Draf Kedua Cinta Kita: Romansa Reuni Terbaik

Posted on

Jelajahi dunia emosi mendalam dan reuni yang menyentuh hati dalam Draf Kedua Cinta Kita: Romansa Reuni Terbaik, sebuah cerpen epik yang mengisahkan perjalanan Jorath Sylven, seorang editor di Penerbitan Aurivian, Jakarta, pada tahun 2023. Dengan narasi detail tentang pertemuan kembali dengan mantan kekasihnya Veyra Thalind, seorang penulis, dalam proyek novel yang mencerminkan kisah cinta mereka yang penuh luka, cerita ini menghadirkan romansa penuh nostalgia dan penebusan. Cocok untuk penggemar cerita romansa modern—jangan lewatkan kisah ini!

Draf Kedua Cinta Kita

Pertemuan di Balik Naskah

Di sudut ramai sebuah kantor penerbitan di Jakarta pada tahun 2023, deretan meja kayu modern berdiri rapi, dipenuhi aroma tinta printer, kopi pagi, dan kilauan lembut cahaya neon yang menyelinap melalui jendela kaca besar. Kantor itu, bernama Penerbitan Aurivian, terletak di lantai tiga gedung perkantoran di pusat kota, dikelilingi oleh hiruk-pikuk lalu lintas dan pemandangan langit kota yang sibuk, menjadi saksi bisu kehidupan seorang editor bernama Jorath Sylven, berusia dua puluh enam tahun. Matanya yang biru tua menyimpan cerita tentang penyesalan dan kenangan, terutama sejak ia dipaksa menghadapi naskah dari penulis yang ternyata adalah mantan kekasihnya, Veyra Thalind, yang putus dengannya enam tahun lalu karena ego masa muda.

Jorath bekerja sebagai editor senior, menjalani rutinitas harian yang membawanya ke Penerbitan Aurivian setiap pagi pukul tujuh. Setiap bulan, ia menerima naskah baru untuk diedit, sebuah kebiasaan yang dimulai sejak ia bergabung pada tahun 2020. Meja kerjanya, dengan tumpukan kertas dan secangkir kopi dingin, menjadi simbol tanggung jawab yang ia pikul, meski perasaannya dipenuhi bayangan masa lalu. Jorath memulai hari-harinya dengan hati yang berat, membawa pena merah dan catatan sebagai alat, tapi setiap halaman yang dibaca terasa seperti cerminan hubungan yang pernah ia hancurkan.

Hari-hari Jorath di kantor biasanya dimulai dengan suara ketikan keyboard, diikuti oleh tugasnya mengoreksi naskah-naskah baru. Ia pertama kali bertemu Veyra pada musim panas 2017 di sebuah kafe pinggir pantai di Pelabuhan Ratu, ketika keduanya masih kuliah dan penuh semangat. Hubungan mereka berlangsung dua tahun, dipenuhi dengan tawa dan janji, hingga pertengkaran hebat tentang masa depan memisahkan mereka pada tahun 2019. Setelah itu, Jorath terus bekerja, mencoba melupakan Veyra, tapi naskah baru yang tiba di mejanya membawa aroma kenangan yang tak bisa ia hindari.

Jorath sering mengingat masa lalunya, sebuah masa ketika ia dan Veyra berjalan di tepi pantai, berbagi mimpi tentang menulis dan mengedit bersama. Putusnya hubungan itu meninggalkan Jorath dengan perasaan bersalah, dan meja kerjanya menjadi pelarian baginya, sebuah harapan yang mungkin membawanya pada kebenaran. Pada suatu malam, setelah ia membaca naskah pertama, ia merasa ada hembusan angin lembut di wajahnya—seperti napas seseorang, membuat bulu kuduknya berdiri.

Suatu pagi di bulan September, ketika cahaya neon memenuhi Penerbitan Aurivian dengan suasana sibuk dan aroma kopi tercium kuat, Jorath menerima naskah baru berjudul Draf Kedua Cinta Kita. Ia membukanya, dan cerita itu mengisahkan pasangan yang putus karena ego, dengan detail tentang pantai dan janji yang mirip dengan kenangannya bersama Veyra. Tiba-tiba, seorang wanita dengan jaket biru tua masuk ke kantor, membawa tas kain yang tampak usang. Rambut cokelatnya yang panjang tergerai oleh angin, dan matanya yang hijau muda menatapnya dengan rasa campur aduk. Ia memperkenalkan diri sebagai Veyra Thalind, penulis naskah itu, yang ternyata telah kembali ke Jakarta untuk proyek tersebut. Wajahnya penuh garis-garis kelelahan, tapi ada ketenangan dalam caranya berdiri yang membuat Jorath tak bisa menolak mengamatinya.

Veyra duduk di meja sebelah, tangannya yang penuh tinta memegang tas dengan penuh perhatian. Matanya sesekali melirik naskah di tangan Jorath, seolah mengenali sesuatu di balik kata-kata. “Naskah ini lebih dari sekadar cerita,” katanya dalam hati, suaranya terdengar samar di pikiran Jorath. Jorath mengangguk, hati bergetar oleh perasaan yang terasa terlalu dekat dengan kenangannya. Veyra memutuskan untuk bekerja sama dengan Jorath selama proyek, dengan alasan ingin menyempurnakan cerita, dan meski Jorath ragu, ia merasa ada kepercayaan dalam kehadiran wanita itu, sebuah perubahan dari kesepian yang selama ini ia pendam.

Hari-hari berikutnya membawa ritme baru ke kehidupan Jorath. Veyra sering terlihat mengetik di sudut kantor, berjalan bersamanya di koridor, dan bahkan membantu mengatur naskah-naskah lama. Ia tak banyak bertanya tentang masa lalunya, tapi gerakannya yang lembut, seperti saat ia membolak-balik halaman atau menatap jendela, seolah membawa harapan ke dalam perasaannya. Jorath mulai merasa tertarik oleh kehadiran Veyra, meski ia tak pernah mengakuinya, bahkan pada dirinya sendiri.

Namun, di balik ketenangan yang muncul, ada bayangan yang semakin gelap. Setiap kali ia membaca naskah, Jorath merasa ada suara samar di udara—panggilan yang terdengar seperti tawa, atau angin yang mirip dengan napas seseorang. Ia sering terbangun di malam hari di kantor, berkeringat dingin, membayangkan Veyra berdiri di tepi pantai, wajahnya penuh kelembutan. Dan Veyra, dengan instinknya yang tajam, mulai memperhatikan hal-hal kecil—cara Jorath menatap naskah, cara ia mengoreksi dengan tangan gemetar, dan cara ia selalu terdiam ketika membaca.

Pada suatu sore yang sepi, ketika cahaya neon memenuhi Penerbitan Aurivian dan aroma kopi tercium kuat, Jorath menemukan sebuah amplop tua yang terselip di halaman naskah. Permukaannya penuh lipatan, dan aroma tinta tua tercium samar. Jorath mengambil amplop itu, merasa panas di tangannya. Di dalamnya, ia tahu, ada sesuatu yang akan mengubah segalanya. Ia menatap ke arah jendela kota, dan untuk pertama kalinya dalam enam tahun, ia merasa takut—bukan hanya karena Veyra, tapi karena kenyataan bahwa naskah itu mungkin membukakan luka lama.

Bayang di Balik Kata

Langit Penerbitan Aurivian pada malam hari pada pertengahan bulan September 2023 tampak dipenuhi cahaya neon yang menyelinap melalui jendela kaca besar, membalut amplop tua dan meja kerja dengan kilauan lembut yang mencerminkan tumpukan kertas yang masih berserakan. Jorath Sylven duduk di dalam kantor, amplop yang ditemukan di naskah terbuka di depannya, isi di dalamnya tersebar di atas meja. Udara di dalam terasa hangat, bercampur dengan aroma tinta dan kopi yang mengisi setiap sudut kantor. Di kejauhan, suara klakson terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu. Bayangan di balik jendela berkedip lemah, menciptakan ilusi yang menari di permukaan meja, seolah menggambarkan emosi yang terus menghantuinya.

Amplop itu berisi surat-surat tulis tangan yang membuat jantung Jorath berdegup kencang—catatan dari Veyra, sketsa pantai yang ia kenali, dan sebuah foto kecil yang ditandai dengan tanggal lama. Kertas itu terasa rapuh karena kelembapan, dan aroma tinta yang memudar memenuhi udara, membawa kembali ingatan tentang hari-hari bersama Veyra di tepi laut. Jorath menatap isi amplop itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh foto yang tampak seperti menyimpan rahasia terakhir mantannya. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke hari-hari ketika mereka berbagi mimpi, ketika tawa Veyra masih terasa hangat di hatinya.

Malam itu, ketika cahaya neon memenuhi Penerbitan Aurivian dengan alunan lembut, Veyra kembali dari menjelajahi koridor kantor. Ia membawa sebuah tas kain yang berisi gulungan kertas dan sebuah buku kecil yang ia temukan di arsip lama. Wajahnya tampak pucat di bawah cahaya lampu, tapi matanya yang hijau muda bersinar dengan rasa ingin tahu yang dalam. “Aku menemukan sesuatu di arsip,” katanya dalam hati, meletakkan gulungan itu di meja di samping amplop milik Jorath. Gulungan kertas itu terasa dingin saat disentuh, dan di dalamnya terdapat sebuah jurnal yang ditulis dengan tangan rapi, bersama dengan sketsa pantai yang sudah menguning di tepinya.

Jorath merasa napasnya terhenti sejenak. Jurnal itu ditulis oleh Veyra, tinta hitamnya masih samar terbaca meski kertasnya kusut. Ia mengambil jurnal itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan catatan yang membuat dunianya bergetar. “Jorath, kau adalah kata yang kutulis,” tulisnya. Jurnal itu menceritakan tentang kehidupan Veyra setelah putus, tentang perjuangannya menulis, dan tentang harapannya untuk menyelesaikan cerita mereka. Foto kecil menunjukkan pantai dengan senja, dan di sudut, ada bayangan dua orang yang tampak akrab.

Jorath merasa dadanya sesak. Ia ingat Veyra, yang selalu penuh semangat di pantai, dan malam-malam ketika ia menatap laut dengan perasaan campur aduk. Jurnal itu mengungkap bahwa Veyra menulis naskah untuk mengungkapkan penyesalannya, dan ia meninggalkan petunjuk untuk Jorath. Jorath menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah petualangan yang tak bisa dilupakannya.

Veyra memperhatikan reaksi Jorath, tapi ia tak bertanya apa-apa. Ia hanya duduk di sudut meja, membolak-balik sketsa dengan gerakan hati-hati, seolah memberikan ruang bagi Jorath untuk tenggelam dalam pikirannya. Namun, kehadiran Veyra, meski diam, terasa seperti dorongan lembut yang memaksa Jorath untuk menggali lebih dalam. Ia menatap sketsa kecil di tangannya, lalu ke foto di amplop. Ada hubungan antara keduanya, ia tahu itu, tapi ia belum siap untuk menghadapinya.

Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Jorath mulai merasa bahwa kehadiran Veyra bukanlah kebetulan. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap jurnal, yang membuat Jorath curiga bahwa wanita ini tahu lebih banyak daripada yang ia katakan. Pada suatu sore, ketika mereka duduk di koridor kantor, Veyra tiba-tiba berkata dalam hati, “Ada lebih dari sekadar naskah ini, Jorath.” Jorath menatapnya tajam, merasa seperti ditantang. Ia ingin marah, ingin mengusir Veyra dari kantor, tapi ada sesuatu dalam nada pikirannya yang membuatnya tak bisa berbohong. “Kadang lebih baik tak mencari tahu,” jawabnya dalam hati, lalu berbalik dan berjalan kembali ke mejanya, meninggalkan Veyra sendirian dengan pikirannya.

Malam itu, Jorath akhirnya memberanikan diri untuk mempelajari sketsa tambahan. Di belakangnya, ia menemukan petunjuk menuju arsip kantor, ditandai dengan simbol-simbol aneh dan catatan yang ditulis dengan tinta yang sudah luntur: “Di kantor ini aku menulis, meninggalkan draf untukmu. Maafkan aku.” Jorath merasa dadanya sesak, seolah ada tangan tak terlihat yang mencengkeram hatinya. Ia ingin lari, ingin meninggalkan kantor dan semua kenangan yang tersimpan di naskah itu, tapi ia tahu ia tak bisa. Kantor itu, meja kerjanya yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.

Pagi berikutnya, Veyra menemukan Jorath duduk di mejanya, dikelilingi oleh jurnal, sketsa tambahan, dan foto dari amplop. Ia tak bertanya apa-apa, hanya duduk di sampingnya dan menawarkan secangkir kopi hangat. Tapi di matanya, Jorath melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah pengertian yang terlalu dalam, seolah Veyra tahu lebih banyak tentang masa lalu daripada yang ia katakan. “Kau pernah melihat seseorang di kantor ini?” tanya Jorath dalam hati, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Veyra menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Aku pernah,” katanya dalam pikiran. “Dan aku tahu betapa beratnya itu.”

Hari itu, Jorath mulai mengikuti petunjuk menuju arsip, berjalan bersama Veyra melalui koridor sempit dan berdebu. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara printer seperti pengingat akan Veyra. Mereka menemukan sebuah ruang kecil di balik arsip, di dalamnya terdapat jejak-jejak tinta di lantai dan sebuah kotak kayu yang terbuat dari kayu tua. Di dalam kotak, Jorath menemukan surat lain dari Veyra, bersama dengan sebuah foto kecil yang berkilau lembut.

Surat itu berbunyi: “Jorath, aku menulis untukmu. Aku meninggalkan draf ini, tapi hati ini penuh penyesalan. Maafkan aku.” Jorath merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Veyra, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus tahu apa yang ada di sini,” katanya dalam hati, dan di matanya, Jorath melihat ketakutan yang sama yang ia rasakan. Kantor itu, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah rahasia yang mungkin akan menghancurkannya.

Jejak di Balik Draf

Langit Penerbitan Aurivian pada malam hari pada akhir bulan September 2023 tampak dipenuhi cahaya neon yang menyelinap melalui jendela kaca besar, membalut ruang kecil dan kotak kayu dengan kilauan lembut yang mencerminkan debu yang masih menempel di arsip-arsip tua. Jorath Sylven duduk di dalam ruang belakang, surat dari Veyra yang usang terbuka di pangkuannya, sementara kotak kayu yang ditemukan di balik arsip tergeletak di samping tumpukan kertas kuning. Udara di dalam terasa hangat, bercampur dengan aroma tinta dan kayu basah yang mengisi setiap sudut kantor. Di kejauhan, suara klakson terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu yang tak pernah ia lepaskan. Bayangan di balik jendela berkedip lemah, menciptakan ilusi yang menari di permukaan lantai, seolah menggambarkan emosi yang terus menggerogoti hatinya.

Surat itu berisi tulisan tangan yang membuat jantung Jorath berdegup kencang—cerita tentang perjalanan Veyra, sketsa pantai yang ia kenali, dan sebuah petunjuk tentang foto kecil yang berkilau di tangannya. Kertas itu terasa rapuh karena kelembapan, dan aroma tinta yang memudar membawa kembali ingatan tentang hari-hari bersama Veyra di tepi laut. Jorath menatap isi surat itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh foto yang tampak seperti menyimpan rahasia terdalam mantannya. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke hari-hari ketika mereka berbagi mimpi, ketika senyum Veyra masih terasa seperti harapan di hatinya.

Malam itu, ketika cahaya neon memenuhi Penerbitan Aurivian dengan alunan lembut, Veyra kembali dari menjelajahi sudut arsip. Ia membawa sebuah tas kain yang berisi gulungan kertas dan sebuah buku kecil yang ia temukan di dekat lemari besi. Wajahnya tampak pucat di bawah cahaya lampu, tapi matanya yang hijau muda bersinar dengan rasa ingin tahu yang dalam. “Aku menemukan sesuatu di sudut,” katanya dalam hati, meletakkan gulungan itu di lantai di samping kotak milik Jorath. Gulungan kertas itu terasa dingin saat disentuh, dan di dalamnya terdapat sebuah jurnal yang ditulis dengan tangan gemetar, bersama dengan sketsa pantai yang sudah menguning di tepinya.

Jorath merasa napasnya terhenti sejenak. Jurnal itu ditulis oleh Veyra, tinta hitamnya hampir tak terbaca karena air yang merembes, tapi kata-katanya masih jelas. Ia mengambil jurnal itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan catatan yang membuat dunianya bergetar. “Jorath, kau adalah kata yang kutulis,” tulisnya. Jurnal itu menceritakan tentang kehidupan Veyra setelah putus, tentang perjuangannya menulis untuk mengenang masa lalu, dan tentang harapannya untuk menyelesaikan cerita mereka. Foto kecil menunjukkan pantai dengan senja, dan di sudut, ada bayangan dua orang yang tampak akrab.

Jorath merasa dadanya sesak. Ia ingat Veyra, yang selalu penuh semangat di pantai, dan malam-malam ketika ia menatap laut dengan perasaan campur aduk. Jurnal itu mengungkap bahwa Veyra menulis naskah untuk mengungkapkan penyesalannya, dan ia meninggalkan petunjuk untuk Jorath. Jorath menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah petualangan yang tak bisa ia hindari.

Veyra memperhatikan reaksi Jorath, tapi ia tetap diam, membolak-balik sketsa dengan gerakan hati-hati, seolah memberikan ruang bagi Jorath untuk menghadapi pikirannya. Namun, kehadiran Veyra, meski tenang, terasa seperti dorongan lembut yang memaksa Jorath untuk menggali lebih dalam. Ia menatap halaman terakhir jurnal itu, lalu ke foto kecil di gulungan kertas. Ada hubungan antara keduanya, ia yakin itu, tapi ia belum siap untuk mengungkapnya.

Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Jorath mulai merasa bahwa kehadiran Veyra memiliki peran lebih dari sekadar penulis. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap jurnal, yang membuat Jorath curiga bahwa wanita ini tahu tentang masa lalu mereka lebih dari yang ia katakan. Pada suatu malam, ketika mereka duduk di koridor kantor, Veyra tiba-tiba berkata dalam hati, “Ada lebih dari sekadar naskah ini, Jorath.” Jorath menatapnya tajam, merasa seperti dihadapkan pada kebenaran. Ia ingin menolak, ingin meninggalkan Veyra di kantor, tapi ada kekuatan dalam matanya yang membuatnya terdiam. “Kadang kebenaran itu menyakitkan,” jawabnya dalam hati, lalu berbalik dan berjalan kembali ke mejanya, meninggalkan Veyra sendirian dengan pikirannya.

Malam itu, Jorath memberanikan diri untuk mempelajari sketsa tambahan. Di belakangnya, ia menemukan petunjuk menuju sudut arsip, ditandai dengan simbol-simbol aneh dan catatan yang ditulis dengan tinta yang sudah luntur: “Di kantor ini aku menulis, meninggalkan draf untukmu. Maafkan aku.” Jorath merasa dadanya tercekat, seolah ada bayangan tak terlihat yang menariknya ke dalam misteri itu. Ia ingin lari, ingin meninggalkan kantor dan semua kenangan yang tersimpan di naskah itu, tapi ia tahu ia tak bisa. Kantor itu, meja kerjanya yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.

Pagi berikutnya, Veyra menemukan Jorath duduk di mejanya, dikelilingi oleh jurnal, sketsa tambahan, dan foto dari kotak kayu. Ia tak bertanya apa-apa, hanya duduk di sampingnya dan menawarkan secangkir kopi hangat. Tapi di matanya, Jorath melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah pengertian yang terlalu dalam, seolah Veyra tahu lebih banyak tentang masa lalu daripada yang ia katakan. “Kau pernah melihat seseorang di kantor ini?” tanya Jorath dalam hati, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Veyra menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Aku pernah,” katanya dalam pikiran. “Dan aku tahu betapa sulitnya itu.”

Hari itu, Jorath mulai mengikuti petunjuk menuju sudut arsip, berjalan bersama Veyra melalui koridor sempit dan berdebu. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara printer seperti pengingat akan Veyra. Mereka menemukan sebuah sudut kecil yang diterangi oleh cahaya redup dari lampu neon, di dalamnya terdapat jejak-jejak tinta di lantai dan sebuah meja antik yang terbuat dari kayu tua. Di atas meja, Jorath menemukan surat lain dari Veyra, bersama dengan sebuah foto kecil yang berkilau lembut.

Surat itu berbunyi: “Jorath, aku menulis untukmu. Aku meninggalkan draf ini, tapi hati ini penuh penyesalan. Maafkan aku.” Jorath merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Veyra, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus memutuskan apa yang harus dilakukan,” katanya dalam hati, dan di matanya, Jorath melihat ketakutan yang sama yang ia rasakan. Kantor itu, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah keputusan yang mungkin akan menghancurkannya.

Pagi berikutnya, Jorath dan Veyra kembali ke sudut kecil, membawa jurnal, sketsa tambahan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Di dalam sudut, mereka menemukan dinding yang ditulis dengan tangan gemetar, penuh dengan simbol pantai dan kalimat yang tak bisa dibaca sepenuhnya. Jorath merasa bulu kuduknya berdiri. Ia tahu, tanpa perlu dikatakan, bahwa ini adalah pusat dari misteri yang ditinggalkan Veyra, dan ia harus menghadapinya, apa pun risikonya.

Reuni di Halaman Akhir

Langit Penerbitan Aurivian pada malam hari pada akhir bulan September 2023 tampak dipenuhi cahaya neon yang menyelinap melalui jendela kaca besar, membalut sudut kecil dan meja antik dengan kilauan lembut yang mencerminkan debu yang kini hilang. Jorath dan Veyra berdiri di depan dinding sudut, memegang jurnal Veyra dan foto kecil. Cahaya neon dari luar menyelinap melalui celah-celah jendela, menciptakan bayang-bayang yang menari di dinding, seolah kenangan dari masa lalu sedang mengintip mereka. Suara klakson yang berdesir melalui kota terdengar samar, membawa ketenangan yang tak terucap. Jorath merasa bulu kuduknya berdiri, tapi ia tahu bahwa lari bukan lagi pilihan. Ia harus menghadapi apa pun yang ada di kantor, apa pun yang telah membangkitkan cinta selama enam tahun.

Ketika mereka menatap dinding sudut, mereka melihat simbol-simbol yang mulai bersinar terang, diiringi oleh suara derit kayu yang semakin keras dari dalam meja. Jorath merasa jantungnya berdegup kencang. Ia menoleh ke Veyra, yang wajahnya tiba-tiba tenang. “Ini adalah jawabannya,” katanya dalam hati, menunjuk ke arah foto kecil. Jorath mengangguk, meski ia tak sepenuhnya memahami. Mereka mulai menempatkan foto kecil di atas meja, dan cahaya itu menyebar, menciptakan lingkaran terang di sekitar sudut.

Veyra menjelaskan bahwa ia kembali ke Jakarta bukan hanya untuk proyek, tapi untuk mencari penebusan dengan Jorath, yang konon telah hilang dari hidupnya karena pertengkaran masa lalu pada 2019. Ia menulis naskah untuk mengungkapkan perasaannya, dan ketika ia bertemu Jorath lagi, ia tahu bahwa pria itu adalah kunci untuk menyelesaikan cerita mereka. Jorath merasa dunia di sekitarnya berputar. Veyra, mantan yang ia rindukan, kini terhubung dengan naskah yang membawa mereka kembali bersama.

Malam itu, Jorath dan Veyra kembali ke meja utama, membawa jurnal dan tekad untuk mengakhiri misteri. Cahaya neon memandu mereka, dan dengan bantuan foto kecil, mereka mencapai meja yang diterangi oleh cahaya dari sudut kecil, di mana bayangan masa lalu muncul untuk sesaat—senyum Veyra di pantai, tangannya yang terulur seolah meminta damai. Kemudian bayangan itu hilang, dan kantor kembali tenang, seolah misteri itu telah selesai.

Tapi ada harga yang harus dibayar. Jorath merasa cintanya memudar, digantikan oleh kelegaan yang hangat. Ia masih ingat bahwa ia pernah mencintai Veyra, tapi luka lama, tawa mereka, semua detail itu hilang, seolah tenggelam bersama cahaya. Ia jatuh berlutut di koridor, menangis tanpa suara, sementara Veyra memegang tangannya. “Kita melakukannya, Jorath,” katanya dalam hati. “Kita bebas sekarang.” Tapi Jorath tahu bahwa kemenangan ini datang dengan harga yang terlalu mahal. Ia telah kehilangan bagian dari masa lalu yang menjadi alasan hidupnya, dan di dalam hatinya, ia merasa penuh dengan kekosongan.

Hari-hari berikutnya di kantor terasa seperti mimpi yang perlahan memudar. Cahaya neon tetap menyelimuti meja-meja, tapi bayangan Veyra tak lagi terlihat. Jorath duduk di mejanya, menatap cakrawala kota yang kini kosong, tanpa kenangan yang menyertainya. Pada suatu malam, ketika lampu neon terlihat jelas, Jorath berjalan menuju sudut kecil, membawa surat terakhir Veyra. Ia berdiri di meja antik, menatap pantulan cahaya, dan merasa bahwa hidupnya telah dimulai kembali bersama mantan yang hilang. Dengan langkah perlahan, ia meletakkan surat di atas meja dan berjalan menjauh, membiarkan kantor menyelimuti dirinya sepenuhnya. Kantor itu kembali tenggelam dalam keheningan, menyimpan bayang emosi dalam kelegaan yang abadi.

Kantor itu berdiri diam di sudut Jakarta, jendelanya berkilau redup, dan sudut tersembunyi tetap menjadi saksi bisu dari akhir damai Jorath Sylven, di mana draf cinta berakhir dalam reuni yang tak pernah sirna.

Draf Kedua Cinta Kita: Romansa Reuni Terbaik menyajikan perjalanan cinta dan penebusan yang terjalin di balik naskah-naskah kantor, diuji oleh ego masa lalu dan akhirnya menemukan reuni yang mengharukan. Dengan alur penuh emosi dan pesan mendalam tentang kekuatan cinta yang abadi, cerpen ini mengajak Anda untuk merenungkan hubungan yang hilang dan ditemukan kembali. Segera baca kisah Jorath dan rasakan keajaiban serta kesedihan yang tak terlupakan!

Terima kasih telah menyelami ulasan Draf Kedua Cinta Kita: Romansa Reuni Terbaik. Semoga cerita ini membawa Anda pada petualangan emosional yang memikat dan inspirasi yang mendalam. Kami menantikan kehadiran Anda kembali untuk kisah literatur berikutnya—jangan lupa bagikan pengalaman Anda dengan kami!

Leave a Reply