Daftar Isi
Temukan keajaiban emosional dan misteri mendalam dalam Peluk Aku di Halaman Terakhir: Romansa Misterius Paling Menarik, sebuah cerpen epik yang mengisahkan perjalanan Seryn Valoris, seorang pustakawan di Perpustakaan Elaris, Yogyakarta, pada tahun 2023. Dengan narasi detail tentang novel-novel romantis misterius yang mencerminkan hidupnya, serta kehadiran pengunjung aneh Tavrin Helveth, cerita ini menghadirkan romansa penuh teka-teki dan pengungkapan yang menyentuh hati. Cocok untuk penggemar cerita romansa dan misteri—jangan lewatkan kisah ini!
Peluk Aku di Halaman Terakhir
Buku yang Berbisik
Di sudut sunyi sebuah perpustakaan tua di Yogyakarta pada tahun 2023, deretan rak kayu tinggi berdiri megah, dipenuhi aroma kertas tua, tinta yang memudar, dan kilauan lembut cahaya matahari yang menyelinap melalui jendela kaca buram. Perpustakaan itu, bernama Perpustakaan Elaris, terletak di tengah kota, dikelilingi oleh dinding bata merah dan taman kecil yang dipenuhi bunga liar, menjadi saksi bisu kehidupan sepi seorang gadis bernama Seryn Valoris, berusia dua puluh empat tahun. Matanya yang abu-abu pucat menyimpan cerita tentang kerinduan dan kebingungan, terutama sejak ia mulai menerima novel-novel misterius yang karakter utamanya mencerminkan hidupnya dengan detail yang mengejutkan.
Seryn bekerja sebagai pustakawan paruh waktu, menjalani rutinitas harian yang membawanya ke Perpustakaan Elaris setiap pagi pukul delapan. Setiap bulan, ia menemukan paket kecil di mejanya, berisi novel romantis tanpa nama penulis, sebuah kebiasaan yang dimulai sejak dua tahun lalu pada tahun 2021. Rak buku di sudutnya, dengan debu tipis di permukaannya dan buku-buku yang tersusun rapi, menjadi simbol rahasia yang ia pelajari perlahan, meski perasaannya dipenuhi tanda tanya. Seryn memulai hari-harinya dengan hati yang gelisah, membawa pena dan buku catatan sebagai teman, tapi setiap halaman yang dibaca terasa seperti cerminan dirinya yang tak bisa ia pahami.
Hari-hari Seryn di perpustakaan biasanya dimulai dengan suara halaman yang berderit, diikuti oleh tugasnya mengatur buku di rak-rak tua. Ia pertama kali menemukan novel pertama pada pagi yang cerah di bulan Mei 2021, ketika sebuah paket kecil muncul di mejanya tanpa alamat pengirim. Novel itu, berjudul Bayang di Antara Kata, mengisahkan seorang gadis bernama Lira yang hidup sepi di perpustakaan, dengan detail tentang rambut panjangnya yang ikal dan kecintaannya pada bunga liar—sama persis dengan Seryn. Setelah itu, paket terus datang, dan Seryn terus membacanya, mencatat kesamaan dalam buku catatannya, meski ia tak pernah tahu siapa yang mengirimnya.
Seryn sering mengingat masa lalunya, sebuah masa ketika ia sering menggambar di taman kecil di luar perpustakaan, sendirian setelah keluarganya pindah ke kota lain. Kehadiran novel-novel itu mengubah rutinitasnya, meninggalkan Seryn dengan perasaan bahwa seseorang mengenalnya lebih dalam daripada yang ia sadari. Pada suatu malam, setelah ia membaca novel terbaru, ia merasa ada hembusan angin lembut di wajahnya—seperti napas seseorang, membuat bulu kuduknya berdiri.
Suatu pagi di bulan Oktober, ketika sinar matahari memenuhi Perpustakaan Elaris dengan suasana hangat dan aroma kertas tercium kuat, Seryn menemukan paket baru di mejanya. Di dalamnya, sebuah novel berjudul Peluk Aku di Halaman Terakhir tergeletak, dengan sampul hitam polos dan halaman yang terasa baru. Ia membukanya, dan cerita itu mengisahkan Lira yang menunggu seseorang di perpustakaan, dengan deskripsi tentang tangannya yang gemetar saat membaca—sesuatu yang Seryn rasakan saat itu juga. Tiba-tiba, seorang pria dengan mantel abu-abu tua masuk ke perpustakaan, membawa tas kulit yang tampak usang. Rambut hitamnya yang panjang tergerai oleh angin, dan matanya yang hijau tua menatapnya dengan rasa penasaran yang mendalam. Ia memperkenalkan diri sebagai Tavrin Helveth, seorang pengunjung rutin yang tampak terhubung dengan perpustakaan itu. Wajahnya penuh garis-garis halus, tapi ada ketenangan dalam caranya berjalan yang membuat Seryn tak bisa menolak mengamatinya.
Tavrin duduk di meja sebelah, tangannya yang penuh tinta memegang tas dengan penuh perhatian. Matanya sesekali melirik novel di tangan Seryn, seolah mengenali sesuatu di balik sampulnya. “Buku itu menyimpan lebih dari sekadar cerita,” katanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara halaman yang berderit. Seryn mengangguk, hati bergetar oleh kata-kata yang terasa terlalu dekat dengan pengalamannya. Tavrin memutuskan untuk tinggal lebih lama di perpustakaan, dengan alasan ingin membaca koleksi lama, dan meski Seryn ragu, ia merasa ada kepercayaan dalam kehadiran pria itu, sebuah perubahan dari kesendirian yang selama ini ia pendam.
Hari-hari berikutnya membawa ritme baru ke kehidupan Seryn. Tavrin sering terlihat membaca di sudut perpustakaan, berjalan bersamanya di antara rak-rak, dan bahkan membantu mengatur buku-buku tua. Ia tak banyak bertanya tentang masa lalunya, tapi gerakannya yang anggun, seperti saat ia membalik halaman atau menatap jendela, seolah membawa harapan ke dalam perasaannya. Seryn mulai merasa tertarik oleh kehadiran Tavrin, meski ia tak pernah mengakuinya, bahkan pada dirinya sendiri.
Namun, di balik ketenangan yang muncul, ada bayangan yang semakin gelap. Setiap kali ia membaca novel, Seryn merasa ada suara samar di udara—bisikan yang terdengar seperti nama, atau angin yang mirip dengan napas seseorang. Ia sering terbangun di malam hari di perpustakaan, berkeringat dingin, membayangkan seseorang berdiri di antara rak-rak, wajahnya samar tapi akrab. Dan Tavrin, dengan instinknya yang tajam, mulai memperhatikan hal-hal kecil—cara Seryn menatap novel, cara ia menggambar dengan tangan gemetar, dan cara ia selalu terdiam ketika membaca.
Pada suatu sore yang sepi, ketika sinar matahari memenuhi Perpustakaan Elaris dan aroma kertas tercium kuat, Seryn menemukan sebuah amplop tua yang terselip di halaman terakhir novel terbaru. Permukaannya penuh lipatan, dan aroma tinta tua tercium samar. Seryn mengambil amplop itu, merasa panas di tangannya. Di dalamnya, ia tahu, ada sesuatu yang akan mengubah segalanya. Ia menatap ke arah rak buku di luar, dan untuk pertama kalinya dalam dua tahun, ia merasa takut—bukan hanya karena novel itu, tapi karena kenyataan bahwa si penulis mungkin lebih dekat daripada yang ia bayangkan.
Bayang di Antara Halaman
Langit Perpustakaan Elaris pada malam hari pada pertengahan musim kemarau 2023 tampak dipenuhi cahaya lampu yang menyelinap melalui jendela kaca buram, membalut amplop tua dan meja kayu dengan kilauan lembut yang mencerminkan debu yang masih menempel di rak-rak. Seryn Valoris duduk di dalam perpustakaan, amplop yang ditemukan di halaman novel terbuka di depannya, isi di dalamnya tersebar di atas meja. Udara di dalam terasa hangat, bercampur dengan aroma kertas dan tinta yang mengisi setiap sudut perpustakaan. Di kejauhan, suara angin terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu. Bayangan di balik rak buku berkedip lemah, menciptakan ilusi yang menari di permukaan meja, seolah menggambarkan emosi yang terus menghantuinya.
Amplop itu berisi surat-surat tulis tangan yang membuat jantung Seryn berdegup kencang—catatan dari si penulis, sketsa perpustakaan yang ia kenali, dan sebuah foto kecil yang ditandai dengan tanggal lama. Kertas itu terasa rapuh karena kelembapan, dan aroma tinta yang memudar memenuhi udara, membawa kembali ingatan tentang hari-hari sepi di perpustakaan. Seryn menatap isi amplop itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh foto yang tampak seperti menyimpan rahasia terakhir penulis. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke hari-hari ketika ia sering menggambar sendirian, ketika keheningan perpustakaan masih terasa damai.
Malam itu, ketika angin memenuhi Perpustakaan Elaris dengan alunan lembut, Tavrin Helveth kembali dari menjelajahi rak-rak tua. Ia membawa sebuah tas kulit yang berisi gulungan kertas dan sebuah buku kecil yang ia temukan di sudut tersembunyi. Wajahnya tampak pucat di bawah cahaya lampu, tapi matanya yang hijau tua bersinar dengan rasa ingin tahu yang dalam. “Aku menemukan sesuatu di rak,” katanya pelan, meletakkan gulungan itu di meja di samping amplop milik penulis. Gulungan kertas itu terasa dingin saat disentuh, dan di dalamnya terdapat sebuah jurnal yang ditulis dengan tangan rapi, bersama dengan sketsa bunga liar yang sudah menguning di tepinya.
Seryn merasa napasnya terhenti sejenak. Jurnal itu ditulis oleh seseorang yang tampaknya mengenalnya, tinta hitamnya masih samar terbaca meski kertasnya kusut. Ia mengambil jurnal itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan catatan yang membuat dunianya bergetar. “Seryn, kau adalah cerita yang kutulis,” tulisnya. Jurnal itu menceritakan tentang kehidupan penulis yang misterius, tentang pengamatannya terhadap Seryn, dan tentang harapannya untuk mengungkapkan sesuatu. Foto kecil menunjukkan perpustakaan dengan cahaya matahari, dan di sudut, ada bayangan seseorang yang tampak akrab.
Seryn merasa dadanya sesak. Ia ingat hari-hari sepi di perpustakaan, dan malam-malam ketika ia menatap rak buku dengan perasaan aneh. Jurnal itu mengungkap bahwa penulis mungkin pernah menjadi bagian dari hidupnya, dan ia meninggalkan petunjuk untuk Seryn. Seryn menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah petualangan yang tak bisa dilupakannya.
Tavrin memperhatikan reaksi Seryn, tapi ia tak bertanya apa-apa. Ia hanya duduk di sudut meja, membolak-balik jurnal dengan hati-hati, seolah memberikan ruang bagi Seryn untuk tenggelam dalam pikirannya. Namun, kehadiran Tavrin, meski diam, terasa seperti dorongan lembut yang memaksa Seryn untuk menggali lebih dalam. Ia menatap sketsa kecil di tangannya, lalu ke foto di amplop. Ada hubungan antara keduanya, ia tahu itu, tapi ia belum siap untuk menghadapinya.
Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Seryn mulai merasa bahwa kehadiran Tavrin bukanlah kebetulan. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap jurnal, yang membuat Seryn curiga bahwa pria ini tahu lebih banyak daripada yang ia katakan. Pada suatu sore, ketika mereka duduk di antara rak buku, Tavrin tiba-tiba berkata, “Ada lebih dari sekadar kata-kata ini, Seryn.” Seryn menatapnya tajam, merasa seperti ditantang. Ia ingin marah, ingin mengusir Tavrin dari perpustakaan, tapi ada sesuatu dalam nada suara Tavrin yang membuatnya tak bisa berbohong. “Kadang lebih baik tak mencari tahu,” jawabnya dingin, lalu berbalik dan berjalan kembali ke mejanya, meninggalkan Tavrin sendirian dengan pikirannya.
Malam itu, Seryn akhirnya memberanikan diri untuk mempelajari sketsa tambahan. Di belakangnya, ia menemukan petunjuk menuju ruang belakang perpustakaan, ditandai dengan simbol-simbol aneh dan catatan yang ditulis dengan tinta yang sudah luntur: “Di perpustakaan ini aku menulis, meninggalkan cerita untukmu. Maafkan aku.” Seryn merasa dadanya sesak, seolah ada tangan tak terlihat yang mencengkeram hatinya. Ia ingin lari, ingin meninggalkan perpustakaan dan semua kenangan yang tersimpan di rak itu, tapi ia tahu ia tak bisa. Perpustakaan itu, rak buku yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.
Pagi berikutnya, Tavrin menemukan Seryn duduk di mejanya, dikelilingi oleh jurnal, sketsa tambahan, dan foto dari amplop. Ia tak bertanya apa-apa, hanya duduk di sampingnya dan menawarkan secangkir teh hangat. Tapi di matanya, Seryn melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah pengertian yang terlalu dalam, seolah Tavrin tahu lebih banyak tentang penulis daripada yang ia katakan. “Kau pernah melihat seseorang di perpustakaan ini?” tanya Seryn dalam hati, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Tavrin menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Aku pernah,” katanya. “Dan aku tahu betapa beratnya itu.”
Hari itu, Seryn mulai mengikuti petunjuk menuju ruang belakang, berjalan bersama Tavrin melalui lorong sempit dan berdebu. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara angin seperti pengingat akan penulis misterius. Mereka menemukan sebuah ruang kecil di balik rak buku, di dalamnya terdapat jejak-jejak tinta di lantai dan sebuah kotak kayu yang terbuat dari kayu tua. Di dalam kotak, Seryn menemukan surat lain dari penulis, bersama dengan sebuah foto kecil yang berkilau lembut.
Surat itu berbunyi: “Seryn, aku menulis untukmu. Aku meninggalkan cerita ini, tapi hati ini penuh penyesalan. Maafkan aku.” Seryn merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Tavrin, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus tahu apa yang ada di sini,” katanya pelan, dan di matanya, Seryn melihat ketakutan yang sama yang ia rasakan. Perpustakaan itu, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah rahasia yang mungkin akan menghancurkannya.
Rahasia di Balik Tinta
Langit Perpustakaan Elaris pada malam hari pada akhir musim kemarau 2023 tampak dipenuhi cahaya lampu yang menyelinap melalui jendela kaca buram, membalut ruang kecil dan kotak kayu dengan kilauan lembut yang mencerminkan debu yang masih menempel di rak-rak tua. Seryn Valoris duduk di dalam ruang belakang, surat dari penulis misterius yang usang terbuka di pangkuannya, sementara kotak kayu yang ditemukan di balik rak buku tergeletak di samping tumpukan kertas kuning. Udara di dalam terasa hangat, bercampur dengan aroma tinta dan kayu basah yang mengisi setiap sudut perpustakaan. Di kejauhan, suara angin terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu yang tak pernah ia lepaskan. Bayangan di balik rak buku berkedip lemah, menciptakan ilusi yang menari di permukaan lantai, seolah menggambarkan emosi yang terus menggerogoti hatinya.
Surat itu berisi tulisan tangan yang membuat jantung Seryn berdegup kencang—cerita tentang perjalanan penulis, sketsa perpustakaan yang ia kenali, dan sebuah petunjuk tentang foto kecil yang berkilau di tangannya. Kertas itu terasa rapuh karena kelembapan, dan aroma tinta yang memudar membawa kembali ingatan tentang hari-hari sepi di perpustakaan. Seryn menatap isi surat itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh foto yang tampak seperti menyimpan rahasia terdalam penulis. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke hari-hari ketika ia menggambar sendirian, ketika keheningan perpustakaan masih terasa damai.
Malam itu, ketika angin memenuhi Perpustakaan Elaris dengan alunan lembut, Tavrin Helveth kembali dari menjelajahi lorong sempit. Ia membawa sebuah tas kulit yang berisi gulungan kertas dan sebuah buku kecil yang ia temukan di dekat jendela. Wajahnya tampak pucat di bawah cahaya lampu, tapi matanya yang hijau tua bersinar dengan rasa ingin tahu yang dalam. “Aku menemukan sesuatu di lorong,” katanya pelan, meletakkan gulungan itu di lantai di samping kotak milik penulis. Gulungan kertas itu terasa dingin saat disentuh, dan di dalamnya terdapat sebuah jurnal yang ditulis dengan tangan gemetar, bersama dengan sketsa bunga liar yang sudah menguning di tepinya.
Seryn merasa napasnya terhenti sejenak. Jurnal itu ditulis oleh penulis misterius, tinta hitamnya hampir tak terbaca karena air yang merembes, tapi kata-katanya masih jelas. Ia mengambil jurnal itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan catatan yang membuat dunianya bergetar. “Seryn, kau adalah cerita yang kutulis,” tulisnya. Jurnal itu menceritakan tentang kehidupan penulis yang mengamati Seryn dari jauh, tentang perjuangannya menyembunyikan identitas, dan tentang harapannya untuk mengungkapkan sesuatu. Foto kecil menunjukkan perpustakaan dengan cahaya senja, dan di sudut, ada bayangan seseorang yang tampak akrab.
Seryn merasa dadanya sesak. Ia ingat hari-hari sepi di perpustakaan, dan malam-malam ketika ia menatap rak buku dengan perasaan aneh. Jurnal itu mengungkap bahwa penulis mungkin pernah menjadi bagian dari hidupnya, dan ia meninggalkan petunjuk untuk Seryn. Seryn menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah petualangan yang tak bisa ia hindari.
Tavrin memperhatikan reaksi Seryn, tapi ia tetap diam, membolak-balik sketsa dengan gerakan hati-hati, seolah memberikan ruang bagi Seryn untuk menghadapi pikirannya. Namun, kehadiran Tavrin, meski tenang, terasa seperti dorongan lembut yang memaksa Seryn untuk menggali lebih dalam. Ia menatap halaman terakhir jurnal itu, lalu ke foto kecil di gulungan kertas. Ada hubungan antara keduanya, ia yakin itu, tapi ia belum siap untuk mengungkapnya.
Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Seryn mulai merasa bahwa kehadiran Tavrin memiliki peran lebih dari sekadar pengunjung. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap jurnal, yang membuat Seryn curiga bahwa pria ini tahu tentang rahasia penulis. Pada suatu malam, ketika mereka duduk di antara rak buku, Tavrin tiba-tiba berkata, “Ada lebih dari sekadar cerita ini, Seryn.” Seryn menatapnya tajam, merasa seperti dihadapkan pada kebenaran. Ia ingin menolak, ingin meninggalkan Tavrin di perpustakaan, tapi ada kekuatan dalam matanya yang membuatnya terdiam. “Kadang kebenaran itu menyakitkan,” jawabnya pelan, lalu berbalik dan berjalan kembali ke mejanya, meninggalkan Tavrin sendirian dengan pikirannya.
Malam itu, Seryn memberanikan diri untuk mempelajari sketsa tambahan. Di belakangnya, ia menemukan petunjuk menuju ruang belakang, ditandai dengan simbol-simbol aneh dan catatan yang ditulis dengan tinta yang sudah luntur: “Di perpustakaan ini aku menulis, meninggalkan cerita untukmu. Maafkan aku.” Seryn merasa dadanya tercekat, seolah ada bayangan tak terlihat yang menariknya ke dalam misteri itu. Ia ingin lari, ingin meninggalkan perpustakaan dan semua kenangan yang tersimpan di rak itu, tapi ia tahu ia tak bisa. Perpustakaan itu, rak buku yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.
Pagi berikutnya, Tavrin menemukan Seryn duduk di mejanya, dikelilingi oleh jurnal, sketsa tambahan, dan foto dari kotak kayu. Ia tak bertanya apa-apa, hanya duduk di sampingnya dan menawarkan secangkir teh hangat. Tapi di matanya, Seryn melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah pengertian yang terlalu dalam, seolah Tavrin tahu lebih banyak tentang penulis daripada yang ia katakan. “Kau pernah melihat seseorang di perpustakaan ini?” tanya Seryn dalam hati, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Tavrin menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Aku pernah,” katanya. “Dan aku tahu betapa sulitnya itu.”
Hari itu, Seryn mulai mengikuti petunjuk menuju ruang belakang, berjalan bersama Tavrin melalui lorong sempit dan berdebu. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara angin seperti pengingat akan penulis misterius. Mereka menemukan sebuah ruang kecil yang diterangi oleh cahaya redup dari lampu tua, di dalamnya terdapat jejak-jejak tinta di lantai dan sebuah meja antik yang terbuat dari kayu tua. Di atas meja, Seryn menemukan surat lain dari penulis, bersama dengan sebuah foto kecil yang berkilau lembut.
Surat itu berbunyi: “Seryn, aku menulis untukmu. Aku meninggalkan cerita ini, tapi hati ini penuh penyesalan. Maafkan aku.” Seryn merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Tavrin, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus memutuskan apa yang harus dilakukan,” katanya pelan, dan di matanya, Seryn melihat ketakutan yang sama yang ia rasakan. Perpustakaan itu, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah keputusan yang mungkin akan menghancurkannya.
Pagi berikutnya, Seryn dan Tavrin kembali ke ruang kecil, membawa jurnal, sketsa tambahan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Di dalam ruang, mereka menemukan dinding yang ditulis dengan tangan gemetar, penuh dengan simbol buku dan kalimat yang tak bisa dibaca sepenuhnya. Seryn merasa bulu kuduknya berdiri. Ia tahu, tanpa perlu dikatakan, bahwa ini adalah pusat dari misteri yang ditinggalkan penulis, dan ia harus menghadapinya, apa pun risikonya.
Pelukan di Halaman Akhir
Langit Perpustakaan Elaris pada malam hari pada akhir musim kemarau 2023 tampak dipenuhi cahaya lampu yang menyelinap melalui jendela kaca buram, membalut ruang kecil dan meja antik dengan kilauan lembut yang mencerminkan debu yang kini hilang. Seryn dan Tavrin berdiri di depan dinding ruangan, memegang jurnal penulis dan foto kecil. Cahaya lampu dari luar menyelinap melalui celah-celah jendela, menciptakan bayang-bayang yang menari di dinding, seolah jiwa-jiwa dari masa lalu sedang mengintip mereka. Suara angin yang berdesir melalui perpustakaan terdengar samar, membawa ketenangan yang tak terucap. Seryn merasa bulu kuduknya berdiri, tapi ia tahu bahwa lari bukan lagi pilihan. Ia harus menghadapi apa pun yang ada di perpustakaan, apa pun yang telah membangkitkan cerita selama dua tahun.
Ketika mereka menatap dinding ruangan, mereka melihat simbol-simbol yang mulai bersinar terang, diiringi oleh suara derit kayu yang semakin keras dari dalam meja. Seryn merasa jantungnya berdegup kencang. Ia menoleh ke Tavrin, yang wajahnya tiba-tiba tenang. “Ini adalah jawabannya,” katanya pelan, menunjuk ke arah foto kecil. Seryn mengangguk, meski ia tak sepenuhnya memahami. Mereka mulai menempatkan foto kecil di atas meja, dan cahaya itu menyebar, menciptakan lingkaran terang di sekitar ruangan.
Tavrin menjelaskan bahwa ia datang ke perpustakaan bukan hanya sebagai pengunjung, tapi untuk mencari jejak penulis, yang konon hilang karena penyakit misterius pada 2022. Ia menemukan petunjuk tentang cerita melalui buku kuno, dan ketika ia bertemu Seryn, ia tahu bahwa wanita itu adalah kunci untuk mengungkap rahasia itu. Seryn merasa dunia di sekitarnya berputar. Penulis, yang telah mencerminkan hidupnya, kini terhubung dengan seseorang yang pernah mengenalnya—dan itu mungkin Tavrin sendiri.
Malam itu, Seryn dan Tavrin kembali ke meja utama, membawa jurnal dan tekad untuk mengakhiri misteri. Cahaya lampu memandu mereka, dan dengan bantuan foto kecil, mereka mencapai meja yang diterangi oleh cahaya dari ruang kecil, di mana bayangan penulis muncul untuk sesaat—wajahnya samar, tangannya terulur seolah meminta pelukan. Kemudian bayangan itu hilang, dan perpustakaan kembali tenang, seolah misteri itu telah selesai.
Tapi ada harga yang harus dibayar. Seryn merasa cerita itu memudar, digantikan oleh kelegaan yang hangat. Ia masih ingat bahwa ia pernah menjadi inspirasi penulis, tapi wajahnya, suaranya, semua detail itu hilang, seolah tenggelam bersama cahaya. Ia jatuh berlutut di meja, menangis tanpa suara, sementara Tavrin memegang tangannya. “Kau melakukannya, Seryn,” katanya pelan. “Ia bebas sekarang.” Tapi Seryn tahu bahwa kemenangan ini datang dengan harga yang terlalu mahal. Ia telah kehilangan koneksi dengan penulis yang menjadi bagian hidupnya, dan di dalam hatinya, ia merasa penuh dengan kekosongan.
Hari-hari berikutnya di perpustakaan terasa seperti mimpi yang perlahan memudar. Angin tetap menyelimuti rak-rak, tapi bayangan penulis tak lagi terlihat. Seryn duduk di mejanya, menatap cakrawala yang kini kosong, tanpa cerita yang menyertainya. Pada suatu malam, ketika lampu terlihat jelas, Seryn berjalan menuju ruang kecil, membawa surat terakhir penulis. Ia berdiri di meja, menatap pantulan cahaya, dan merasa bahwa hidupnya telah dimulai kembali bersama penulis yang hilang. Dengan langkah perlahan, ia meletakkan surat di atas meja dan berjalan menjauh, membiarkan perpustakaan menyelimuti dirinya sepenuhnya. Perpustakaan itu kembali tenggelam dalam keheningan, menyimpan bayang emosi dalam kelegaan yang abadi.
Perpustakaan itu berdiri diam di sudut Yogyakarta, jendelanya berkilau redup, dan ruang tersembunyi tetap menjadi saksi bisu dari akhir damai Seryn Valoris, di mana cerita berakhir dalam pelukan yang tak pernah sirna.
Peluk Aku di Halaman Terakhir: Romansa Misterius Paling Menarik menyajikan perjalanan cinta dan identitas yang terjalin di balik halaman-halaman novel, diuji oleh rahasia dan akhirnya menemukan pelukan yang mengharukan. Dengan alur penuh emosi dan pesan mendalam tentang koneksi yang hilang, cerpen ini mengajak Anda untuk merenungkan kekuatan cerita yang abadi. Segera baca kisah Seryn dan rasakan keajaiban serta kesedihan yang tak terlupakan!
Terima kasih telah menyelami ulasan Peluk Aku di Halaman Terakhir: Romansa Misterius Paling Menarik. Semoga cerita ini membawa Anda pada petualangan emosional yang memikat dan inspirasi yang mendalam. Kami menantikan kehadiran Anda kembali untuk kisah literatur berikutnya—jangan lupa bagikan pengalaman Anda dengan kami!


