Daftar Isi
Hai guys, Udah siap belum nih buat membaca cerpen tentang seorang gadis penuh energi yang harus menghadapi kehilangan mendalam dan menemukan kekuatan baru di tengah hujan yang terus turun? Hujan yang sering kali membawa lebih dari sekadar kelembapan dan ia bisa menyentuh hati dan menggugah emosi. Dalam cerpen ini, ikuti kisah Siti, seorang gadis penuh energi yang harus menghadapi kehilangan mendalam dan menemukan kekuatan baru di tengah hujan yang terus turun.
Cerita ini menyajikan perjalanan emosional yang penuh perjuangan dan inspirasi, menunjukkan bagaimana kenangan dan cinta yang hilang bisa membentuk langkah baru dalam hidup. Temukan bagaimana hujan yang lembut menjadi saksi dari perubahan besar dalam hidup Siti, dan bagaimana dia belajar mengatasi kesedihan dengan keberanian dan tekad. Bacalah untuk merasakan kekuatan dari perjalanan penuh emosi ini.
Kisah Sedih Tentang Semesta dan Cinta Seorang Anak SMA
Hujan Pagi dan Pertemuan Tak Terduga
Pagi itu, hujan turun dengan lembut dari langit kelabu, membasahi jalan-jalan kota yang masih sepi. Setiap tetes hujan terasa seperti sentuhan lembut semesta, menggulung di atas aspal yang mengkilap. Di bawah payung biru yang sudah usang, Siti melangkah cepat menuju sekolahnya. Seragam putih abu-abu yang dikenakannya tampak rapi, meski ujung-ujung rok dan sepatu moccasinnya mulai kotor oleh cipratan air hujan.
Siti adalah sosok yang selalu ceria, dikenal di sekolah sebagai gadis yang aktif dan penuh energi. Hujan tidak pernah menghalanginya untuk tampil ceria, meskipun di dalam hatinya, ada sesuatu yang selalu terasa kurang setiap kali hujan turun. Rasa kosong ini tidak pernah bisa dijelaskan dengan kata-kata, hanya bisa dirasakan saat tetesan hujan jatuh.
Sampai di gerbang sekolah, Siti melihat teman-temannya sudah berkumpul, berbincang-bincang sambil menunggu bel masuk. Senyum lebar yang menghiasi wajah mereka saat melihat kedatangannya. “Siti akhirnya datang juga!” teriak Lily, teman dekatnya, sambil melambai.
“Halo, semua!” jawab Siti sambil tersenyum lebar, mencoba mengabaikan perasaan kosong yang masih membekas di hatinya. “Hujan pagi ini benar-benar bisa membuatku menjadi sedikit malas untuk bergerak tapi pada akhirnya aku sampai juga.”
Sejak awal masuk ke sekolah, Siti selalu menjadi pusat perhatian. Dia pandai bergaul dan mudah beradaptasi dengan semua orang. Namun, dia juga tahu bahwa di balik keceriaan yang tampaknya tak tergoyahkan, ada bagian dari dirinya yang selalu merasa rindu akan sesuatu—sesuatu yang tidak pernah bisa dia temukan di sekolah.
Saat bel sekolah berbunyi, Siti bergegas memasuki kelas. Dia duduk di tempatnya dan mulai berbincang dengan teman-teman yang lain. Di sudut ruangan, di meja yang selalu sepi, duduk seorang siswa bernama Rudi. Rudi dikenal sebagai anak pendiam dan kurang bergaul, sering kali terlihat tenggelam dalam bukunya.
Siti tidak tahu banyak tentang Rudi, tetapi hari itu, ada sesuatu yang berbeda. Entah kenapa, saat hujan turun deras di luar jendela, Siti merasa tertarik untuk mendekati Rudi. Mungkin ini adalah kesempatan untuk memahami seseorang yang berbeda dari dirinya.
“Selamat pagi, Rudi.” sapa Siti dengan suara yang begitu ceria saat dia sedang berjalan mendekati meja Rudi.
Rudi menatap Siti dengan tatapan sedikit terkejut. “Pagi, Siti.”
Siti duduk di kursi sebelah Rudi, mengeluarkan buku catatannya. “Kamu lagi baca apa?”
Rudi mengangkat bukunya sedikit, menunjukkan sampulnya. “Hanya novel klasik. Aku suka membaca saat hujan. Rasanya lebih tenang.”
Siti tersenyum, merasakan kehangatan dari percakapan kecil ini. “Aku juga suka hujan meskipun biasanya hujan bisa membuatku merasa sedikit kosong. Tapi hari ini, hujan ini terasa berbeda.”
Mereka melanjutkan percakapan mereka, dan Siti mulai merasa nyaman berada di dekat Rudi. Percakapan mereka mengalir lancar, dengan Rudi mulai membuka diri sedikit demi sedikit. Siti merasa ada sesuatu yang menarik dari kedalaman mata Rudi, seperti ada cerita yang belum diceritakan.
Di luar kelas, hujan semakin deras, membentuk genangan kecil di halaman sekolah. Siti dan Rudi duduk bersama di bawah atap yang melindungi mereka dari hujan saat istirahat. Siti mengeluarkan bekal makan siangnya, menawarkan sebagian pada Rudi. “Mau? Aku bawa banyak hari ini.”
Rudi terkejut, tetapi menerima tawaran itu dengan senyum kecil. “Terima kasih, Siti. Kamu tahu, kadang hujan membuatku merasa sendirian, tetapi sekarang aku merasa ada yang berbeda.”
Siti merasa senang mendengar kata-kata Rudi. Mereka mulai berbicara lebih dalam tentang minat dan hobi mereka, saling berbagi cerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Siti mulai merasa bahwa di bawah hujan ini, dia menemukan sesuatu yang selama ini hilang—sebuah hubungan yang tulus dan mendalam.
Hari itu, hujan tidak hanya membasahi kota, tetapi juga membuka pintu untuk sebuah persahabatan baru. Siti merasa bahwa ada sesuatu yang istimewa dalam pertemuan ini, sesuatu yang bisa membantunya mengisi kekosongan yang selama ini dia rasakan.
Setelah pulang dari sekolah, Siti merenung di kamar, menatap hujan yang masih turun di luar jendela. Dia merasa bahwa hujan pagi itu adalah awal dari sesuatu yang baru. Mungkin ini adalah kesempatan untuk menemukan makna baru dalam hidupnya, dan Rudi mungkin adalah bagian dari perjalanan itu.
Siti memejamkan mata, membiarkan hujan yang terus menetes menjadi latar belakang untuk pikiran dan perasaannya. Di dalam hatinya, dia tahu bahwa hujan ini bukan hanya sekadar air yang jatuh dari langit, tetapi simbol dari perubahan yang sedang terjadi dalam hidupnya. Dengan rasa harapan baru, Siti menunggu hari-hari berikutnya dengan penuh semangat, siap menghadapi apa pun yang akan datang.
Di Bawah Pohon, Di Tengah Hujan
Musim hujan terus berlangsung, dan setiap tetesnya tampak membawa perubahan pada hidup Siti. Hujan tidak hanya membasahi jalanan kota, tetapi juga menyelimuti setiap sudut perasaannya. Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Siti semakin sering menghabiskan waktu bersama Rudi. Keduanya menemukan kenyamanan dalam kebersamaan mereka, berbagi cerita dan menjalin ikatan yang semakin mendalam.
Suatu sore yang mendung, saat hujan turun dengan derasnya, Siti dan Rudi duduk di bawah pohon besar di halaman sekolah. Tempat ini sudah menjadi saksi bisu dari banyak percakapan dan tawa mereka. Hujan yang turun dengan lembut membentuk tirai transparan di sekitar mereka, menciptakan suasana yang tenang dan intim.
Siti merasa bahwa dia telah menemukan tempat yang aman di hati Rudi, dan Rudi juga mulai membuka diri kepadanya. Mereka berbicara tentang segala hal—mimpi-mimpi, ketakutan, dan harapan masa depan. Namun, ada satu hal yang selalu membuat Siti penasaran—mengapa Rudi tampak begitu tenang di tengah hujan, dan apa yang sebenarnya dia rasakan.
“Rudi, aku ingin tahu lebih banyak tentang kamu. Kenapa kamu selalu merasa nyaman di bawah hujan?” tanya Siti dengan tatapannya yang lembut dan penuh dengan perhatian.
Rudi memandangi hujan yang turun di depan mereka, seolah mencari kata-kata yang tepat. “Hujan… kadang membuatku merasa seperti semesta sedang membelai dan menyapu semua beban. Rasanya seperti semua kesedihan dan kekhawatiran bisa dibersihkan.”
Siti merenung sejenak, mendalami kata-kata Rudi. “Aku selalu merasa kosong saat hujan. Ada sesuatu yang hilang, dan aku tidak bisa menjelaskan dengan jelas apa itu.”
Rudi menatap Siti dengan empati. “Kadang kita merasa kosong karena kita belum bisa menemukan tempat yang benar-benar bisa membuat kita yang merasa lengkap. Mungkin kamu masih mencari sesuatu yang belum kamu temukan.”
Siti mengangguk, merasa ada kebenaran dalam ucapan Rudi. Mereka duduk dalam keheningan yang nyaman, saling menikmati suasana hujan yang menenangkan. Namun, ada sesuatu yang membuat Siti merasa cemas—sebuah perasaan yang sulit dia ungkapkan.
Hari-hari berikutnya, Siti dan Rudi semakin dekat. Siti mulai merasakan kehangatan dan dukungan yang tulus dari Rudi. Dia sering menemani Siti dalam kegiatan sehari-hari, mulai dari belajar bersama di perpustakaan hingga jalan-jalan di sekitar sekolah saat istirahat. Momen-momen sederhana ini mengisi kekosongan yang selama ini dia rasakan.
Namun, kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Suatu hari, saat hujan turun dengan derasnya, Siti mendapat kabar buruk dari sekolah. Rudi tidak masuk kelas karena sakit. Siti merasa cemas dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia segera pergi ke rumah Rudi, berharap bisa memberikan dukungan dan semangat.
Rumah Rudi berada di sebuah gang kecil yang tenang, jauh dari keramaian kota. Siti mengetuk pintu dan melihat ibu Rudi yang membukanya dengan wajah khawatir. “Siti, terima kasih sudah datang. Rudi sedang tidur di kamar. Dia agak demam dan merasa lemas.”
Siti merasa hati kecilnya hancur melihat keadaan Rudi yang lemah. Dia memasuki kamar Rudi, di mana Rudi terbaring di tempat tidur dengan selimut tebal menutupi tubuhnya. Wajahnya pucat dan matanya tertutup. Siti duduk di samping tempat tidur, menggenggam tangan Rudi dengan lembut.
“Rudi, aku di sini,” katanya dengan suara lembut, berusaha tidak menunjukkan betapa cemas dan khawatirnya dia. “Kamu pasti akan segera sembuh. Aku akan selalu di sini, menemanimu.”
Rudi membuka matanya perlahan, melihat Siti dengan tatapan lembut. “Terima kasih, Siti. Aku merasa lebih baik hanya dengan kamu di sini.”
Siti mengusap kening Rudi, mencoba memberikan kenyamanan yang bisa dia berikan. Dia merasa tidak cukup hanya dengan kata-kata, jadi dia tetap berada di sisi Rudi, menjaga dan merawatnya selama beberapa hari ke depan. Hujan yang terus turun di luar jendela hanya menambah rasa haru dan kesedihan di hatinya.
Selama masa pemulihan Rudi, Siti mulai menyadari betapa pentingnya keberadaan Rudi dalam hidupnya. Dia bukan hanya seorang teman, tetapi juga seseorang yang memberikan makna baru dalam hidupnya. Hujan yang dulu membuatnya merasa kosong kini menjadi latar belakang untuk hubungan yang semakin dalam dan penuh makna.
Meskipun Siti berusaha kuat dan tegar, dia tidak bisa menahan perasaannya saat melihat Rudi berjuang melawan penyakitnya. Setiap kali hujan turun, dia merasa seolah semesta juga merasakan penderitaan Rudi. Hujan tidak hanya membasahi bumi, tetapi juga hatinya.
Setelah beberapa hari, Rudi mulai pulih dan kembali ke sekolah. Meskipun masih tampak lelah, senyumnya yang lemah membawa kehangatan di hati Siti. Mereka kembali duduk di bawah pohon besar di halaman sekolah, di tengah hujan yang menenangkan.
Siti merasa bahwa hujan kali ini bukan hanya tentang menghapus kesedihan, tetapi juga tentang memahami dan mendukung satu sama lain dalam perjalanan yang penuh tantangan. Dia menyadari bahwa hubungan mereka telah menjadi sesuatu yang sangat berarti, dan dia siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.
Dengan tangan Rudi di genggamannya dan hujan yang turun di sekitar mereka, Siti merasa ada kekuatan baru dalam dirinya. Dia tahu bahwa meskipun hujan bisa membawa kesedihan, itu juga bisa menjadi saksi dari kekuatan dan dukungan yang mereka berikan satu sama lain. Di bawah pohon besar, di tengah hujan yang sama, Siti dan Rudi melangkah maju, siap menghadapi masa depan dengan hati yang penuh cinta dan harapan.
Kenangan dan Kesedihan di Rumah Sakit
Hari-hari berlalu, dan hujan yang terus-menerus turun seolah menjadi saksi bisu dari perubahan besar dalam hidup Siti dan Rudi. Saat hujan mulai menjadi bagian dari rutinitas mereka, sebuah kabar buruk datang menghampiri mereka. Rudi mulai mengeluh tentang rasa sakit yang semakin parah, dan dokter akhirnya mengonfirmasi bahwa Rudi mengidap penyakit serius yang memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
Siti merasa dunia seolah runtuh ketika mendengar berita itu. Selama ini, dia selalu merasa bahwa Rudi adalah sosok yang kuat dan tidak pernah menunjukkan kelemahan. Namun, kenyataan yang sekarang dia hadapi sangat berbeda. Rudi harus dirawat di rumah sakit selama beberapa waktu, dan Siti tidak bisa menahan rasa khawatir dan kesedihan yang mendalam.
Setiap hari, Siti mengunjungi Rudi di rumah sakit, membawa makanan ringan dan buku-buku yang mereka baca bersama. Rumah sakit itu dingin dan sterilis, dengan aroma obat dan desisan peralatan medis yang membuat suasana terasa kaku. Namun, bagi Siti, itu adalah tempat di mana dia harus berada, karena di sanalah Rudi membutuhkan dukungannya.
Kamar Rudi berada di lantai atas rumah sakit, dengan jendela yang menghadap ke halaman yang sering dilanda hujan. Saat Siti memasuki kamar, dia selalu merasa hati kecilnya bergetar melihat Rudi yang terbaring lemah di tempat tidur. Suara monitor dan deru mesin yang menenangkan hanya menambah rasa haru di hati Siti.
“Rudi, aku bawa makanan kesukaanmu,” kata Siti sambil duduk di samping tempat tidur, mengeluarkan bungkusan makanan dari tasnya. “Aku harap ini bisa sangat membuatmu supaya kamu bisa merasa lebih baik.”
Rudi membuka matanya yang lelah dan tersenyum lemah. “Terima kasih, Siti. Aku tidak tahu harus bagaimana tanpa kamu di sini.”
Siti menggenggam tangan Rudi, berusaha memberikan kekuatan yang bisa dia berikan. “Kamu tidak sendirian, Rudi. Aku akan selalu ada di sini, mendukungmu.”
Hari-hari berikutnya, Siti selalu menghabiskan waktu di kamar Rudi, membaca buku-buku bersama dan berbicara tentang segala hal yang mereka suka. Meskipun Rudi sering kali tampak lelah, dia selalu berusaha tersenyum saat Siti berada di sampingnya. Siti merasa bahwa kehadirannya bisa memberikan sedikit kenyamanan di tengah penderitaan yang harus dihadapi Rudi.
Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Suatu malam, saat hujan turun deras di luar, Siti melihat perubahan drastis pada kondisi Rudi. Nafasnya menjadi tidak teratur, dan dokter memberi tahu bahwa kondisinya semakin memburuk. Siti merasa hatinya hancur, merasa seolah semua kekuatan yang dia miliki lenyap begitu saja.
Di tengah hujan yang mengguyur luar, Siti duduk di samping tempat tidur Rudi, memegang tangan Rudi erat-erat. “Rudi, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya ingin kamu tahu betapa pentingnya kamu bagiku. Kamu telah mengajarkanku banyak hal tentang kekuatan dan cinta.”
Rudi membuka matanya perlahan, melihat Siti dengan tatapan yang penuh keleluasaan. “Siti, terima kasih sudah selalu ada untukku. Aku tahu kamu mungkin merasa berat, tapi aku ingin kamu ingat satu hal—semua kenangan indah yang kita buat bersama akan selalu ada di hati kita.”
Siti meneteskan air mata, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa hancurnya hatinya. “Aku tidak ingin kehilanganmu, Rudi. Aku ingin kita terus menjalani hari-hari bersama, berbagi cerita dan tawa seperti dulu.”
Hujan semakin deras, seolah turut merasakan kesedihan yang mendalam. Suara gemuruhnya memenuhi ruangan, dan Siti merasa seolah dunia di sekelilingnya meluruh bersama hujan yang turun. Rudi tersenyum lembut, kemudian menutup matanya untuk selamanya.
Siti merasa kehilangan yang sangat besar saat Rudi menghembuskan napas terakhirnya. Semua kenangan indah yang mereka bagikan, setiap tawa dan percakapan di bawah hujan, kini terasa seperti bagian dari masa lalu yang sangat berharga. Dia tetap duduk di samping Rudi, merasakan hujan yang mengalir di luar, seolah menyapu semua kesedihan yang dirasakannya.
Saat pagi tiba dan hujan mulai mereda, Siti berdiri di samping jendela kamar rumah sakit, menatap langit kelabu dengan air mata yang masih membasahi pipinya. Dia merasa seolah hujan telah mencuci sebagian dari kesedihan, namun kenangan akan Rudi tetap hidup dalam hatinya.
Dengan hati yang hancur namun penuh cinta, Siti meninggalkan rumah sakit. Dia tahu bahwa perjalanan hidupnya tidak akan sama tanpa Rudi, tetapi dia juga memahami bahwa Rudi telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam hidupnya. Hujan yang turun di luar bukan hanya tentang menghapus kesedihan, tetapi juga tentang merayakan cinta dan kenangan yang telah dibagikan.
Siti melangkah maju dengan penuh tekad, siap menghadapi masa depan dengan hati yang penuh harapan dan kenangan indah yang akan selalu dia simpan. Hujan yang turun di hari itu akan selalu mengingatkannya pada perjuangan, cinta, dan kekuatan yang ditemukan di bawah hujan bersama Rudi.
Langkah Baru di Bawah Hujan yang Sama
Setelah kepergian Rudi, dunia Siti terasa seperti melayang dalam kesedihan yang mendalam. Hujan yang turun setelah pemakaman Rudi seolah menjadi bagian dari proses berduka yang harus dijalani. Setiap tetes hujan membawa kembali kenangan-kenangan indah yang mereka bagikan, dan setiap hari hujan seolah mengingatkan Siti tentang betapa beratnya kehilangan itu.
Hari-hari pertama setelah kepergian Rudi dipenuhi dengan rasa kehilangan dan kesedihan yang mendalam. Siti berusaha untuk tetap menjalani rutinitasnya, tetapi setiap kali hujan turun, dia merasakan berat yang tak tertahan. Dia merasa seolah seluruh dunia berputar di sekelilingnya, dan dia berada di tengah-tengah putaran itu, merasakan kesedihan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Suatu pagi, saat hujan turun dengan lembut, Siti duduk sendirian di bangku di taman sekolah. Tempat ini adalah salah satu tempat favorit mereka untuk duduk dan berbicara tentang segala hal. Kini, bangku itu terasa kosong dan sepi tanpa kehadiran Rudi di sampingnya. Siti menatap hujan yang turun, membiarkan tetesan air membasahi wajahnya.
“Rudi, aku sangat merindukanmu,” bisiknya dengan suara penuh haru. “Aku tidak akan tahu bagaimana harus melanjutkan ini tanpa kehadiranmu.”
Dia mengeluarkan buku catatan yang sering mereka gunakan untuk menulis dan menggambar bersama. Halaman-halamannya dipenuhi dengan catatan dan gambar yang menggambarkan momen-momen berharga yang mereka bagikan. Siti membuka buku catatan itu dan menatap gambar-gambar yang mereka buat bersama. Setiap halaman membawa kembali kenangan indah tentang tawa dan cerita yang mereka bagi.
Siti merasa sakit hati yang mendalam, tetapi di tengah kesedihan itu, dia menyadari bahwa dia harus melanjutkan hidupnya. Rudi selalu mengajarinya tentang kekuatan dan keberanian dalam menghadapi tantangan, dan dia merasa itulah yang harus dia lakukan sekarang. Dia harus melanjutkan perjalanan hidupnya dengan cara yang akan membuat Rudi bangga.
Dengan tekad baru, Siti mulai memikirkan cara untuk menghormati memori Rudi. Dia memutuskan untuk melanjutkan beberapa proyek yang dulu mereka rencanakan bersama. Salah satunya adalah membuat program bantuan untuk anak-anak yang kurang beruntung di komunitas mereka, sebuah inisiatif yang Rudi dan Siti impikan untuk dilakukan bersama.
Siti mulai mengorganisir acara penggalangan dana dan bekerja sama dengan organisasi lokal untuk merealisasikan proyek tersebut. Meskipun prosesnya tidak mudah, dia merasa mendapatkan kekuatan dari kenangan-kenangan indah bersama Rudi. Setiap langkah kecil yang dia ambil, setiap tantangan yang dia hadapi, terasa seperti penghormatan bagi perjuangan dan cinta Rudi.
Selama acara penggalangan dana, Siti berdiri di depan kerumunan orang, berbicara dengan penuh semangat tentang proyek yang dia kerjakan. Hujan turun lembut di luar gedung, seolah menjadi saksi dari usaha dan dedikasi yang telah dia curahkan. Siti merasakan keberanian dan kekuatan yang selama ini dia cari, dan dia tahu bahwa Rudi akan bangga melihat apa yang telah dia capai.
Setelah acara selesai, Siti merasa lega dan penuh rasa syukur. Dia melihat ke luar jendela, di mana hujan masih turun dengan lembut. Hujan yang dulunya membuatnya merasa kosong kini menjadi simbol dari kekuatan dan ketahanan yang dia temukan dalam dirinya. Dia tahu bahwa meskipun Rudi tidak lagi ada di sampingnya, cinta dan kenangan mereka akan selalu hidup dalam hatinya.
Dengan hati yang penuh harapan dan tekad, Siti melangkah keluar dari gedung, merasakan hujan yang membasahi wajahnya. Dia merasa bahwa hujan kali ini adalah simbol dari awal baru, sebuah kesempatan untuk melanjutkan hidup dengan cara yang akan menghormati memori Rudi. Dia tidak lagi merasa sendirian, karena dia tahu bahwa setiap tetes hujan yang turun adalah bagian dari perjalanan hidup yang baru.
Siti berjalan dengan langkah yang lebih ringan, siap menghadapi tantangan dan kesempatan yang akan datang. Dia tahu bahwa perjalanan hidupnya tidak akan mudah, tetapi dia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang datang. Dengan kenangan indah dan cinta yang selalu hidup dalam hatinya, Siti melangkah maju, menjadikan hujan sebagai saksi dari keberanian dan kekuatan yang dia temukan di bawah langit yang sama.
Dengan langkah baru di bawah hujan yang sama, Siti membuka babak baru dalam hidupnya, membawa kenangan dan cinta Rudi bersama dengan tekad dan harapan baru.
Jadi, gimana guys, menurut kalian tentang cerita cerpen di atas makin seru nggak? Dalam kisah yang penuh emosi ini, Siti mengajarkan kita tentang kekuatan dan harapan di tengah kesedihan. Hujan yang turun bukan hanya menggambarkan kesedihan, tetapi juga menjadi simbol dari keberanian dan tekad untuk melanjutkan hidup. Melalui perjalanan Siti, kita belajar bahwa meskipun kehilangan bisa sangat berat, kenangan dan cinta yang mendalam bisa memberikan kita kekuatan untuk melangkah maju. Jangan lewatkan kesempatan untuk menyelami cerita inspiratif ini dan temukan bagaimana hujan bisa menjadi saksi dari perjalanan hidup yang penuh makna dan harapan baru.