Daftar Isi
Hai, kamu pernah nggak sih ngerasain cinta di masa SMK yang penuh tawa dan drama? Nah, bayangkan aja kalau ada dua orang—Nara yang super ceria dan Arka yang misterius—kebentur di dunia mobil mini yang konyol.
Dari balapan yang bikin ngakak sampai momen-momen canggung yang bikin jantung berdebar, mereka berdua bakal bikin kamu ketawa, baper, dan pengen ngerasain cinta yang manis di tengah keseruan! Yuk, ikutin perjalanan konyol mereka!
Cinta Konyol di SMK
Proyek yang Tak Terduga
Di pagi yang cerah itu, suasana di SMK tempat mereka belajar terasa sedikit berbeda. Siswa-siswi berlarian, saling berlomba menuju kelas, dan kebisingan suara tawa menggema di sudut-sudut koridor. Di antara kerumunan, Nara terlihat dengan sweater oversized penuh warna yang membuatnya tampak lebih ceria dari biasanya. Dia berjalan cepat sambil memegang buku catatan dan pensil warna, bersiap untuk menghadapi hari baru.
Di sudut lain, Arka duduk di bangkunya, fokus memandang alat-alat di bengkel. Dia lebih suka menghabiskan waktu dengan mempelajari mesin daripada berbincang dengan teman-teman sekelasnya. Rambutnya yang hitam pekat dan mata tajam itu selalu memberikan kesan misterius, berbeda jauh dari Nara yang selalu penuh energi.
Ketika bel masuk berbunyi, Nara langsung melangkah menuju tempat duduk Arka. “Eh, Arka! Kamu sudah siap untuk proyek kita?” tanyanya, suaranya ceria dan penuh semangat.
Arka mengangkat kepala dan melihat Nara, tampak sedikit ragu. “Proyek? Kamu yakin mau kerja bareng aku? Kan aku lebih suka kerja sendirian.”
Nara menatap Arka dengan wajah menggoda. “Ayo, jangan gitu! Kita kan bisa bikin sesuatu yang keren. Bayangkan mobil mini yang bisa jalan sendiri! Kita bisa jadi tim hebat!”
Arka mengerutkan dahi. “Mobil mini? Kita bukan buat mainan, Nara. Ini proyek kelistrikan. Harusnya kita serius.”
Nara tertawa kecil. “Serius juga bisa sambil seru, Arka! Lagipula, siapa yang mau proyeknya kaku? Ayo, kita bikin proyek ini jadi sesuatu yang unik!”
Akhirnya, meskipun Arka masih merasa skeptis, Nara berhasil meyakinkannya. Mereka pun sepakat untuk mulai mengerjakan proyek itu bersama. Namun, Arka tidak menyangka bahwa bekerja dengan Nara akan menjadi pengalaman yang penuh kejutan.
Hari pertama pengerjaan proyek mereka dimulai di bengkel. Suasana di dalamnya cukup ramai, diisi oleh siswa-siswa lain yang juga mengerjakan proyek masing-masing. Arka sudah membawa semua alat yang diperlukan, tetapi Nara tampak lebih bersemangat daripada sebelumnya.
“Arka, kita mulai dari mana?” Nara bertanya dengan antusias.
“Hmm, kita perlu membuat rangkaian listriknya dulu,” jawab Arka sambil mengeluarkan kabel dan alat-alat dari tasnya.
“Bisa aja kamu, Arka. Aku udah bayangin mobil kita nanti bisa melaju kencang! Bayangkan, kita bisa jadi juara di kompetisi!” Nara menjawab, senyum lebar menghiasi wajahnya.
Nara langsung mengambil beberapa kabel dan mencoba menghubungkannya. Namun, saat dia mengerjakan itu, dia tidak sengaja menjatuhkan set kabel yang mengeluarkan suara keras. “Aduh, maaf!” serunya, wajahnya memerah.
Suara gaduh itu menarik perhatian teman-teman sekelas mereka yang tertawa melihat aksi konyol Nara. Arka hanya bisa geleng-geleng kepala, meskipun di dalam hatinya dia merasa geli. “Kamu ini, Nara. Hati-hati sedikit!”
Nara malah tersenyum lebar. “Tenang, aku masih bisa memperbaikinya. Kita justru jadi terkenal di kelas ini, kan?”
Arka hanya bisa tersenyum. Dia mulai merasakan bahwa bekerja sama dengan Nara bukanlah hal yang buruk. Saat mereka melanjutkan proyek, keduanya mulai saling membantu dan tertawa bersama. Beberapa kali, Nara melontarkan lelucon yang membuat Arka tertawa meskipun dia berusaha keras untuk terlihat serius.
“Dengar, Arka. Kalau mobil ini jadi, kita bisa adakan perlombaan di depan sekolah! Bayangkan, kita jadi tim paling terkenal!” Nara terus menggoda.
“Ya, kalau kamu tidak merusak semuanya dengan tingkah konyolmu,” jawab Arka sambil tertawa.
Kedua rekan ini semakin akrab, dan Arka mulai melihat sisi Nara yang lain. Dia merasa senang melihat Nara yang ceria, seolah dia adalah matahari yang bisa menghangatkan suasana di sekelilingnya.
Saat sore tiba, Nara dan Arka duduk di bangku taman sekolah, beristirahat sejenak setelah berjam-jam mengerjakan proyek. Nara mengeluarkan snack dari tasnya dan menawarkan kepada Arka. “Makan dulu, biar kita ada energi buat lanjut lagi!”
“Makasi, tapi jangan terlalu banyak ngemil ya. Kita masih harus fokus,” jawab Arka sambil menggigit keripik yang diberikan.
“Urusan ngemil itu penting, Arka! Energimu bisa hilang kalau kamu tidak makan yang cukup!” Nara menjelaskan dengan serius namun tetap dengan nada bercanda.
Mereka terus berbincang dan tertawa, dan di antara celotehan itu, Nara tiba-tiba berkata, “Aku penasaran, Arka. Apa kamu punya rencana untuk masa depan?”
Arka sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. “Rencana? Ya, aku mau jadi mekanik yang handal. Memperbaiki mesin-mesin yang rusak.”
“Bagus! Aku yakin kamu bisa! Kalau aku? Mungkin jadi desainer yang bisa mendesain mobil keren!” jawab Nara dengan semangat.
Mendengar jawabannya, Arka tak bisa menahan senyum. “Kalau kamu jadi desainer, jangan lupakan aku ya. Aku yang akan memperbaiki mobil itu!”
“Deal!” jawab Nara sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
Hari itu berlalu penuh dengan tawa dan kehangatan. Namun, tanpa mereka sadari, di balik proyek yang konyol ini, ada benih-benih cinta yang mulai tumbuh, meskipun masih tertutup rasa malu dan kebingungan. Nara dan Arka tidak menyadari bahwa perjalanan mereka masih panjang, dan banyak kejadian lucu serta tak terduga menanti di depan.
Dan di ujung hari, saat mereka berpisah, Nara menyentuh lengan Arka. “Besok kita lanjut lagi, ya? Aku sudah punya ide-ide baru untuk proyek ini!”
“Ya, semoga tidak ada yang rusak lagi,” jawab Arka sambil menggelengkan kepala, tetapi senyumnya menunjukkan bahwa dia sudah tidak sabar untuk bertemu lagi.
Dengan langkah penuh semangat, Nara berjalan pulang, sedangkan Arka kembali ke rumah dengan pikiran yang dipenuhi dengan tawa dan canda. Proyek ini ternyata bukan hanya tentang kelistrikan, tetapi juga tentang mengenal satu sama lain lebih dalam.
Belum ada yang tahu, cinta yang konyol ini baru saja dimulai.
Tawa di Balik Alat
Hari berikutnya, Nara tiba lebih awal di bengkel. Dia sudah tidak sabar untuk melanjutkan proyek mobil mini mereka. Dengan semangat membara, dia membawa kotak penuh alat dan beberapa camilan untuk dibagikan ke Arka. Saat dia mengatur alat, suasana di bengkel mulai ramai dengan kedatangan siswa-siswa lain.
Begitu Arka tiba, Nara langsung melambaikan tangan. “Arka! Kamu datang tepat waktu! Coba lihat semua alat yang aku bawa!”
Arka menghampiri dan melihat tumpukan alat di depan Nara. “Wow, ini lebih banyak dari yang kita butuhkan, kan?”
“Ya, tapi siapa tahu kita butuh sesuatu yang lebih!” Nara menjawab sambil mengedipkan mata.
Mereka mulai bekerja sama. Nara berdiri di samping Arka, mengamati dia yang serius menyambungkan kabel. “Kamu tahu, Arka, aku selalu penasaran dengan cara kerja alat-alat ini. Seperti, dari mana semuanya berasal?”
Arka melirik Nara dan tersenyum. “Mungkin dari pabrik, Nara. Tapi kita bisa belajar bareng tentang ini.”
“Belajar itu penting, tapi belajar sambil ketawa lebih asyik!” Nara menjawab sambil mencoba mengangkat salah satu alat berat, tetapi malah terjatuh ke belakang. Suara gedebuknya mengundang tawa dari beberapa siswa yang lewat.
Arka langsung menghampiri Nara yang tergeletak di lantai. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil menahan tawa.
Nara mengerjapkan mata dan tersenyum. “Tentu saja! Aku hanya sedang melakukan latihan jatuh bebas, untuk persiapan aksi sirkus!”
“Tapi kamu lebih cocok jadi badut daripada akrobat,” Arka menimpali sambil tertawa.
Setelah sedikit bersenang-senang, mereka kembali fokus pada proyek. Nara, yang penuh dengan ide-ide kreatif, mulai mencoret-coret di kertas. “Gimana kalau kita cat mobilnya dengan warna neon? Biar kelihatan lebih mencolok!”
Arka menatap kertas itu dengan serius. “Neon? Hmm, bisa jadi menarik. Tapi warna apa yang kamu pikirkan?”
“Pastinya pink dan hijau! Kombinasi sempurna!” jawab Nara dengan semangat, membayangkan betapa lucunya mobil itu nanti.
Arka mengangguk sambil tersenyum. “Oke, kita bisa coba. Tapi kita perlu menyelesaikan rangkaiannya dulu. Tanpa itu, mobil kita tidak akan bergerak.”
“Setuju! Ayo kita mulai!” Nara bersemangat dan mulai mengumpulkan alat-alat lagi.
Selama beberapa jam ke depan, suasana di bengkel dipenuhi dengan canda tawa. Nara tak henti-hentinya melontarkan lelucon konyol, sementara Arka berusaha keras untuk tetap fokus. Namun, ia tak bisa menahan tawa setiap kali Nara melakukan sesuatu yang aneh.
Suatu ketika, saat Nara berusaha membantu menghubungkan kabel, dia tanpa sengaja menarik kabel lain yang terhubung ke lampu. Lampu itu menyala terang, membuat Nara terkejut dan hampir menjatuhkan semua alat yang ada di sekitarnya.
“Wow, Nara! Itu sih bukan bantu, malah bikin kekacauan!” Arka berkomentar sambil tertawa.
“Tapi lihat, kita berhasil menyalakan lampu!” Nara berseru dengan penuh semangat. “Kita bisa bikin lampu neon juga untuk mobilnya!”
Arka menggelengkan kepala. “Aku rasa kita harus fokus pada bagian yang lebih penting, bukan hanya penampilan.”
“Eh, penampilan itu penting, Arka! Kalau mobil kita keren, semua orang pasti bakal suka!” Nara menjawab sambil melanjutkan usaha yang tampaknya sia-sia untuk merapikan alat-alat.
Di tengah kekacauan itu, Nara tiba-tiba berpikir. “Kamu pernah ngerasa enggak, Arka, kalau kita udah kayak pasangan dalam proyek ini?”
Arka menghentikan pekerjaannya dan menatap Nara. “Pasangan? Hanya dalam hal proyek, Nara.”
“Kenapa? Kita kan bekerja sama. Sudah ada chemistry di antara kita,” jawab Nara, melontarkan senyuman nakal.
Arka merinding. “Chemistry itu hanya tentang kelistrikan, Nara. Bukan hal lain.”
Nara tertawa geli. “Ayo, jangan gitu! Setidaknya kita bisa punya chemistry yang seru!”
Arka tertawa dan akhirnya tidak bisa menahan diri. “Baiklah, baiklah. Chemistry yang seru.”
Hari itu berlalu dengan cepat, diwarnai tawa dan kekonyolan. Momen-momen kecil itu semakin memperkuat kedekatan mereka, meski Arka masih berusaha menjaga jarak.
Ketika waktu istirahat tiba, Nara mengeluarkan camilan yang dia bawa. “Makan yuk! Ini bisa jadi bahan bakar kita!” Ia mengeluarkan keripik, cokelat, dan beberapa buah.
Arka mengambil beberapa keripik dan mengunyahnya. “Kamu benar-benar suka ngemil, ya?”
“Iya, makanan bisa membuatku lebih semangat!” Nara menjawab sambil mengunyah penuh nafsu.
“Semangat untuk melakukan kekacauan, maksudnya?” Arka menambahkan dengan nada bercanda.
“Tepat sekali! Dan kamu tahu, aku merasa kita sudah bikin kemajuan, lho. Mobil kita bisa jadi sesuatu yang luar biasa!” Nara berseru.
Mendengar semangat Nara, Arka merasakan senyuman muncul di wajahnya. “Ya, mungkin kamu benar. Kita hanya perlu lebih fokus.”
Ketika mereka kembali ke proyek, suasana di dalam bengkel semakin seru. Namun, tak lama setelah mereka mulai, kejadian konyol lainnya terjadi ketika Arka tanpa sengaja menjatuhkan alat dan membuat suara keras. Teman-teman mereka pun tertawa.
“Arka, kamu malah lebih konyol dari aku!” Nara berteriak sambil tertawa. “Kita harus bikin daftar semua kesalahan konyol yang kita buat di proyek ini!”
Arka hanya menggelengkan kepala, tapi senyumnya menunjukkan bahwa dia menikmati momen-momen itu. Dengan tawa dan kerja sama, mereka melanjutkan proyek hingga sore hari.
Di akhir hari, saat mereka selesai, Arka menatap Nara. “Kamu tahu, bekerja denganmu itu tidak seburuk yang aku kira.”
“Jadi, kita bisa jadi tim keren, kan?” Nara menjawab dengan mata berbinar.
“Ya, tim yang sangat konyol,” Arka menambahkan sambil tertawa.
Dengan semangat yang membara, mereka melanjutkan perjalanan proyek ini, tidak menyadari bahwa kisah cinta yang lucu dan menggemaskan sedang tumbuh di antara mereka, dan masih banyak kejadian lucu yang menunggu untuk terjadi.
Kejutan di Hari Kompetisi
Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Kompetisi mobil mini diadakan di lapangan sekolah, dan semua siswa terlihat bersemangat. Nara dan Arka sudah menyiapkan mobil neon mereka yang mencolok, siap untuk memukau semua orang. Nara mengenakan kaos berwarna cerah dan rok denim, sedangkan Arka memilih kaos polo sederhana dan celana panjang.
“Siap-siap, Arka! Kita bakal jadi juara!” Nara berseru, memegang tangan Arka dengan semangat.
Arka tersenyum, tetapi ada sedikit keraguan di wajahnya. “Kita harus tetap fokus dan tidak panik, ya.”
“Tenang saja, semua sudah siap. Dan jangan khawatir, kita sudah latihan dengan baik!” Nara meyakinkan sambil menatap mobil yang bersinar di bawah sinar matahari.
Setelah mendaftar dan memarkir mobil mereka di garis start, mereka melihat kompetitor lain yang tampaknya lebih serius. Ada tim-tim lain yang juga menampilkan mobil-mobil unik dan menarik. Beberapa siswa memeriksa mesin, sementara yang lain melakukan pengecekan terakhir.
“Wow, lihat mobil itu!” Nara menunjuk ke arah mobil yang dicat hitam dengan beberapa lampu LED berwarna-warni.
“Ya, itu mobil kelas atas. Kita harus menunjukkan bahwa ide-ide konyol kita juga bisa bersaing,” Arka menjawab dengan semangat.
Nara mengangguk. “Betul! Kita bisa mengubah kekonyolan menjadi keunggulan.”
Saat kompetisi dimulai, semua peserta berkumpul untuk mendengarkan penjelasan juri. Juri memperkenalkan diri dan menjelaskan kriteria penilaian, yang meliputi kecepatan, desain, dan kreativitas. Semangat Nara semakin membara mendengar hal itu.
“Bisa jadi kita memenangkan kategori kreativitas!” Nara berbisik kepada Arka.
“Aku berharap kita bisa mendapatkan lebih dari itu,” Arka menjawab sambil mengerutkan dahi.
Setelah penjelasan selesai, semua tim dibagi menjadi kelompok. Nara dan Arka mendapatkan urutan balap ke-4. Saat mereka menunggu giliran, Nara terlihat gelisah.
“Gimana kalau kita bikin sesi pemanasan? Kita bisa berlatih sedikit sebelum balapan!” usul Nara.
“Pemanasan? Di sini?” Arka tertawa, merasa aneh.
“Kenapa tidak? Ini kan momen kita!” Nara menjawab sambil merangkul Arka, menariknya ke tempat yang lebih sepi.
Nara mulai berpura-pura menjadi komentator. “Di sudut kiri, tim paling konyol dan ceria, Nara dan Arka! Bersiap untuk pertunjukan luar biasa!” Dia melakukan gerakan dramatis, mengundang tawa dari beberapa siswa yang melintas.
Arka tidak bisa menahan senyumnya. “Oke, oke, aku rasa kita siap.”
Saat akhirnya giliran mereka tiba, juri menginstruksikan setiap tim untuk bersiap di garis start. Nara dan Arka berdiri di samping mobil mereka, saling berpegangan tangan dengan penuh semangat. Juri mengangkat bendera start, dan seketika mobil mini meluncur maju.
Mobil mereka melaju kencang, tetapi tiba-tiba Nara berteriak, “Kencangkan remnya, Arka! Jangan lupa!”
“Tenang, Nara! Ini baru awal!” Arka menjawab sambil memegang kemudi dengan mantap.
Saat melintasi rintangan pertama, mobil mereka melompati gundukan kecil dan membuat semua penonton bersorak. Nara sangat bersemangat. “Lihat, kita bisa!”
Namun, tiba-tiba, mereka melewati tikungan yang tajam. Nara langsung berteriak, “Belok kiri! Belok kiri!”
Arka berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan mobil, tetapi karena terlalu cepat, mereka meluncur melewati garis tikungan dan menghantam tepian. Mobil itu terhenti, tetapi dengan cepat, Arka menghidupkan kembali mesin.
“Gimana? Masih mau terus?” Arka bertanya, sedikit khawatir.
“Bisa! Jangan berhenti!” Nara menyemangati, berusaha terlihat optimis meskipun mereka sudah melewati batas waktu.
Dengan berani, Arka menyalakan mesin dan mengemudikan mobil kembali ke lintasan. Momen konyol itu membuat penonton tertawa dan bersorak. “Kita harus tetap berjuang, Nara!” Arka berusaha menenangkan dirinya.
Saat mereka melanjutkan balapan, mobil lain mulai mendekati mereka. Nara melihat ke samping dan melihat tim lawan yang melesat maju. “Arka, kita harus lebih cepat!”
Mereka berusaha sekuat tenaga, dan Nara melakukan segala cara untuk memberikan semangat. “Kita bisa! Mobil ini bukan hanya alat, ini adalah karya seni!”
Setelah melewati rintangan terakhir, mereka berhasil mendekati garis finish. “Ayo, Arka! Kita hampir sampai!” Nara berseru penuh semangat.
Dengan satu dorongan terakhir, Arka menginjak pedal gas. Mobil mini mereka meluncur dengan kecepatan tinggi, melintasi garis finish dan menghasilkan suara keras dari mesin yang bergetar.
“Ya! Kita melakukannya!” Nara bersorak dengan penuh kegembiraan.
Saat mereka berhenti, penonton berdiri dan memberi aplaus. Meski tidak menang, Nara dan Arka merasa bangga. “Kita sudah memberikan pertunjukan yang luar biasa!” Nara berteriak.
“Dan kita melakukannya dengan penuh kekonyolan!” Arka menambahkan, tersenyum.
Di tengah sorakan, Nara melihat ke arah Arka dengan senyuman lebar. “Kamu tahu, Arka, kita mungkin tidak menang, tetapi kita telah membuat momen tak terlupakan.”
“Benar, Nara. Yang penting adalah kita menikmatinya bersama,” jawab Arka, merasakan kehangatan dalam hatinya.
Setelah pengumuman pemenang dan pembagian hadiah, mereka berkumpul dengan teman-teman lain. Meski mereka tidak meraih juara, Nara dan Arka merasa puas dengan usaha dan kerja sama mereka. Hari itu menjadi kenangan manis yang akan selalu mereka ingat.
Saat hari perlombaan berakhir, Nara memandang Arka dengan senyum nakal. “Kamu tahu, kita harus bikin proyek lagi. Mungkin kali ini kita bisa menang!”
Arka tertawa. “Atau kita bisa jadi tim komedi!”
“Tim komedi? Itu ide yang menarik! Kita bisa mengubah semua kegagalan jadi lelucon,” Nara menjawab, bersemangat.
Hari itu, mereka tidak hanya menciptakan mobil mini, tetapi juga membangun kenangan dan hubungan yang semakin erat. Di tengah keceriaan dan tawa, satu hal mulai terasa jelas: ada lebih dari sekadar persahabatan di antara mereka. Dan itu adalah awal dari petualangan baru yang akan mereka jalani bersama.
Sebuah Kesempatan Kedua
Beberapa minggu setelah kompetisi mobil mini, Nara dan Arka kembali ke kehidupan sehari-hari di sekolah. Kegiatan belajar mengajar berlangsung seperti biasa, tetapi momen-momen konyol saat perlombaan selalu menjadi bahan obrolan di kalangan teman-teman mereka. Semua orang masih tertawa mengingat bagaimana mobil mereka sempat nyangkut di pinggir lintasan.
Suatu sore, saat Nara duduk di kantin bersama teman-temannya, dia tidak bisa menghilangkan pikiran tentang Arka. Dia merindukan kebersamaan mereka, bukan hanya saat kompetisi, tetapi juga saat-saat kecil di antara mereka. Ketika dia memandang ke arah meja lain, dia melihat Arka sedang bercanda dengan teman-temannya. Sebuah ide muncul di benaknya.
“Eh, gimana kalau kita bikin acara reuni tim mobil mini?” Nara berkata kepada teman-temannya. “Kita bisa mengadakan acara kecil di taman sekolah, seru-seruan sambil mengenang momen-momen lucu!”
“Bagus tuh! Ajak Arka juga!” sahabatnya, Rina, menyemangati.
“Pasti! Kita harus bikin ini jadi istimewa,” Nara menjawab sambil tersenyum.
Ketika hari reuni tiba, Nara berusaha menyiapkan semuanya dengan baik. Dia mempersiapkan snack, minuman, dan beberapa permainan yang akan menghibur. Namun, saat melihat semua persiapan, dia mulai merasa gugup. “Bagaimana kalau Arka tidak mau datang?” pikirnya.
Namun, saat dia melihat Arka muncul dengan senyum lebar dan membawa keranjang berisi makanan, semua kekhawatirannya menguap. “Wow, Arka! Kamu bawa apa?” Nara bertanya, takjub melihat keranjang itu.
“Cemilan khas dari rumah! Aku yakin ini bakal enak,” Arka menjawab sambil mengedipkan mata.
Nara tidak bisa menahan tawa. “Oke, kita lihat siapa yang bakal makan paling banyak nanti!”
Acara reuni dimulai dengan seru. Semua teman-teman berkumpul, mengenang kembali kenangan lucu dari perlombaan, sambil berkompetisi dalam berbagai permainan. Nara dan Arka menjadi duo yang tak terpisahkan, mengolok-olok satu sama lain dan bersaing dalam permainan yang penuh tawa.
Di tengah permainan, saat mereka berdua berlari menuju garis finish, Nara terjatuh dan jatuh ke tanah, membuat semua orang tertawa. “Gimana sih, Nara? Kita baru saja mulai!” Arka berlari mendekat dan menolongnya berdiri.
Nara menepuk debu dari bajunya dan tertawa. “Aku hanya ingin menciptakan momen yang berkesan!”
“Yah, kamu berhasil!” Arka menjawab, masih terpingkal-pingkal.
Saat malam tiba, suasana semakin hangat. Beberapa teman mulai merencanakan untuk mengakhiri acara dengan sesi berbagi harapan dan impian. Nara merasa ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya.
Ketika gilirannya tiba, dia berdiri di depan teman-teman dengan sedikit rasa canggung. “Jadi, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian semua karena membuat hari ini sangat menyenangkan. Juga, terima kasih kepada Arka, yang selalu ada di sampingku, baik di dalam mobil maupun dalam hidup.”
Semua orang bersorak dan Arka tampak merah padam. Dia tidak menyangka Nara akan berbicara tentang dirinya. “Nara, aku juga berterima kasih padamu. Tanpa kamu, semua ini tidak akan seasyik ini,” jawabnya, berusaha terdengar santai meskipun hatinya berdebar.
Satu per satu, teman-teman berbagi cerita, dan tawa mengisi udara. Akhirnya, suasana mulai tenang, dan Nara mengambil kesempatan untuk berbicara lebih lanjut kepada Arka.
“Eh, Arka,” Nara memanggil saat mereka duduk berdua, sedikit menjauh dari keramaian. “Kamu pernah berpikir tentang kita lebih dari sekadar teman?”
Arka terkejut. “Aku… Aku tidak tahu. Kenapa kamu bertanya?”
“Karena… aku merasa kita punya sesuatu yang spesial,” Nara menjawab, jujur. “Setiap momen bersamamu membuatku merasa nyaman. Seperti, lebih dari sekadar kompetisi.”
Arka terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Nara. “Sebenarnya, aku merasakannya juga. Setiap kali kita bersama, aku merasa senang dan tidak ingin momen itu berakhir.”
Nara tersenyum lebar. “Jadi, bagaimana kalau kita memberi diri kita kesempatan? Menjalani ini bersama-sama, lebih dari sekadar teman?”
Arka melihat Nara, kemudian mengangguk perlahan. “Aku setuju. Mari kita coba.”
Di tengah bintang-bintang yang bersinar di langit malam, Nara dan Arka merasakan keajaiban baru. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. Dari kompetisi mobil mini yang konyol hingga momen-momen lucu di taman sekolah, mereka yakin bahwa kebersamaan ini akan menjadi sesuatu yang lebih berarti.
Dan dengan tawa yang tidak pernah padam, mereka melanjutkan kisah cinta yang dimulai di masa SMK, penuh dengan kekonyolan, kehangatan, dan tentu saja, cinta yang tulus.
Dan begitulah, kisah Nara dan Arka berlanjut—dipenuhi tawa, keseruan, dan momen-momen manis yang bikin kita semua percaya bahwa cinta itu bisa datang dari tempat yang paling tak terduga.
Siapa sangka, di tengah kebisingan dan kekonyolan masa SMK, mereka menemukan satu sama lain? Jadi, siap-siaplah untuk lebih banyak petualangan, karena cinta sejati kadang dimulai dari balapan mobil mini dan senyum yang nggak bisa dilupakan!