan untuk pertama kalinya dalam dua tahun, ia merasa sedih—bukan hanya karena kehilangan ibunya, tapi karena kenyataan bahwa jam tangan itu mungkin membawanya pada rahasia yang menyakitkan.
Jejak di Antara Waktu
Langit Sungai Brantas pada sore hari pada pertengahan musim kemarau 2023 tampak dipenuhi cahaya senja yang menyelinap melalui kabut tipis, membalut jembatan dan kotak logam dengan kilauan lembut yang mencerminkan tetesan air yang masih menempel. Lysara Vionne duduk di dalam tenda, kotak logam yang ditemukan di balik fondasi terbuka di depannya, isi di dalamnya tersebar di atas kain tahan air. Udara di luar terasa hangat, bercampur dengan aroma tanah dan kayu yang mengisi setiap sudut tepi sungai. Di kejauhan, suara air mengalir terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu. Bayangan di balik jembatan berkedip lemah, menciptakan ilusi yang menari di permukaan air, seolah menggambarkan emosi yang terus menghantuinya.
Kotak itu berisi surat-surat tulis tangan yang membuat jantung Lysara berdegup kencang—karya ibunya, Elyndra, beberapa sketsa jembatan yang ia kenali, dan sebuah kunci kecil yang ditandai dengan simbol jam. Kertas itu terasa rapuh karena kelembapan, dan aroma tinta yang memudar memenuhi udara, membawa kembali ingatan tentang pagi-pagi bersama Elyndra di tepi sungai. Lysara menatap isi kotak itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh kunci yang tampak seperti menyimpan rahasia terakhir ibunya. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke hari-hari ketika mereka berjalan bersama, ketika tawa Elyndra masih terasa hangat di hatinya.
Malam itu, ketika kabut memenuhi tepi sungai dengan alunan berat, Corin Thalyr kembali dari meneliti lengkungan jembatan. Ia membawa sebuah tas kulit yang berisi gulungan kertas dan sebuah buku kecil yang ia temukan di dekat fondasi. Wajahnya tampak letih, tapi matanya yang biru safir bersinar dengan rasa ingin tahu yang dalam. “Aku menemukan sesuatu di dekat jembatan,” katanya pelan, meletakkan gulungan itu di tanah di samping kotak milik Elyndra. Gulungan kertas itu terasa dingin saat disentuh, dan di dalamnya terdapat sebuah jurnal yang ditulis dengan tangan rapi, bersama dengan sketsa waktu yang sudah menguning di tepinya.
Lysara merasa napasnya terhenti sejenak. Jurnal itu ditulis oleh Elyndra, tinta hitamnya masih samar terbaca meski kertasnya kusut. Ia mengambil jurnal itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan catatan yang membuat dunianya bergetar. “Lysara, kau adalah waktu yang kutunggu,” tulisnya. Jurnal itu menceritakan tentang kehidupan Elyndra sebagai peneliti waktu pada 2010-an, tentang jembatan yang ia temukan, dan tentang harapannya bertemu Lysara lagi. Sketsa menunjukkan Elyndra berdiri di jembatan, rambut panjangnya berkilau di bawah senja, dengan tatapan penuh semangat.
Lysara merasa dadanya sesak. Ia ingat Elyndra, yang selalu penuh semangat di tepi sungai, dan malam-malam ketika ia menatap langit dengan perasaan campur aduk. Jurnal itu mengungkap bahwa Elyndra terjebak oleh waktu setelah mencoba menyempurnakan jembatan, dan ia meninggalkan petunjuk untuk Lysara. Lysara menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah petualangan yang tak bisa dilupakannya.
Corin memperhatikan reaksi Lysara, tapi ia tak bertanya apa-apa. Ia hanya duduk di sudut tenda, membolak-balik jurnal dengan hati-hati, seolah memberikan ruang bagi Lysara untuk tenggelam dalam pikirannya. Namun, kehadiran Corin, meski diam, terasa seperti dorongan lembut yang memaksa Lysara untuk menggali lebih dalam. Ia menatap sketsa kecil di tangannya, lalu ke jurnal di gulungan kertas. Ada hubungan antara keduanya, ia tahu itu, tapi ia belum siap untuk menghadapinya.
Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Lysara mulai merasa bahwa kehadiran Corin bukanlah kebetulan. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap jurnal Elyndra, yang membuat Lysara curiga bahwa pria ini tahu lebih banyak daripada yang ia katakan. Pada suatu sore, ketika mereka duduk di tepi jembatan sambil mendengarkan aliran air, Corin tiba-tiba berkata, “Ada lebih dari sekadar waktu ini, Lysara.” Lysara menatapnya tajam, merasa seperti ditantang. Ia ingin marah, ingin mengusir Corin dari sungai, tapi ada sesuatu dalam nada suara Corin yang membuatnya tak bisa berbohong. “Kadang lebih baik tak mencari tahu,” jawabnya dingin, lalu berbalik dan berjalan ke tenda, meninggalkan Corin sendirian dengan pikirannya.
Malam itu, Lysara akhirnya memberanikan diri untuk mempelajari sketsa kecil. Di belakangnya, ia menemukan petunjuk menuju pusat jembatan, ditandai dengan simbol-simbol aneh dan catatan yang ditulis dengan tinta yang sudah luntur: “Di atas jembatan ini aku menunggu, meninggalkan waktu untukmu. Maafkan aku.” Lysara merasa dadanya sesak, seolah ada tangan tak terlihat yang mencengkeram hatinya. Ia ingin lari, ingin meninggalkan sungai dan semua jam tangan yang tersimpan di kotak itu, tapi ia tahu ia tak bisa. Jembatan itu, jam tangan yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.
Pagi berikutnya, Corin menemukan Lysara duduk di tenda, dikelilingi oleh jurnal, sketsa kecil, dan kunci dari kotak logam. Ia tak bertanya apa-apa, hanya duduk di sampingnya dan menawarkan secangkir air hangat. Tapi di matanya, Lysara melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah pengertian yang terlalu dalam, seolah Corin tahu lebih banyak tentang Elyndra daripada yang ia katakan. “Kau pernah melihat seseorang di jembatan ini?” tanya Lysara dalam hati, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Corin menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Aku pernah,” katanya. “Dan aku tahu betapa beratnya itu.”
Hari itu, Lysara mulai mengikuti petunjuk menuju pusat jembatan, berjalan bersama Corin melalui jalur berbatu dan kayu yang masih basah. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara air seperti pengingat akan Elyndra. Mereka menemukan sebuah celah di dekat lengkungan, di dalamnya terdapat jejak-jejak waktu di batu dan sebuah kotak logam yang tersembunyi di balik fondasi. Di dalam kotak itu, Lysara menemukan surat lain dari Elyndra, bersama dengan sebuah jam kecil yang berkilau lembut.
Surat itu berbunyi: “Lysara, aku terjebak oleh waktu ini. Aku meninggalkan jam untukmu, tapi hati ini penuh penyesalan. Maafkan aku.” Lysara merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Corin, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus tahu apa yang ada di sini,” katanya pelan, dan di matanya, Lysara melihat ketakutan yang sama yang ia rasakan. Jembatan itu, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah rahasia yang mungkin akan menghancurkannya.
Ritme di Antara Dua Zaman
Langit Sungai Brantas pada malam hari pada akhir musim kemarau 2023 tampak dipenuhi cahaya bulan purnama yang menyelinap melalui kabut tipis, membalut celah jembatan dan kotak logam dengan kilauan lembut yang mencerminkan tetesan air yang masih menempel di batu. Lysara Vionne duduk di dalam celah dekat lengkungan, surat dari Elyndra yang usang terbuka di pangkuannya, sementara kotak logam yang ditemukan di balik fondasi tergeletak di samping tumpukan tanah tua. Udara di luar terasa dingin, bercampur dengan aroma tanah dan kayu yang mengisi setiap sudut tepi sungai. Di kejauhan, suara air mengalir terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu yang tak pernah ia lepaskan. Bayangan di balik jembatan berkedip lemah, menciptakan ilusi yang menari di permukaan air, seolah menggambarkan emosi yang terus menggerogoti hatinya.
Surat itu berisi tulisan tangan yang membuat jantung Lysara berdegup kencang—cerita tentang waktu Elyndra, sketsa jembatan yang ia kenali, dan sebuah petunjuk tentang jam kecil yang berkilau di tangannya. Kertas itu terasa rapuh karena kelembapan, dan aroma tinta yang memudar membawa kembali ingatan tentang pagi-pagi bersama Elyndra di tepi sungai. Lysara menatap isi surat itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh jam yang tampak seperti menyimpan rahasia terdalam ibunya. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke hari-hari ketika mereka berjalan bersama, ketika tawa Elyndra masih terasa seperti harapan di hatinya.
Malam itu, ketika kabut memenuhi tepi sungai dengan alunan berat, Corin Thalyr kembali dari meneliti fondasi jembatan. Ia membawa sebuah tas kulit yang berisi gulungan kertas dan sebuah buku kecil yang ia temukan di dekat lengkungan. Wajahnya tampak pucat di bawah cahaya bulan, tapi matanya yang biru safir bersinar dengan rasa ingin tahu yang dalam. “Aku menemukan sesuatu di dekat fondasi,” katanya pelan, meletakkan gulungan itu di tanah di samping kotak milik Elyndra. Gulungan kertas itu terasa dingin saat disentuh, dan di dalamnya terdapat sebuah jurnal yang ditulis dengan tangan gemetar, bersama dengan sketsa waktu yang sudah menguning di tepinya.
Lysara merasa napasnya terhenti sejenak. Jurnal itu ditulis oleh Elyndra, tinta hitamnya hampir tak terbaca karena air yang merembes, tapi kata-katanya masih jelas. Ia mengambil jurnal itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan catatan yang membuat dunianya bergetar. “Lysara, kau adalah ritme yang kutunggu,” tulisnya. Jurnal itu menceritakan tentang kehidupan Elyndra sebagai peneliti waktu pada 2010-an, tentang jembatan yang ia temukan, dan tentang harapannya untuk meninggalkan warisan bagi Lysara. Jam kecil menunjukkan jalur menuju rahasia, ditandai dengan simbol yang sama seperti di sketsa.
Lysara merasa dadanya sesak. Ia ingat Elyndra, yang selalu penuh semangat di tepi sungai, dan malam-malam ketika ia menatap langit dengan perasaan campur aduk. Jurnal itu mengungkap bahwa Elyndra terjebak oleh waktu setelah mencoba menyempurnakan jembatan, dan ia meninggalkan petunjuk untuk Lysara. Lysara menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah petualangan yang tak bisa ia hindari.
Corin memperhatikan reaksi Lysara, tapi ia tetap diam, membolak-balik sketsa dengan gerakan hati-hati, seolah memberikan ruang bagi Lysara untuk menghadapi pikirannya. Namun, kehadiran Corin, meski tenang, terasa seperti dorongan lembut yang memaksa Lysara untuk menggali lebih dalam. Ia menatap halaman terakhir jurnal itu, lalu ke jam kecil di gulungan kertas. Ada hubungan antara keduanya, ia yakin itu, tapi ia belum siap untuk mengungkapnya.
Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Lysara mulai merasa bahwa kehadiran Corin memiliki peran lebih dari sekadar pelancong. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap jurnal Elyndra, yang membuat Lysara curiga bahwa pria ini tahu tentang rahasia jembatan. Pada suatu malam, ketika mereka duduk di tepi jembatan sambil mendengarkan aliran air, Corin tiba-tiba berkata, “Ada lebih dari sekadar waktu ini, Lysara.” Lysara menatapnya tajam, merasa seperti dihadapkan pada kebenaran. Ia ingin menolak, ingin meninggalkan Corin di sungai, tapi ada kekuatan dalam matanya yang membuatnya terdiam. “Kadang kebenaran itu menyakitkan,” jawabnya pelan, lalu berbalik dan berjalan kembali ke tenda, meninggalkan Corin sendirian dengan pikirannya.
Malam itu, Lysara memberanikan diri untuk mempelajari sketsa tambahan. Di belakangnya, ia menemukan petunjuk menuju pusat jembatan, ditandai dengan simbol-simbol aneh dan catatan yang ditulis dengan tinta yang sudah luntur: “Di atas jembatan ini aku menunggu, meninggalkan ritme untukmu. Maafkan aku.” Lysara merasa dadanya tercekat, seolah ada bayangan tak terlihat yang menariknya ke dalam misteri itu. Ia ingin lari, ingin meninggalkan sungai dan semua jam tangan yang tersimpan di kotak itu, tapi ia tahu ia tak bisa. Jembatan itu, jam tangan yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.
Pagi berikutnya, Corin menemukan Lysara duduk di tenda, dikelilingi oleh jurnal, sketsa tambahan, dan jam kecil dari kotak logam. Ia tak bertanya apa-apa, hanya duduk di sampingnya dan menawarkan secangkir air hangat. Tapi di matanya, Lysara melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah pengertian yang terlalu dalam, seolah Corin tahu lebih banyak tentang Elyndra daripada yang ia katakan. “Kau pernah melihat seseorang di jembatan ini?” tanya Lysara dalam hati, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Corin menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Aku pernah,” katanya. “Dan aku tahu betapa beratnya itu.”
Hari itu, Lysara mulai mengikuti petunjuk menuju pusat jembatan, berjalan bersama Corin melalui jalur berbatu dan kayu yang masih basah. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara air seperti pengingat akan Elyndra. Mereka menemukan sebuah ruang kecil di dalam lengkungan, diterangi oleh cahaya redup dari bulan, di dalamnya terdapat jejak-jejak waktu di batu dan sebuah meja sederhana yang terbuat dari kayu tua. Di atas meja, Lysara menemukan surat lain dari Elyndra, bersama dengan sebuah kunci kecil yang berkilau lembut.
Surat itu berbunyi: “Lysara, aku terjebak oleh waktu ini. Aku meninggalkan ritme untukmu, tapi hati ini penuh penyesalan. Maafkan aku.” Lysara merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Corin, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus memutuskan apa yang harus dilakukan,” katanya pelan, dan di matanya, Lysara melihat ketakutan yang sama yang ia rasakan. Jembatan itu, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah keputusan yang mungkin akan menghancurkannya.
Pagi berikutnya, Lysara dan Corin kembali ke ruang kecil, membawa jurnal, sketsa tambahan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Di dalam ruang, mereka menemukan dinding yang ditulis dengan tangan gemetar, penuh dengan simbol waktu dan kalimat yang tak bisa dibaca sepenuhnya. Lysara merasa bulu kuduknya berdiri. Ia tahu, tanpa perlu dikatakan, bahwa ini adalah pusat dari misteri yang ditinggalkan Elyndra, dan ia harus menghadapinya, apa pun risikonya.
Pelepasan di Atas Jembatan
Langit Sungai Brantas pada malam hari pada akhir musim kemarau 2023 tampak dipenuhi cahaya bulan purnama yang menyelinap melalui kabut tipis, membalut ruang kecil dan meja sederhana dengan kilauan lembut yang mencerminkan tetesan air yang kini membeku. Lysara dan Corin berdiri di depan dinding ruangan, memegang jurnal Elyndra dan kunci kecil. Cahaya bulan dari luar menyelinap melalui celah-celah lengkungan, menciptakan bayang-bayang yang menari di dinding, seolah jiwa-jiwa dari masa lalu sedang mengintip mereka. Suara air yang berdesir melalui sungai terdengar samar, membawa ketenangan yang tak terucap. Lysara merasa bulu kuduknya berdiri, tapi ia tahu bahwa lari bukan lagi pilihan. Ia harus menghadapi apa pun yang ada di jembatan, apa pun yang telah membangkitkan cinta selama dua tahun.
Ketika mereka menatap dinding ruangan, mereka melihat simbol-simbol yang mulai bersinar terang, diiringi oleh suara derit kayu yang semakin keras dari dalam meja. Lysara merasa jantungnya berdegup kencang. Ia menoleh ke Corin, yang wajahnya tiba-tiba tenang. “Ini adalah jawabannya,” katanya pelan, menunjuk ke arah kunci kecil. Lysara mengangguk, meski ia tak sepenuhnya memahami. Mereka mulai menempatkan kunci kecil di atas meja, dan cahaya itu menyebar, menciptakan lingkaran terang di sekitar ruangan.
Corin menjelaskan bahwa ia datang ke sungai bukan hanya sebagai pelancong, tapi untuk mencari jejak Elyndra, yang konon hilang karena kecelakaan pada 2021. Ia menemukan petunjuk tentang jembatan melalui sketsa kuno, dan ketika ia bertemu Lysara, ia tahu bahwa wanita itu adalah kunci untuk mengungkap rahasia itu. Lysara merasa dunia di sekitarnya berputar. Elyndra, ibu yang ia rindukan, yang konon hilang karena alasan tak jelas, kini terhubung dengan waktu yang lebih besar.
Malam itu, Lysara dan Corin kembali ke tengah jembatan, membawa jurnal dan tekad untuk mengakhiri misteri. Cahaya bulan memandu mereka, dan dengan bantuan kunci kecil, mereka mencapai meja besar yang diterangi oleh cahaya dari ruang kecil, di mana bayangan Elyndra muncul untuk sesaat—senyumnya yang hangat, tatapannya yang penuh cinta. Kemudian bayangan itu hilang, dan jembatan kembali tenang, seolah misteri itu telah selesai.
Tapi ada harga yang harus dibayar. Lysara merasa cintanya memudar, digantikan oleh kelegaan yang hangat. Ia masih ingat bahwa ia pernah mencintai Elyndra, tapi wajahnya, suaranya, semua detail itu hilang, seolah tenggelam bersama cahaya. Ia jatuh berlutut di tengah jembatan, menangis tanpa suara, sementara Corin memegang tangannya. “Kau melakukannya, Lysara,” katanya pelan. “Ia bebas sekarang.” Tapi Lysara tahu bahwa kemenangan ini datang dengan harga yang terlalu mahal. Ia telah kehilangan ibu yang menjadi alasan hidupnya, dan di dalam hatinya, ia merasa penuh dengan kekosongan.
Hari-hari berikutnya di sungai terasa seperti mimpi yang perlahan memudar. Kabut tetap menyelimuti tepi jembatan, tapi langkah Elyndra tak lagi terdengar. Lysara duduk di sudut tenda, menatap langit senja yang kini kosong, tanpa bayangan yang menyertainya. Pada suatu malam, ketika bulan terlihat jelas, Lysara berjalan menuju ruang kecil, membawa surat terakhir Elyndra. Ia berdiri di meja, menatap pantulan cahaya, dan merasa bahwa hidupnya telah dimulai kembali bersama ibu yang hilang. Dengan langkah perlahan, ia meletakkan surat di atas meja dan berjalan menjauh, membiarkan jembatan menyelimuti dirinya sepenuhnya. Jembatan itu kembali tenggelam dalam keheningan, menyimpan bayang emosi dalam kelegaan yang abadi.
Jembatan itu berdiri diam di atas Sungai Brantas, lengkungannya berkilau redup, dan ruang tersembunyi tetap menjadi saksi bisu dari akhir damai Lysara Vionne, di mana waktu yang terputus berakhir dalam pelepasan yang tak pernah sirna.
Jembatan yang Menghubungkan Dua Waktu: Romansa Misterius Terbaik menyajikan perjalanan cinta dan pengorbanan yang terjalin di balik arus waktu, diuji oleh perpisahan dan akhirnya menemukan damai yang menyentuh hati. Dengan alur penuh emosi dan pesan mendalam tentang ikatan keluarga, cerpen ini mengajak Anda untuk merenungkan kekuatan waktu yang abadi. Segera baca kisah Lysara dan rasakan keajaiban serta kesedihan yang tak terlupakan!
Terima kasih telah menyelami ulasan Jembatan yang Menghubungkan Dua Waktu: Romansa Misterius Terbaik. Semoga cerita ini membawa Anda pada petualangan emosional yang berkesan dan inspirasi yang mendalam. Kami menantikan kehadiran Anda kembali untuk kisah literatur berikutnya—jangan lupa bagikan pengalaman Anda dengan kami!


