Daftar Isi
Siapa sangka, di sebuah desa yang biasa aja, ada kambing yang bisa jadi penjaga desa. Kalau kamu kira ini cerita biasa, siap-siap aja ketawa. Ini bukan cerita biasa!
Si Doyok, kambing dengan semangat tinggi dan tak kenal takut, tiba-tiba jadi pahlawan desa. Kalian bakal lihat gimana absurdnya idenya, tapi jangan salah, ada hikmah tersembunyi yang bisa bikin kamu mikir lagi soal cara kita melihat solusi. Yuk, simak cerita gokil yang satu ini!
Doyok si Kambing Penjaga
Ide Gila Seorang Komeng
Di sebuah desa yang tenang, yang lebih sering dihiasi suara ayam berkokok daripada suara motor lewat, hiduplah seorang pemuda bernama Komeng. Otaknya encer, tapi entah kenapa sering kepikiran hal-hal yang nggak masuk akal. Contohnya, pernah suatu hari dia kepikiran buat jual bayangan pohon mangga ke tetangganya dengan alasan “biar adem lebih berkelas.”
Hari itu, di teras rumahnya yang penuh dengan barang-barang aneh—dari panci bolong sampai kipas angin tanpa baling-baling—Komeng sedang melamun. Di sampingnya, Satiman, sahabat setianya yang sering jadi korban eksperimen ide-ide ngawur Komeng, sedang asyik nyemilin kacang goreng.
“Kamu tahu nggak, Sat?” Komeng tiba-tiba buka suara sambil menatap langit, seolah dapet wahyu.
“Apa lagi?” Satiman langsung siaga. Pengalaman mengajarkan dia bahwa kalau Komeng mulai ngomong kayak gini, pasti bakal ada kejadian nggak masuk akal dalam waktu dekat.
“Aku punya ide bisnis,” Komeng berkata dengan nada serius.
Satiman langsung melotot. “Kamu jangan bilang mau jual bayangan pohon lagi. Orang desa ini udah kapok sama ide aneh kamu, Kom!”
Komeng mengibaskan tangan. “Bukan! Ini lebih jenius!”
Satiman mendengus. “Jenius buat kamu atau buat orang lain?”
“Percaya deh, ini bakal ngehentak dunia perbisnisan! Aku mau bikin Jasa Sewa Kambing Penjaga!”
Satiman berhenti ngunyah kacang. Mulutnya setengah terbuka, otaknya masih berusaha memproses informasi yang baru saja masuk.
“Sebentar, aku ulang. Kambing… penjaga?”
“Iya!” Komeng makin semangat. “Liat aja, Sat. Orang-orang biasa pakai anjing buat jaga rumah, kan? Nah, maling udah sering ngelawan anjing. Mereka udah tahu triknya. Tapi kalau tiba-tiba ada kambing nyeruduk mereka di tengah malam? Kaget pasti! Nggak bakal ada yang curiga kalau rumah dijaga kambing!”
Satiman menatap Komeng lama. Sejenak, ia mempertimbangkan untuk meninggalkan pertemanan mereka di titik ini. Tapi rasa penasaran mengalahkan logikanya.
“Komeng,” katanya, masih berusaha memastikan kalau temannya ini belum gila total, “kambing itu makannya rumput. Bukan maling.”
“Makanya kita latih dulu!” Komeng menepuk pundak Satiman. “Aku udah milih kandidat terbaik: Si Doyok!”
Satiman ternganga. “Doyok? Kambingnya Pak Dul yang suka makan sandal orang?”
Komeng mengangguk penuh semangat. “Justru itu! Doyok itu beda dari kambing lain. Dia punya insting predator!”
Satiman tepok jidat. “Insting predator dari mana?! Itu kambing doyan sandal, bukan doyan maling!”
“Percaya, Sat. Ini cuma soal cara melatihnya.” Komeng berdiri dan menepuk dada. “Sebagai pelatih profesional, aku bakal bikin Doyok jadi kambing penjaga terbaik!”
Satiman mulai merasa dunia ini nggak adil. Kenapa dari semua orang di desa ini, dia yang harus berteman sama manusia dengan ide-ide paling absurd?
Namun, seperti biasa, dia tetap ikut terseret ke dalam kekacauan yang bakal datang.
Bab 2: Doyok, Kambing Superhero
Sore itu, di belakang rumah Komeng, suasana lebih mirip kamp latihan pasukan khusus daripada kandang kambing biasa. Beberapa tali tambang tergantung di pohon, tumpukan jerami disusun menyerupai rintangan, dan di tengah lapangan, berdirilah Doyok, sang kambing legendaris, yang masih belum sadar kalau hidupnya sebentar lagi bakal berubah drastis.
Komeng berdiri di depan Doyok dengan tatapan penuh keyakinan. Di sampingnya, Satiman berdiri sambil nyender di pagar bambu, ekspresinya setengah ragu, setengah kasihan sama Doyok.
“Latihan pertama,” Komeng membuka sesi dengan nada serius. “Mengasah insting serangan!”
Doyok melongo. Kalau dia bisa ngomong, mungkin dia bakal bilang, “Aku kambing, bukan ninja.”
Satiman mengangkat alis. “Insting serangan gimana maksudnya? Kambing tuh nggak nyerang, Kom.”
“Salah!” Komeng menyeringai. “Kamu belum pernah lihat kambing rebutan makan? Mereka bisa nyeruduk kayak banteng, Sat! Nah, kita tinggal maksimalkan itu.”
Satiman menahan napas. “Caranya?”
Komeng mengambil sandal jepit bekas dari kantongnya dan mengibaskannya di depan Doyok.
Doyok langsung berdiri tegang. Matanya menyala, kupingnya tegak, seluruh badannya waspada.
“Aku tau dia doyan sandal, tapi kamu mau ngapain?” tanya Satiman waswas.
Komeng tertawa kecil. “Saksikan dan pelajari, kawan.”
Dia mulai menggoyangkan sandal di udara, lalu berlari sambil mengibas-ngibaskannya seperti seorang pawang banteng.
Doyok, tanpa pikir panjang, langsung ngegas!
KAMBING SUPER SERUDUK MODE: ON!
Doyok meluncur dengan kecepatan yang nggak masuk akal. Dalam hitungan detik, Komeng yang tadi pede sekarang panik setengah mati, lari sekuat tenaga sambil teriak, “SATIMAN, TOLONGGGG!!”
Satiman ngakak sampai jatuh ke tanah. “Kamu sendiri yang ngajarin, Kom! Rasain!”
Tapi Doyok nggak main-main. Dengan kecepatan 40 km/jam (perkiraan ngawur Satiman), Doyok menabrak Komeng plek!
“UWOGHH!!” Komeng melayang tiga meter ke belakang dan jatuh dengan suara debum yang menggema di seantero desa.
Satiman yang masih ketawa, mendekat dan nendang pelan kaki Komeng yang lagi rebahan tak berdaya. “Kom? Masih idup?”
Komeng mengangkat jempol lemas. “Doyok… Berhasil…”
Doyok berdiri di dekatnya dengan ekspresi puas. Seolah baru saja menuntaskan misi terbesarnya di dunia ini.
Satiman geleng-geleng. “Jadi ini rencana kamu? Kasih sandal ke maling biar diseruduk Doyok?”
Komeng meringis sambil duduk. “Nggak gitu konsepnya… Tapi kita udah nemu senjata rahasia Doyok: serudukan maut! Tinggal kita poles lagi!”
Satiman mendesah. “Oke. Terus, latihan selanjutnya apaan?”
Komeng tersenyum lemah. “Kita bikin dia bisa bedain sandal maling sama sandal majikan…”
Satiman ngakak lagi. “Ini bakal seru.”
Dan begitulah, proyek Kambing Penjaga terus berlanjut. Tanpa mereka sadari, malam itu bakal jadi malam latihan paling absurd dalam sejarah per-kambing-an.
Serangan Tengah Malam
Malam itu, di bawah bulan yang bersinar terang, Komeng dan Satiman masih sibuk di kandang belakang rumah. Setelah serangkaian latihan yang berujung pada beberapa memar di tubuh Komeng dan sandal Satiman yang lenyap entah ke mana, mereka akhirnya sampai di tahap krusial: latihan simulasi menghadapi maling sungguhan.
Doyok, sang kambing penjaga, berdiri gagah di tengah kandang dengan ekspresi penuh percaya diri. Sejak latihan sore tadi, kambing itu seperti menemukan jati dirinya.
“Oke, Sat,” Komeng berbisik sambil mengendap-endap di belakang pagar. “Kamu jadi malingnya.”
Satiman langsung berhenti gerak. “Hah? Kenapa aku?”
“Kamu yang paling mirip maling.”
Satiman memelototi Komeng. “Jadi maksud kamu, tampang aku tuh tampang kriminal?”
“Ya nggak gitu juga…” Komeng nyengir. “Cuma… ya… kalau dibandingin sama aku, kamu lebih meyakinkan.”
Satiman mendesah panjang. “Oke, oke, terus aku harus ngapain?”
“Ya beraksi dong! Maling itu gerakannya harus smooth, nggak boleh ketauan. Nah, tugas Doyok adalah menangkap kamu sebelum kamu bisa kabur!”
Satiman melirik Doyok yang lagi ngunyah jerami santai. “Oke, aku coba.”
Dengan langkah pelan, Satiman mulai bergerak menuju pagar kandang. Ia berusaha seprofesional mungkin, membayangkan dirinya sebagai maling kelas kakap yang sering muncul di berita kriminal.
Namun, baru dua langkah, Komeng langsung bisik-bisik, “Jangan kayak maling cupu, Sat! Maling tuh harus lebih lincah!”
Satiman mendengus. “Oh, jadi sekarang aku juga dikomentarin?”
“Ya biar Doyok dapet pengalaman realistis!”
Satiman menghela napas. Oke, kalau gitu dia bakal totalitas. Dengan gerakan gesit, ia melompati pagar kandang, mendarat dengan mulus, lalu…
“DAB! DAB! DAB!”
Doyok langsung mode siaga! Telinganya tegak, matanya menatap tajam ke arah Satiman yang baru aja nyentuh tanah.
“Kom… kayaknya Doyok udah paham skenarionya…” suara Satiman mulai bergetar.
Komeng menyeringai. “Bagus! Sekarang coba kabur!”
“Apa?! Aku baru masuk!!”
“Terserah kamu! Yang penting Doyok harus ngejar!”
Satiman membalikkan badan dan berusaha melompat keluar. Tapi terlambat.
“MBEEEEKKKKK!!”
Doyok langsung ngegas! Dengan kecepatan yang bikin Satiman lupa cara bernapas, kambing itu meluncur seperti rudal darat.
“Komeng, tolong!!”
“Tugas aku cuma ngawasin, bukan nolong!”
Satiman panik. Ia berusaha berlari sekencang mungkin, tapi Doyok lebih cepat. Dengan lompatan maut, Doyok menabrak punggung Satiman dengan “DUGG!!” yang menggema ke seluruh desa.
“UWOGHHH!!”
Satiman terlempar, melewati pagar kandang dengan gaya akrobatik yang bahkan atlet nasional pun bakal salut. Ia mendarat di tumpukan jerami dengan suara “PLAF!” yang cukup menyedihkan.
Komeng tepuk tangan. “Eksperimen sukses!”
Satiman, yang masih terguling, mendongak dengan wajah penuh jerami. “Kom… aku pengen resign dari pertemanan kita…”
Tapi sebelum Komeng bisa menjawab, suara langkah kaki terdengar dari arah rumah.
“Komeng! Satiman! Kalian ngapain jam segini masih bikin ribut?!”
Komeng dan Satiman menoleh bersamaan. Dari arah pintu rumah, berdiri Pak RT dengan sarung melilit di pinggang dan ekspresi setengah ngantuk, setengah marah.
“Pak RT…” Komeng nyengir. “Kami lagi… eee… latihan keamanan desa!”
Pak RT menghela napas panjang. “Komeng, Satiman, malam-malam gini jangan bikin heboh! Kambing teriak, manusia teriak, tetangga jadi takut ada maling beneran!”
Satiman mengangkat tangan lemas. “Justru itu, Pak… Kalau ada maling, Doyok udah siap!”
Pak RT mengernyit. “Siap buat apa?”
“Menjaga keamanan desa!” Komeng menjawab dengan bangga.
Pak RT memandang mereka lama. Lalu mengalihkan pandangannya ke Doyok yang masih berdiri dengan dada membusung penuh kemenangan.
“Komeng, Satiman…” Pak RT akhirnya berkata. “Besok ikut rapat warga. Kayaknya kita harus bahas waras atau nggaknya proyek ini.”
Komeng dan Satiman hanya bisa saling pandang.
Doyok? Ia tetap gagah seperti seorang pahlawan yang baru saja memenangkan pertempuran.
Dan malam itu, tanpa mereka sadari, legenda kambing penjaga telah lahir.
Rapat Warga Paling Absurd
Pagi itu, suasana balai desa mendadak lebih ramai dari biasanya. Warga sudah duduk rapi di tikar yang digelar di lantai, wajah mereka penuh tanda tanya. Ada yang penasaran, ada yang masih ngantuk, ada juga yang heran kenapa pagi-pagi mereka dipanggil rapat mendadak.
Di bagian depan, duduk Pak RT dengan ekspresi serius. Di sebelahnya, Komeng dan Satiman duduk dengan muka polos tapi penuh beban. Dan di sebelah mereka…
Doyok.
Si kambing duduk dengan gagahnya, sesekali mengunyah rumput yang entah dari mana datangnya.
Pak RT berdeham, lalu membuka rapat. “Baik, bapak-bapak, ibu-ibu sekalian. Hari ini kita akan membahas… sesuatu yang mungkin belum pernah kita bahas sebelumnya.”
Warga mulai berbisik-bisik.
“Ada yang tahu kenapa kita dipanggil?” tanya seorang ibu.
“Kabarnya ada kejadian aneh semalam,” bisik yang lain.
“Sstt! Dengerin dulu!”
Pak RT melanjutkan. “Jadi begini… Seperti yang kita tahu, keamanan desa kita akhir-akhir ini sedang rawan. Banyak laporan maling masuk rumah warga, kandang ayam kebobolan, dan jemuran hilang entah ke mana.”
Warga langsung ribut.
“Iya, betul! Jemuran saya hilang!”
“Saya juga! Celana dalam saya nggak tahu ke mana!”
“Astaga, Bu Joko! Jangan diumumin dong!”
Pak RT menepuk meja, menenangkan suasana. “Nah, tadi malam… kita mendapatkan solusi tak terduga dari dua anak ini.” Ia melirik ke arah Komeng dan Satiman yang duduk dengan senyum kaku.
Warga langsung menatap mereka.
“Kami menemukan penjaga keamanan baru untuk desa ini!” kata Komeng penuh semangat.
“Penjaga keamanan?” Pak Jaya, salah satu warga tertua, mengernyit. “Siapa?”
Komeng berdiri, mengangkat tangan ke arah Doyok yang masih sibuk ngunyah rumput. “Perkenalkan… DOYOK, KAMBING PENJAGA!”
Sunyi.
Sepi.
Warga hanya saling pandang. Pak RT memijat pelipis. Seorang bapak batuk kecil. Seorang ibu mencoba memastikan apakah ia masih dalam dunia nyata atau sudah masuk ke alam mimpi.
“Kambing… penjaga?” ulang Pak Jaya pelan, seolah ingin memastikan pendengarannya masih normal.
“Betul, Pak Jaya!” sahut Satiman. “Semalam kami uji coba, dan hasilnya luar biasa!”
“Memang, bagaimana cara kerjanya?” tanya seorang warga, penasaran.
Komeng langsung maju ke tengah. “Jadi begini! Kalau maling masuk, Doyok akan mendeteksi keberadaannya, lalu langsung ngegas! Dengan kecepatan kilat dan teknik seruduk legendaris, dia bakal bikin maling nggak bisa pulang dengan tenang!”
Pak RT menghela napas panjang. “Jadi semalam yang ribut itu… latihan?”
Satiman mengangguk bangga. “Benar, Pak! Dan korbannya saya sendiri!”
Seorang bapak melirik Satiman dari atas sampai bawah. “Terus kenapa kamu nggak bonyok?”
Satiman terkekeh kaku. “Karena saya jatuh di jerami. Tapi tetap sakit, Pak…”
Warga mulai ribut lagi.
“Sebentar, sebentar,” Pak Jaya mengangkat tangan. “Ini ide luar biasa atau kebodohan luar biasa, saya masih belum yakin.”
“Menurut saya sih… dua-duanya,” celetuk salah satu warga, membuat semua tertawa.
“Tapi…” tiba-tiba Bu RT angkat bicara, “kalau memang kambing ini bisa ngusir maling, kenapa nggak dicoba?”
Warga terdiam.
Pak RT berpikir sejenak, lalu mengangguk. “Baik. Kita coba satu minggu. Kalau dalam seminggu maling berkurang, kita pertimbangkan untuk menjadikan Doyok penjaga desa resmi!”
Komeng dan Satiman langsung berpelukan. “Misi sukses, Sat!”
Doyok? Ia tetap duduk dengan gagahnya, seolah tahu bahwa dirinya baru saja naik pangkat dari kambing biasa menjadi pahlawan desa.
Satu minggu berlalu.
Dan hasilnya…
Doyok sukses besar.
Sejak kabar tentang kambing penjaga tersebar, maling-maling mulai berpikir dua kali sebelum masuk desa. Sudah ada dua orang yang lari terbirit-birit setelah mencoba mencuri di rumah warga, lalu berhadapan langsung dengan Serudukan Petir Doyok.
Yang lebih mengejutkan lagi…
Karena merasa bangga, warga lain ikut melatih kambing-kambing mereka.
Sampai akhirnya… lahirlah Pasukan Kambing Pengaman Desa.
Komeng dan Satiman tidak menyangka bahwa ide absurd mereka ternyata menjadi revolusi baru dalam sistem keamanan desa.
Dan sejak saat itu, desa mereka dikenal sebagai desa paling aman di seluruh kecamatan.
Dengan kekuatan kambing, tidak ada maling yang bisa selamat.
Nah, gimana? Lucu kan? Terkadang solusi paling cerdas datang dari hal-hal yang paling nggak terduga. Siapa yang nyangka kambing bisa jadi pahlawan?
Jadi, next time kalau ada masalah, coba deh cari solusi yang lebih kreatif dan jangan takut berimajinasi, karena kadang hal konyol justru bisa mengubah segalanya. Selamat berpetualang dengan ide-ide absurd!