Dunia Tanpa Batas: Sebuah Perjalanan Melalui Kegelapan dan Cahaya

Posted on

Bayangin deh, kamu lagi di dunia yang nggak punya batas. Kayak ruang kosong, tapi juga penuh dengan hal-hal aneh yang nggak bisa dijelaskan. Setiap langkah kamu di dunia ini ngerasa kayak lagi nulis cerita sendiri—terus aja berputar tanpa akhir.

Tapi, gimana rasanya kalau kamu harus nemuin jawaban atas semua itu? Penasaran nggak, kalau dunia yang kamu lihat sekarang ternyata cuma bayangan dari pikiran kamu sendiri? Yuk, baca cerita ini masuk ke dunia yang nggak kenal batas ini. Cek aja, siapa tahu kamu juga bakal nemuin sisi gelap dan terang yang nggak kamu duga.

 

Dunia Tanpa Batas

Melangkah ke Kegelapan

Aku merasa seperti tubuhku menghilang, meresap ke dalam kegelapan yang tak berbatas. Tak ada suara, tak ada cahaya, hanya kekosongan yang merayap masuk ke dalam setiap sel tubuhku. Rasanya seperti aku tenggelam dalam lautan hitam yang tak berujung. Lalu, seiring waktu yang tak bisa kuhitung, aku merasa terjatuh. Tapi anehnya, aku tak merasakan apa-apa. Tidak ada getaran tubuh saat menyentuh tanah, tidak ada perasaan terhantam keras seperti yang biasanya terjadi saat terjatuh. Semua terasa… hampa. Kosong.

Aku berdiri, atau lebih tepatnya, aku merasa seolah sedang berdiri, meski aku tak bisa melihat tubuhku. Tak ada rupa, hanya ada pikiran dan perasaan yang berkelana dalam kegelapan yang tidak pernah berakhir. Aku mencoba menggerakkan tubuhku, mencari arah, mencari tanda, sesuatu yang bisa menunjukkan aku masih hidup—atau bahkan ada. Tapi semuanya sia-sia.

Lalu, sebuah suara menghentikan kerisauanku.

“Apakah kamu siap untuk melangkah lebih jauh, Kylo?”

Suara itu terdengar familiar, meskipun tidak sepenuhnya milikku. Seperti suara dalam pikiranku, namun tidak berasal dari sana. Aku berhenti sejenak, bingung, mencoba menangkap asal suara itu.

“Siapa… siapa kamu?” tanyaku, berusaha menguatkan suara yang keluar dari mulutku, meski aku tak yakin apakah itu benar-benar keluar atau hanya terlintas dalam pikiranku.

“Siapa aku?” Suara itu terdengar tertawa pelan, seperti ada ironi yang terkandung di dalamnya. “Aku adalah batas antara dunia yang kamu kenal dan dunia yang lebih besar. Aku adalah sesuatu yang tak terlihat, tak terjangkau. Aku adalah bagian dari kegelapan yang membawa cahaya.”

Aku menelan ludah, mencoba memahami kata-kata itu. Dunia yang lebih besar? Apa maksudnya? Ini sudah cukup aneh, dan perasaan bingung itu semakin kuat di dalam diriku. Aku tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi aku tahu satu hal—aku tidak berada di tempat yang familiar.

“Kenapa aku ada di sini?” tanyaku, mencoba mencari tahu lebih banyak. “Apa yang kamu inginkan dariku?”

“Apa yang aku inginkan?” Suara itu terdengar lebih dalam, lebih serius. “Aku ingin kamu memilih. Kamu selalu terikat pada dunia yang penuh batasan, Kylo. Aku ingin kamu tahu bahwa ada dunia yang lebih besar dari itu. Dunia tanpa batas.”

Dunia tanpa batas? Kata-kata itu menghantamku seperti sebuah teriakan, membekas di dalam pikiran dan hatiku. Apa yang dimaksud dunia tanpa batas? Aku selalu hidup dengan batasan—batas waktu, batas ruang, batas yang menghubungkan segala sesuatu yang ada di dunia ini. Bagaimana bisa ada dunia yang tak terikat apapun?

Aku mencoba bergerak, meskipun rasanya tak ada tempat yang bisa kuperhatikan. “Aku tidak mengerti,” jawabku dengan penuh kebingungan. “Apa yang terjadi di sini? Apa maksud dunia tanpa batas itu?”

“Di dunia tanpa batas,” suara itu menjelaskan, “tidak ada waktu, tidak ada ruang. Tidak ada apa-apa yang mengikatmu. Tidak ada aturan yang membatasi. Kamu bebas, Kylo. Bebas untuk menjadi apa pun, untuk melakukan apa pun.”

Aku terdiam. Bebas. Itulah kata yang paling menggoda, dan sekaligus menakutkan. Semua yang aku kenal dalam hidup ini, dari rutinitas harian hingga hubungan antar manusia, semuanya terikat oleh batasan—batas waktu, batas kemampuan, batas yang tak terlihat namun jelas ada. Bagaimana rasanya hidup tanpa itu? Tanpa penghalang?

“Jika aku memilih dunia itu,” tanyaku, mataku mengerjap-ngerjap mencoba menyesuaikan diri dengan kegelapan ini, “apa yang akan terjadi padaku?”

Suara itu tidak langsung menjawab, seolah memberi waktu bagiku untuk merenungkan pertanyaan itu. Lama sekali. Lalu, dengan lembut, ia berkata, “Itu adalah pilihan yang hanya bisa kamu ambil, Kylo. Kamu harus memilih. Apakah kamu tetap ingin menjadi bagian dari dunia yang penuh keterbatasan, ataukah kamu ingin melangkah ke dunia yang lebih luas, lebih besar, dan lebih bebas?”

Aku menundukkan kepala, meskipun aku tidak bisa melihat diriku sendiri. Pilihan itu terasa begitu berat. Aku yang selama ini selalu berpegang pada apa yang bisa dijangkau, apa yang bisa dipahami, kini dihadapkan pada keputusan yang membuatku harus melepaskan segala sesuatu yang aku kenal. Dunia tanpa batas terdengar menggoda, tetapi juga menakutkan. Apakah aku siap untuk melangkah ke dalam ketidakpastian itu?

Tanpa sadar, aku mulai melangkah ke arah suara yang berbicara. Cahaya kecil muncul di depan, rapuh namun terang, seperti lilin yang terhuyung-huyung dalam angin. Aku merasa ada sesuatu yang memanggilku untuk mendekat, dan meski hati ini penuh dengan pertanyaan, aku tidak bisa berhenti. Cahaya itu seolah menarikku, lebih dalam ke dalam dunia yang tidak aku kenal.

Aku mendekat, langkahku semakin mantap meskipun tak tahu apa yang akan kutemui. Semakin aku mendekat, semakin aku merasa ada sesuatu yang besar, sesuatu yang lebih dari sekedar keputusan. Mungkin aku sedang melangkah menuju sesuatu yang akan mengubah seluruh pandanganku tentang dunia ini, tentang kehidupan yang selalu aku anggap sudah pasti.

“Kenapa kamu memilih untuk melangkah lebih jauh?” suara itu kembali muncul, kali ini dengan nada yang lebih serius. “Apakah kamu benar-benar siap untuk apa yang akan datang?”

Aku tidak tahu jawabannya, tetapi aku merasa harus melangkah, meskipun ketakutan mulai merayap masuk ke dalam diriku. Aku menatap cahaya itu yang semakin terang, dan tanpa berpikir panjang, aku menjawab dalam hati, “Aku harus tahu. Aku harus tahu apa yang ada di dunia ini.”

Dan dengan itu, langkahku semakin pasti menuju dunia tanpa batas. Dunia yang belum pernah kujelajahi, tempat yang jauh dari apa yang aku kenal. Ketika cahaya itu mulai menyelimuti tubuhku, aku tahu—aku tidak akan pernah bisa kembali lagi.

Namun, aku tidak peduli. Aku ingin melangkah lebih jauh.

 

Cahaya yang Rapuh

Cahaya itu menuntunku, seperti aliran sungai yang tak kasat mata, mengarahkan langkahku lebih dalam ke dalam dunia yang tak aku kenali. Aku berjalan tanpa henti, meski rasanya kaki ini tidak pernah menjejak tanah. Langit di atas—atau entah apakah itu langit—berubah warna, dari biru tua yang tak terhingga menjadi oranye yang berkilau, seperti matahari yang terbenam dengan cara yang tak biasa.

Aku tidak tahu berapa lama aku berjalan. Waktu seolah berhenti di sini, atau mungkin tidak pernah ada sama sekali. Hanya ada langkahku yang terasa melayang, melintasi kegelapan dan keheningan yang memelukku erat. Tiba-tiba, suara itu kembali, terdengar lebih jelas kali ini, menggema seperti angin yang berbisik.

“Apakah kamu merasa lebih bebas sekarang, Kylo?” Suara itu terdengar begitu dekat, seolah-olah ada yang mengamatiku dari balik kegelapan. “Kamu telah memilih untuk datang ke sini. Dunia tanpa batas, dunia di mana aturan tidak lagi mengikat.”

Aku tidak bisa menjawab. Ada sesuatu yang mengganggu perasaanku, seolah ada ketidakpastian yang merayap di dalam diri. Aku masih merasa asing, meskipun aku sudah melangkah jauh. Bebas, ya, aku bebas—tapi ada rasa kosong yang menyelubungi setiap langkahku.

“Apa yang sebenarnya ada di sini?” aku bertanya dengan suara parau, mencoba mencari jawaban. “Jika ini dunia tanpa batas, kenapa aku merasa begitu terasing?”

Suara itu terdiam sejenak, memberi ruang untuk pertanyaanku menggantung di udara. Lalu, dengan nada yang lembut namun penuh makna, ia berkata, “Kamu merasa terasing karena kamu belum sepenuhnya melepaskan dunia yang kamu kenal. Batasan yang kamu bawa dari dunia lama masih ada di dalam pikiranmu. Dunia ini, Kylo, bukan hanya tentang kebebasan fisik. Ini adalah kebebasan pikiran.”

Aku terdiam. Apa yang dimaksud kebebasan pikiran? Sepertinya aku hanya terus berjalan, tidak ada yang berubah. Aku merasa seperti aku hanyalah bayangan dari diri sendiri. Di dunia yang tak terbatas ini, aku seharusnya merasa bebas—tetapi kenapa justru aku merasa semakin kehilangan arah?

“Tunggu,” aku berkata, memutuskan untuk berhenti dan berpaling ke arah suara itu. “Aku tidak mengerti. Aku datang ke sini untuk mencari sesuatu, tapi apa yang aku temui hanya lebih banyak pertanyaan. Apa yang kamu inginkan dariku? Apa yang sebenarnya ada di sini?”

“Tidak ada yang kamu butuhkan dari luar, Kylo. Semuanya ada di dalam dirimu,” jawab suara itu dengan tenang, seperti mengungkapkan sebuah rahasia besar. “Dunia tanpa batas ini bukanlah tempat untuk mencari sesuatu yang tidak ada. Ini adalah tempat untuk menemukan apa yang selalu ada, yang mungkin tidak pernah kamu sadari sebelumnya.”

Aku mencoba mencerna kata-kata itu, tetapi semakin aku berpikir, semakin aku merasa kebingunganku justru semakin dalam. Dunia ini tidak memberi jawaban yang jelas, hanya menambah kebingunganku. Aku mulai merasa seperti terperangkap dalam suatu labirin tak berujung, berjalan tanpa arah yang pasti.

Lalu, di kejauhan, aku melihat sebuah bayangan. Sebuah sosok yang tampaknya berjalan mendekat ke arahku, tetapi tak ada suara yang mengiringinya. Cuma gerakan tubuh yang mengambang, seperti sosok yang melayang di udara.

Saat sosok itu semakin dekat, aku merasakan sebuah ketegangan yang menjalar dalam tubuhku. Siapa itu? Kenapa aku merasa seperti sosok itu tahu lebih banyak tentang dunia ini daripada aku?

“Sosok itu adalah bagian dari dunia ini,” suara itu kembali terdengar, menjelaskan dengan tenang. “Dia adalah pengingat, Kylo. Pengingat akan sesuatu yang hilang, atau mungkin sesuatu yang kamu coba lupakan.”

Aku menelan ludah. Sosok itu, yang kini semakin jelas wujudnya, tampak seperti seorang pria. Dia mengenakan jubah hitam yang mengalir seperti bayangan, dan wajahnya tertutup oleh kapu yang hanya memperlihatkan sepasang mata yang berkilau, seperti dua bintang yang menembus kegelapan. Matanya menatapku dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan—tidak ramah, namun tidak menakutkan. Hanya kosong.

“Apa yang kamu inginkan?” aku akhirnya bertanya, sedikit gugup. “Kenapa kamu ada di sini?”

Sosok itu berhenti tepat di depanku. Diam. Hanya ada desahan nafas yang terhembus, tidak terdengar, tetapi entah bagaimana bisa aku rasakan.

“Apa yang kamu inginkan, Kylo?” jawabnya dengan suara yang berat dan dalam, seolah berasal dari kedalaman yang tak terjangkau. “Apa yang kamu harapkan dari dunia tanpa batas ini? Apakah kamu ingin menjadi lebih besar dari dirimu yang sekarang? Atau apakah kamu hanya ingin melarikan diri?”

Aku terdiam. Tidak ada jawaban yang bisa kuucapkan. Apa yang aku inginkan? Sejujurnya, aku juga tidak tahu. Aku merasa begitu kecil di hadapan sosok ini, meskipun aku tahu seharusnya aku bebas.

Sosok itu melangkah mundur sedikit, matanya masih menatap tajam. “Jika kamu ingin melangkah lebih jauh, Kylo, kamu harus menyingkirkan bayang-bayang dari dunia lama. Kamu tidak bisa melangkah ke depan sambil membawa masa lalu.”

Aku merasa seakan dunia ini sedang berputar di sekelilingku. Semakin aku mencoba untuk mengerti, semakin aku merasa terjebak di dalam teka-teki yang tak terpecahkan. Aku memandang sosok itu, lalu berpaling, mencoba menemukan jawabannya. Tapi sosok itu menghilang dalam sekejap, seperti ditelan oleh kegelapan.

Aku berdiri di tempat yang sama, merasa semakin hilang di dalam dunia yang tak terhingga ini. Dalam kegelapan yang tidak bisa dijelaskan, aku tahu satu hal—aku tidak bisa kembali. Dunia ini mungkin tidak memberi jawaban yang aku cari, tetapi ia membawa aku pada sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang tak akan pernah aku temui di dunia lama.

Dan aku harus memilih.

 

Bayangan yang Menghantui

Pagi tak pernah datang di dunia ini. Tidak ada matahari yang terbit atau tenggelam, hanya kegelapan yang terus melingkupi, menjadikannya lebih nyata daripada apapun yang pernah aku ketahui. Dunia ini adalah ruang tanpa waktu, dan aku hanyalah seorang pelancong yang terjebak dalam labirin tak berbatas.

Aku menggerakkan kaki, namun tidak ada arah yang jelas. Setiap langkahku terasa seperti berputar di tempat yang sama. Bayangan itu kembali menghantuiku—sosok yang menghilang begitu saja. Sosok pria berpakaian hitam itu, yang entah mengapa aku merasa begitu dekat dengan dirinya, seperti sebuah ingatan yang hilang. Aku tidak tahu apakah ia hanya bagian dari mimpi burukku atau entah apa, tapi perasaan yang aku alami begitu nyata. Ada sesuatu yang sangat akrab, namun tak bisa kuungkapkan.

“Apa yang terjadi jika aku tidak memilih?” aku bergumam pada diri sendiri. “Apa yang terjadi jika aku hanya terus berjalan, tanpa tujuan?”

Tanpa menjawab, kegelapan di sekitarku seperti menelan kata-kataku, meresap ke dalam setiap celah pikiran. Tidak ada yang mendengar, hanya aku yang terjebak dalam dunia yang tidak pernah menjelaskan apa-apa.

Lalu, suara itu kembali, datang entah dari mana. Tidak ada suara langkah atau gemericik angin, hanya suara yang terdengar jelas di tengah kegelapan. Suara yang tidak bisa ditanggapi dengan logika, hanya bisa dirasakan dengan jiwa.

“Kamu takut,” suara itu berkata, menembus keheningan. “Takut akan apa yang tidak kamu mengerti. Takut akan kegelapan yang menyelubungi dan bayangan yang mengikutimu.”

Aku menggigit bibir, berusaha menenangkan diri. “Aku tidak takut. Aku hanya… tidak tahu apa yang harus aku lakukan.”

“Takut dan bingung adalah dua sisi dari koin yang sama,” suara itu melanjutkan dengan nada yang seakan mengerti segalanya. “Dunia ini adalah bayangan yang kamu ciptakan. Setiap keputusanmu menciptakan kenyataanmu. Apa yang kamu cari? Jawaban atau pelarian?”

Aku mendengus. Jawaban? Pelarian? Apa yang aku cari selama ini jika bukan jawaban? Apa yang aku inginkan, jika bukan pemahaman akan dunia yang menghantuiku ini?

“Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku pilih,” aku berkata pelan, suara nyaris hilang dalam keheningan yang mengikutinya. “Aku tidak tahu apa yang ada di ujung jalan ini. Dan dunia ini… ini membuat aku merasa lebih jauh dari apapun yang pernah aku ketahui.”

Suara itu terdiam sejenak, kemudian terdengar seperti sebuah tawa rendah. “Kenapa kamu berpikir bahwa ada akhir di dunia yang tak terbatas ini? Tidak ada ujung, Kylo. Dunia ini bukan tentang akhir. Dunia ini tentang perjalanan yang tidak ada habisnya.”

Aku menggigit bibir lebih keras. Perjalanan yang tidak ada habisnya? Apa itu berarti aku terperangkap dalam sebuah siklus yang tak bisa aku hentikan?

“Jika aku tak bisa kembali… apakah aku akan terus berjalan dalam kebingunganku?” tanyaku, lebih pada diri sendiri daripada kepada suara itu.

Kegelapan seolah menjawab dengan mengalirkan udara yang berat di sekitarku, memberi tekanan pada dada yang mulai terasa sesak. Semua yang kulihat adalah bayanganku sendiri, terpancar dalam ribuan bentuk yang tak terhitung. Aku tahu itu adalah refleksi dari ketakutanku, dari perasaan tak berdaya yang membelenggu pikiranku. Aku merasa begitu kecil, begitu rapuh.

Saat itulah, sebuah cahaya samar muncul di kejauhan. Itu bukan cahaya terang yang menenangkan. Itu adalah kilauan yang tersembunyi, seakan ada sesuatu yang terperangkap di dalamnya—sebuah janji, atau mungkin sebuah ancaman. Aku tidak tahu. Namun, perasaan ingin tahu itu lebih kuat dari rasa takut yang terus menghantuiku.

Dengan ragu, aku melangkah mendekat. Setiap langkah terasa semakin berat, seakan ada sesuatu yang menarikku kembali. Namun aku tidak bisa berhenti. Aku harus tahu. Dunia ini, entah apa adanya, telah membuatku terikat pada pertanyaan yang tak berujung. Aku harus mencari jawabannya.

Saat aku semakin dekat dengan cahaya itu, aku mendengar sebuah suara lain, kali ini lebih tajam, lebih langsung, lebih memaksa. “Jangan dekati itu,” suara itu memperingatkanku. “Kau tidak siap untuk tahu.”

Aku berhenti sejenak. Suara itu berasal dari dalam diriku—suara yang mencoba menghentikanku. Aku mengenalinya. Itu adalah suaraku sendiri, yang mencoba mengingatkan bahwa ada sesuatu yang lebih gelap dari yang bisa aku bayangkan, sesuatu yang siap menyapu segala yang ada.

Namun, aku tidak bisa menahan rasa penasaran. Aku melangkah lebih cepat, mendekati cahaya itu.

Dan begitu aku tiba di sana, semuanya berubah.

Cahaya itu pecah menjadi ribuan partikel yang menyelimuti tubuhku. Aku merasa seolah-olah diselimuti oleh ribuan tangan yang dingin, meresap ke dalam setiap pori-poriku. Wajahku terasa terhantam angin kencang, dan tubuhku terhuyung sejenak. Namun, meskipun ada ketakutan yang merayapi, aku tetap berdiri, berusaha menghadapi apa yang akan datang.

Dan kemudian, suara itu kembali.

“Kamu telah memilih,” suara itu berkata dengan nada yang lebih dalam, lebih mengerikan, namun penuh dengan keyakinan. “Dunia ini adalah milikmu sekarang, Kylo. Apa yang akan kamu lakukan dengan kekuatan yang kamu miliki?”

Aku merasa tubuhku bergetar. Kekuatanku? Apa yang aku miliki di sini selain kebingunganku? Apakah ini yang dimaksud dengan kebebasan, atau justru beban yang lebih berat? Aku tidak tahu.

Yang aku tahu, dunia ini tidak lagi tentang apa yang aku ketahui. Dunia ini adalah tempat di mana aku harus menciptakan jawabanku sendiri.

Dan di tengah kebingunganku, aku tahu satu hal—aku harus menghadapi bayangan itu, bayangan yang selalu mengejarku, jika aku ingin tahu siapa diriku yang sebenarnya.

Maka aku memilih untuk melangkah lebih dalam, menembus cahaya yang meresap ke dalam diriku.

 

Pintu yang Tak Pernah Tertutup

Cahaya itu semakin mempesona, menari di sekeliling tubuhku, menembus kegelapan dengan kilau yang tak terhitung. Dalam cahaya itu, bayanganku mulai mengabur, seolah identitasku sedang menghilang, diubah menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, lebih luas—suatu keberadaan yang tidak terbatas.

Aku merasakan tubuhku terangkat, seperti tertarik oleh kekuatan yang tak tampak. Dunia yang ada di sekelilingku mulai memudar, berubah menjadi kabut tipis yang membungkus setiap inci ruang yang ada. Aku tidak tahu ke mana aku sedang pergi, tapi dalam setiap detik, aku semakin yakin bahwa ini bukanlah akhir dari perjalanan ini. Dunia tanpa batas ini tidak akan pernah memberi jawaban yang jelas. Ia hanya menawarkan lebih banyak pertanyaan—pertanyaan yang, jika aku tidak berhati-hati, bisa menarikku lebih jauh lagi ke dalam kegelapan.

Namun, entah kenapa, aku merasa ada sesuatu yang menarikku ke dalam dirinya, seolah dunia ini menjanjikan sesuatu yang lebih. Semakin aku menolaknya, semakin kuat daya tarik itu, dan aku tahu aku tidak bisa berpaling lagi.

“Tidak ada jalan kembali,” suara itu kembali terdengar, lebih kuat, lebih jelas. “Apa yang kamu cari sudah ada di dalammu. Jangan takut untuk menemukannya.”

Aku berhenti sejenak, menatap ke depan. Di hadapanku, sebuah pintu terbuka perlahan, mengungkapkan dunia yang tak terbayangkan. Semua yang ada di sana tampak familiar dan asing pada saat yang bersamaan—sebuah dunia yang penuh dengan bayangan dan refleksi yang aneh, seperti sekelebat ingatan yang hilang.

Aku melangkah maju tanpa ragu. Suara-suara di sekitarku mulai membisikkan kata-kata yang aku tak mengerti sepenuhnya. Namun, aku merasakannya. Setiap kata, setiap bisikan itu beresonansi dalam diriku, mengingatkan akan sesuatu yang jauh lebih besar, jauh lebih dalam.

Aku masuk melalui pintu itu, dan tiba-tiba aku merasa segala sesuatu yang ada di sekelilingku seperti terhubung, seperti sebuah jaringan tak terlihat yang menghubungkan setiap bayangan, setiap refleksi, setiap pilihan yang pernah aku buat. Dunia ini bukan sekadar ruang kosong tanpa batas. Ini adalah dunia yang menciptakan dirinya sendiri—dunia yang hidup dalam setiap keputusan, dalam setiap gerak langkah.

Bayangan itu kembali muncul. Kali ini, ia tidak tampak asing. Aku mengenalnya, meskipun aku tak bisa mengingat dari mana. Wajahnya yang samar-samar terbentuk dari kabut itu, penuh dengan kedalaman yang tak bisa kujelaskan. Dia menatapku, bukan dengan tatapan yang menuntut, tapi dengan pemahaman.

“Kamu akhirnya sampai di sini,” katanya dengan suara yang tak terdefinisi. “Di sini, kamu bisa melihat dirimu lebih jelas daripada yang pernah kamu bayangkan. Dunia ini bukanlah tempat di luar sana. Dunia ini adalah refleksi dari setiap perasaan, setiap pilihan yang pernah kamu buat.”

Aku diam, merenung. Refleksi? Apa yang dia maksud dengan itu? Apakah dunia ini hanya sebuah cermin besar yang mencerminkan ketakutan dan harapan kita? Apakah semua ini hanya permainan antara bayangan dan kenyataan?

“Ini bukan permainan,” suara itu terdengar kembali. “Ini adalah kenyataan yang tak terlihat oleh mata biasa. Kamu yang menciptakan dunia ini, Kylo. Kamu yang membentuknya dengan setiap langkahmu, setiap keputusan yang kamu ambil.”

Aku merasakan tubuhku menggigil, bukan karena ketakutan, tetapi karena kesadaran yang tiba-tiba mencekam. Aku mengerti sekarang. Aku tidak hanya pelancong dalam dunia tanpa batas ini—aku adalah pencipta dari dunia itu sendiri. Setiap pilihan, setiap langkah, membentuk dunia ini, dan semua yang ada di sini adalah bagian dari diriku. Dunia ini bukanlah tempat untuk ditemukan, melainkan sesuatu yang perlu diciptakan, dibentuk, dipahami.

“Dan apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanyaku dengan suara hampir terputus. “Apa yang terjadi setelah aku mengerti semua ini?”

Bayangan itu hanya tersenyum. “Kamu sudah tahu jawabannya. Tidak ada yang perlu dilakukan, selain terus berjalan. Dunia ini akan selalu ada bersamamu, karena dunia ini adalah bagian dari dirimu.”

Seketika, semuanya mulai menghilang. Pintu itu perlahan tertutup, dan kabut itu mulai menyelimuti, meresap ke dalam setiap inci ruang. Namun, aku merasa tenang, karena meskipun dunia ini memudar, aku tahu bahwa aku selalu membawanya bersamaku. Setiap langkah, setiap pilihan, akan selalu menciptakan dunia baru. Dunia yang tanpa batas.

Aku tidak takut lagi. Karena aku mengerti sekarang—dunia ini tidak pernah ada untuk ditemukan, melainkan untuk diciptakan, dipahami, dan diterima. Dunia ini adalah milikku, dan aku adalah bagian darinya.

Kegelapan datang, tapi aku tahu itu bukan akhir. Itu hanyalah langkah berikutnya dalam perjalanan yang tak pernah berhenti.

 

Jadi, apa yang kamu pikirin tentang dunia ini? Apakah semuanya cuma bayangan, atau justru kita yang menciptakan semuanya? Mungkin, nggak ada jawaban pasti—dan itu yang bikin dunia ini nggak punya batas.

Tapi, satu yang pasti, perjalanan ini nggak pernah selesai. Setiap langkah kamu nentuin dunia yang akan kamu ciptain selanjutnya. Jadi, jalanin aja. Karena siapa tahu, dunia yang kamu cari udah ada di depan mata, cuma menunggu kamu buat nemuin.

Leave a Reply