Daftar Isi
Jadi gini, bayangin deh, hidup tanpa listrik, gimana rasanya? Mungkin buat sebagian orang, itu bakal jadi mimpi buruk, tapi di kos-kosan ini? Semua malah jadi seru dan kocak!
Cerpen ini bakal ngebawa kamu ke petualangan hemat energi yang nggak cuma bikin ngakak, tapi juga bikin mikir—apa iya, hidup tanpa listrik itu bisa jadi hal yang malah lebih asyik? Yuk, simak kekacauan yang terjadi di Griya Tenang, tempat yang tadinya damai, eh, tiba-tiba jadi ajang eksperimen konyol!
Cerpen Lucu Hemat Energi
Operasi Gelektrik
Di sebuah kamar yang lebih mirip laboratorium eksperimen gila ketimbang tempat tidur, Braulio Setrum duduk bersila di lantai. Tangannya sibuk mengutak-atik sebuah alat yang kelihatannya seperti charger HP, tapi dengan tambahan kabel menjulur ke segala arah. Matanya menyipit penuh konsentrasi, sesekali menggigit bibir sambil mengetuk-ngetukkan jari ke lantai.
Di sebelahnya, seekor kucing berbulu abu-abu bernama Mpus Volta berbaring santai, sesekali melirik majikannya dengan tatapan penuh curiga.
“Jadi gini, Mpus,” kata Braulio, menoleh ke arah kucingnya. “Kalau eksperimen ini berhasil, semua orang bakal terkejut, secara harfiah dan metaforis.”
Mpus Volta hanya berkedip malas, jelas tak tertarik dengan ambisi hemat energi majikannya.
Braulio menamakan ciptaannya “Jebakan Gelektrik”, alat yang akan membuat orang kena kejutan listrik kecil setiap kali mereka menyentuh saklar lampu atau colokan listrik tanpa berpikir dua kali. Teorinya sederhana: manusia itu malas. Mereka lebih rela kehilangan dompet daripada capek-capek matiin lampu sebelum tidur. Maka, solusi terbaik adalah memberikan insentif dalam bentuk shock therapy.
Pintu kamar tiba-tiba diketuk keras.
“Braulio! Lu lagi ngapain, ha?! Bau gosong sampe keluar kamar, tahu!”
Itu suara Gandrik, tetangganya yang sekamar di kos-kosan ini. Orangnya berbadan besar, rambut selalu acak-acakan seperti singa baru bangun tidur, dan lebih cinta listrik daripada cinta pertama.
Braulio buru-buru menyembunyikan alat buatannya ke balik bantal. “Biasa, riset ilmiah!” katanya.
Pintu mendadak kebuka, dan Gandrik masuk tanpa permisi. “Halah, riset ilmiah apaan? Jangan-jangan lu lagi bikin alat buat matiin listrik di kos ini lagi?!”
Braulio tersenyum licik. “Eh, kamu ini kenapa sih? Aku ini penyelamat lingkungan, bukan musuh masyarakat.”
Gandrik mendengus. “Ngaco! Sejak kamu bikin ‘Mode Malas Matiin Lampu’ tahun lalu, aku jadi sering kepeleset gara-gara saklar yang licin!”
“Itu buat membiasakan kamu buat hemat energi.”
“Biasa dari sononya aja nggak bisa?!” Gandrik melotot.
Braulio hanya terkekeh dan menepuk bahu Gandrik. “Makanya, adaptasi. Evolusi itu penting, bro.”
Gandrik menghela napas berat, tapi sebelum dia bisa lanjut ngomel, Braulio sudah menyodorkan segelas teh dingin.
“Nih, mending kamu duduk dulu. Ngomel butuh energi, kan?”
Gandrik mengambil gelasnya, masih mendelik curiga. “Tapi serius, Braulio. Jangan main-main sama listrik deh. Kos ini udah sering mati lampu gara-gara ulah kamu, kemarin aja si Mbah Lampiris ngamuk gegara AC-nya tiba-tiba mati tengah malam.”
Braulio pura-pura terkejut. “Eh? Kok bisa? Wah, jangan-jangan itu masalah dari PLN.”
“Braulio…”
“Oke, oke, santai! Aku nggak akan bikin kos ini jadi neraka gelap. Aku cuma… eksperimen kecil aja.”
Gandrik mendesah panjang. “Udah ah, kalau besok tiba-tiba listrik mati lagi, aku sumpahin HP kamu lowbat pas lagi darurat!”
Dia lalu keluar kamar sambil membawa tehnya, meninggalkan Braulio yang masih cekikikan.
Mpus Volta melompat ke meja, menatap majikannya dengan ekspresi datar.
“Kamu lihat sendiri, kan, Mpus? Orang-orang ini terlalu nyaman sama listrik. Sudah saatnya kita kasih wake-up call,” ujar Braulio sambil memasang kawat terakhir pada jebakan buatannya.
Misi hemat energi baru saja dimulai.
Malam itu, Braulio merayakan suksesnya proyek pertamanya. Dia memasang jebakan di beberapa saklar di kos-kosan. Target pertamanya? Gandrik, si raja boros energi.
Jam sebelas malam, terdengar suara gaduh dari kamar sebelah.
“Aaaaaahh!! BRAULIOOOOOO!!”
Braulio cekikikan, menutup telinganya dengan bantal. “Malam yang indah,” gumamnya puas.
Tapi dia lupa satu hal.
Besok pagi, Mbah Lampiris bakal cari dia dengan sandal terbang!
Kaum Terang Benderang VS Pasukan Hemat Energi
Pagi di kos-kosan Griya Tenang, yang biasanya adem ayem, berubah jadi medan perang. Braulio Setrum, ilmuwan hemat energi nyeleneh, berdiri di ambang pintu kamarnya dengan wajah datar, sementara di depannya, segerombolan penghuni kos sudah berbaris bak pasukan perang.
Di garis depan, Mbah Lampiris, pemilik kos berusia 70-an, berkacak pinggang dengan sandal jepit sakti tergenggam di tangan kanan. Gandrik, korban pertama jebakan listrik semalam, berdiri di sampingnya dengan rambut yang masih berdiri akibat efek setrum. Sementara itu, penghuni kos lainnya seperti Juwita Si Ratu Hair Dryer, Togar Tukang PC Gaming, dan Arip, Sang Penyembah Lampu 100 Watt, ikut merapatkan barisan.
“Kamu, BRAULIO!” suara Mbah Lampiris menggema seperti toa masjid subuh-subuh. “Apa yang udah kamu lakukan?! Kos ini bukan wahana uji coba, ngerti?!”
Braulio memasang wajah innocent. “Maksudnya apa, Mbah?”
Gandrik maju selangkah. “JANGAN SOK NGGAK TAHU! Kamu pasang jebakan listrik di saklar kamarku! Aku kesetrum pas mau matiin lampu semalem!”
Juwita menimpali dengan nada penuh dendam, “Dan hair dryer-ku tiba-tiba mati waktu aku lagi setengah jalan nyatok poni! Aku harus ke kampus kayak lion king gara-gara itu, tahu nggak?!”
Togar menyalak, “PC-ku nge-crash! Lagi main game, tahu-tahu layar mati! Rank-ku turun, Braulio, RANK-KU!!”
Arip, yang biasanya kalem, ikut emosi. “Lampu kamarku juga nggak bisa nyala tadi pagi. Aku nggak bisa baca buku dengan tenang!”
Braulio terkekeh sambil melipat tangan di dada. “Nah, itu maksud aku. Kalian terlalu bergantung sama listrik. Ini semua bagian dari eksperimen sosial hemat energi.”
Mbah Lampiris memicingkan mata. “Eksperimen sosial?!”
“Iya, Mbah. Kita semua terlalu nyaman sama listrik, sampai lupa kalau kita bisa hemat energi. Jadi aku bantu kalian buat sadar—dengan sedikit kejutan!”
Gandrik langsung mendekat dengan ekspresi murka. “Sedikit?! BRAULIO, SAKLAR KAMARKU KAYAK MESIN SETRUM PENJAHAT DI FILM DETEKTIF!!”
Togar menimpali, “Iya! Kalau mau ngajarin hemat listrik, tinggal bilang aja! Jangan pake cara bikin jantung copot!”
Juwita menyilangkan tangan. “Lagian, yang nggak hemat energi tuh bukan aku, tapi sistem! Kenapa listrik gampang banget bikin orang ketergantungan?”
Mbah Lampiris menghela napas panjang, lalu melotot ke Braulio. “Oke, anak muda. Sekarang kasih alasan kenapa aku nggak usir kamu dari kos ini.”
Braulio mengangkat satu jari. “Karena aku punya solusi yang lebih baik!”
Semuanya langsung diam, menunggu apa lagi rencana gila yang bakal keluar dari mulutnya.
Braulio melangkah maju dan berkata dengan penuh keyakinan, “Daripada kita ribut soal listrik, gimana kalau kita bikin kompetisi? Kaum Terang Benderang versus Pasukan Hemat Energi. Dalam seminggu ke depan, siapa yang bisa lebih hemat listrik akan menang. Kalau kelompok hemat energi menang, kalian semua harus mulai belajar matiin listrik sebelum tidur. Tapi kalau kaum terang benderang menang, aku bakal berhenti bikin eksperimen hemat energi. Deal?”
Semuanya saling pandang, lalu Gandrik bertanya, “Hadiah buat pemenangnya apa?”
Braulio nyengir. “Pemenangnya dapet makan gratis seminggu… aku yang traktir.”
Langsung terdengar bisik-bisik antusias. Gratisan selalu menarik perhatian.
Mbah Lampiris mengelus dagu. “Hmm… ide bagus. Bisa ngurangin tagihan listrik kos juga.”
Juwita mendengus, “Baiklah, aku ikut! Tapi kalau aku menang, kamu nggak boleh ganggu hair dryer-ku lagi!”
Togar mengangguk. “Oke, aku juga ikut. Aku akan buktikan kalau PC gaming itu kebutuhan primer!”
Arip tersenyum. “Aku juga. Ini bisa jadi eksperimen menarik.”
Mbah Lampiris menunjuk Braulio dengan sandal. “Kamu yang ngajak, kamu yang atur aturan mainnya. Dan ingat, kalau kamu curang, sandal ini bakal nyari jidatmu!”
Braulio tertawa. “Siap, Mbah! Maka dengan ini… Kompetisi Hemat Listrik Kos Griya Tenang dimulai!”
Sementara penghuni kos mulai membentuk strategi masing-masing, di sudut ruangan, Mpus Volta hanya menggelengkan kepala.
Mpus Volta dan Misi Mematikan Saklar Kota
Malam minggu itu, Griya Tenang tampak seperti arena pertempuran. Suasana kos sudah berubah drastis—setiap orang sibuk memikirkan cara untuk menanggulangi Kompetisi Hemat Listrik yang sudah dimulai. Seperti layaknya perang, semua sudah bersiap dengan strategi masing-masing. Namun di balik semua itu, ada satu sosok yang benar-benar bisa mengubah jalannya kompetisi ini—Mpus Volta, si kucing abu-abu cerdas yang sebenarnya lebih suka tidur daripada terlibat dalam drama hemat energi ini.
Tapi malam itu, Mpus Volta punya misi besar. Tugasnya adalah menggagalkan Operasi Terang Benderang yang disusun oleh Gandrik dan gengnya. Mpus memang tidak berbicara, tapi jika ada yang bisa mengatasi strategi jahat Braulio, pasti dia—si kucing yang sudah muak dengan kebisingan listrik dan saklar tak terurus ini.
Braulio sudah mengatur semuanya dengan sangat rapi. Di malam pertama, dia menyebarkan Penjaga Saklar Hemat Energi—semacam pengingat berbentuk alat kecil yang hanya akan menyala jika seseorang melupakan untuk mematikan saklar. Tentu saja, alat itu akan mengeluarkan bunyi alarm nyaring seperti suara pesawat terbang yang tengah mengudara, sehingga setiap penghuni kos harus mematikan saklar atau mendengarkan suara alarm sampai pagi.
Strategi para Terang Benderang? Gandrik sudah menyiapkan senjata rahasia—Lampu Luar Biasa Terang, lampu LED dengan daya yang sangat besar yang bisa menyinari seluruh kos. Mereka yakin jika bisa mempertahankan pencahayaan yang optimal, mereka bisa menang tanpa perlu terlalu banyak berkompromi dengan energi.
Namun, ada yang tidak mereka duga.
Mpus Volta sudah menargetkan mereka. Dengan gerakan halus dan tak terlihat, si kucing licik itu mulai mengintai dari balik tirai di kamar Braulio. Dia tahu betul bahwa jika dibiarkan, Kaum Terang Benderang akan mengalahkan mereka dengan mudah.
Di luar, Gandrik dan Arip sudah menyiapkan strategi terbaik mereka. Gandrik memastikan lampu mereka tetap menyala, sementara Arip memeriksa kembali setelan listrik di ruang tamu—keduanya memastikan bahwa mereka tidak akan kalah di malam pertama.
“Lu yakin nih kita bisa menang? Listriknya aja udah kayak sirkuit kecil.” Gandrik mengeluh, matanya memandang lampu besar di ruang tengah yang terus menyala terang.
Arip tertawa kecil. “Nggak ada yang lebih pasti selain menang. Kita punya energi terbarukan, bro. Mau apa lagi?”
Tapi, sebelum mereka bisa merayakan kemenangan kecil mereka, Mpus Volta bergerak. Dengan kecepatan yang luar biasa, dia melompat ke atas meja tempat Jebakan Gelektrik Braulio terpasang. Mpus tahu persis di mana titik lemah sistem Braulio—sakelar utama. Tanpa banyak basa-basi, Mpus dengan cepat menggerakkan kaki depan kanannya, menjentikkan saklar itu, dan lampu di ruang tamu pun mati seketika.
Gandrik dan Arip langsung kaget. “Apa yang terjadi?! Listrik mati, cuy!”
Di saat yang sama, Braulio, yang sedang di kamar, mendengar bunyi alarm dari penjaga saklar yang terpasang di kosannya. “Oh, astaga! Itu Mpus!”
Braulio tahu betul siapa yang mengacaukan strategi mereka. Dia berlari keluar kamar, hanya untuk menemukan Mpus Volta dengan tampang puas dan ekor terangkat tinggi. Kucing itu duduk di dekat saklar yang baru saja dimatikan.
“Gandrik, Arip, ada apa?” Braulio berteriak sambil melangkah maju. “Mpus baru saja mencuri kemenangan kita!”
Arip langsung berlari menuju panel saklar, menyalakan lampu utama. “Nggak gitu, Braulio! Lampu kita udah mati, bro!”
Namun, sesuatu yang lebih besar terjadi. Tiba-tiba, di luar, suara ledakan kecil terdengar dari luar kos. “Aduh, apa lagi ini?!” Braulio langsung berlari keluar, diikuti oleh Gandrik dan Arip.
Begitu keluar, mereka semua terkejut. Di depan gerbang kos, sebuah pohon besar yang seharusnya terhubung dengan jaringan listrik kota tumbang dan memutus kabel utama. Jalan menuju kos pun menjadi gelap gulita.
Gandrik menyeringai, “Nah, itu baru ‘hemat energi’ namanya. Kita nggak perlu listrik dari luar, kan?”
Braulio tampak bingung, “Jangan-jangan itu salah satu bagian dari rencanamu, Gandrik?”
Gandrik tertawa lebar. “Ya enggak lah, ini pure dari alam!”
Namun, satu hal yang pasti—Kompetisi Hemat Energi sudah berubah menjadi Kompetisi Kegelapan. Semua orang pun terpaksa beradaptasi dengan kondisi baru ini. Bahkan, Mpus Volta tampaknya sudah merasa puas dengan kekacauan yang terjadi.
“Jadi, apa yang terjadi sekarang, Bro?” Arip menatap langit malam yang gelap.
Braulio mengusap wajahnya, menyadari kalau meskipun dia sudah memulai eksperimen besar ini, dia mungkin justru harus berpikir lebih kreatif. “Kita perlu solusi. Dan itu berarti kita harus bertindak cepat.”
Di atas semuanya, Mpus Volta hanya menatap mereka dengan bangga, seperti kucing yang baru saja memenangkan perang energi.
Kemenangan Atau Malapetaka?
Keadaan kos-kosan Griya Tenang kini bagaikan dunia tanpa hukum. Pohon besar yang tumbang memutuskan sambungan listrik utama, dan para penghuni kos harus beradaptasi dengan kehidupan tanpa daya listrik. Walaupun mereka sudah terbiasa hidup dengan ketergantungan pada lampu, AC, dan TV, kali ini semuanya berubah. Semua kegiatan kini dilakukan dengan cara yang lebih tradisional—dan lebih banyak berteriak.
Braulio mengumpulkan semua orang di ruang tengah yang gelap gulita. Ponselnya sudah habis baterai, dan hanya ada suara gerbong perasaan yang mendera di antara mereka.
“Jadi… gimana nih, Braulio? Hari ini tanpa listrik! Seru kan?” Gandrik bertanya dengan senyum lebar, tampaknya menikmati kekacauan ini lebih dari yang dia kira.
“Seru? Ini malapetaka!” Braulio menatap langit-langit yang gelap. “Kalian tahu kan, aku cuma mau eksperimen hemat energi, bukan jadi hantu yang hidup di kegelapan!”
Namun, di tengah segala kegilaan itu, Mpus Volta tampaknya menikmati suasana. Si kucing itu melompat ke atas meja, mengawasi mereka dengan tatapan penuh kepuasan, seperti seorang raja yang melihat huru-hara di bawah kerajaannya.
Mbah Lampiris, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk tergeletak di pundaknya, menyapukan pandangannya ke seluruh ruang tengah. “Heh, ini baru namanya bersih-bersih rumah! Selama kita bisa tetap hidup tanpa listrik, mungkin kita nggak perlu bayar tagihan bulan depan?”
Juwita, yang biasanya sangat tergantung pada pemanas air dan hair dryer, tampak mengelus rambutnya yang acak-acakan. “Aduh, gaya hidup glamor kok bisa langsung jadi drama kayak gini sih?”
Arip yang biasanya serius, kini mulai tertawa terbahak-bahak. “Kalian nggak tahu kalau hidup tanpa listrik itu bisa jadi… asyik, lho! Ini kayak hidup di zaman batu, tapi dengan sedikit lebih banyak nonton bintang!”
Braulio menggigit bibirnya, kesal karena eksperimennya malah berubah jadi uji coba kelangsungan hidup. “Ini bukan soal asyik atau enggak, ini soal survival!”
Namun, tanpa terduga, Togar yang biasanya sibuk dengan PC gaming-nya kini melangkah maju dengan semangat. “Gue punya ide! Kalau listrik mati, kita main game, tapi dengan cara manual!”
Seketika, semua orang bingung. “Cara manual?” Braulio mengerutkan kening.
“Ya, kita main Monopoli! Tetris juga bisa, yang penting seru! Sambil sambil ngobrol, kan?” Togar tampak antusias dengan ide jadulnya.
Gandrik langsung mengangguk setuju. “Oke, ini bakal jadi turnamen Monopoli, siapa yang menang, menang deh! Lumayan, tanpa listrik juga bisa seru!”
Tentu saja, semua setuju. Monopoli dan permainan papan lainnya jadi pelarian mereka dari kegelapan dunia tanpa listrik. Mereka bermain dan tertawa sepanjang malam, tidak ada lagi yang memikirkan listrik yang tidak menyala atau tagihan yang melambung.
Braulio, meskipun awalnya kesal, akhirnya ikut larut dalam keceriaan itu. “Tahu nggak, guys? Ternyata hidup tanpa listrik itu… bisa seru juga, ya!”
Juwita yang sudah mulai menyentuh papan permainan mendekat. “Tapi, nggak usah deh, kalau soal game. Gue sih mending mainin ulang hasil nyatok rambut di pagi hari, hah!”
Arip mengangguk setuju. “Bener. Kadang kita terlalu berfokus pada kenyamanan. Tanpa listrik, kita justru bisa menemukan cara baru buat bersenang-senang.”
Braulio menatap semuanya, senyumnya makin lebar. Mungkin, eksperimen hemat energi yang dimulainya tidak hanya sekadar mematikan listrik. Ini adalah eksperimen kehidupan. Untuk melihat apakah, dalam kegelapan, mereka bisa tetap menemukan cahaya—baik dalam bentuk percakapan, tawa, atau bahkan sebuah permainan papan yang sederhana.
Akhirnya, Mbah Lampiris berdiri dari kursinya dan mengangkat tangan. “Oke deh, siapa yang mau jadi dealer Monopoli? Jangan-jangan Mpus Volta yang paling bisa!”
Semua tertawa, bahkan Mpus Volta, yang sepertinya tak keberatan berada di tengah kekacauan ini.
Dan malam itu, di Griya Tenang, mereka akhirnya menemukan bahwa terkadang, tanpa listrik, justru mereka bisa lebih dekat. Lebih dekat dengan diri sendiri dan satu sama lain. Bahkan tanpa penerangan, mereka tetap bisa menyinari hari mereka dengan tawa—dan itu lebih penting dari apapun.
Jadi, gimana menurut kamu? Ternyata, tanpa listrik itu nggak selalu bikin ribet, malah bisa jadi kesempatan buat lebih dekat sama temen-temen, ketawa bareng, dan ngerasain hidup tanpa tagihan listrik!
Di Griya Tenang, mereka berhasil buktikan kalau kadang hidup simpel justru bisa lebih seru. Jadi, siapa tahu, mungkin eksperimen hemat energi ini bakal jadi tren baru, ya? Siap-siap aja kalau ada lagi eksperimen konyol berikutnya, hahaha!


