Daftar Isi
Temukan petualangan cinta yang penuh misteri dalam Perjalanan Epik ke Gunung Misterius: Romansa Petualangan Paling Memikat di 2023, sebuah cerpen epik yang mengisahkan perjalanan Selira Valthor ke Gunung Eryndor, Jawa Tengah, pada tahun 2023. Dengan narasi mendalam tentang cinta terpendam bersama Rhydian Toren dan rahasia yang terungkap bersama Tavion Crest, cerita ini menghadirkan sentuhan romansa modern yang penuh emosi dan ketegangan. Cocok untuk pecinta petualangan dan kisah cinta—jangan lewatkan kisah ini yang akan membawa Anda ke puncak emosi!
Perjalanan Epik ke Gunung Misterius
Langkah di Antara Kabut
Di sebuah gunung terpencil di wilayah Jawa Tengah pada tahun 2023, udara pagi terasa dingin, dipenuhi aroma tanah basah dan lumut yang menempel pada bebatuan curam. Gunung Eryndor, dikenal karena puncaknya yang sering diselimuti kabut tebal dan cerita rakyat tentang harta tersembunyi, menjulang tinggi di tengah hutan lebat yang dipenuhi pohon-pohon jati dan bambu. Di ketinggian tertentu, seorang wanita bernama Selira Valthor, berusia dua puluh tujuh tahun, berdiri sendirian di sebuah jalur setapak yang sempit, tangannya memegang tongkat kayu yang sudah aus dan sebuah ransel tua yang penuh bekal. Rambut pirangnya yang terjalin ke dalam dua kepang panjang tergerai oleh angin gunung, dan matanya yang abu-abu menyimpan cerita tentang kehilangan dan cinta yang terpendam, terutama terhadap seorang pendaki yang pernah menyertainya—Rhydian Toren.
Selira tinggal di sebuah desa kecil di kaki gunung, dengan rumah dari bambu dan atap jerami yang menghadap ke lereng yang hijau. Setiap pagi, ia memulai pendakian menuju puncak, membawa ransel yang berisi peta usang dan buku harian, mencoba melupakan kenangan yang terus menghantuinya. Suara angin yang berdesir melalui pepohonan dan gemericik air dari sungai kecil menjadi latar hidupnya, tapi suara itu kini terasa seperti pengingat akan surat yang ia temukan di basecamp dua tahun lalu, sebuah surat yang mengubah segalanya. Selira memulai perjalanan ini pada awal musim hujan 2023, mencari jawaban atas kepergian Rhydian, tapi gunung ini kini menjadi saksi dari hati yang penuh luka dan harapan yang memudar.
Hari-hari Selira di jalur pendakian biasanya dimulai dengan sinar matahari yang menyelinap melalui celah-celah pepohonan, diikuti oleh rutinitasnya memeriksa peta dan mencatat pengamatannya di buku harian. Ia sering menatap ke arah puncak yang diselimuti kabut, mencari jejak Rhydian yang pernah ia lihat di sini, dengan rambut hitam panjang yang terikat dan tatapan penuh semangat. Mereka pertama kali bertemu di musim kemarau 2021, saat Rhydian, seorang pendaki berpengalaman, membantu Selira melewati jalur berbatu. Mereka menghabiskan berhari-hari bersama, mendirikan tenda di ketinggian, berbagi cerita tentang impian, dan menulis janji di buku harian. Tapi segalanya berubah di akhir tahun itu, ketika Rhydian menghilang setelah mencapai puncak, meninggalkan Selira dengan surat yang penuh misteri.
Selira sering mengingat hari-hari awal mereka, sebuah pagi di bulan Agustus ketika matahari terbit di balik puncak dan aroma lumut tercium kuat. Mereka duduk di sebuah batu datar, menulis rencana pendakian di buku harian, dan Rhydian menawarkan senyum yang membuat hati Selira bergetar. Bulan-bulan berlalu, dan menjelang akhir musim hujan, jarak emosional antara mereka mulai terasa—Rhydian semakin terobsesi dengan puncak, sementara Selira larut dalam perasaannya yang semakin dalam. Suatu malam, setelah mereka berbagi makanan di tenda, Selira menemukan sebuah surat di ranselnya dari Rhydian: “Aku akan menemukan sesuatu di puncak untuk kita. Tunggu aku.” Sejak saat itu, Selira merasa seperti kehilangan kendali atas hatinya, sebuah kekosongan yang diisi oleh rasa sedih karena menanti seseorang yang tak pernah kembali.
Suatu pagi di bulan Mei, ketika kabut tebal menyelimuti gunung dan aroma tanah basah terasa kuat, Selira beristirahat di sebuah pos peristirahatan, menatap ke arah puncak yang samar. Angin membawa daun-daun kering ke jalur, dan tiba-tiba seorang pria dengan jaket cokelat tua muncul dari balik bebatuan. Rambut merahnya yang pendek tergerai oleh angin, dan matanya yang biru menatapnya dengan rasa ingin tahu yang aneh. Ia memperkenalkan diri sebagai Tavion Crest, seorang pemandu gunung yang baru datang ke Eryndor dan tampak tertarik pada kisah Selira. Wajahnya penuh tanda-tanda dari apa yang ia sebut “perjalanan panjang,” tapi ada kekuatan dalam caranya berdiri yang membuat Selira tak bisa menolak mengamatinya dari kejauhan.
Tavion duduk di samping Selira, tangannya yang terampil memegang kompas dengan penuh perhatian. Matanya sesekali melirik buku harian Selira, seolah mengenali sesuatu di balik tulisan-tulisannya. “Gunung ini menyimpan banyak rahasia,” katanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh desir angin. Selira mengangguk, hati bergetar oleh kata-kata yang terasa terlalu dekat dengan kenangannya. Tavion memutuskan untuk mendampingi Selira ke puncak, dengan alasan ingin mengeksplorasi Eryndor, dan meski Selira ragu, ia merasa ada kepercayaan dalam kehadiran pria itu, sebuah perubahan dari kesendirian yang selama ini ia pendam.
Hari-hari berikutnya membawa ritme baru ke perjalanan Selira. Tavion sering terlihat memimpin jalur, mendirikan tenda bersamanya di ketinggian, dan bahkan memuji sketsa yang ia gambar dengan tangan gemetarnya. Ia tak banyak bertanya tentang masa lalunya, tapi gerakannya yang tegas, seperti saat ia memeriksa peta atau menatap puncak, seolah membawa harapan ke dalam perasaannya. Selira mulai merasa tertarik oleh kehadiran Tavion, meski ia tak pernah mengakuinya, bahkan pada dirinya sendiri.
Namun, di balik ketenangan yang muncul, ada bayangan yang semakin gelap. Setiap kali kabut menyelimuti gunung, Selira merasa ada tatapan samar di balik bebatuan—langkah kaki yang terdengar seperti Rhydian, atau desir angin yang mirip dengan tawa kekasihnya. Ia sering terbangun di malam hari di dalam tenda, berkeringat dingin, membayangkan Rhydian berdiri di puncak, wajahnya penuh kelembutan. Dan Tavion, dengan instinknya yang tajam, mulai memperhatikan hal-hal kecil—cara Selira menatap buku harian, cara ia menggambar dengan tangan gemetar, dan cara ia selalu terdiam ketika kabut turun.
Pada suatu pagi yang dingin, ketika kabut membawa udara sejuk dan aroma lumut, Selira mendengar derit rantai di pos peristirahatan. Ia menoleh, berpikir itu hanya angin, tapi yang berdiri di sana adalah seorang pengelana dengan mantel hijau dan tas kain. Di tangannya, ia memegang sebuah gulungan kertas yang tampak tua, permukaannya penuh lipatan. Pengelana meletakkan gulungan itu di samping Selira dan berbicara dengan suara pelan, “Ini untuk Selira, dari seseorang di puncak.” Sebelum Selira bisa bertanya lebih lanjut, pengelana itu berbalik dan menghilang ke dalam kabut, meninggalkan Selira dengan detak jantung yang kencang dan rasa takut yang tak bisa dijelaskan.
Selira berdiri di pos, memegang gulungan itu yang terasa dingin di tangannya. Di dalamnya, ia tahu, ada sesuatu yang akan mengubah segalanya. Ia menatap ke arah puncak yang berkabut di luar, dan untuk pertama kalinya dalam dua tahun, ia merasa sedih—bukan hanya karena cintanya yang tak terbalas, tapi karena kenyataan bahwa harapannya mungkin akan hancur sepenuhnya.
Jejak di Antara Batu
Langit Eryndor di pagi hari pada pertengahan musim hujan 2023 tampak dipenuhi kabut tebal yang melayang di atas puncak, membalut jalur setapak dan bebatuan dengan kilauan lembut yang mencerminkan tetesan air hujan. Selira Valthor duduk di dalam tenda, gulungan kertas yang diberikan pengelana misterius itu terbuka di depannya, isi di dalamnya tersebar di atas tikar. Udara di luar terasa lembap, bercampur dengan aroma tanah basah yang menempel di setiap sudut gunung. Di kejauhan, suara gemericik air dari sungai kecil terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu. Bayangan di balik kain tenda berkedip lemah, menciptakan ilusi yang menari di dinding, seolah menggambarkan emosi yang terus menghantuinya.
Gulungan itu berisi surat tulis tangan yang membuat jantung Selira berdegup kencang—sebuah pesan dari Rhydian, beberapa sketsa puncak yang ia kenali, dan sebuah peta kecil yang ditandai dengan simbol aneh. Kertas itu terasa rapuh karena basah, dan aroma tinta yang memudar memenuhi udara, membawa kembali ingatan tentang Rhydian yang sering menggambar di jalur setapak. Selira menatap isi gulungan itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh peta kecil yang tampak seperti menyimpan rahasia terakhir kekasihnya. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke hari-hari ketika mereka mendirikan tenda bersama, ketika senyum Rhydian masih terasa hangat di hatinya.
Malam itu, ketika hujan memenuhi gunung dengan kilauan basah dan angin mereda menjadi alunan lembut, Tavion Crest kembali dari eksplorasi ke arah barat gunung. Ia membawa sebuah tas kain yang berisi alat pendakian dan sebuah kotak logam kecil yang ia temukan di balik bebatuan. Wajahnya tampak lelah, tapi matanya yang biru bersinar dengan rasa ingin tahu yang aneh. “Aku menemukan sesuatu di jalur itu,” katanya pelan, meletakkan kotak itu di tikar di samping gulungan milik Rhydian. Kotak logam itu terasa dingin saat disentuh, dan di dalamnya terdapat sebuah surat yang ditulis dengan tangan rapi, bersama dengan foto polaroid yang sudah menguning di tepinya.
Selira merasa napasnya terhenti sejenak. Surat itu ditulis oleh Rhydian, tinta hitamnya masih samar terbaca meski kertasnya kusut. Ia mengambil surat itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan kata-kata yang membuat dunianya bergetar. “Selira, aku tahu kau mengikutiku,” tulisnya. Surat itu menceritakan tentang pilihannya, tentang bagaimana Rhydian merasa terpanggil oleh sesuatu di puncak, dan tentang keputusannya untuk menghilang demi menjaga janjinya. Foto menunjukkan Rhydian berdiri di depan bebatuan, rambut hitamnya berkibar oleh angin, dengan tatapan serius yang penuh misteri.
Selira merasa dadanya sesak. Ia ingat Rhydian, yang selalu penuh semangat di tenda, dan hari-hari ketika ia menantikan kehadiran kekasihnya dengan harapan yang perlahan sirna. Surat itu mengungkap bahwa Rhydian tahu tentang perasaannya, tapi ia memilih untuk pergi, tak ingin menyakitinya dengan kebenaran tentang apa yang ia temukan di puncak. Selira menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah petualangan yang tak bisa dilupakannya.
Tavion memperhatikan reaksi Selira, tapi ia tak bertanya apa-apa. Ia hanya duduk di sudut tenda, membolak-balik peta dengan hati-hati, seolah memberikan ruang bagi Selira untuk tenggelam dalam pikirannya. Namun, kehadiran Tavion, meski diam, terasa seperti tekanan lembut yang mendorong Selira untuk menghadapi kenyataan. Ia menatap peta kecil Rhydian di tangannya, lalu ke foto di kotak logam. Ada hubungan antara keduanya, ia tahu itu, tapi ia belum siap untuk menghadapinya.
Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Selira mulai merasa bahwa kehadiran Tavion bukanlah kebetulan. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap surat Rhydian, yang membuat Selira curiga bahwa pria ini tahu lebih banyak daripada yang ia katakan. Pada suatu malam, ketika mereka duduk di dalam tenda sambil mendengarkan hujan, Tavion tiba-tiba berkata, “Ada lebih dari sekadar gunung ini, Selira.” Selira menatapnya tajam, merasa seperti ditantang. Ia ingin marah, ingin mengusir Tavion dari tenda, tapi ada sesuatu dalam nada suara Tavion yang membuatnya tak bisa berbohong. “Kadang lebih baik tak mencari tahu,” jawabnya dingin, lalu berbalik dan berbaring, meninggalkan Tavion sendirian dengan pikirannya.
Malam itu, Selira akhirnya memberanikan diri untuk mempelajari peta kecil Rhydian. Di dalamnya, ia menemukan simbol-simbol aneh yang mengarah ke sebuah gua di dekat puncak, bersama dengan catatan yang ditulis dengan tinta yang sudah luntur: “Di balik batu ini aku pergi, meninggalkan jejak untukmu. Maafkan ketidakpastianku, Selira.” Selira merasa dadanya sesak, seolah ada tangan tak terlihat yang mencengkeram hatinya. Ia ingin lari, ingin meninggalkan Eryndor dan semua petualangan yang tersimpan di gunung ini, tapi ia tahu ia tak bisa. Gunung itu, cintanya yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.
Pagi berikutnya, Tavion menemukan Selira duduk di pos peristirahatan, dikelilingi oleh surat, peta kecil, dan foto dari kotak logam. Ia tak bertanya apa-apa, hanya duduk di sampingnya dan menawarkan sebotol air hangat. Tapi di matanya, Selira melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah pengertian yang terlalu dalam, seolah Tavion tahu lebih banyak tentang Rhydian daripada yang ia katakan. “Kau pernah kehilangan seseorang di perjalanan?” tanya Selira tiba-tiba, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Tavion menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Aku pernah,” katanya. “Dan aku tahu betapa beratnya itu.”
Hari itu, Selira mulai mengikuti peta menuju gua yang ditandai, berjalan bersama Tavion melalui jalur yang penuh dengan bebatuan licin dan akar pohon. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara angin seperti pengingat akan Rhydian. Mereka menemukan sebuah celah sempit di dinding gunung, di dalamnya terdapat jejak-jejak kaki yang sudah lama hilang dan sebuah kotak kayu yang tersembunyi di balik lumut. Di dalam kotak itu, Selira menemukan surat lain dari Rhydian, bersama dengan sebuah batu kecil yang bersinar redup.
Surat itu berbunyi: “Selira, aku menemukan sesuatu di sini—sesuatu yang tak boleh aku bawa turun. Aku pergi untuk melindungimu, tapi hati ini tetap di gunung. Maafkan aku.” Selira merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Tavion, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus tahu apa yang ada di sini,” katanya pelan, dan di matanya, Selira melihat ketakutan yang sama yang ia rasakan. Gunung Eryndor, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah rahasia yang mungkin akan menghancurkannya.
Cahaya di Dalam Gua
Langit Gunung Eryndor di malam hari pada akhir musim hujan 2023 tampak dipenuhi kabut tebal yang melayang di atas puncak, membalut jalur setapak dan bebatuan dengan kilauan lembut yang mencerminkan tetesan air hujan yang masih menempel. Selira Valthor duduk di dalam tenda yang dipasang di dekat celah gua, surat dari Rhydian yang usang terbuka di pangkuannya, sementara kotak kayu yang ditemukan di dalam gua tergeletak di sampingnya. Udara di luar terasa dingin, bercampur dengan aroma lumut dan tanah basah yang menempel di setiap sudut gunung. Di kejauhan, suara angin yang berdesir melalui pepohonan terdengar samar, membawa ritme yang terasa seperti ketegangan dari masa lalu yang tak pernah ia lepaskan. Bayangan di balik kain tenda berkedip lemah, seolah menari dengan emosi yang terus menggerogoti hatinya.
Surat itu berisi tulisan tangan yang membuat jantung Selira berdegup kencang—kata-kata Rhydian tentang penemuannya, sketsa gua yang ia kenali, dan sebuah petunjuk tentang batu kecil yang bersinar redup di tangannya. Kertas itu terasa rapuh karena lembap, dan aroma tinta yang memudar membawa kembali ingatan tentang hari-hari bersama Rhydian di jalur pendakian. Selira menatap isi surat itu selama berjam-jam, tangannya bergetar setiap kali hendak menyentuh batu kecil yang tampak seperti menyimpan rahasia terdalam kekasihnya. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke malam-malam ketika mereka mendirikan tenda bersama, ketika tatapan Rhydian masih terasa seperti harapan di hatinya.
Malam itu, ketika hujan mulai reda dan kabut memenuhi gunung dengan kilauan basah, Tavion Crest kembali dari eksplorasi lebih dalam ke dalam gua. Ia membawa sebuah tas kain yang berisi alat pendakian dan sebuah gulungan kain tua yang ia temukan di balik bebatuan dalam. Wajahnya tampak letih, tapi matanya yang biru bersinar dengan rasa ingin tahu yang dalam. “Aku menemukan sesuatu di dalam gua,” katanya pelan, meletakkan gulungan itu di tikar di samping kotak milik Rhydian. Gulungan kain itu terasa berat saat disentuh, dan di dalamnya terdapat sebuah jurnal yang ditulis dengan tangan gemetar, bersama dengan peta yang sudah menguning di tepinya.
Selira merasa napasnya terhenti sejenak. Jurnal itu ditulis oleh Rhydian, tinta hitamnya hampir tak terbaca karena air yang merembes, tapi kata-katanya masih jelas. Ia mengambil jurnal itu dengan tangan yang gemetar, membukanya perlahan, dan menemukan catatan yang membuat dunianya bergetar. “Selira, aku menemukan cahaya ini di gua,” tulisnya. Jurnal itu menceritakan tentang penemuan Rhydian, tentang bagaimana ia menemukan batu yang bersinar dan rahasia di balik puncak, dan tentang keputusannya untuk menghilang demi menjaga janjinya. Peta menunjukkan jalur menuju ruangan tersembunyi di dalam gua, ditandai dengan simbol yang sama seperti di batu kecil.
Selira merasa dadanya sesak. Ia ingat Rhydian, yang selalu penuh semangat di tenda, dan hari-hari ketika ia menantikan kehadiran kekasihnya dengan harapan yang perlahan memudar. Jurnal itu mengungkap bahwa Rhydian pergi karena ia menemukan sesuatu yang berbahaya—cahaya yang dapat mengubah segalanya—dan ia memilih menjauh untuk menjaga Selira tetap aman. Selira menutup mata, mencoba menahan air mata yang mengalir, tapi hati kecilnya terus berbisik bahwa ini adalah awal dari sebuah petualangan yang tak bisa ia hindari.
Tavion memperhatikan reaksi Selira, tapi ia tetap diam, membolak-balik peta dengan gerakan hati-hati, seolah memberikan ruang bagi Selira untuk menghadapi pikirannya. Namun, kehadiran Tavion, meski tenang, terasa seperti dorongan lembut yang memaksa Selira untuk menggali lebih dalam. Ia menatap halaman terakhir jurnal itu, lalu ke peta di gulungan kain. Ada hubungan antara keduanya, ia yakin itu, tapi ia belum siap untuk mengungkapnya.
Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang tak terucapkan. Selira mulai merasa bahwa Tavion memiliki peran lebih dari sekadar pemandu. Ada sesuatu dalam caranya bergerak, dalam cara ia menatap jurnal Rhydian, yang membuat Selira curiga bahwa pria ini tahu tentang rahasia di gua. Pada suatu malam, ketika mereka duduk di dalam tenda sambil mendengarkan angin, Tavion tiba-tiba berkata, “Ada lebih dari sekadar cahaya ini, Selira.” Selira menatapnya tajam, merasa seperti dihadapkan pada kebenaran. Ia ingin menolak, ingin meninggalkan Tavion di tenda, tapi ada kekuatan dalam matanya yang membuatnya terdiam. “Kadang kebenaran itu berbahaya,” jawabnya pelan, lalu berbalik dan berbaring, meninggalkan Tavion sendirian dengan pikirannya.
Malam itu, Selira memberanikan diri untuk mempelajari peta yang ada di gulungan kain. Di dalamnya, ia menemukan jalur menuju ruangan tersembunyi, ditandai dengan simbol-simbol aneh dan catatan yang ditulis dengan tinta yang sudah luntur: “Di balik cahaya ini aku pergi, meninggalkan hati untukmu. Maafkan aku.” Selira merasa dadanya tercekat, seolah ada bayangan tak terlihat yang menariknya ke dalam misteri itu. Ia ingin lari, ingin meninggalkan Eryndor dan semua petualangan yang tersimpan di gunung ini, tapi ia tahu ia tak bisa. Gunung itu, cintanya yang memicu harapan, adalah bagian dari dirinya, dan ia harus menghadapi apa yang telah lama ia hindari.
Pagi berikutnya, Tavion menemukan Selira duduk di dalam tenda, dikelilingi oleh jurnal, peta, dan batu kecil dari kotak kayu. Ia tak bertanya apa-apa, hanya duduk di sampingnya dan menawarkan sepotong roti hangat. Tapi di matanya, Selira melihat sesuatu yang membuatnya takut—sebuah pengertian yang terlalu dalam, seolah Tavion tahu lebih banyak tentang Rhydian daripada yang ia katakan. “Kau pernah menemukan sesuatu yang mengubah hidupmu?” tanya Selira tiba-tanya, suaranya serak karena memikirkan malam sebelumnya. Tavion menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Aku pernah,” katanya. “Dan aku tahu betapa beratnya itu.”
Hari itu, Selira mulai mengikuti peta menuju ruangan tersembunyi, berjalan bersama Tavion melalui celah gua yang penuh dengan stalaktit dan genangan air. Setiap langkah terasa seperti menggali luka lama, setiap suara tetesan air seperti pengingat akan Rhydian. Mereka menemukan sebuah ruangan kecil yang diterangi oleh cahaya redup dari dinding, di dalamnya terdapat jejak-jejak kaki yang sudah lama hilang dan sebuah altar sederhana yang terbuat dari batu. Di atas altar, Selira menemukan surat lain dari Rhydian, bersama dengan sebuah kristal besar yang bersinar lembut.
Surat itu berbunyi: “Selira, aku menemukan cahaya ini—cahaya yang bisa menghidupkan atau menghancurkan. Aku pergi untuk melindungimu, tapi hati ini tetap di gunung. Maafkan aku.” Selira merasa air matanya mengalir tanpa henti. Ia menatap Tavion, yang wajahnya tiba-tiba pucat. “Kita harus memutuskan apa yang harus dilakukan,” katanya pelan, dan di matanya, Selira melihat ketakutan yang sama yang ia rasakan. Gunung Eryndor, yang selama ini menjadi tempat pelariannya, kini terasa seperti pintu menuju sebuah keputusan yang mungkin akan menghancurkannya.
Pagi berikutnya, Selira dan Tavion kembali ke ruangan tersembunyi, membawa jurnal, kristal, dan tekad yang tak tergoyahkan. Di dalam ruangan, mereka menemukan dinding yang ditulis dengan tangan gemetar, penuh dengan simbol-simbol aneh dan kalimat yang tak bisa dibaca sepenuhnya. Selira merasa bulu kuduknya berdiri. Ia tahu, tanpa perlu dikatakan, bahwa ini adalah pusat dari misteri yang ditinggalkan Rhydian, dan ia harus menghadapinya, apa pun risikonya.
Puncak di Bawah Cahaya
Langit Gunung Eryndor di malam hari pada akhir musim hujan 2023 tampak dipenuhi bintang yang berkilauan di atas puncak, membalut jalur setapak dan bebatuan dengan kilauan lembut yang mencerminkan tetesan air hujan yang mulai kering. Selira dan Tavion berdiri di depan ruangan tersembunyi, memegang jurnal Rhydian dan kristal besar. Cahaya bulan dari luar menyelinap melalui celah-celah gua, menciptakan bayang-bayang yang menari di dinding ruangan, seolah jiwa-jiwa dari masa lalu sedang mengintip mereka. Suara angin yang berdesir melalui gunung terdengar samar, membawa ketenangan yang tak terucap. Selira merasa bulu kuduknya berdiri, tapi ia tahu bahwa lari bukan lagi pilihan. Ia harus menghadapi apa pun yang ada di Eryndor, apa pun yang telah membangkitkan cintanya selama dua tahun.
Ketika mereka menatap dinding ruangan, mereka melihat simbol-simbol yang mulai bersinar terang, diiringi oleh suara gemuruh dari dalam tanah. Selira merasa jantungnya berdegup kencang. Ia menoleh ke Tavion, yang wajahnya tiba-tiba tenang. “Ini adalah jawabannya,” katanya pelan, menunjuk ke arah kristal. Selira mengangguk, meski ia tak sepenuhnya memahami. Mereka mulai menempatkan kristal di atas altar, dan cahaya itu menyebar, menciptakan lingkaran terang di sekitar ruangan.
Tavion menjelaskan bahwa ia datang ke Eryndor bukan hanya sebagai pemandu, tapi untuk mencari jejak Rhydian, yang konon menghilang karena penemuannya di puncak. Ia menemukan petunjuk tentang gua ini, dan ketika ia bertemu Selira, ia tahu bahwa wanita itu adalah kunci untuk mengungkap rahasia itu. Selira merasa dunia di sekitarnya berputar. Rhydian, kekasih yang ia cintai, yang konon pergi karena alasan tak jelas, kini terhubung dengan cahaya yang lebih besar.
Malam itu, Selira dan Tavion kembali ke puncak gunung, membawa jurnal dan tekad untuk mengakhiri misteri. Cahaya bulan memandu mereka, dan dengan bantuan tali yang mereka temukan di ruangan, mereka mencapai titik tertinggi Eryndor. Di puncak, mereka menemukan sebuah altar besar yang diterangi oleh cahaya dari kristal, di mana bayangan Rhydian muncul untuk sesaat—senyumnya yang hangat, tatapannya yang penuh cinta. Kemudian bayangan itu hilang, dan puncak kembali tenang, seolah misteri itu telah selesai.
Tapi ada harga yang harus dibayar. Selira merasa cintanya memudar, digantikan oleh kelegaan yang hangat. Ia masih ingat bahwa ia pernah mencintai Rhydian, tapi wajahnya, suaranya, semua detail itu hilang, seolah tenggelam bersama cahaya. Ia jatuh berlutut di puncak, menangis tanpa suara, sementara Tavion memegang tangannya. “Kau melakukannya, Selira,” katanya pelan. “Ia bebas sekarang.” Tapi Selira tahu bahwa kemenangan ini datang dengan harga yang terlalu mahal. Ia telah kehilangan cinta yang menjadi alasan hidupnya, dan di dalam hatinya, ia merasa penuh dengan kekosongan.
Hari-hari berikutnya di Eryndor terasa seperti mimpi yang perlahan memudar. Kabut tetap menyelimuti puncak, tapi langkah Rhydian tak lagi terdengar. Selira duduk di pos peristirahatan, menatap buku harian yang kini kosong, tanpa catatan yang menyertainya. Pada suatu malam, ketika bulan purnama terlihat jelas, Selira berjalan menuju puncak, membawa surat terakhir Rhydian. Ia berdiri di altar, menatap pantulan cahaya, dan merasa bahwa hidupnya telah dimulai kembali bersama cinta yang hilang. Dengan langkah perlahan, ia meletakkan surat di atas altar dan berjalan menjauh, membiarkan gunung menyelimuti dirinya sepenuhnya. Eryndor itu kembali tenggelam dalam keheningan, menyimpan bayang emosi dalam kelegaan yang abadi.
Jawa Tengah berdiri diam di kejauhan, kabut musim hujan berkilau redup, dan puncak Gunung Eryndor tetap menjadi saksi bisu dari akhir damai Selira Valthor, di mana perjalanan epik ke gunung misterius berakhir dalam pelepasan yang tak pernah sirna.
Perjalanan Epik ke Gunung Misterius: Romansa Petualangan Paling Memikat menyajikan kisah cinta dan pengorbanan yang terjalin di tengah gunung misterius, diuji oleh rahasia dan akhirnya menemukan pelepasan yang mendalam. Dengan alur penuh emosi dan pesan inspiratif tentang cinta dan keberanian, cerpen ini mengajak Anda untuk merenungkan makna petualangan sejati. Segera baca kisah Selira dan rasakan ketegangan serta kelegaan yang tak terlupakan!
Terima kasih telah menyelami ulasan Perjalanan Epik ke Gunung Misterius: Romansa Petualangan Paling Memikat. Semoga cerita ini membawa Anda pada petualangan emosional yang berkesan dan inspirasi yang mendalam. Kami menantikan kehadiran Anda kembali untuk kisah literatur berikutnya—jangan lupa bagikan pengalaman Anda dengan kami!


