Cerpen Lucu: Insomnia, Mimpi Absurd, dan Pak Morfeus

Posted on

Lagi susah tidur? Pusing mikirin masalah yang nggak ada habisnya? Nah, cerita ini bakal ngajak kamu ke dunia absurd yang penuh kejutan! Siapa sangka, mimpi bisa jadi lebih gila dari kenyataan? Yuk, ikutin perjalanan Gudel yang berusaha tidur tapi malah terjebak dalam permainan pikiran yang nggak masuk akal!

 

Cerpen Lucu

Kasur Nyaman, Mata Melek Total

Malam itu, Gudel sudah melakukan segala macam ritual sebelum tidur. Cuci muka? Sudah. Minum susu hangat? Sudah. Pakai piyama paling nyaman? Sudah. Buka TikTok bentar? Eh… kelewat satu jam.

“Astaga! Udah jam dua belas?! Harus tidur sekarang juga!” Gudel buru-buru melempar ponselnya ke meja. Ia menarik selimut sampai ke leher, mengambil posisi tidur paling strategis, lalu merem rapat-rapat.

Satu menit… dua menit… lima menit… setengah jam…

Gudel membuka matanya lagi.

“Kok masih melek sih?”

Dia membalikkan badan, memeluk guling, lalu mencoba posisi lain. Miring ke kiri. Miring ke kanan. Tengkurap. Telentang. Semua terasa seperti upaya sia-sia. Bukannya ngantuk, otaknya malah makin aktif.

Tadi di TikTok ada video kucing loncat terus kejedot kaca… lucu banget sih itu…

Terus, kepikiran lagi.

Kalau semut lihat manusia, mereka mikir kita raksasa nggak ya?

Lalu, makin jauh lagi.

Kenapa sih nyamuk nggak pernah kesetrum sendiri kalau hinggap di kabel listrik?

Gudel menepuk wajahnya sendiri. “Otak, tolong banget, udah malem! Stop mikir yang nggak-nggak!”

Tapi tetap aja, matanya masih seterang lampu jalanan.

Dia menghela napas panjang. “Oke, mungkin aku harus coba hitung domba.”

Gudel menutup mata dan mulai membayangkan domba-domba lompat pagar.

“Satu… dua… tiga…”

Tapi di domba keempat, otaknya malah berulah lagi.

Kenapa harus domba? Kenapa nggak kucing lompat meja? Atau kambing ngepot di tikungan?

“Aaaaaargghh!!” Gudel menjerit pelan sambil menggulung dirinya dalam selimut. “Kenapa aku kayak manusia yang otaknya nggak ada tombol off-nya!”

Saat Gudel hampir menyerah, tiba-tiba kamarnya terasa aneh. Udara menjadi lebih dingin, cahaya bulan dari jendela tampak berpendar, dan… ada suara tepukan tangan.

PLAK!

Seketika, dunia di sekelilingnya berubah.

Gudel yang tadinya meringkuk di kasur, sekarang berdiri di tengah ruangan luas berwarna biru tua, dikelilingi awan lembut seperti kapas. Cahaya bintang berkilauan di langit-langitnya, sementara lantainya seperti lapisan kabut yang bisa diinjak.

Gudel menatap ke sekeliling dengan bingung. “Apa-apaan ini?! Aku mimpi? Atau aku—”

“Selamat datang di Departemen Tidur dan Mimpi!”

Suara itu membuat Gudel menoleh. Di depannya berdiri seorang pria berkumis tipis, berjubah biru, dengan topi tinggi berbentuk bintang dan bulan. Di tangannya ada tumpukan kertas yang entah isinya apa.

“Siapa kamu?” Gudel memelototi pria aneh itu.

“Aku Pak Morfeus, Kepala Departemen Tidur. Dan kamu, Gudel, sedang mengalami krisis tidur yang cukup parah!”

Gudel mendengus. “Lah, emang siapa yang laporan?”

Pak Morfeus mengangkat satu alis. “Kamu pikir siapa yang ngurusin tidur manusia? Kalau ada yang nggak bisa tidur, datanya masuk ke sistem kami.”

Gudel melipat tangan. “Ya terus? Aku bisa tidur di sini?”

Pak Morfeus menghela napas dan mulai membolak-balik kertas di tangannya. “Sebentar, mari kita lihat… Hmm… Oh! Ini dia! Kamu nggak bisa tidur karena…”

Gudel menunggu dengan penasaran.

Pak Morfeus membaca lebih lanjut, lalu menatap Gudel dengan ekspresi penuh keheranan.

“Kamu… kepikiran kalau nyamuk digigit manusia, dia bakal curhat ke temannya?”

Gudel langsung membeku.

Pak Morfeus menggeleng-geleng. “Astaga… Ini kasus insomnia teraneh yang pernah aku tangani.”

Gudel melipat tangan di dada. “Ya terus? Mau gimana?”

Pak Morfeus berpikir sejenak, lalu menjentikkan jarinya. “Oke, begini. Aku bakal kasih kamu mimpi super membosankan supaya otak kamu akhirnya nyerah dan kamu bisa tidur.”

Gudel menyipitkan mata. “Mimpi membosankan?”

Pak Morfeus tersenyum licik. “Oh iya. Mimpi paling membosankan di dunia.”

Sebelum Gudel sempat protes, Pak Morfeus mengangkat tangannya dan—

PLAK!

Dunia kembali berubah.

Gudel tiba-tiba duduk di dalam sebuah ruangan yang sangat familiar. Meja kayu panjang, papan tulis penuh coretan angka, dan suara seorang pria berbicara dengan nada super monoton.

“Baik, anak-anak, hari ini kita akan membahas tentang integral trigonometri dan bagaimana cara menghitung luas di bawah kurva…”

Mata Gudel langsung berat.

Otaknya yang tadinya super aktif, kini mulai menyerah. Pelan-pelan, kepalanya oleng ke kanan… lalu ke kiri… dan—

BRAK!

Gudel kaget dan terbangun. Ia kembali berada di ruangan Departemen Tidur, sementara Pak Morfeus berdiri dengan ekspresi puas.

“Bagaimana? Sudah mulai mengantuk?” tanyanya.

Gudel masih setengah sadar. “Itu… mimpi apaan?”

Pak Morfeus tersenyum. “Mimpi paling membosankan yang pernah ada: kelas matematika tanpa akhir.”

Gudel menguap lebar. “Astaga… aku hampir pingsan.”

Pak Morfeus terkekeh. “Bagus. Itu artinya kamu siap untuk mimpi sesungguhnya. Tapi sebelum itu, ada satu hal lagi yang harus kita bereskan…”

Gudel mengernyit. “Apa lagi?”

Pak Morfeus mengangkat tangannya lagi.

PLAK!

Dunia kembali berguncang.

 

Departemen Tidur dan Masalah Insomnia

Gudel mengerjap-ngerjapkan mata. Pandangannya masih buram, pikirannya masih setengah sadar, dan kepalanya terasa seperti baru ditabrak truk.

“Aku… di mana lagi ini?”

Ia melirik ke sekeliling. Kali ini, ia berada di sebuah ruangan berbentuk kubah dengan dinding penuh rak-rak tinggi berisi botol-botol kaca berkilauan. Di tengah ruangan, ada meja bundar besar dengan peta dunia yang perlahan berputar di atasnya. Lampu-lampu kecil melayang di udara seperti kunang-kunang, sementara suara mesin berdenting pelan di kejauhan.

Pak Morfeus berdiri di depan papan tulis raksasa yang penuh dengan tulisan tangan berbentuk coretan aneh. Ia menyesap kopi dari cangkirnya sambil menatap Gudel dengan ekspresi penuh analisis.

“Jadi, Gudel… berdasarkan hasil diagnosis awal, insomnia kamu cukup parah. Dan sayangnya, mimpi membosankan yang tadi belum cukup untuk menjatuhkan kamu ke alam tidur yang dalam.”

Gudel menatap pria itu dengan tatapan kosong. “Tunggu, jadi aku masih belum beneran tidur?”

Pak Morfeus mengangguk sambil mengetuk-ngetukkan spidolnya ke papan tulis. “Belum. Kamu masih ada di antara sadar dan tidak sadar. Bahasa kasarnya, otak kamu tuh kayak koneksi Wi-Fi lemah—mau masuk tapi kelempar terus.”

Gudel mendesah dan menjatuhkan kepalanya ke meja. “Jadi apa lagi solusinya?”

Pak Morfeus tersenyum kecil. “Kita harus melakukan prosedur khusus. Sesuatu yang lebih ampuh dari sekadar mimpi membosankan…”

Tiba-tiba, dari balik rak-rak tinggi, muncullah seseorang. Ia seorang wanita bertubuh mungil dengan rambut pendek berwarna ungu, memakai jas lab kebesaran dan membawa tablet holografik yang terus berkedip-kedip.

“Pak Morfeus, saya sudah menganalisis gelombang otaknya,” kata wanita itu tanpa basa-basi. “Kasusnya cukup unik. Otaknya terlalu aktif di malam hari, tapi terlalu lelah di siang hari. Harus dilakukan reset.”

Gudel mendongak dengan malas. “Reset otak? Itu kayak di film fiksi ilmiah yang bikin orang lupa sama hidupnya?”

Wanita itu menghela napas panjang. “Bukan. Reset otak di sini hanya membersihkan pikiranmu dari hal-hal nggak penting yang bikin kamu overthinking sebelum tidur. Misalnya… teori konspirasi tentang semut yang menganggap manusia raksasa.”

Gudel merasa tersindir. “Hei, itu teori menarik, oke?”

Wanita itu tidak peduli. Ia mulai mengutak-atik tablet holografiknya, dan seketika sebuah layar besar muncul di udara, menampilkan sesuatu yang terlihat seperti daftar belanjaan—tapi bukan.

DAFTAR PIKIRAN NGGAK PENTING GUDUL DI MALAM HARI:
✔ Kenapa nyamuk nggak kesetrum kalau nempel di kabel listrik?
✔ Kalau semut lihat manusia, mereka mikir kita raksasa nggak?
✔ Kenapa lagu yang jelek lebih gampang nyangkut di otak?
✔ Siapa yang pertama kali mikir buat minum susu sapi?
✔ Kenapa kalau kita kebelet, jalan ke toilet jadi makin jauh?

Gudel menutup wajahnya dengan tangan. “Ya ampun, otakku ternyata sampah banget.”

Pak Morfeus berdeham. “Karena itulah kita harus melakukan prosedur reset. Tapi ada sedikit masalah…”

Gudel meliriknya dengan curiga. “Masalah apa lagi?”

Pak Morfeus melipat tangan dan memasang wajah serius. “Prosedur ini nggak bisa dilakukan tanpa melewati tahap Trial Mimpi Random.

Gudel mengernyit. “Maksudnya?”

Wanita berambut ungu menjelaskan dengan datar. “Sebelum reset dilakukan, otakmu akan masuk ke fase mimpi random. Itu bisa berupa apa saja. Bisa tiba-tiba kamu jadi pahlawan super, bisa jadi kamu mimpi lari dari zombie, bisa juga… kamu mimpi jadi kecoa.”

Gudel langsung pucat. “JADI KECOA?!”

Pak Morfeus mengangkat bahu. “Namanya juga mimpi random. Itu terjadi secara acak. Kami nggak bisa kontrol.”

Gudel merasa jantungnya turun ke perut. “Oke, tapi ada kemungkinan aku bisa mimpi jadi orang kaya yang tinggal di vila mewah, kan?”

Wanita itu menatapnya dengan kosong. “Kemungkinannya kecil.”

Sebelum Gudel bisa protes lebih lanjut, Pak Morfeus menepuk tangannya sekali.

PLAK!

Dunia berputar lagi.

Gudel merasakan tubuhnya melayang. Ia berusaha membuka mata, tapi semuanya terasa kabur. Suara Pak Morfeus bergema di kejauhan.

“Selamat mencoba, Gudel. Semoga kamu nggak jadi kecoa…”

Lalu, semuanya gelap.

Dan saat Gudel membuka mata lagi, ia menemukan dirinya…

 

Reset Otak dan Masalah Manusia Random

Gudel membuka mata dan langsung merasakan sesuatu yang… salah.

Pertama, ia bukan lagi dirinya sendiri. Kedua, ia sedang berdiri di tengah kota yang super sibuk, dengan manusia-manusia raksasa berjalan di sekelilingnya. Ketiga, tubuhnya sekarang… hitam, kecil, dan punya enam kaki.

Gudel ingin menjerit, tapi yang keluar dari mulutnya hanya:

“Krrrttt… krrrttt…”

“ASTAGA! AKU JADI KECOA?!”

Ia langsung panik. Dua antenanya bergerak-gerak liar, mencoba memahami situasi. Di depannya, ada seorang manusia (atau lebih tepatnya raksasa dari sudut pandangnya sekarang) yang berjalan santai dengan sandal jepit. Gudel tahu ini mimpi, tapi tetap saja… KALAU SAMPAI DIA NGINJEK, TAMATLAH SUDAH!

“Aku harus kabur!” pikir Gudel.

Ia mencoba berlari, dan anehnya, badannya super ringan. Ia bisa bergerak secepat kilat, melesat di antara kaki manusia-manusia raksasa yang sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi baru saja merasa aman, tiba-tiba sebuah suara menggema dari atas:

“KECOAAAAA!”

Gudel refleks menengadah. Seorang bocah berseragam sekolah menunjuknya dengan ekspresi horor, lalu… benda besar berbentuk sandal melayang ke arahnya!

“Astagaa! Ini mimpi apa film horor?!”

Gudel menjerit dan langsung berlari zig-zag. Sandal pertama meluncur melewatinya, nyaris mengenai punggungnya. Lalu datang sandal kedua.

“Plak! Plak! Plak!”

Tiga kali serangan bertubi-tubi! Gudel melompat, menghindari semua serangan dengan kecepatan yang bikin iri atlet lari. Tapi manusia-manusia raksasa itu tidak menyerah! Sekarang seluruh kerumunan ikut panik dan mulai mengejar Gudel dengan berbagai senjata improvisasi: sapu, botol plastik, bahkan sendal bolong!

“Kenapa semua orang begitu benci sama kecoa?!”

Gudel terus berlari tanpa tujuan, sampai tiba-tiba ia melihat sebuah celah kecil di bawah pintu kafe. Tanpa berpikir panjang, ia menyelinap masuk.

Di dalam, suasananya jauh lebih tenang. Musik jazz mengalun pelan, dan manusia-manusia raksasa sibuk ngobrol sambil menyeruput kopi. Gudel menghela napas lega.

“Tidak ada yang mengejar. Oke, aku aman di sini.”

Tapi ketenangannya hanya bertahan dua detik, karena tiba-tiba ada suara lain di belakangnya.

“Bro, akhirnya ada temen juga!”

Gudel menoleh dan… ASTAGA! ADA KECOA LAIN DI SINI!

Bukan cuma satu, tapi banyak! Mereka sedang nongkrong santai di bawah meja, sambil minum… kopi?

“Kamu… siapa?” tanya Gudel, masih syok.

Salah satu kecoa berkumis panjang tertawa dan menyodorkan secangkir kecil yang entah bagaimana ada di tangannya. “Nama gue Rojak. Ini geng gue, para kecoa elite yang udah hidup bertahun-tahun di dunia manusia.”

Gudel melongo. “Elite? Maksudnya… kalian bertahan hidup di sini?”

Rojak mengangguk bangga. “Iya, bro. Manusia selalu nyoba ngebasmi kita, tapi kita selalu balik lagi. Kami itu makhluk yang nggak bisa dikalahkan!”

Gudel ingin menangis. “Aku nggak mau jadi bagian dari ini!”

Rojak dan gengnya menatapnya bingung. “Lho, kita kan sesama kecoa, bro. Ayo, kita ajarin kamu cara hidup di dunia ini. Pertama, kamu harus belajar kabur secepat kilat kalau ada manusia yang bawa sapu!”

Gudel menggeleng cepat. “Nggak, nggak, nggak! Aku cuma terjebak di mimpi ini! Aku manusia, aku harus keluar dari sini!”

Tiba-tiba, sesuatu di atas berbunyi.

“TING-TONG! ATTENTION, ATTENTION! GILIRAN MIMPI SUDAH SELESAI!”

Gudel langsung bersinar terang, tubuhnya mulai bergetar, dan dunia di sekitarnya mulai berputar. Rojak dan geng kecoa hanya melongo.

“Eh, bro, dia kenapa tuh?”

Dalam hitungan detik, Gudel lenyap dari sana.

💤💤💤

Ketika ia membuka mata lagi, Gudel sudah kembali di ruangan Pak Morfeus. Ia masih terengah-engah, wajahnya penuh keringat dingin.

Pak Morfeus mengangkat alis. “Jadi… gimana pengalaman jadi kecoa?”

Gudel menunjuknya dengan gemetar. “Kamu. Jahat. Banget.”

Pak Morfeus terkekeh. “Ya maaf, itu efek samping. Tapi selamat! Kamu berhasil melewati tahap Trial Mimpi Random! Sekarang, kita bisa lanjut ke tahap terakhir: RESET OTAK.

Gudel masih trauma, tapi ia tahu bahwa ia sudah melewati yang terburuk. Ia menguatkan hati dan mengangguk.

“Baiklah… ayo kita reset!”

 

Akhir dari Insomnia dan Permainan Pikiran

Gudel duduk di kursi yang entah sejak kapan muncul di ruangan Pak Morfeus. Napasnya masih memburu, otaknya masih penuh bayangan sandal terbang dan geng kecoa elite. Ia merasa otaknya hampir meleleh.

Pak Morfeus, dengan ekspresi santainya, menyesap tehnya sambil menekan tombol di meja.

“TING-TONG! PROSES RESET OTOMATIS DIMULAI.”

Gudel menelan ludah. “Jadi… reset otak itu gimana? Kayak komputer gitu?”

Pak Morfeus menyeringai. “Kurang lebih. Tapi ini bukan sekadar ‘mati lalu nyala lagi’. Ini lebih dalam, lebih mendalam… lebih mendalam lagi…”

Gudel mendelik. “Kamu sengaja bikin ini dramatis ya?”

Pak Morfeus mengabaikannya dan tiba-tiba menekan tombol besar di mejanya.

💤💤💤

BRUKK!

Gudel jatuh ke dalam kehampaan. Seakan melayang di ruang kosong tanpa gravitasi. Tapi ada sesuatu yang aneh—ia mulai merasa… ringan?

“Eh? Kok aku nggak stres?”

Tadi otaknya penuh kebingungan, sekarang malah terasa damai.

Tiba-tiba, langit di sekitarnya berubah menjadi layar raksasa. Gambar-gambar melayang di udara, menampilkan semua kenangan absurdnya sejak tadi malam: insomnia, kucing berbaju singa, Pak Morfeus, sandal raksasa, geng kecoa…

Ia nyaris tertawa. Semua itu sekarang terasa seperti mimpi konyol yang tak ada artinya.

“TING-TONG! PROSES RESET SELESAI!”

💤💤💤

Gudel membuka matanya.

Ia berada di kamarnya. Lampu kamar redup. Jam di dinding menunjukkan pukul 07.30 pagi.

“Aku… tidur?”

Ia duduk perlahan, merasakan tubuhnya benar-benar ada di dunia nyata. Tidak ada sandal melayang, tidak ada kecoa berbicara, tidak ada pria berkacamata dengan teh di tangannya.

Gudel meregangkan tubuh. Dan yang paling mengejutkan—ia merasa segar!

“Astaga… aku BENERAN tidur!”

Seketika, rasa bahagia meledak dalam dirinya. Insomnia yang menghantuinya selama ini, hilang!

Tapi sebelum ia benar-benar beranjak, sesuatu di mejanya menarik perhatiannya.

Sebuah catatan kecil.

“Selamat menikmati tidur yang nyenyak. Sampai jumpa di lain waktu! – Pak Morfeus.”

Gudel menatap catatan itu lama.

Lalu ia hanya bisa tertawa.

Insomnia? Tamat sudah.

 

Nah, kalau lo pikir tidur cuma buat istirahat, coba deh cek mimpi yang satu ini. Siapa tau, besok malem, lo bisa ketemu Pak Morfeus dan geng kecoa elite juga, kan?  Jangan lupa, tidur itu penting, tapi kadang, mimpinya yang malah lebih seru dari kenyataan! Sampai jumpa di cerita absurd lainnya, ya!

Leave a Reply