Cerpen Seru Naik Lift Misterius: Kejutan Tak Terduga di Lantai Tersembunyi

Posted on

Naik lift, eh malah masuk ke dunia lain! Iya, nggak salah baca, itu yang terjadi dalam cerita ini. Coba bayangin, kamu lagi santai-santai, tiba-tiba naik lift yang nggak cuma bawa kamu ke lantai atas, tapi juga ke tempat yang nggak pernah kamu bayangin sebelumnya.

Dijamin, perjalanan kali ini bakal penuh kejutan, ketawa, dan pastinya bikin kamu nggak bisa berhenti mikir. Gak sabar? Yuk, baca aja ceritanya, siapa tahu kamu juga bakal nemuin kejutan di tempat yang nggak disangka-sangka!

 

Cerpen Seru Naik Lift Misterius

Pintu Lift yang Aneh

Vino melangkah memasuki lobi gedung tinggi itu. Pagi yang cerah dengan angin yang cukup hangat membuat suasana terasa nyaman. Namun, di dalam gedung ini, ada satu hal yang selalu membuatnya penasaran—lift.

Orang-orang di sekitarnya sepertinya tidak terlalu peduli dengan keberadaan lift yang tampaknya biasa saja. Tapi, Vino sudah mendengar cukup banyak cerita aneh tentang lift gedung ini. Ada yang bilang kalau lift ini bisa berhenti tiba-tiba di tengah perjalanan, atau bahkan membawa orang ke lantai yang nggak pernah mereka tuju.

“Ah, cuma cerita-cerita nggak jelas,” gumam Vino sambil berjalan ke arah lift. Tapi di sudut hatinya, dia tak bisa mengabaikan rasa penasaran. Dia memang tipe orang yang selalu ingin tahu, dan hari ini, dia akan mencoba naik lift itu.

Begitu sampai di depan pintu lift, Vino melihat ada seorang pria yang berdiri di dalam. Sosoknya tampak cukup menarik, mengenakan jas hitam yang pas di tubuhnya, dan kacamata hitam yang membuatnya terlihat misterius. Namun, yang paling menarik adalah ekspresinya. Dia terlihat serius, seperti seseorang yang sedang memikirkan hal besar.

Vino yang tak bisa menahan diri, sedikit bercanda. “Lift ini sering tiba-tiba jadi lemparan hoki, ya?”

Pria itu menoleh dengan ekspresi yang agak bingung. Namun, setelah beberapa detik, dia mengangguk pelan. “Iya, kadang dia tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Itu bikin deg-degan,” jawabnya dengan nada datar.

Vino tertawa, “Berhenti? Jadi, kita nggak bisa keluar?”

Pria itu menatap angka lantai di atas pintu lift, seolah berpikir sejenak. “Bisa sih, kalau kamu nekat,” jawabnya, tetap dengan nada serius. “Tapi biasanya, kalau udah berhenti, dia mikir dulu, mau bawa kita ke mana.”

Vino terkekeh mendengar jawaban itu. “Jadi, lift ini punya otak, ya?” katanya sambil melangkah masuk.

Dengan satu langkah besar, Vino memasuki lift dan menekan tombol untuk lantai paling atas. Pintu lift menutup otomatis, dan tanpa terasa, mereka mulai bergerak. Namun, ada yang aneh dengan lift ini. Tidak seperti lift biasa yang halus dan tenang, kali ini ada sedikit getaran yang membuat tubuh Vino merasa seperti terombang-ambing.

“Aduh, kayak naik kereta aja,” pikir Vino sambil sedikit menahan diri agar tetap seimbang. “Lift ini bener-bener beda.”

Pria itu hanya tersenyum kecil, tetap dengan ekspresi serius yang entah kenapa jadi membuat Vino merasa seperti sedang dalam film thriller. “Tenang aja,” katanya. “Dia cuma lagi ngatur kecepatan. Nggak lama, dia bakal stabil.”

Vino menatapnya bingung. “Ngatur kecepatan? Ini kayak mainan robot, ya?”

Pria itu terkekeh pelan. “Kalo dia mulai melambat, itu artinya dia lagi mikir. Jadi, santai aja.”

Beberapa detik kemudian, lift mulai melambat, dan Vino merasa sensasi yang aneh lagi—seperti waktu menunggu seseorang yang belum datang. Angka lantai yang tertera di layar lift tampaknya masih bergerak sangat pelan.

“Apakah dia sering kayak gini?” Vino bertanya, sedikit ragu. “Kayak… lambat gitu?”

Pria itu mengangguk. “Kadang dia suka bingung, mau ke lantai berapa. Atau dia merasa, ‘Ah, kayaknya ini bukan waktu yang tepat untuk lanjut.’ Jadi, dia mikir dulu.”

Vino hanya bisa tertawa. “Ini lift atau makhluk hidup sih?”

Pria itu menatap angka lantai yang semakin mendekati lantai tujuan. “Kadang dia suka ngambek. Kamu lihat aja, begitu udah sampai, dia bakal cepat.”

Vino hanya bisa menahan tawa sambil menunggu dengan cemas. Namun, tiba-tiba suara keras terdengar dari mesin lift, dan angka lantai yang tertera berhenti di angka 3.

“Uh-oh, dia mikir lagi,” kata pria itu sambil tersenyum geli. “Dia lagi nggak yakin, mau naik terus atau nggak.”

Vino menatap layar dengan cemas. “Lah, kita berhenti di lantai tiga, terus gimana dong?”

Pria itu tampak santai. “Biasanya, kalau dia udah berhenti kayak gini, kita harus keluar dulu. Nggak lama, dia bakal nganter kita ke lantai yang bener.”

Vino mengerutkan dahi, bingung. “Keluar? Jadi, kita keluar dari sini? Serius?”

“Yup,” jawab pria itu. “Pasti, percayalah. Kalau nggak, kita bisa aja stuck di sini.”

Dengan rasa ragu-ragu, Vino menekan tombol pembuka pintu. Begitu pintu terbuka, dia hampir terjatuh karena lift yang masih belum sepenuhnya berhenti. Dia berhasil mengimbangi tubuhnya dengan canggung, dan pria itu pun hanya bisa tertawa kecil.

“Nggak pernah kan, naik lift yang harus keluar dulu?” pria itu berkata sambil tersenyum.

Vino cuma bisa tertawa malu-malu. “Emang ini lift beneran atau mainan? Kocak banget.”

Sementara pria itu menekan tombol lantai lagi, Vino berdiri dengan kikuk di luar lift. “Jadi, kalau kita masuk lagi, dia bakal bawa kita ke lantai tujuan?” tanyanya.

“Iya,” jawab pria itu sambil mengangkat bahu. “Dia suka ngambek, tapi dia baik kok.”

Vino masih menggelengkan kepala. “Luar biasa. Lift aja bisa punya drama.”

Pintu lift kembali tertutup, dan Vino hanya bisa menghela napas, berusaha mengerti apa yang baru saja terjadi. Tapi, dia tahu satu hal pasti—pengalamannya hari ini akan menjadi cerita yang tak terlupakan.

 

Drama di Antara Lantai

Vino dan pria misterius itu kembali masuk ke dalam lift setelah keluar sejenak. Kali ini, Vino agak lebih waspada. Pintu lift menutup dengan suara ding yang khas, dan angka lantai mulai bergerak lagi, lebih cepat dari sebelumnya. Namun, ketenangan yang diharapkan ternyata tak datang begitu saja.

Lift mulai bergerak, namun kali ini ada sensasi yang berbeda. Alih-alih melaju lancar, lift justru terasa seperti berhenti sejenak, hanya untuk melanjutkan perjalanan dengan sedikit lebih lambat. Vino menatap pria itu, seakan mencari konfirmasi apakah ini normal.

“Tuh kan, udah mulai lagi,” kata pria itu, seolah sudah terbiasa dengan kejadian ini. “Dia lagi mikir, ini bakalan seru.”

Vino mengernyitkan dahi. “Mikir? Jadi, kayak ada keputusan yang harus diambil gitu, ya?”

“Iya,” jawab pria itu sambil memperhatikan angka lantai yang bergerak mundur sebentar sebelum akhirnya kembali melaju. “Kadang dia ngerasa bingung, harus bawa kita ke mana. Tapi biasanya dia akan mutusin dengan sendirinya.”

Vino mendengus pelan, setengah tidak percaya. “Mutusin dengan sendirinya? Apa-apaan nih?”

Pria itu tersenyum, seolah sudah terbiasa dengan kebingungan orang yang pertama kali naik lift ini. “Beneran deh, dia suka gitu. Kita cuma harus sabar, tunggu aja.”

Vino melirik angka lantai yang bergerak ke angka 5, namun tiba-tiba berhenti. Kali ini, suara ding yang keluar dari lift terdengar seperti peringatan. Lift berhenti total di antara lantai, dan Vino merasakan getaran aneh yang membuat tubuhnya terasa seperti terguncang.

Pria itu hanya menatap layar dengan tenang, seolah sudah sangat familiar dengan situasi ini. “Sekarang dia lagi mikir berat,” ujarnya dengan santai.

“Apa dia pikirin? Masa iya, sampai kayak gini?” Vino menatapnya dengan heran, mencoba menahan tawa. “Kayak liftnya punya beban hidup sendiri aja.”

“Ya, begitulah,” jawab pria itu. “Biasanya sih dia cuma bingung, apa udah waktunya untuk berhenti, atau kita harus lanjut.”

Vino mencoba menenangkan dirinya, meskipun rasa cemas mulai menggelayuti. “Jadi, kita harus nunggu dia ‘ngomong’ dulu ya?”

Pria itu mengangguk. “Iya, kadang lama, kadang cepat. Tapi pasti dia bakal kasih jawaban.”

Dan memang, lift itu tidak lama kemudian mulai bergerak lagi. Angka lantai pun kembali bertambah, kali ini lebih stabil. Vino sedikit lega, namun ketegangan belum sepenuhnya hilang. Setiap kali angka lantai bergerak sedikit lebih lambat dari biasanya, Vino merasa seolah-olah lift itu sedang bercanda dengannya.

Namun, tiba-tiba, lift berhenti lagi. Angka lantai yang tertera di layar menunjukkan angka 7. Sekali lagi, suara ding terdengar, kali ini lebih keras dan lebih dramatis. Vino langsung menoleh ke pria itu.

“Dia mulai ngambek nih,” kata pria itu sambil mendesah.

“Ngambek? Kok bisa lift ngambek?” Vino tertawa, tapi suaranya agak tertahan. “Lah, lift ngambek tuh kayak gimana?”

“Ya, dia suka ngerasa kayak terjebak di suatu tempat,” jawab pria itu dengan penuh kesabaran. “Kadang dia nggak tahu kenapa, dia cuma butuh waktu sebentar untuk bisa lanjut.”

Vino merasa bingung, namun rasa penasaran yang semakin dalam membuatnya tak bisa berhenti bertanya. “Jadi, kalau dia ngambek, kita keluar lagi?”

Pria itu mengangguk, seolah itu adalah hal yang sangat biasa. “Betul. Dia butuh sedikit ruang, baru bisa lanjut lagi. Coba aja keluar.”

Vino menghela napas dan mengikutinya. Dia menekan tombol pembuka pintu, dan pintu lift terbuka dengan pelan. Namun, kali ini Vino sudah merasa sedikit lebih tenang. Meski situasinya sedikit absurd, dia mulai merasa anehnya… menyenangkan.

Setelah keluar, pria itu menatap lift yang masih diam dengan ekspresi penuh pemahaman. “Kadang, dia cuma butuh waktu untuk ‘menemukan dirinya lagi’.”

Vino tak bisa menahan tawa. “Lift ternyata lebih complicated daripada yang aku kira.”

“Iya, dia bisa bikin hari kamu berwarna,” pria itu menjawab dengan nada ringan, sambil menatap layar lantai yang masih belum berubah. “Tapi jangan khawatir, dia bakal selesai mikir. Kita masuk lagi, dan semuanya bakal normal.”

Vino mengangguk, walau masih merasa ada yang ganjil dengan situasi ini. “Aneh banget, ya? Kita seolah-olah ngeksplorasi dunia dalam lift.”

Pria itu tersenyum lebar. “Yang pasti, kalau kamu sabar, lift ini akan membawa kamu ke tujuan yang lebih baik.”

Vino memandangnya dengan senyum kecil. “Oke deh, kalau gitu, aku tungguin dia sampai ‘ngeh’ lagi.”

Mereka kembali masuk ke dalam lift, kali ini dengan lebih santai, seakan-akan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pintu lift tertutup kembali, dan entah kenapa, Vino merasa kalau dia akan terus terjebak dalam drama yang aneh ini.

Namun, yang pasti, setiap detik di dalam lift itu terasa seperti petualangan yang tidak akan terlupakan.

 

Keputusan Lift yang Misterius

Begitu pintu lift tertutup, Vino bisa merasakan sensasi aneh lainnya. Lift mulai bergerak lagi, tapi kali ini, pergerakannya lebih cepat dari sebelumnya. Angka lantai di layar terlewat begitu cepat, berputar seperti dalam permainan, dan seketika itu juga, suasana di dalam lift terasa seperti ada sesuatu yang berbeda.

Vino menoleh ke pria itu, yang tampaknya tidak terlalu terkejut dengan perubahan ini. “Oke, ini semakin nggak masuk akal,” kata Vino sambil menahan tawa. “Kita kayak lagi naik wahana roller coaster, bukannya lift.”

Pria itu hanya tersenyum lebar. “Tapi, ini baru bagian serunya.”

Vino mengerutkan dahi, mencoba menyesuaikan diri dengan kecepatan lift yang semakin kencang. Dia merasa seperti sedang diajak berputar-putar dalam sebuah tarian yang sangat cepat, tanpa tahu kapan akan berhenti. “Jadi, apa yang lagi diputusin sama lift ini?” tanyanya, sambil mencengkeram pegangan di sampingnya, meski rasanya lebih seperti bercanda daripada takut.

Pria itu tampak lebih tenang dari sebelumnya. “Dia sedang mempertimbangkan kita mau ke mana. Kadang dia bawa kita ke tempat yang nggak kita harapin, tapi itu selalu jadi kejutan.”

Vino menatapnya. “Bawa kita ke tempat yang nggak kita harapin? Maksudnya gimana?”

“Tunggu aja, nanti kamu lihat.” Pria itu menjawab sambil menekan tombol lantai yang tampaknya nggak sesuai dengan yang seharusnya. Layar itu malah menunjukkan angka yang lebih rendah daripada tujuan mereka.

Vino hampir terbelalak. “Lho, ini kok bukan lantai atas? Kamu pasti salah tekan!”

“Yup, beneran dia kayak gitu,” jawab pria itu dengan santai, tidak terburu-buru. “Kadang dia cuma pengen kasih kejutan.”

Vino yang awalnya merasa cemas, sekarang malah mulai tertarik dengan petualangan aneh ini. “Jadi dia bener-bener suka main-main, ya?”

“Dia memang kayak gitu,” pria itu berkata, kali ini dengan nada yang lebih misterius. “Kamu pasti nggak akan pernah tahu ke mana dia bakal bawa, tapi itu bagian dari serunya.”

Sekonyong-konyong, lift berhenti tiba-tiba, tanpa suara apapun. Angka lantai di layar kembali menunjukkan angka yang tidak mereka tuju. Vino merasa perutnya sedikit melompat ke dada karena ketegangan yang aneh, dan tiba-tiba pintu lift terbuka dengan sendirinya.

“Uh-oh,” kata pria itu sambil mengangkat bahu, “kelihatannya dia nggak terlalu senang dengan pilihan kita tadi.”

Vino melangkah keluar dengan hati-hati, sedikit bingung dengan apa yang baru saja terjadi. “Lantai 2? Kenapa kita malah ada di sini?”

Pria itu mengedipkan mata, sambil menatap sekeliling. “Lihat aja dulu, siapa tahu ada yang menarik.”

Mereka berada di lantai dua yang tampaknya sepi, dengan dinding yang kosong dan lantai yang berkilau. Vino bisa merasakan suasana yang sangat berbeda dibandingkan dengan lantai-lantai lain yang biasanya ramai. Sepertinya lift ini membawa mereka ke tempat yang jauh dari keramaian.

“Apa ini?” tanya Vino, mencoba mencari jawaban atas situasi yang semakin membingungkan.

“Ini lantai rahasia,” jawab pria itu dengan santai, “Tapi jangan khawatir, kita nggak bakal lama di sini.”

Vino hanya bisa terkekeh, merasa seperti sedang dalam permainan teka-teki yang aneh. “Lantai rahasia? Lift ini beneran ada yang aneh banget.”

“Ya, begitulah,” pria itu melangkah menuju pintu yang terbuka di sisi lain lantai. “Kadang, kita harus menemukan pintu keluar dari tempat-tempat yang nggak biasa.”

Vino mengikuti pria itu dengan rasa penasaran yang semakin tinggi. Mereka berjalan melewati lorong panjang, suasananya cukup gelap, dengan hanya sedikit cahaya yang menyinari jalan. Vino bisa merasakan detak jantungnya mulai melaju lebih cepat, tapi dia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.

“Tunggu dulu,” kata Vino, “Ini… tempat apa, sih?”

Pria itu berhenti sejenak dan menatap Vino dengan senyuman misterius. “Tempat yang tidak akan kamu temui lagi kalau kamu nggak jalanin sekarang.”

Vino bingung, tapi tidak bisa menahan diri untuk bertanya lebih lanjut. “Maksudnya?”

“Lift ini kadang membawa kita ke tempat yang tidak terlihat oleh orang lain. Kadang kita nggak ngerti, kadang juga nggak harus ngerti.” Pria itu melanjutkan langkahnya dengan tenang, seolah-olah semua ini adalah hal biasa. “Tapi, kalau kita nggak berani, kita nggak akan tahu apa yang ada di baliknya.”

Vino menatap pria itu dengan penuh rasa penasaran. “Jadi ini semacam… perjalanan yang harus ditempuh?”

Pria itu mengangguk, tetapi tidak menjawab lebih lanjut. “Kita harus terus berjalan, Vino. Sampai kita menemukan jawabannya.”

Vino mengerutkan kening. “Oke, kalau gitu, aku siap, deh.”

Mereka terus berjalan melewati lorong itu, menuju sesuatu yang belum bisa dipahami oleh Vino. Namun, satu hal yang pasti—perjalanan aneh mereka belum berakhir, dan setiap langkah terasa semakin membingungkan, tapi juga penuh dengan rasa ingin tahu yang mendalam.

Dan di dalam dirinya, Vino merasakan satu hal yang pasti—hari ini, dia sedang berada di dunia yang berbeda. Dunia yang mungkin tidak akan pernah bisa dimengerti sepenuhnya.

 

Keputusan yang Terakhir

Vino dan pria itu terus berjalan tanpa arah yang jelas. Lorong-lorong gelap yang mereka lewati semakin membuat suasana terasa aneh dan misterius. Mereka melewati pintu-pintu yang tampaknya tak pernah akan berujung, dan meskipun Vino merasa seolah-olah mereka berada di tempat yang sama sekali berbeda, ada sesuatu yang membuatnya tetap merasa… hidup. Seolah-olah dunia yang biasa dia kenal kini berubah menjadi lebih besar, lebih rumit, dan lebih penuh teka-teki.

Akhirnya, setelah berkeliling tanpa tujuan, mereka tiba di sebuah pintu besar yang tampak sangat kuno. Pintu itu terlihat sangat berbeda dari pintu-pintu lain yang mereka lewati, dan Vino merasa ada sesuatu yang menantinya di balik sana. Pria itu menghentikan langkahnya, menatap pintu itu dengan penuh perhatian.

“Ini dia,” kata pria itu pelan, seakan mengerti perasaan Vino. “Kita sampai.”

Vino berdiri di sana, sedikit ragu. “Ke mana, sih, kita sebenarnya?” tanyanya, suaranya bergetar. “Kenapa kamu bisa yakin kalau ini tempat yang tepat?”

Pria itu menatapnya, senyum tipis mengembang di wajahnya. “Kamu harus percaya pada keputusan yang kamu buat. Dan kamu sudah sampai di sini, berarti kamu sudah memilih.”

Vino mengerutkan dahi, mencoba memahami kata-katanya. Semua kejadian yang mereka alami, semua yang terasa tidak wajar, kini semuanya menyatu dalam satu titik ini. Tanpa disadari, dia sudah berada di ujung perjalanan.

Pria itu menarik pintu besar itu, dan suara berderak terdengar saat pintu perlahan terbuka. Di baliknya, bukan ruangan gelap atau ruangan asing lainnya yang Vino kira. Sebaliknya, yang dia lihat adalah sebuah ruang terbuka yang indah, dengan langit cerah yang tidak pernah dia bayangkan bisa ada di tengah-tengah gedung.

Vino terdiam. “Ini… di luar?” suaranya hampir berbisik.

“Ya,” jawab pria itu sambil tersenyum. “Ini tempat yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang berani berjalan sampai akhir.”

Vino melangkah keluar, merasakan udara segar yang mengalir dengan lembut menyentuh wajahnya. Dia tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Ruangan terbuka itu seolah menantang alam nyata. Di sana ada taman luas dengan pohon-pohon tinggi dan bunga yang mekar, dan langit biru yang mengundang kedamaian. Semua rasa bingung dan cemas yang sempat menguasainya kini hilang begitu saja. Dia merasa seolah-olah dunia yang biasa dia kenal hanyalah bayangan semu dari tempat ini.

“Jadi, ini yang sebenarnya,” kata Vino pelan, sambil menatap sekeliling dengan takjub. “Aku nggak pernah bayangin ada dunia kayak gini.”

Pria itu mengangguk, matanya masih memandang langit. “Semua yang kamu alami di dalam lift itu adalah cara untuk membawamu ke sini. Kadang, kita harus melewati hal-hal aneh, bahkan mungkin nggak masuk akal, untuk sampai ke tempat yang lebih baik.”

Vino merasa seperti baru saja dipertemukan dengan realitas baru yang tak terduga. Segalanya terasa begitu sempurna, namun dalam ketenangan itu, dia merasa seperti ada sesuatu yang harus diselesaikan. “Tapi, kenapa harus melalui semua itu?” tanyanya, lebih kepada dirinya sendiri. “Kenapa harus dengan cara yang aneh dan penuh teka-teki?”

Pria itu tersenyum lebih lebar, seperti tahu pertanyaan itu akan muncul. “Karena hidup bukan tentang menemukan jawaban dengan mudah. Kadang kita harus mengalami perjalanan yang penuh kejutan, baru bisa mengerti nilai dari keputusan yang kita buat.”

Vino terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. Dia menatap pria itu dengan lebih dalam. “Jadi, kamu emang tahu semua ini dari awal?”

Pria itu hanya mengangguk pelan. “Kadang, kita semua harus melalui jalan yang nggak kita paham untuk menemukan tempat kita yang sesungguhnya.”

Vino menatap langit yang biru cerah, dan untuk pertama kalinya, dia merasa benar-benar tenang. Semua ketegangan dan kebingungannya hilang. Seolah-olah dia sudah menemukan tempatnya, di mana semua pertanyaan yang mengganggu dirinya bisa terjawab.

“Tapi, apa sekarang kita selesai?” tanya Vino akhirnya, merasakan bahwa segala sesuatu yang aneh ini mungkin sudah selesai.

Pria itu menatap Vino dengan mata penuh kebijaksanaan. “Tidak,” jawabnya lembut. “Perjalananmu baru saja dimulai. Dunia ini jauh lebih besar dari yang kamu bayangkan, dan jalanmu belum selesai. Kamu masih punya banyak tempat yang harus kamu jelajahi.”

Vino merasa dunia yang ada di depannya ini begitu tak terduga. Namun, dia tahu satu hal: segala sesuatu yang aneh, yang tidak biasa, yang membuatnya merasa takut atau cemas, telah membawa dia ke sini—ke tempat yang benar-benar berbeda.

“Kalau gitu,” kata Vino, berbalik ke arah pria itu dengan senyum di wajahnya, “aku siap melanjutkan perjalanan ini.”

Pria itu mengangguk pelan, dan bersama-sama mereka berjalan menyusuri taman yang luas itu, menyambut segala kejutan dan petualangan yang masih menunggu di depan.

Dan untuk pertama kalinya, Vino merasa bahwa hidup ini, dengan segala keanehannya, adalah perjalanan yang patut untuk dijalani.

 

Dan akhirnya, siapa sangka kalau naik lift bisa bawa kamu ke petualangan yang bikin otak muter, ya? Kadang, hidup memang suka bikin kita bingung dan bertanya-tanya, tapi siapa bilang semuanya harus gampang?

Mungkin yang kita butuhin cuma sedikit keberanian dan imajinasi biar bisa menikmati perjalanan yang nggak biasa. Jadi, kalau besok kamu naik lift, hati-hati aja, siapa tahu tiba-tiba dunia lain nungguin kamu di lantai berikutnya.

Leave a Reply