Auditor Gorengan – Misi Rahasia Terungkap
Setelah kegilaan yang tercipta dari tawa Roy yang tak terkendali, suasana warung Mak Ijah kini terasa seperti film horor dengan sedikit bumbu slapstick. Mak Ijah yang sudah tak tahu lagi harus bagaimana, akhirnya memutuskan untuk melakukan hal yang tidak terduga—berhenti menggoreng tempe dan menatap Roy dengan tatapan yang bisa menghanguskan api di dapur.
Roy, dengan leher yang tegang, masih tertawa, meski lebih pelan sekarang, berusaha menyembunyikan sedikit rasa takut. Matanya melirik ke arah tiga temannya yang sudah bersiap di luar, dan kemudian dia memberi sinyal untuk bergerak. Otong, Bagong, dan Ucup yang sudah memegang tugas masing-masing langsung menyiapkan diri. Mereka tahu, ini adalah momen yang menentukan.
Tapi sebelum mereka bisa bergerak, terdengar suara langkah kaki dari dalam warung.
“Ceh, bocah-bocah nggak ada kerjaan,” kata Mak Ijah dengan nada yang semakin tajam, sambil melangkah keluar dengan cepat.
Langkahnya begitu pasti, membawa aura kepemimpinan yang tak bisa diremehkan. Dalam sekejap, Mak Ijah berada tepat di depan Roy yang masih ngos-ngosan menahan tawanya.
“Ngakak lo sampe kaya gitu, ya?” Mak Ijah bertanya, wajahnya tak terlihat marah, tapi lebih seperti seorang ibu yang baru saja mengetahui rahasia besar dari anaknya.
Roy berusaha mengontrol diri, namun itu sulit. Akhirnya, dia menepuk-nepuk dada dan berhenti tertawa, sambil melirik ke luar.
“Eh, Mak, gue… gue cuma… niatnya, ya, cuman… pengen bikin suasana lebih ceria aja. Lihat tuh, temen-temen gue udah pada siap tuh,” katanya, sambil menunjuk tiga temannya yang semakin cemas.
Mak Ijah menatap mereka satu per satu, dengan tatapan yang bisa membuat mereka merasakan paniknya. Namun, dia hanya menggelengkan kepala.
“Lah, lo kira gue ini yang gampang dibodohin?” Mak Ijah mendekatkan wajahnya pada Roy. “Ini warung, bukan tempat buat pelajaran teater!”
Namun, sebelum suasana semakin tegang, Bagong yang sudah merasa misi ini hampir gagal, terinspirasi oleh sebuah ide gilanya. Dia melangkah maju dengan percaya diri dan berkata, “Mak Ijah, kita kan temen lama! Jadi, kalau boleh, kita mau jujur aja. Kita nggak berniat jelek kok. Cuma… ya, kita kan lapar.”
Mak Ijah menatap Bagong dengan tatapan penuh kebingungan. “Lapar? Lho, dari tadi lo nggak ada yang ngeluh. Lo ngapain? Main pura-pura pingsan?”
Bagong mengedipkan mata dan tertawa canggung. “Bukan, bukan gitu, Mak. Cuma, kita niat banget. Kita itu… auditor gorengan!”
“Apa?” Mak Ijah mendelik, bingung. “Apa-apaan tuh auditor gorengan?”
Ucup yang merasa harus masuk dan meluruskan keadaan, menjelaskan dengan serius, “Maksudnya, gini, Mak. Kita ini kan nggak cuma suka makan gorengan. Kita ini pengawas kualitas. Harus ada evaluasi setiap gorengan yang keluar. Kalau rasanya nggak sesuai, kami yang bertanggung jawab!”
Mak Ijah hanya memandang mereka dengan tatapan yang lebih sulit dimengerti daripada soal matematika. “Lo pada beneran gila, ya? Dih, gue nggak butuh auditor buat gorengan!”
Namun, sebelum suasana semakin kacau, Otong yang dari tadi hanya diam sambil mengelap keringat, akhirnya berkata dengan suara yang sangat serius, “Mak Ijah, jangan salah paham. Kami serius. Kami ini, ahli kuliner. Kami bakal pastiin gorengan lo bisa go-international!”
Mak Ijah, yang sudah mulai bingung dengan sikap mereka, akhirnya meringis. “Jadi… apa yang lo mau? Cuma dikasih gorengan gratis?”
Bagong dengan cepat menjawab, “Bukan, Mak. Kami ingin kerja sama. Ini demi kualitas! Coba Mak Ijah perhatikan, kalau gorengan ini laku lebih, pasti lo bakal jadi ratu gorengan se-kampung ini!”
Mak Ijah akhirnya menghela napas dan menyerah. “Gue nggak ngerti lagi. Lo pada beneran deh. Ayo, gue kasih gorengan, tapi kalian cuma boleh makan di sini, ya!”
Roy, Otong, Bagong, dan Ucup saling pandang, dan dengan mata berbinar, mereka langsung menyerbu meja yang penuh dengan gorengan panas dari warung Mak Ijah. Namun, hal yang lebih menggelikan terjadi selanjutnya.
Ucup, yang sudah sangat lapar, dengan santainya mengambil seluruh keripik tempe dan menumpahkannya di atas piring. Dia sengaja mengacak-acaknya, bahkan menambah sambal lebih banyak, sambil terus berbicara dengan mulut penuh.
“Mak, ini sambelnya perlu ditambahin lagi, nih! Kalo bisa yang lebih pedes! Hahahaha!” Ucup terkekeh, dan tentu saja itu membuat Mak Ijah hanya bisa memandangi mereka dengan tatapan tajam.
Bagong, yang sedang menggigit tahu goreng dengan rakus, berseru, “Enak banget, Mak! Ini bakal jadi legenda!”
Mak Ijah akhirnya menyerah pada godaan mereka, meskipun dia masih merasa ada yang aneh. Yang pasti, dia tidak pernah membayangkan warungnya akan dipenuhi oleh segerombolan ‘auditor gorengan’ yang ternyata lebih sibuk menyantap dengan rakus daripada melakukan evaluasi apapun.
Dan begitu mereka mulai berpencar, dengan perut kenyang dan tawa yang masih menggema di udara, hanya satu hal yang pasti: misi mereka belum selesai. Ini baru babak awal dari kegilaan yang bakal datang.
Kejutan Dari Langit – Misalnya Ada UFO?
Sementara Roy dan teman-temannya masih sibuk dengan tempe dan tahu goreng yang sudah terlanjur habis setengah, suasana warung Mak Ijah tiba-tiba berubah. Angin yang tadinya lembut, kini mulai berhembus lebih kencang, dan langit yang cerah tiba-tiba diselimuti awan gelap. Jika ada yang sedang menikmati suasana dengan tenang, rasanya hari itu bakal jadi momen yang susah dilupakan.
Ucup, yang tadinya sedang memamerkan teknik makan tahu goreng dengan gaya bertapa, tiba-tiba menatap ke atas dengan ekspresi aneh.
“Eh, kalian ngeliat nggak?” dia berbisik, mengalihkan perhatian temannya. “Ada yang terbang itu, kayak… UFO?”
Roy, yang baru saja menyeka tangan dari minyak gorengan, menoleh dengan cepat. “UFO? Lo jangan ngomong aneh, deh. Itu cuma pesawat.”
Bagong, yang ada di samping Roy, dengan santainya menambahkan, “Atau… itu balon udara?”
Tapi Ucup tetap ngeyel, tidak bisa membendung rasa penasarannya. Matanya semakin membesar. “Gue nggak tahu, deh. Itu… bergerak terlalu aneh.”
Mereka semua akhirnya berdiri dan menatap langit. Tak lama kemudian, benda itu mulai terlihat jelas—suatu objek besar, berbentuk bulat dengan cahaya yang berkilauan, bergerak sangat cepat menuju ke arah mereka.
“Anjir, itu beneran UFO!” Roy berteriak, wajahnya campur aduk antara panik dan kagum. “Kita bakal terkenal!”
Mak Ijah, yang entah kenapa selalu muncul di saat-saat genting, keluar dari dapur dengan ekspresi yang sudah sangat biasa. “Eh, ngapain pada bengong? Kalo mau nonton UFO, sana ke luar desa!”
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, objek yang mereka kira UFO itu akhirnya mendarat di tengah lapangan dekat warung. Begitu benda itu menyentuh tanah, debu-debu kecil berterbangan, membuat mereka semua terbatuk-batuk dan terdiam sejenak.
Suasana mendadak jadi sepi. Semua orang, termasuk warga yang sedang duduk-duduk, terdiam dan memandangi benda itu dengan ekspresi bingung.
Sebuah pintu di sisi objek terbuka perlahan, dan dari dalam, muncul sosok yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Seorang pria bertubuh besar, mengenakan jas hitam mengkilat, berdiri dengan tatapan penuh percaya diri. Rambutnya disisir rapi, dengan kacamata hitam yang menambah aura misterius.
“Loh, lo siapa?” tanya Ucup, membuka suara dengan polosnya, meski tubuhnya sudah kaku karena terkejut.
Pria itu melirik ke arah mereka, dan mengangkat satu alis. “Saya dari… Agen 009. Misi penyelamatan bumi!”
Roy dan yang lainnya saling pandang. “Agen 009?” tanya Roy, bingung. “Kenapa namanya 009? Harusnya 007, kan?”
Pria itu dengan santai menepuk-nepuk dada, seolah ini adalah hal yang paling biasa di dunia. “Oh, itu cuma nama lama. Mereka udah pensiun, jadi saya yang gantiin. Tapi jangan tanya kenapa, nanti malah bikin bingung.”
Bagong yang dari tadi mencoba memahami situasi, tiba-tiba berdiri dan menunjuk ke objek yang masih mengkilap itu. “Jadi… lo datang pake… apa itu? UFO?”
Pria itu mengangguk, lalu dengan gaya dramatis, dia berkata, “Betul sekali. Ini pesawat canggih, teknologi alien yang nggak bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan manusia.”
“Tapi ini terlihat kayak benda buatan manusia,” Ucup berkomentar, sambil menatap lebih dekat.
“Ya, emang sih, ini buatan manusia, tapi, eh, yang penting itu bukan masalah. Masalahnya, saya datang untuk misi yang sangat penting!” pria itu mengangkat tangan, seolah siap memberikan pengumuman besar.
Mak Ijah, yang sudah mulai kesal dengan kebingungan ini, mendekat dan berkata dengan suara berat. “Bentar, bentar, lo ngomong apa? Lo bilang misi penyelamatan bumi? Masa sih?”
Pria itu mengangguk, wajahnya serius. “Iya, Mak. Ini misi penyelamatan bumi dari ancaman gorengan!”
Suasana seketika berubah sangat aneh. Semua orang terdiam, tidak ada yang bisa bicara.
“Apa?!” Roy berteriak, hampir terjatuh dari terkejut. “Gorengan?”
Pria itu mengangguk. “Ya, gorengan. Ternyata, gorengan yang kalian makan ini, bisa mengubah keseimbangan bumi. Bahaya banget!”
Bagong dan Ucup saling pandang, bingung. “Gimana caranya?”
“Karena gorengan yang kalian makan itu, ada bahan kimia dari masa depan yang bisa menghancurkan alam semesta. Jadi, saya datang untuk mencegahnya,” pria itu menjelaskan dengan sangat serius.
Mak Ijah yang sudah benar-benar pusing, mendekat dan menggenggam kedua bahunya dengan kuat. “Lo serius, ini? Sumpah?”
Pria itu mengangguk sambil melirik ke arah objek yang masih mengeluarkan kilauan aneh. “Sangat serius. Saya datang bukan cuma untuk menyelamatkan dunia, tapi juga warung gorengan lo, Mak.”
Roy dan teman-temannya masih kebingungan, tidak tahu harus bagaimana menanggapi pernyataan gila itu. Sementara itu, Mak Ijah, yang tadinya sudah hampir menyerah dengan kegilaan ini, menatap pria itu dan berkata, “Oke, deh. Kalau lo mau nyelamatin warung gue, ayo. Tapi, jangan harap gue bisa percaya cerita lo.”
Pria itu tersenyum lebar, dan tiba-tiba mengeluarkan sebuah benda dari sakunya—sebuah alat kecil yang berkilauan. “Ini dia! Senjata ampuh untuk menghancurkan bahan kimia di gorengan!”
Bagong, yang dari tadi nggak terlalu memperhatikan, tiba-tiba melirik alat itu dengan serius. “Wah, canggih ya! Gue kira ini cuma trik doang, tapi ternyata beneran ada.”
“Mak, lo siap?” tanya pria itu.
Mak Ijah hanya mengangguk dengan lelah. “Yaudah deh, kalau gitu. Tapi gue masih bingung, lo datang dari mana sih?”
“Dari masa depan,” jawab pria itu dengan penuh keyakinan.
“Masa depan… Gorengan bisa menghancurkan dunia?”
“Ya, Mak. Semua berawal dari sini!”
Dunia Terbalik – Gorengan Selamatkan Semua
Hari itu, dunia terasa sangat aneh. Setelah menerima penjelasan gila dari pria bernama Agen 009—yang lebih mirip agen pengangguran dari masa depan—makin banyak hal yang tak masuk akal terjadi. Semua orang di sekitar warung Mak Ijah tampak kebingungan, beberapa bahkan mulai bertanya-tanya apakah mereka sedang terseret dalam film sci-fi komedi yang kacau balau.
Mak Ijah, yang sebelumnya terlihat skeptis, mulai merasakan kekuatan luar biasa dalam gorengan buatannya. Siapa sangka, makanan yang dia anggap biasa itu ternyata menjadi senjata utama untuk menyelamatkan bumi.
“Jadi… lo bilang gorengan ini bisa menyelamatkan dunia?” tanya Ucup dengan suara melengking. Dia memandang piring yang masih terisi potongan tempe dan tahu goreng, seolah itu akan meledak kapan saja.
Agen 009 mengangguk penuh percaya diri. “Betul sekali! Di masa depan, semua orang terlalu bergantung pada teknologi, sampai-sampai bahan makanan beracun yang diselipkan dalam gorengan ini bisa membuat mereka lupa akan nilai-nilai kehidupan!”
Roy, yang dari tadi hanya bisa menunduk sambil menggigit jari, akhirnya berbicara. “Tapi… kan kita cuma makan gorengan biasa? Kenapa jadi bisa gitu sih?”
“Nah, itu dia yang jadi masalah. Di masa depan, mereka pakai bahan kimia aneh buat gorengan supaya rasanya makin gurih. Tapi itu bahan kimia bisa mengubah DNA manusia! Untungnya, hanya warung ini yang masih mempertahankan resep asli!”
Mak Ijah, yang sudah mulai pusing, mendekati Agen 009 dan berkata dengan kesal. “Jadi, gue harus masak gorengan terus nih, buat nyelamatin dunia? Itu gimana ceritanya?”
“Jangan khawatir, Mak. Anda tinggal buat gorengan aja, dan kami yang akan bertanggung jawab untuk bagian lainnya,” jawab Agen 009, tiba-tiba mengeluarkan sekotak alat canggih dari tas kecilnya.
Ucup, dengan rasa ingin tahunya yang besar, mendekat dan bertanya. “Alat itu buat apa, sih?”
“Ini alat untuk mengendalikan kekuatan super gorengan! Kalian tinggal makan, dan otomatis energi kalian bakal meningkat, bisa membasmi semua bahaya dari masa depan!” Agen 009 menjelaskan dengan penuh semangat.
Sementara itu, Bagong sudah mulai tak sabar. “Gue sih udah siap, deh. Kalo gorengan ini beneran bisa bikin gue jadi pahlawan, ayo aja!” Dia langsung mengambil tahu goreng dan menelannya dalam satu suapan besar, sambil melotot melihat alat canggih yang bersinar.
Roy memandang Bagong, bingung. “Lo gila ya? Jangan langsung makan begitu aja, ntar lo malah jadi superhero kambuhan!”
Mak Ijah, yang tidak ingin ketinggalan, akhirnya mulai mengambil porsi gorengan dengan hati-hati. “Ya udah, deh. Kalo gini caranya, yaudah, cobain aja.”
Mereka semua mulai makan gorengan, dan anehnya, setelah beberapa menit, mereka mulai merasa ada yang berbeda. Sebuah rasa yang memanjakan lidah, ditambah dengan sensasi energi yang mulai menyebar ke seluruh tubuh mereka.
“Wah, gue merasa kuat banget nih!” teriak Bagong sambil berdiri dengan penuh percaya diri. “Gue bisa angkat truk sekarang!”
Ucup, yang merasa ada yang aneh, mulai berkeringat. “Ini beneran gila. Kok gue merasa bisa jadi apa aja?”
Tiba-tiba, tanpa diduga, langit yang sebelumnya mendung berubah cerah. Benda asing yang semula terlihat seperti UFO, mulai terbang lagi. Agen 009, yang sudah siap dengan alat canggihnya, mengarahkan alat itu ke langit dan mengaktifkan tombol besar di tengahnya.
“Ini dia! Saatnya menyelamatkan dunia!” katanya dengan penuh semangat.
Alat canggih itu mengeluarkan sinar terang yang langsung mengarah ke UFO, dan dalam sekejap, objek itu hancur berkeping-keping. Terlihat seperti api yang membara, namun tidak meninggalkan apapun kecuali langit yang cerah.
“Akhirnya, kita selamatkan bumi!” teriak Ucup, kegirangan.
Agen 009 menghempaskan napas lega. “Misi selesai. Semua berkat gorengan Mak Ijah!”
Mak Ijah, yang sudah mulai tersenyum lebar, menepuk-nepuk tangan Bagong yang terlihat sangat puas dengan pencapaiannya. “Ini baru gue seneng! Gorengan bukan cuma buat makan enak, ternyata bisa selamatin dunia!”
Dengan kekuatan gorengan, dunia yang hampir terganggu oleh kerusakan masa depan, kini terhindar. Tak ada lagi ancaman yang bisa mengalahkan mereka. Mungkin, hanya dengan sebuah piring gorengan, semua bisa berubah.
“Jadi, lo udah balik ke masa depan?” tanya Roy kepada Agen 009.
“Iya, gue harus balik. Misi selesai, dan bumi sudah aman. Tapi, kalau ada yang butuh gorengan lagi, bisa mampir ke warung Mak Ijah!” jawab Agen 009 sambil melambaikan tangan.
Dengan satu langkah, dia memasuki pesawat terbang, dan langsung meluncur ke langit. Namun, sebelum pergi, dia menoleh sejenak dan berteriak, “Ingat, gorengan bisa menyelamatkan dunia!”
Suasana kembali tenang. Mereka semua duduk bersama, tertawa dan menikmati sisa gorengan yang ada. Dunia, meskipun penuh dengan hal-hal gila dan tak terduga, tetap berputar, dan mungkin, semuanya berkat satu hal: gorengan dari warung Mak Ijah.
“Udah lah, mending makan lagi aja. Siapa tau ada lagi yang datang dari masa depan!” ujar Bagong sambil menggigit tahu goreng dengan puas.
Dan begitu, mereka semua melanjutkan hidup mereka, menikmati kebahagiaan sederhana yang tiba-tiba menjadi sangat luar biasa.
Tamat.