Daftar Isi
Hai semua, Sebelum kita masuk ke dalam ceritanya ada nggak nih diantara kalian yang penasaran sama cerita cerpen kali ini? Kisah penuh warna di mana cinta, persahabatan, dan perjuangan bertemu dalam cerita Isham dan Salsabila! Di tengah kesibukan kehidupan SMA, Isham, si badboy yang dikenal gaul dan aktif, menemukan jati dirinya saat bertemu dengan Salsabila, gadis bercadar yang anggun dan penuh misteri.
Dalam artikel ini, kita akan menyelami perjalanan emosional mereka, menghadapi stigma, dan menemukan kekuatan dalam diri masing-masing. Siapkan dirimu untuk merasakan setiap detak jantung, tawa, dan air mata yang mewarnai kisah cinta mereka yang menginspirasi!
Kisah Isham dan Gadis Bercadar di Sekolah
Pertemuan Tak Terduga
Isham selalu menjadi pusat perhatian di sekolahnya. Sejak pertama kali masuk SMA, dia sudah tahu bahwa penampilannya yang badboy akan membuatnya jadi sorotan. Dengan jaket kulit hitam, rambut acak-acakan, dan motor yang selalu diparkir di depan kelas, Isham memiliki segalanya untuk membuat teman-temannya terkesan. Teman-temannya sering menggodanya karena kebiasaannya yang sedikit nakal, tetapi di balik itu semua, Isham sebenarnya menyimpan sisi lembut yang jarang ia tunjukkan.
Hari itu, matahari bersinar cerah, seolah memberikan semangat baru bagi Isham dan teman-temannya. Mereka berkumpul di kantin, tertawa dan bercanda, sambil menikmati makanan siang. Isham duduk di tengah kerumunan, membicarakan rencana untuk pergi ke tempat nongkrong setelah sekolah. Namun, saat sedang asyik berbicara, matanya tiba-tiba tertuju pada seorang gadis baru yang berdiri di sisi taman.
Gadis itu mengenakan cadar, menutupi wajahnya, dan hanya menyisakan sepasang mata cantik yang bersinar. Tidak seperti gadis-gadis lain di sekolah yang selalu berusaha menarik perhatian dengan penampilan mereka, Salsabila tampak tenang dan damai. Ia memegang buku di tangannya dan terlihat serius membaca, seolah dunia di sekelilingnya tidak ada artinya.
“Eh, Isham! Lo ngapain diem aja?” Rizky, sahabatnya, menyadarkannya.
“Aku… enggak apa-apa. Cuma lihat,” jawab Isham, masih terpukau oleh sosok Salsabila.
“Cewek itu? Dia baru ya?” Rizky bertanya sambil menoleh ke arah gadis itu.
“Kayaknya sih. Gue belum pernah lihat dia sebelumnya,” Isham menjawab, rasa penasaran semakin menggelora di dalam hatinya.
Selama beberapa hari ke depan, Isham tidak bisa menghilangkan pikirannya tentang Salsabila. Setiap kali ia melihatnya di taman atau di kelas, hatinya bergetar. Ada sesuatu yang berbeda tentang gadis itu; sikapnya yang tenang dan serius membuatnya merasa nyaman. Isham mulai penasaran dengan apa yang ada di balik cadarnya dan alasan mengapa ia memilih untuk mengenakannya.
Suatu hari, saat jam istirahat, Isham memberanikan diri untuk mendekati Salsabila. Dengan detak jantung yang lebih cepat dari biasanya, ia melangkah mendekat ke tempat duduknya. Salsabila sedang duduk di bawah pohon, membaca buku seperti biasa.
“Hey,” sapa Isham dengan nada santai, mencoba terlihat percaya diri.
Salsabila mengangkat wajahnya, matanya menyelidik. “Hai.”
“Aku Isham. Lo baru di sini ya?” tanya Isham, meski tahu jawabannya.
“Iya, baru pindah. Namaku Salsabila,” jawabnya singkat, namun dengan nada yang ramah.
Obrolan mereka dimulai dengan canggung, tetapi seiring berjalannya waktu, Isham merasa semakin nyaman. Salsabila menceritakan bahwa ia menyukai buku-buku sejarah dan sastra. Di luar dugaannya, Isham merasa terpesona mendengar cara Salsabila berbicara. Dia tidak hanya cantik, tetapi juga cerdas.
“Jadi, lo suka baca buku apa?” tanya Isham, penasaran.
“Buku ini tentang sejarah Islam. Aku suka belajar tentang sejarah dan bagaimana peradaban berkembang,” jawab Salsabila dengan antusiasme yang tak terduga.
Isham terdiam sejenak. Dia tidak pernah tertarik pada sejarah, tetapi cara Salsabila menjelaskan membuatnya ingin tahu lebih. “Keren. Gue nggak terlalu paham sejarah sih, tapi mungkin lo bisa ngajarin gue.”
Salsabila tersenyum, senyumnya begitu hangat dan tulus. “Tentu, aku senang berbagi.”
Mereka menghabiskan waktu bersama di taman setiap jam istirahat. Perlahan, pertemanan mereka tumbuh. Isham mulai merasa bahwa hidupnya tidak hanya tentang bersenang-senang dan menjalani kehidupan sebagai badboy. Dia menemukan sisi lain dari dirinya yang ingin ia gali lebih dalam.
Isham yang sebelumnya merasa bangga dengan citra badboynya, kini mulai merasakan kekosongan di dalam dirinya. Setiap kali ia bersama Salsabila, ia merasa ada harapan baru, sesuatu yang lebih berarti daripada sekadar popularitas. Salsabila, dengan caranya yang lembut, mulai membawanya ke dalam dunia yang lebih dalam dan berharga.
Hari demi hari, Isham semakin merasakan kehadiran Salsabila dalam hidupnya. Dia tidak lagi hanya melihat gadis bercadar itu sebagai objek perhatian, tetapi lebih sebagai teman yang bisa membuatnya lebih baik. Dia mulai mengubah cara pandangnya tentang hidup dan berusaha untuk lebih menghargai setiap momen yang dia jalani.
Di tengah semua perubahan ini, Isham merasakan perasaan baru yang perlahan tumbuh di dalam hatinya. Dia menyadari bahwa apa yang ia rasakan untuk Salsabila bukan hanya ketertarikan biasa, tetapi sesuatu yang lebih dalam sebuah hubungan yang tulus yang membuatnya ingin berjuang untuk menjadi lebih baik.
Namun, Isham juga menyadari bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Menghadapi pandangan teman-temannya dan berjuang melawan sisi badboy yang masih ada dalam dirinya adalah tantangan tersendiri. Meskipun begitu, dengan semangat baru dan harapan yang membara, Isham merasa siap untuk menghadapi segala rintangan yang mungkin muncul.
Kisah mereka baru saja dimulai, dan Isham tahu bahwa pertemuan tak terduga ini bisa mengubah hidupnya selamanya. Bersama Salsabila, ia akan belajar untuk mencintai bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga orang lain dan ini adalah perjalanan yang ingin ia jalani dengan sepenuh hati.
Gadis di Balik Cadar
Hari-hari di sekolah kini terasa berbeda bagi Isham. Sejak mengenal Salsabila, setiap jam istirahat menjadi momen yang dinantikan. Mereka akan duduk bersama di bawah pohon rindang, di mana Salsabila akan bercerita tentang buku-buku yang ia baca, sementara Isham akan mendengarkan dengan penuh perhatian. Hal yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Dulu, Isham lebih suka mendengarkan teman-temannya bercanda dan merencanakan kegiatan seru, tetapi kini semua itu tampak sepele dibandingkan saat berbincang dengan Salsabila.
Suatu sore, Isham merasa tidak sabar menunggu jam istirahat. Ia menyelesaikan pelajaran dengan cepat, seakan waktu berjalan lambat. Dalam benaknya, hanya ada satu tujuan: bertemu Salsabila. Ketika bel berbunyi, ia langsung berlari ke taman, mencari sosok yang telah mengubah pandangannya tentang hidup.
Setibanya di sana, Isham melihat Salsabila duduk dengan tenang, seperti biasa. Kali ini, dia sedang membaca buku tebal yang terlihat menarik. Isham mendekat, hatinya berdebar saat memikirkan apa yang akan ia katakan.
“Hey, Salsabila!” sapa Isham sambil melambai.
Salsabila mengangkat wajahnya dan tersenyum. “Hai, Isham! Kau datang lebih cepat hari ini.”
“Ya, aku tidak sabar untuk melihat apa yang kau baca,” jawab Isham, berusaha terdengar santai meskipun hatinya berdebar.
Salsabila menutup bukunya dan meletakkannya di sampingnya. “Ini tentang seorang raja yang sedang berjuang untuk bisa mempertahankan sebuah kerajaannya dari serangan musuh. Sangat menarik! Aku suka membaca tentang keberanian dan pengorbanan.”
Mendengar kata ‘pengorbanan’, Isham teringat dengan hidupnya sendiri. Dia merasa terjaga dari ilusi popularitas yang selama ini dikejarnya. Ternyata, ada hal-hal yang jauh lebih penting dalam hidup ini. “Apa kau pernah merasa harus berjuang untuk sesuatu yang kau cintai?” tanya Isham, tertarik dengan pemikiran Salsabila.
“Bisa dibilang begitu. Setiap orang pasti memiliki perjuangan dalam hidup mereka. Kadang, itu bisa sangat berat. Tapi, kita harus tetap berusaha,” jawab Salsabila dengan bijaksana, matanya berbinar. “Lihatlah, raja dalam buku ini harus melawan musuh yang jauh lebih kuat, tapi dia tidak menyerah. Dia tetap berjuang demi rakyatnya.”
Kata-kata itu menyentuh hati Isham. Dia mulai menyadari bahwa perjuangan tidak selalu berarti pertarungan fisik. Ada banyak cara untuk berjuang—dari memperbaiki diri hingga mempertahankan orang-orang yang kita cintai. “Aku ingin berjuang untuk diriku sendiri dan orang-orang di sekelilingku,” gumam Isham, berusaha mengucapkan apa yang ada dalam pikirannya.
Salsabila menatap Isham, seolah mengerti lebih dalam tentang apa yang dia rasakan. “Itu adalah langkah pertama yang baik. Ketika kita berjuang untuk diri sendiri, kita juga berjuang untuk orang lain.”
Percakapan mereka semakin dalam, dan Isham merasakan ikatan yang kuat antara mereka. Namun, ia juga menyadari bahwa tidak semua teman-temannya mengerti perubahannya. Rizky dan yang lainnya sering menggoda Isham, menanyakan kenapa dia terlihat berbeda belakangan ini.
“Eh, bro! Lo kenapa sih? Kok jadi suka dengerin cewek bercadar?” Rizky tanya sambil tertawa, sambil mengganggu Isham di tengah kelas.
Isham mencoba tersenyum, tetapi hatinya merasa sedikit sakit. Dia tahu teman-temannya hanya bercanda, tetapi kadang candaan itu terasa tajam. “Bukan begitu, Riz. Dia orang yang baik. Lo harus kenal sama dia,” jawab Isham, berusaha mempertahankan pendiriannya.
Namun, Rizky dan teman-teman lain hanya tertawa lebih keras. Mereka tidak tahu betapa berartinya Salsabila bagi Isham, bagaimana kehadirannya membuatnya ingin menjadi lebih baik. Isham pun mulai merasa tertekan. Seolah ada dua dunia yang bertabrakan dunia badboy yang penuh dengan kesenangan dan dunia baru yang ingin ia jelajahi bersama Salsabila.
Suatu hari, saat mereka duduk di taman seperti biasa, Isham melihat Salsabila tampak sedih. “Ada apa?” tanya Isham, merasa khawatir.
Salsabila menghela napas. “Aku merasa kadang orang-orang di sekolah ini tidak mengerti aku. Mereka hanya melihat penampilanku, bukan siapa diriku sebenarnya.”
Isham merasakan sakit di hatinya. Dia memahami perasaan Salsabila lebih dari yang ia duga. “Aku juga merasakannya. Kadang aku ingin terlepas dari citra badboyku dan menunjukkan siapa diriku sebenarnya,” ungkap Isham, tulus.
“Mungkin kita bisa saling mendukung,” kata Salsabila, tersenyum lembut. “Kita bisa berbagi cerita dan saling membantu. Itu bisa membuat kita lebih kuat.”
Isham merasa harapannya bangkit kembali. Dengan dukungan Salsabila, ia percaya bahwa mereka bisa saling membantu menjalani perjuangan masing-masing. Mereka mulai merencanakan aktivitas setelah sekolah, seperti belajar bersama atau membaca buku yang sama. Isham pun merasa bersemangat untuk mencoba hal-hal baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.
Namun, tidak semua perjalanan mulus. Satu hari, ketika Isham pergi ke tempat nongkrong dengan Salsabila, beberapa teman sekelasnya melihat mereka. Ketika Isham dan Salsabila berbincang, tiba-tiba Rizky muncul dengan senyuman sinis. “Wah, bro! Lo udah jadi nerd sekarang ya? Ngobrol sama cewek bercadar, lucu banget!” sindirnya di depan teman-teman lainnya.
Isham merasakan wajahnya memerah. Dia ingin membela Salsabila, tetapi kata-kata itu seperti jerat yang sulit lepas. “Dia bukan hanya cuma cewek yang biasa. Dia…” Isham berhenti sebuah sejenak, sambil berjuang melawan rasa takutnya. “Dia teman yang baik.”
Teman-temannya tertawa, dan Isham merasa terjebak antara keinginannya untuk membela Salsabila dan ketakutannya akan kehilangan citra badboy yang telah dia bangun selama ini. Namun, dalam momen itu, Isham tahu bahwa ia harus memilih. Dia harus berjuang bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Salsabila.
“Iya, dia teman yang baik. Dan aku bangga mengenalnya,” Isham berkata tegas, meskipun suaranya bergetar.
Semua mata tertuju pada Isham, dan hening sejenak menyelimuti mereka. Rizky tampak terkejut, tetapi Isham bisa melihat kilatan di matanya seolah menantang Isham untuk melawan arus.
Setelah insiden itu, Isham merasa hatinya semakin berat. Ia menyadari bahwa perjalanan ini tidak hanya melibatkan Salsabila, tetapi juga bagaimana ia harus menghadapi ketidakpastian dari teman-temannya. Meskipun ia merasa lelah, ia tahu bahwa ini adalah perjuangan yang harus ia jalani.
Dengan semangat yang baru dan dorongan dari Salsabila, Isham bertekad untuk menjadi dirinya sendiri dan berjuang untuk cinta dan persahabatan yang tulus. Ia tahu, di balik semua cobaan ini, ada kebahagiaan yang menunggu untuk ditemukan kebahagiaan yang hanya bisa ia raih jika ia berani melawan dan bertahan.
Menemukan Diri
Hari-hari berlalu, dan Isham merasakan beban yang semakin ringan di pundaknya. Setelah kejadian di tempat nongkrong itu, ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Meskipun teman-temannya masih menggodanya, dia tidak merasa terguncang seperti sebelumnya. Ia kini memiliki sesuatu yang lebih berharga persahabatan yang tulus dengan Salsabila. Mereka semakin dekat, dan Isham merasa seolah dia sedang berjalan di jalan yang benar.
Satu sore, setelah menyelesaikan tugas kelompok di sekolah, Isham dan Salsabila pergi ke taman kota. Suasana cerah dengan sinar matahari yang hangat menyelimuti mereka. Isham merasakan kebahagiaan yang tulus, dan senyuman tidak pernah lepas dari wajahnya. Ia merasa bahwa saat-saat seperti ini adalah yang paling berharga.
“Mau kemana kita sekarang?” tanya Isham, sambil berjalan di samping Salsabila.
“Mungkin kita juga bisa pergi ke sebuah café yang sangat dekat sini. Aku mendengar mereka punya kopi terbaik di kota ini,” jawab Salsabila, matanya berbinar penuh semangat.
Setibanya di café, aroma kopi yang harum menyambut mereka. Isham memesan secangkir cappuccino, sementara Salsabila memilih cokelat panas. Mereka duduk di pojok yang tenang, dikelilingi suara gelak tawa pengunjung lainnya. Suasana ini membuat Isham merasa bebas, seakan dunia luar tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
“Isham, terima kasih ya sudah mendukungku. Aku tahu ini bukan hal yang mudah bagimu,” ucap Salsabila sambil menikmati cokelat panasnya.
“Gak perlu terima kasih, Sals. Aku juga butuh dukunganmu,” jawab Isham, menyandarkan punggungnya di kursi. “Kau tahu, aku merasa lebih baik ketika bersamamu.”
Salsabila tersenyum lebar, dan dalam sekejap, semua perasaan keraguan dan ketidakpastian yang pernah menghantuinya seolah sirna. Melihat senyum Salsabila, ia menyadari bahwa ada kekuatan dalam hubungan mereka. Mereka saling melengkapi, memberi kekuatan satu sama lain untuk menghadapi dunia yang kadang terasa sangat menekan.
Sejak saat itu, Isham berkomitmen untuk menjadi lebih baik. Dia mulai meluangkan waktu untuk belajar dan berusaha menjaga nilai-nilainya di sekolah. Salsabila selalu ada di sampingnya, memberi semangat dan dukungan yang ia butuhkan. Mereka saling berbagi buku, melakukan diskusi seru, dan terkadang hanya duduk bersama tanpa kata, menikmati kebersamaan yang tenang.
Namun, perjuangan tidak berhenti di situ. Di tengah perjalanan mereka, Isham mulai merasakan tekanan dari teman-teman di sekolah. Meskipun ia berusaha untuk mengabaikan ejekan mereka, ada saat-saat ketika rasa sakit itu menghampirinya. Suatu hari, saat mereka berada di kantin, Rizky dan kelompoknya muncul dengan senyum penuh tantangan.
“Eh, Isham! Masih mau bergaul dengan cewek bercadar itu? Kapan lo mau balik ke dunia nyata?” ejek Rizky dengan nada sinis.
Isham merasakan sakit di dadanya, tapi kali ini dia sudah bersiap. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan emosinya. “Salsabila adalah teman baikku. Dia lebih berarti dari semua celaan kalian,” balas Isham tegas.
Rizky terdiam sejenak, tampaknya terkejut mendengar jawaban Isham. Tapi, dia segera merespons dengan tawa yang menyakitkan. “Ayo, bro! Gak usah lebay! Jangan sampai lo terlihat lemah di depan dia.”
Sementara teman-teman Rizky tertawa, Isham merasa kepalanya berdenyut. Namun, di sisi lain, ia merasakan kekuatan baru mengalir dalam dirinya. Dia tahu bahwa untuk Salsabila, dia harus tetap teguh. Dengan keberanian yang baru, Isham berbalik menghadap Rizky. “Kalau lo sedang merasa bangga dengan merendahkan orang lain, itu masalah lo. Aku memilih untuk menjadi lebih baik,” ujarnya, suaranya bergetar tapi penuh keyakinan.
Salsabila menatap Isham dengan bangga. Di saat itulah, Isham menyadari betapa berharganya apa yang mereka miliki. Ia tidak perlu menjadi orang lain hanya untuk diterima. Dengan Salsabila di sisinya, ia merasa cukup.
Setelah peristiwa itu, Isham dan Salsabila menjadi semakin dekat. Mereka menjadwalkan waktu untuk bertemu di luar sekolah, berkeliling kota, atau bahkan hanya duduk di taman, berbagi cerita tentang kehidupan dan mimpi-mimpi mereka.
Suatu malam, saat mereka berada di taman kota di bawah sinar bulan, Salsabila mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dari tasnya. “Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu,” katanya dengan senyuman.
Isham tertarik dan mengamati saat Salsabila membuka buku tersebut. Di dalamnya terdapat tulisan puisi-puisi indah yang Salsabila tulis. “Ini adalah sebuah kumpulan puisi tentang sebuah harapan dan impian. Aku ingin bisa menginspirasi orang lain dengan kata-kata ini,” jelas Salsabila, matanya berbinar.
Isham terpesona. “Wow, ini luar biasa, Sals! Kamu memiliki bakat yang sangat luar biasa. Kenapa tidak pernah bilang?” tanyanya dengan kagum.
“Aku tidak percaya diri. Kadang, aku merasa kata-kataku tidak berarti,” jawabnya, sedikit ragu.
Isham merasa tergerak. “Kau harus percaya pada dirimu sendiri. Puisi ini bisa mengubah cara pandang orang-orang tentang dunia. Aku yakin banyak yang akan terinspirasi,” ungkapnya dengan semangat.
Salsabila tersenyum, tetapi Isham bisa melihat ada keraguan di matanya. “Mungkin aku akan mencoba untuk membacanya di depan kelas,” katanya, suara sedikit ragu.
“Lakukan! Kita bisa melakukan ini bersama,” dorong Isham, berusaha menyalakan semangat Salsabila. “Kalau kau lagi butuh sebuah dukungan, aku akan ada di sampingmu.”
Setelah beberapa minggu, Salsabila akhirnya memberanikan diri untuk membacakan puisinya di acara sekolah. Isham menyaksikan dari barisan depan, hatinya berdebar-debar. Ia merasa bangga melihat Salsabila berdiri di depan semua orang, mewakili suaranya sendiri.
Ketika Salsabila mulai membaca, suasana menjadi hening. Kata-kata indahnya mengalir seperti aliran air, menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya. Isham merasa matanya berkaca-kaca mendengar betapa dalam dan tulusnya puisi-puisi itu.
“Harapan itu seperti embun pagi, tak terlihat, tapi memberi kehidupan pada yang tak terduga. Dalam setiap kegelapan, pasti ada cahaya yang sedang menunggu untuk bisa bersinar…”
Salsabila mengakhiri pembacaannya dengan tepuk tangan meriah dari semua teman sekelasnya. Isham merasa bangga dan bahagia. Salsabila berdiri dengan percaya diri, dan Isham tahu, itulah perjuangan yang mereka hadapi bersama menemukan diri mereka sendiri di tengah kebisingan dunia yang kadang menekan.
Setelah acara itu, Salsabila berlari menghampiri Isham dengan senyum lebar. “Aku melakukannya, Isham! Aku melakukannya!” teriaknya, dan Isham yang sedang merangkulnya dengan penuh sebuah kebanggaan.
“Ya, kau luar biasa! Aku sangat bangga padamu!” jawab Isham, merasakan getaran bahagia dalam hatinya.
Malam itu, mereka berdua duduk di tepi taman, merenungkan perjalanan yang telah mereka lalui. Isham menyadari bahwa pertemanan mereka adalah perjalanan yang penuh warna tidak hanya bahagia, tetapi juga berisi tantangan dan perjuangan yang memperkuat ikatan mereka. Mereka berjanji untuk saling mendukung, baik dalam keadaan suka maupun duka, dan itulah yang membuat perjalanan ini begitu berharga.
Kini, di bawah sinar bulan yang bersinar cerah, Isham merasa bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. Di sisi Salsabila, ia percaya bahwa apapun yang terjadi di masa depan, mereka akan menghadapi segalanya bersama dua jiwa yang saling menginspirasi, melawan segala rintangan dengan harapan dan keberanian yang tak tergoyahkan.
Langkah Menuju Masa Depan
Kehidupan di sekolah terus berjalan, dan setelah pembacaan puisi Salsabila, suasana di kelas menjadi lebih akrab. Teman-teman Isham dan Salsabila mulai melihat sisi lain dari diri mereka berdua. Tidak lagi dianggap sebagai anak badboy dan gadis bercadar yang aneh, mereka berdua menjadi simbol keberanian dan inspirasi di kalangan teman-teman mereka. Namun, meski begitu, perjalanan mereka belum sepenuhnya mulus.
Hari itu, saat jam istirahat, Isham sedang duduk di bangku taman sekolah bersama Salsabila, menikmati hari yang cerah. Dengan semangat, mereka membahas tentang kompetisi puisi yang akan datang di sekolah, di mana Salsabila berencana untuk ikut lagi.
“Sals, aku yakin kamu bisa menang kali ini. Puisi yang kamu baca sebelumnya luar biasa!” kata Isham dengan antusias.
“Terima kasih, Isham. Tapi aku merasa sedikit cemas. Kompetisi kali ini pasti lebih ketat,” jawab Salsabila, suara lembutnya disertai keraguan.
“Iya, tapi ingat, yang terpenting adalah berani tampil dan mengungkapkan isi hati. Jangan biarkan rasa takut menghentikanmu,” dorong Isham, menatapnya dengan penuh keyakinan.
Salsabila tersenyum dan mengangguk. “Kau benar. Aku akan berusaha sebaik mungkin.”
Namun, di balik senyuman itu, Isham bisa merasakan tekanan yang dirasakan Salsabila. Ia tahu, ada hal yang lebih dalam dari sekadar kompetisi yang sedang dihadapi. Tidak hanya tentang puisi, tetapi juga tentang penerimaan diri dan kepercayaan yang harus ia bangun.
Beberapa hari menjelang kompetisi, Salsabila semakin sering menghabiskan waktu di perpustakaan, menyusun puisi dan berlatih di depan cermin. Isham selalu berusaha ada di sampingnya, memberikan dukungan dan semangat. Suatu sore, saat mereka sedang belajar di perpustakaan, Salsabila mengeluarkan selembar kertas dan menunjukkannya kepada Isham.
“Aku menulis puisi baru. Mau dengar?” tanyanya, suaranya bergetar penuh harapan.
“Pastinya! Baca saja, aku siap mendengarkan,” jawab Isham, duduk lebih dekat untuk memberi perhatian penuh.
Salsabila mulai membaca, suaranya lembut dan penuh perasaan:
“Di bawah sinar bulan, aku berjalan sambil melawan bayangan yang tak kunjung hilang, Kau datang sambil membawa sebuah cahaya sambil menuntunku dan menghapus luka.”
Isham terpesona. Kata-kata Salsabila memiliki kekuatan yang membuat jantungnya berdebar. “Sals, ini luar biasa! Kau harus membacakannya di kompetisi,” pujinya, senyum lebar di wajahnya.
Namun, raut wajah Salsabila tiba-tiba berubah. “Tapi, Isham… jika orang lain tidak menyukainya? Atau jika mereka menganggapku aneh?” tanyanya, mata cokelatnya menunjukkan keraguan yang mendalam.
“Lihat, Sals. Setiap orang memiliki pendapatnya sendiri. Yang terpenting adalah kamu berani berbicara dan mengekspresikan dirimu. Itu jauh lebih berarti daripada apa yang orang lain pikirkan,” Isham menjelaskan, berusaha menguatkan.
Setelah berjam-jam berlatih dan saling berbagi cerita, hari kompetisi akhirnya tiba. Suasana di sekolah begitu menegangkan; murid-murid berkumpul, terdengar suara riuh yang menciptakan suasana penuh antisipasi. Isham dan Salsabila duduk di bangku paling depan, saling menggenggam tangan, menunggu giliran mereka.
“Sals, ingat, apapun yang terjadi, aku ada di sini untukmu,” kata Isham, memberikan semangat terakhir sebelum Salsabila naik ke panggung.
“Terima kasih, Isham. Dengan adanya kamu, aku merasa lebih kuat,” jawab Salsabila, senyumnya tampak penuh keyakinan.
Ketika namanya dipanggil, jantung Salsabila berdegup kencang. Ia berjalan ke panggung, merasakan tatapan semua orang tertuju padanya. Di atas panggung, dia mengamati kerumunan yang ada, dan sejenak, dia merasa terjebak dalam pikirannya sendiri. Namun, ia menarik napas dalam-dalam, mengingat semua kata-kata dukungan yang pernah didengar dari Isham.
Dengan percaya diri, ia mulai membaca puisinya. Kata-katanya mengalir deras, dan suaranya semakin mantap. Setiap bait yang dia bacakan seolah membawa penonton dalam perjalanannya perjuangan, harapan, dan keberanian untuk mencintai diri sendiri. Isham duduk di depan, merasakan setiap emosi yang terpancar dari kata-kata Salsabila. Ada kehangatan di dadanya, kebanggaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Setelah membacakan puisinya, tepuk tangan meriah menggema di seluruh ruangan. Salsabila menundukkan kepala, menahan air mata bahagia. Isham berdiri dan bertepuk tangan paling keras, membentuk sorakan untuknya. Saat Salsabila turun dari panggung, senyum lebar menghiasi wajahnya.
“Isham! Aku melakukannya! Aku benar-benar melakukannya!” teriak Salsabila, memeluk Isham dengan erat.
“Ya, kau luar biasa! Aku sangat bangga padamu!” jawab Isham, memeluknya kembali, merasakan kebahagiaan yang meluap-luap di dalam hatinya.
Namun, perjalanan mereka tidak berakhir di sini. Beberapa hari setelah kompetisi, saat berita tentang penampilan Salsabila menyebar di sekolah, beberapa teman sekelas mulai mendekatinya. Di antara mereka adalah Rizky dan gengnya.
“Eh, Salsabila, selamat ya! Kita semua terkesan dengan penampilanmu!” ucap Rizky, berusaha bersikap baik.
Salsabila terlihat bingung dan tidak yakin dengan niatnya. Namun, Isham berada di sampingnya, siap memberikan dukungan. “Apa maksud kamu, Rizky? Setelah semua ejekan itu, sekarang kamu berani datang ke sini?” Isham bertanya, nada suaranya tegas.
“Oh, come on, Isham! Kita cuma menghargai bakat. Kenapa harus jadi defensif?” Rizky menjawab, sambil mencoba menjaga sebuah citranya di depan teman-teman lainnya.
Salsabila menatap Isham, ragu. Isham merasa betapa pentingnya saat ini untuk menunjukkan bahwa ia akan selalu melindunginya. “Salsabila, ingat apa yang kita bicarakan? Ini tentang diri kita sendiri, bukan tentang mereka,” ucapnya, meyakinkan.
“Benar, Isham. Terima kasih sudah mendukungku. Aku tidak butuh pengakuan dari orang-orang seperti itu,” kata Salsabila, berusaha menegaskan keberaniannya.
Isham tersenyum bangga. “Bagus! Kita tidak perlu membuktikan diri kepada siapa pun. Yang terpenting adalah kita menjadi diri kita sendiri,” ujarnya.
Dengan semangat baru, mereka kembali beraktivitas di sekolah. Persahabatan mereka semakin kuat, dan kepercayaan diri Salsabila semakin tumbuh. Hari-hari mereka dipenuhi dengan tawa, cerita, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Satu malam, saat mereka berjalan pulang dari sekolah, Isham berbicara tentang impian dan harapan masa depan. “Sals, aku ingin kita berdua bisa melakukan hal-hal besar. Mungkin suatu hari kita bisa menerbitkan buku puisi bersamaan,” katanya, tersenyum penuh harapan.
Salsabila menatap Isham dengan mata berbinar. “Itu ide yang luar biasa! Aku ingin sekali. Mari kita buat itu menjadi nyata!”
“Sepakat! Kita akan mulai dengan menulis lebih banyak puisi dan berbagi dengan dunia,” jawab Isham, bersemangat.
Di saat itu, Salsabila merasa bahwa segala perjuangan yang mereka jalani tidak sia-sia. Di tengah segala rintangan, mereka menemukan diri mereka sendiri, kekuatan dalam persahabatan, dan cinta yang tulus.
Hari-hari mereka menjadi cerah, dan meski tantangan pasti akan datang, mereka yakin bisa menghadapi semuanya bersama. Dengan satu sama lain, mereka bersiap untuk menaklukkan dunia, berjuang demi impian dan harapan yang selalu bersinar di dalam hati mereka.
jadi, gimana semua ada nggak nih diantara kalian yang bisa menyimpulkan cerita cerpen diatas? Nah, itu dia kisah seru Isham dan Salsabila yang menunjukkan bahwa cinta bisa datang dari tempat yang paling tidak terduga! Di balik perbedaan dan stigma, mereka berhasil menemukan jalan menuju satu sama lain, menjadikan pengalaman SMA mereka penuh makna. Semoga cerita ini menginspirasi kita semua untuk melihat lebih dalam dari sekadar penampilan dan membuka hati terhadap orang-orang di sekitar kita. Jangan lupa bagikan cerita ini ke teman-temanmu dan tulis komentar tentang pengalaman cintamu di bangku sekolah! Sampai jumpa di cerita selanjutnya!