Daftar Isi
Temukan emosi mendalam dan kisah pilu dalam Dia Kembali Setelah Sekian Lama: Romansa Terlarang Paling Menyentuh, sebuah cerpen yang mengisahkan perjalanan Zariel Tharwyn di gedung perkantoran Jakarta pada tahun 2023. Dengan narasi penuh drama tentang reuni dengan mantan Kaerwyn Draven, yang meninggalkannya saat hamil, cerita ini menghadirkan romansa modern yang penuh penyesalan dan harapan. Cocok untuk pecinta novel romantis—jangan lewatkan kisah ini yang akan membawa Anda pada perjalanan emosional tak terlupakan!
Dia Kembali Setelah Sekian Lama
Bayang di Balik Kubikel
Di sebuah gedung perkantoran megah di Jakarta pada tahun 2023, siang terasa panas, dipenuhi aroma kopi instan dan kertas yang berdebu di sudut-sudut ruangan. Cahaya matahari menyelinap melalui jendela kaca besar, menciptakan pola lembut di lantai marmer yang mengilap, sementara suara ketikan keyboard dan derit kursi menjadi irama yang mengisi kesibukan. Di sudut kubikel kecil yang penuh dengan tumpukan dokumen dan foto lama, seorang wanita bernama Zariel Tharwyn, berusia dua puluh delapan tahun, duduk sendirian di depan layar komputer, tangannya memegang sebuah foto kecil yang terselip di saku jaketnya. Rambut cokelat panjangnya yang terikat rapi oleh ikatan sederhana terlihat kusut di ujung, dan matanya yang biru tua menyimpan cerita tentang kehilangan dan luka, terutama terhadap seorang pria yang pernah meninggalkannya—Kaerwyn Draven.
Zariel bekerja sebagai staf administrasi di perusahaan teknologi itu sejak tiga tahun lalu, dengan meja yang menghadap ke jendela besar, dindingnya dipenuhi jadwal dan catatan acak yang ia tulis untuk melupakan masa lalu. Setiap hari, ia duduk di kubikel, menatap layar komputer, mencoba mengubur kenangan yang terus menghantuinya. Suara ketikan dan derit kursi menjadi latar hidupnya, tapi suara itu kini terasa seperti pengingat akan janji terakhir yang ia harapkan dari Kaerwyn, sebuah janji yang mengubah segalanya. Zariel memulai rutinitas ini pada awal musim hujan 2023, mencari cara untuk melanjutkan hidup setelah ditinggalkan, tapi kantor ini kini menjadi saksi dari hati yang penuh penyesalan dan harapan yang memudar.
Hari-hari Zariel di kantor biasanya dimulai dengan cahaya matahari yang menyelinap melalui jendela, diikuti oleh rutinitasnya memeriksa laporan dan menatap foto kecil, mencoba menemukan jejak Kaerwyn yang pernah ia cintai, dengan rambut hitam pendek dan tatapan penuh semangat. Mereka pertama kali bertemu di kafe kecil pada musim panas 2020, saat Kaerwyn, seorang pengusaha muda, membantu Zariel menyelesaikan masalah keuangannya. Mereka menghabiskan malam-malam bersama, berjalan di trotoar kota, mengobrol tentang mimpi, dan menikmati aroma kopi. Namun, segalanya berubah di akhir tahun 2021, ketika Kaerwyn menghilang setelah mengetahui Zariel mengandung anaknya, meninggalkan Zariel dengan foto kecil dan janji yang tak pernah ditepati.
Zariel sering mengingat hari-hari awal mereka, sebuah malam di bulan Juli ketika lampu jalan terang dan aroma kopi tercium kuat. Mereka duduk di kafe, berbagi cerita, dan Kaerwyn menawarkan senyum yang membuat hati Zariel bergetar. Bulan-bulan berlalu, dan menjelang akhir musim gugur, kehamilan Zariel menjadi kenyataan—ia memberi tahu Kaerwyn, tapi yang ia terima hanyalah keheningan dan kepergian mendadak. Suatu malam, setelah mereka berbagi makan malam di apartemen kecil, Zariel menemukan foto kecil di meja dengan catatan dari Kaerwyn: “Aku akan kembali untuk kita.” Sejak saat itu, Zariel merasa seperti kehilangan kendali atas hatinya, sebuah kekosongan yang diisi oleh rasa sedih karena menanti seseorang yang tak pernah muncul, sementara ia kehilangan anaknya akibat stres yang tak tertahankan.
Suatu hari di bulan Oktober, ketika suara ketikan memenuhi lantai kantor dan aroma kopi terasa kuat, Zariel duduk di kubikel, menatap layar yang penuh dengan laporan. Cahaya matahari membawa bayangan ke meja, dan tiba-tiba seorang pria dengan jas hitam elegan berjalan masuk ke ruangan. Rambut hitamnya yang rapi terlihat sedikit beruban di ujung, dan matanya yang cokelat tua menatapnya dengan rasa takut yang tersembunyi. Ia memperkenalkan diri sebagai direktur baru perusahaan, Kaerwyn Draven, dan wajahnya penuh tanda-tanda dari apa yang ia sebut “tahun-tahun sulit,” tapi ada kelembutan dalam caranya berdiri yang membuat Zariel terdiam, mengenali sosok yang pernah ia cintai.
Kaerwyn berdiri di depan ruangan, tangannya memegang tablet dengan penuh otoritas. Matanya sesekali melirik ke arah Zariel, seolah mengenali sesuatu di balik tatapan itu. “Kita akan memulai ulang,” katanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara ketikan. Zariel mengangguk, hati bergetar oleh kehadiran yang terasa terlalu dekat dengan kenangannya. Kaerwyn mengambil alih kantor dengan cepat, dengan alasan ingin membawa perubahan, dan meski Zariel ingin menolak, ia merasa ada ketegangan dalam kehadiran pria itu, sebuah perubahan dari kesendirian yang selama ini ia pendam.
Hari-hari berikutnya membawa gejolak baru ke kehidupan Zariel. Kaerwyn sering terlihat berjalan di koridor, mengadakan rapat, dan bahkan memeriksa laporan di meja Zariel. Ia tak banyak bertanya tentang masa lalunya, tapi gerakannya yang tegas, seperti saat ia menandatangani dokumen atau menatap jendela, seolah membawa kenangan ke dalam perasaannya. Zariel mulai merasa terhuyung oleh kehadiran Kaerwyn, meski ia tak pernah mengakuinya, bahkan pada dirinya sendiri.
Namun, di balik kesibukan yang muncul, ada bayangan yang semakin gelap. Setiap kali cahaya matahari menyelinap melalui jendela, Zariel merasa ada tatapan samar di balik pintu—siluet yang terlihat seperti Kaerwyn dari masa lalu, atau suara langkah yang mirip dengan malam-malam mereka bersama. Ia sering terbangun di malam hari di apartemennya, berkeringat dingin, membayangkan Kaerwyn berdiri di depan pintu, wajahnya penuh penyesalan. Dan Kaerwyn, dengan instingnya yang tajam, mulai memperhatikan hal-hal kecil—cara Zariel menatap foto kecil, cara ia mengetik dengan tangan gemetar, dan cara ia selalu terdiam ketika rapat dimulai.
Pada suatu siang yang sibuk, ketika suara ketikan memenuhi lantai dan aroma kopi terasa kuat, Zariel mendengar ketukan pelan di meja. Ia menoleh, berpikir itu hanya rekan kerja, tapi yang terlihat adalah sebuah amplop kecil yang terselip di bawah tumpukan dokumen. Permukaannya penuh lipatan, dan aroma tinta yang memudar tercium samar. Zariel mengambil amplop itu, merasa dingin di tangannya. Di dalamnya, ia tahu, ada sesuatu yang akan mengubah segalanya. Ia menatap ke arah jendela yang berkilau di luar, dan untuk pertama kalinya dalam dua tahun, ia merasa sedih—bukan hanya karena cintanya yang tak terbalas, tapi karena kenyataan bahwa harapannya mungkin akan hancur sepenuhnya.
Bayang di Balik Rapat
Langit Jakarta di siang hari pada pertengahan musim hujan 2023 tampak dipenuhi cahaya matahari yang menyelinap melalui jendela kaca, membalut lantai marmer dan kubikel dengan kilauan lembut yang mencerminkan tetesan hujan di luar. Zariel Tharwyn duduk di kubikel, amplop yang ditemukan di meja terbuka di pangkuannya, isi di dalamnya tersebar di atas tumpukan dokumen. Udara di dalam ruangan terasa hangat, bercampur dengan aroma kopi tumpah dan kertas yang berdebu. Di kejauhan, suara hujan terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu. Bayangan di balik jendela berkedip lemah, menciptakan ilusi yang menari di dinding, seolah menggambarkan emosi yang terus menghantuinya.
Amplop itu berisi surat tulis tangan yang membuat jantung Zariel berdegup kencang—pesan dari Kaerwyn, beberapa foto lama yang ia kenali, dan sebuah catatan kecil yang ditandai dengan tanggal aneh. Kertas itu terasa rapuh karena lipatan, dan aroma tinta yang memudar memenuhi udara, membawa kembali ingatan tentang Kaerwyn yang sering duduk bersamanya di kafe. Zariel menatap isi amplop itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh catatan yang tampak seperti menyimpan rahasia terakhir kekasihnya. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke malam-malam ketika mereka berbagi mimpi di trotoar, ketika senyum Kaerwyn masih terasa hangat di hatinya.
Siang itu, ketika suara hujan memenuhi lantai dengan alunan lembut, Kaerwyn Draven kembali dari rapat dengan wajah penuh tekanan. Ia membawa sebuah tas kulit yang berisi dokumen dan sebuah buku catatan kecil yang ia letakkan di meja Zariel. Jas hitamnya tampak kusut, tapi matanya yang cokelat tua bersinar dengan rasa penyesalan yang dalam. “Ini untukmu,” katanya pelan, lalu berbalik dan meninggalkan kubikel tanpa menoleh. Buku catatan itu terasa berat saat disentuh, dan di dalamnya terdapat tulisan tangan yang sudah memudar, bersama dengan foto polaroid yang menunjukkan Zariel saat hamil.
Zariel merasa napasnya terhenti sejenak. Tulisan itu ditulis oleh Kaerwyn, tinta hitamnya masih samar terbaca meski kertasnya kusut. Ia mengambil buku itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan catatan yang membuat dunianya bergetar. “Zariel, aku tahu aku salah,” tulisnya. Catatan itu menceritakan tentang pilihannya, tentang bagaimana Kaerwyn terpaksa pergi karena tekanan keluarganya, dan tentang keputusannya untuk kembali demi menebus kesalahannya. Foto menunjukkan Zariel duduk di kafe, perutnya membesar, dengan tatapan penuh harapan yang kini terasa menyakitkan.
Zariel merasa dadanya sesak. Ia ingat Kaerwyn, yang selalu penuh semangat di kafe, dan malam-malam ketika ia menantikan kehadiran kekasihnya dengan harapan yang perlahan sirna. Catatan itu mengungkap bahwa Kaerwyn tahu tentang kehamilannya, tapi ia pergi karena tekanan keluarga yang memaksanya menikahi wanita lain, meninggalkan Zariel sendirian menghadapi keguguran. Zariel menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah pertemuan yang tak bisa dilupakannya.
Kaerwyn memperhatikan reaksi Zariel dari kejauhan, tapi ia tak mendekat. Ia hanya berdiri di koridor, menatap jendela dengan tangan di saku, seolah memberikan ruang bagi Zariel untuk tenggelam dalam pikirannya. Namun, kehadiran Kaerwyn, meski jauh, terasa seperti tekanan lembut yang mendorong Zariel untuk menghadapi kenyataan. Ia menatap catatan kecil di tangannya, lalu ke foto di buku catatan. Ada hubungan antara keduanya, ia tahu itu, tapi ia belum siap untuk menghadapinya.
Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Zariel mulai merasa bahwa kehadiran Kaerwyn bukanlah kebetulan. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap foto Zariel, yang membuat Zariel curiga bahwa pria ini membawa lebih dari sekadar penyesalan. Pada suatu siang, ketika mereka berada di ruang rapat, Kaerwyn tiba-tiba menyerahkan dokumen tambahan, matanya penuh makna. Zariel menatapnya tajam, merasa seperti dihadapkan pada kebenaran. Ia ingin menolak, ingin meninggalkan kantor, tapi ada kekuatan dalam tatapan Kaerwyn yang membuatnya terdiam. “Ini lebih dari sekadar pekerjaan,” gumamnya dalam hati, lalu berbalik dan kembali ke kubikel, meninggalkan Kaerwyn sendirian dengan pikirannya.
Malam itu, Zariel akhirnya memberanikan diri untuk mempelajari catatan kecil. Di dalamnya, ia menemukan tanggal dan alamat yang ditandai dengan tinta merah—apartemen tempat mereka pernah tinggal bersama, bersama dengan catatan yang ditulis dengan tangan gemetar: “Di sini aku pergi, meninggalkan harapan untukmu. Maafkan aku.” Zariel merasa dadanya sesak, seolah ada tangan tak terlihat yang mencengkeram hatinya. Ia ingin lari, ingin meninggalkan kantor dan semua kenangan yang tersimpan di pikirannya, tapi ia tahu ia tak bisa. Kantor itu, cintanya yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.
Pagi berikutnya, Kaerwyn menemukan Zariel duduk di kubikel, dikelilingi oleh buku catatan, catatan kecil, dan foto dari amplop. Ia tak bertanya apa-apa, hanya meletakkan secangkir kopi di meja dan berjalan pergi. Tapi di matanya, Zariel melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah penyesalan yang terlalu dalam, seolah Kaerwyn tahu lebih banyak tentang masa lalu daripada yang ia katakan. “Kau pernah kehilangan seseorang karena pilihanmu?” tanya Zariel dalam hati, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Kaerwyn menatapnya dari kejauhan, lalu mengangguk pelan, seolah mengakui sesuatu.
Hari itu, Zariel mulai mengikuti alamat menuju apartemen, berjalan melalui koridor kantor yang penuh dengan rekan kerja dan dokumen. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara ketikan seperti pengingat akan Kaerwyn. Mereka menemukan sebuah ruangan kecil di lantai atas, di dalamnya terdapat jejak-jejak masa lalu seperti sofa tua dan sebuah kotak kecil yang terselip di bawah meja. Di dalam kotak itu, Zariel menemukan surat lain dari Kaerwyn, bersama dengan sebuah kalung sederhana yang berkilau lembut.
Surat itu berbunyi: “Zariel, aku pergi karena keluargaku memaksaku. Aku kembali untuk menebusmu, tapi hati ini terbakar oleh penyesalan. Maafkan aku.” Zariel merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Kaerwyn, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus tahu apa yang ada di sini,” katanya dalam hati, dan di matanya, Zariel melihat rasa bersalah yang sama yang ia rasakan. Kantor megah itu, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah rahasia yang mungkin akan menghancurkannya.
Rahasia di Balik Dokumen
Langit Jakarta di siang hari pada akhir musim hujan 2023 tampak dipenuhi cahaya matahari yang menyelinap melalui jendela kaca, membalut lantai marmer dan kubikel dengan kilauan lembut yang mencerminkan tetesan air hujan yang mulai reda. Zariel Tharwyn duduk di dalam ruangan kecil apartemen lama, surat dari Kaerwyn yang usang terbuka di pangkuannya, sementara kotak kecil yang ditemukan di bawah meja tergeletak di samping tumpukan dokumen. Udara di dalam terasa lembap, bercampur dengan aroma kayu tua dan debu yang menempel di sudut-sudut ruangan. Di kejauhan, suara hujan terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu yang tak pernah ia lepaskan. Bayangan di balik jendela berkedip lemah, menciptakan ilusi yang menari di dinding, seolah menggambarkan emosi yang terus menggerogoti hatinya.
Surat itu berisi tulisan tangan yang membuat jantung Zariel berdegup kencang—cerita tentang penyesalan Kaerwyn, foto-foto lama yang ia kenali, dan sebuah petunjuk tentang kalung sederhana yang berkilau di tangannya. Kertas itu terasa rapuh karena kelembapan, dan aroma tinta yang memudar membawa kembali ingatan tentang hari-hari bersama Kaerwyn di apartemen kecil itu. Zariel menatap isi surat itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh kalung yang tampak seperti menyimpan rahasia terdalam kekasihnya. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke malam-malam ketika mereka berbagi mimpii di sofa tua, ketika senyum Kaerwyn masih terasa seperti harapan di hatinya.
Siang itu, ketika suara hujan mulai reda dan matahari memenuhi ruangan dengan cahaya lembut, Kaerwyn Draven kembali dari kantor dengan wajah penuh tekanan. Ia membawa sebuah tas kulit yang berisi dokumen dan sebuah kotak logam kecil yang ia letakkan di meja Zariel. Jas hitamnya tampak kusut, tapi matanya yang cokelat tua bersinar dengan rasa penyesalan yang dalam. “Ini milikku dari dulu,” katanya pelan, lalu berbalik dan meninggalkan ruangan tanpa menoleh. Kotak logam itu terasa dingin saat disentuh, dan di dalamnya terdapat surat tambahan yang ditulis dengan tangan gemetar, bersama dengan foto polaroid yang menunjukkan Zariel dan Kaerwyn bersama di kafe.
Zariel merasa napasnya terhenti sejenak. Surat itu ditulis oleh Kaerwyn, tinta hitamnya masih samar terbaca meski kertasnya kusut. Ia mengambil surat itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan catatan yang membuat dunianya bergetar. “Zariel, aku pergi karena takut,” tulisnya. Surat itu menceritakan tentang tekanan keluarga Kaerwyn, tentang bagaimana ia dipaksa menikahi wanita lain, dan tentang keputusannya untuk kembali demi menebus kesalahannya. Foto menunjukkan Zariel tersenyum lelet, perutnya membesar, dengan Kaerwyn di sampingnya, tatapannya penuh cinta yang kini terasa menyakitkan.
Zariel merasa dadanya sesak. Ia ingat Kaerwyn, yang selalu penuh semangat di kafe, dan malam-malam ketika ia menantikan kehadiran kekasihnya dengan harapan yang perlahan sirna. Surat itu mengungkap bahwa Kaerwyn tahu tentang kehamilannya, tapi ia pergi karena tekanan keluarga yang memaksanya meninggalkan Zariel, meninggalkan Zariel sendirian menghadapi keguguran yang menghancurkan. Zariel menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah konfrontasi yang tak bisa ia hindari.
Kaerwyn memperhatikan reaksi Zariel dari kejauhan, tapi ia tetap diam, berdiri di ambang pintu dengan tangan di saku, seolah memberikan ruang bagi Zariel untuk menghadapi pikirannya. Namun, kehadiran Kaerwyn, meski jauh, terasa seperti dorongan lembut yang memaksa Zariel untuk menggali lebih dalam. Ia menatap foto terakhir surat itu, lalu ke kalung di tangannya. Ada hubungan antara keduanya, ia yakin itu, tapi ia belum siap untuk mengungkapnya.
Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Zariel mulai merasa bahwa kehadiran Kaerwyn membawa lebih dari sekadar penyesalan. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap foto Zariel, yang membuat Zariel curiga bahwa pria ini menyimpan rahasia lebih dalam. Pada suatu siang, ketika mereka berada di kantor, Kaerwyn tiba-tiba mengundang Zariel ke ruang rapat pribadi, matanya penuh makna. Zariel menatapnya tajam, merasa seperti dihadapkan pada kebenaran. Ia ingin menolak, ingin meninggalkan kantor, tapi ada kekuatan dalam tatapan Kaerwyn yang membuatnya terdiam. “Ini lebih dari sekadar pekerjaan,” gumamnya dalam hati, lalu mengikuti Kaerwyn dengan langkah berat, meninggalkan kubikelnya sendirian.
Malam itu, Zariel memberanikan diri untuk mempelajari isi kotak logam. Di dalamnya, ia menemukan surat-surat tambahan, ditandai dengan tanggal dan alamat kantor lama Kaerwyn, bersama dengan catatan yang ditulis dengan tinta yang sudah luntur: “Di sini aku pergi, meninggalkan cinta untukmu. Maafkan aku.” Zariel merasa dadanya tercekat, seolah ada bayangan tak terlihat yang menariknya ke dalam misteri itu. Ia ingin lari, ingin meninggalkan kantor dan semua kenangan yang tersimpan di pikirannya, tapi ia tahu ia tak bisa. Kantor itu, cintanya yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.
Pagi berikutnya, Kaerwyn menemukan Zariel duduk di ruang rapat, dikelilingi oleh surat, kotak logam, dan kalung dari apartemen. Ia tak bertanya apa-apa, hanya meletakkan dokumen di meja dan berdiri di sampingnya. Tapi di matanya, Zariel melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah penyesalan yang terlalu dalam, seolah Kaerwyn tahu lebih banyak tentang masa lalu daripada yang ia katakan. “Kau pernah kehilangan seseorang karena ketakutanmu?” tanya Zariel dalam hati, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Kaerwyn menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Aku kehilangan lebih dari yang kau bayangkan,” katanya pelan.
Hari itu, Zariel mulai mengikuti alamat kantor lama Kaerwyn, berjalan melalui koridor kantor yang penuh dengan rekan kerja dan dokumen. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara ketikan seperti pengingat akan Kaerwyn. Mereka menemukan sebuah ruangan tua di lantai bawah, di dalamnya terdapat jejak-jejak masa lalu seperti meja kayu dan sebuah kotak kecil yang terselip di lemari. Di dalam kotak itu, Zariel menemukan surat lain dari Kaerwyn, bersama dengan sebuah gelang sederhana yang berkilau lembut.
Surat itu berbunyi: “Zariel, aku pergi karena keluargaku menghancurkanku. Aku kembali untuk memintamu, tapi hati ini terbakar oleh dosa. Maafkan aku.” Zariel merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Kaerwyn, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus memutuskan apa yang harus dilakukan,” katanya dalam hati, dan di matanya, Zariel melihat rasa bersalah yang sama yang ia rasakan. Kantor megah itu, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah keputusan yang mungkin akan menghancurkannya.
Pagi berikutnya, Zariel dan Kaerwyn kembali ke ruangan tua, membawa surat, gelang, dan tekad yang tak tergoyahkan. Di dalam ruangan, mereka menemukan dinding yang ditulis dengan tangan gemetar, penuh dengan catatan aneh dan kalimat yang tak bisa dibaca sepenuhnya. Zariel merasa bulu kuduknya berdiri. Ia tahu, tanpa perlu dikatakan, bahwa ini adalah pusat dari misteri yang ditinggalkan Kaerwyn, dan ia harus menghadapinya, apa pun risikonya.
Cinta di Balik Penyesalan
Langit Jakarta di siang hari pada akhir musim hujan 2023 tampak dipenuhi cahaya matahari yang menyelinap melalui jendela kaca, membalut lantai marmer dan ruangan tua dengan kilauan lembut yang mencerminkan tetesan air yang kini hilang. Zariel dan Kaerwyn berdiri di depan dinding ruangan, memegang surat Kaerwyn dan gelang sederhana. Cahaya matahari dari luar menyelinap melalui celah-celah jendela, menciptakan bayang-bayang yang menari di dinding, seolah jiwa-jiwa dari masa lalu sedang mengintip mereka. Suara ketikan yang berdesir melalui koridor terdengar samar, membawa ketenangan yang tak terucap. Zariel merasa bulu kuduknya berdiri, tapi ia tahu bahwa lari bukan lagi pilihan. Ia harus menghadapi apa pun yang ada di kantor, apa pun yang telah membangkitkan cintanya selama dua tahun.
Ketika mereka menatap dinding ruangan, mereka melihat catatan-catatan yang mulai bersinar terang, diiringi oleh suara gemuruh lembut dari dalam lemari. Zariel merasa jantungnya berdegup kencang. Ia menoleh ke Kaerwyn, yang wajahnya tiba-tiba tenang. “Ini adalah jawabannya,” katanya pelan, menunjuk ke arah gelang. Zariel mengangguk, meski ia tak sepenuhnya memahami. Mereka mulai menempatkan gelang di atas meja, dan cahaya itu menyebar, menciptakan lingkaran terang di sekitar ruangan.
Kaerwyn menjelaskan bahwa ia kembali ke Jakarta bukan hanya untuk mengambil alih perusahaan, tapi untuk mencari Zariel, yang konon ia tinggalkan karena tekanan keluarga. Ia menemukan jejak Zariel melalui dokumen lama, dan ketika ia menjadi direktur, ia tahu bahwa wanita itu adalah kunci untuk mengungkap rahasia hatinya. Zariel merasa dunia di sekitarnya berputar. Kaerwyn, mantan yang ia cintai, yang konon pergi karena alasan tak jelas, kini terhubung dengan penyesalan yang lebih besar.
Siang itu, Zariel dan Kaerwyn kembali ke kantor, membawa surat dan tekad untuk mengakhiri misteri. Cahaya matahari memandu mereka, dan dengan bantuan gelang, mereka mencapai meja besar yang diterangi oleh cahaya dari dinding, di mana bayangan Kaerwyn dari masa lalu muncul untuk sesaat—senyumnya yang hangat, tatapannya yang penuh cinta. Kemudian bayangan itu hilang, dan kantor kembali tenang, seolah misteri itu telah selesai.
Tapi ada harga yang harus dibayar. Zariel merasa cintanya memudar, digantikan oleh kelegaan yang hangat. Ia masih ingat bahwa ia pernah mencintai Kaerwyn, tapi wajahnya, suaranya, semua detail itu hilang, seolah tenggelam bersama cahaya. Ia jatuh berlutut di kubikel, menangis tanpa suara, sementara Kaerwyn memegang tangannya. “Kau melakukannya, Zariel,” katanya pelan. “Aku bebas sekarang.” Tapi Zariel tahu bahwa kemenangan ini datang dengan harga yang terlalu mahal. Ia telah kehilangan cinta yang menjadi alasan hidupnya, dan di dalam hatinya, ia merasa penuh dengan kekosongan.
Hari-hari berikutnya di kantor terasa seperti mimpi yang perlahan memudar. Ketikan tetap menyelimuti koridor, tapi langkah Kaerwyn tak lagi terdengar. Zariel duduk di kubikel, menatap dokumen yang kini kosong, tanpa jejak kenangan yang menyertainya. Pada suatu siang, ketika matahari terlihat jelas, Zariel berjalan menuju jendela, membawa surat terakhir Kaerwyn. Ia berdiri di ambang, menatap pantulan cahaya, dan merasa bahwa hidupnya telah dimulai kembali bersama cinta yang hilang. Dengan langkah perlahan, ia meletakkan surat di meja dan berjalan menjauh, membiarkan kantor menyelimuti dirinya sepenuhnya. Kantor megah itu kembali tenggelam dalam kesibukan, menyimpan bayang emosi dalam kelegaan yang abadi.
Kantor itu berdiri diam di tengah kota, marmernya berkilau redup, dan kubikel kecil di lantai tetap menjadi saksi bisu dari akhir damai Zariel Tharwyn, di mana dia kembali setelah sekian lama berakhir dalam pelepasan yang tak pernah sirna.
Dia Kembali Setelah Sekian Lama: Romansa Terlarang Paling Menyentuh menyajikan kisah cinta dan penebusan yang terjalin di tengah dunia korporat, diuji oleh pengkhianatan masa lalu dan akhirnya menemukan pelepasan yang mengharukan. Dengan alur penuh emosi dan pesan mendalam tentang pengampunan, cerpen ini mengajak Anda untuk merenungkan makna cinta sejati. Segera baca kisah Zariel dan rasakan kehangatan serta kesedihan yang tak terlupakan!
Terima kasih telah menyelami ulasan Dia Kembali Setelah Sekian Lama: Romansa Terlarang Paling Menyentuh. Semoga cerita ini membawa Anda pada petualangan emosional yang berkesan dan inspirasi yang mendalam. Kami menantikan kehadiran Anda kembali untuk kisah literatur berikutnya—jangan lupa bagikan pengalaman Anda dengan kami!


