Daftar Isi
Siapa sangka liburan sekolah bisa berakhir dengan seru dan penuh kejutan? Geng Orion, yang awalnya cuma mau bersenang-senang di pulau yang mereka kira cuma buat liburan biasa, malah terjebak dalam petualangan yang bikin bulu kuduk merinding!
Dari gua misterius hingga rahasia yang lebih besar dari yang mereka bayangkan, cerpen ini bakal bikin kamu ikut penasaran. Gak percaya? Yuk, baca terus dan ikuti petualangan mereka yang gak akan terlupakan!
Liburan Seru
Awal Petualangan Geng Orion
Liburan sekolah akhirnya tiba. Bagi kebanyakan siswa, ini adalah waktu untuk rebahan sepanjang hari atau sekadar nongkrong di mal. Tapi tidak untuk Geng Orion. Mereka sudah menyiapkan sesuatu yang jauh lebih seru: perjalanan ke sebuah pulau terpencil yang belum banyak diketahui orang.
Sejak seminggu sebelumnya, grup chat mereka sudah penuh dengan diskusi soal itinerary, outfit, dan tentu saja—konten sosial media. Rayna, si social butterfly, bahkan sudah menyiapkan highlight story khusus untuk trip ini.
Rayna: “Pokoknya, story kita harus aesthetic! Kita ini Geng Orion, gak boleh biasa aja.”
Kael: “Iya, iya. Asal jangan sampai kameraku rusak kena air.”
Elora: “Yang penting jangan ada yang teledor. Semua tiket dan dokumen aku yang urus.”
Zephyr: “Jangan terlalu ribet, Lo. Kita liburan, bukan ekspedisi ilmiah.”
Arsen: “Selama ada makanan enak, aku setuju.”
Hari keberangkatan tiba. Bandara dipenuhi orang-orang dengan koper besar, beberapa terlihat seperti ingin pulang kampung, sementara yang lain tampak seperti mereka—siap untuk petualangan.
Zephyr datang lebih dulu dengan gaya khasnya: hoodie hitam, kacamata hitam, dan ransel simpel. Dia bukan tipe yang banyak bicara, tapi kehadirannya selalu dominan. Tak lama, Elora muncul dengan koper warna pastel, diikuti oleh Kael yang sibuk menyesuaikan lensa kameranya. Rayna dan Arsen datang belakangan, Rayna dengan dress santainya dan Arsen dengan kaus oversized dan celana pendek.
“Akhirnya, kita liburan juga! Aku udah butuh banget refreshing,” ujar Rayna, langsung mengeluarkan ponselnya untuk selfie.
“Refreshing atau cari konten?” Arsen mencibir sambil menyesap kopi kaleng yang baru dibelinya.
Rayna menjulurkan lidah. “Dua-duanya, dong.”
Sementara yang lain bercanda, Elora sibuk memastikan semuanya sesuai rencana. Dia sudah mengecek tiket pesawat, akomodasi, sampai transportasi dari bandara ke dermaga.
“Kita harus segera check-in. Jangan sampai ada yang ketinggalan, ya,” katanya sambil melirik Zephyr, satu-satunya yang kelihatan terlalu santai.
“Bawaanku cuma ini,” Zephyr mengangkat ranselnya ringan.
Kael tertawa kecil. “Klasik banget.”
Penerbangan selama dua jam terasa cepat karena mereka terlalu sibuk bercanda dan membicarakan rencana di pulau nanti. Begitu pesawat mendarat, mereka langsung menuju pelabuhan, tempat kapal yang akan membawa mereka ke pulau sudah menunggu.
“Ini baru liburan yang bener,” kata Arsen, meregangkan badan saat angin laut mulai terasa.
Rayna berdiri di tepi kapal, kameranya siap merekam. “Aku gak sabar buat lihat vilanya. Pasti estetik banget!”
Saat kapal mulai berlayar, air laut yang jernih memantulkan cahaya matahari, menciptakan panorama yang luar biasa. Burung camar beterbangan di langit, ombak tenang menyapu sisi kapal. Pulau tujuan mereka semakin terlihat di kejauhan.
“Gila, ini cakep banget,” gumam Kael, dengan cepat mengangkat kameranya.
Zephyr yang biasanya tak banyak bereaksi pun mengangguk pelan. “Worth it.”
Ketika kapal akhirnya bersandar di dermaga kecil, mereka semua turun dengan mata berbinar. Hamparan pasir putih, air laut sebening kaca, dan pepohonan hijau menyambut mereka. Udara di sini lebih segar dibandingkan di kota.
“Rasanya kayak di dunia lain,” ujar Elora takjub.
Seorang pria lokal menghampiri mereka. “Kalian Geng Orion, ya?” tanyanya dengan ramah.
“Iya, Pak. Kok tahu?” tanya Rayna.
“Pemilik vila bilang kalian bakal datang. Aku yang bakal antar ke sana.”
Mereka mengikuti pria itu menyusuri jalan kayu yang membelah hutan kecil. Tak butuh waktu lama, vila yang mereka sewa akhirnya terlihat. Vila kayu bergaya tropis dengan jendela besar yang langsung menghadap laut. Di depannya ada dek dengan hammock dan kursi santai.
Rayna langsung bersorak kegirangan. “Ini sih definisi sempurna!”
Arsen melempar tasnya ke sofa. “Aku pilih kamar yang dekat dapur.”
“Gak heran,” gumam Kael sambil merebahkan diri di salah satu kursi kayu.
Elora sibuk mengecek kamar, memastikan semuanya sesuai dengan booking-an. Sementara itu, Zephyr berjalan ke luar dek, memandangi laut dengan ekspresi tenang.
Malam pertama, mereka mengadakan BBQ di tepi pantai. Arsen mengambil alih panggangan dengan luwes, sementara yang lain duduk di sekitar api unggun, menikmati suara ombak dan aroma makanan yang menggoda.
“Kita harus bikin agenda buat besok,” kata Elora sambil menyeruput minuman dinginnya.
“Kata orang lokal, ada air terjun tersembunyi di balik bukit,” tambahnya.
Rayna langsung tertarik. “Bagus buat konten gak?”
Kael mengangguk. “Kalau beneran ada, pasti bagus banget.”
Zephyr, yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara. “Yaudah, besok kita ke sana.”
Arsen menepuk tangannya. “Sip. Tapi buat sekarang, kita nikmatin dulu malam pertama di surga ini.”
Mereka tertawa, menikmati momen kebersamaan yang sudah lama mereka tunggu.
Langit malam dipenuhi bintang, api unggun berpendar hangat, dan suara laut menjadi latar sempurna.
Liburan baru saja dimulai. Dan mereka tahu, ini akan menjadi perjalanan yang tidak akan pernah mereka lupakan.
Jejak di Balik Air Terjun
Matahari baru saja terbit saat Elora sudah mondar-mandir di teras vila, memastikan semua orang siap untuk perjalanan hari ini. Ia melihat jam tangannya dan mendesah pelan.
“Serius, kalian masih tidur?” serunya sambil mengetuk pintu kamar Zephyr dan Arsen.
Dari dalam kamar, terdengar suara Arsen yang masih setengah sadar. “Santai, Lo… Liburan tuh buat santai, bukan buat buru-buru.”
Elora menghela napas panjang. “Kalau kesiangan, cahaya di air terjun gak bakal seindah yang aku bayangin.”
Kael yang sudah lebih dulu bangun tertawa kecil. “Udah, Elora. Kita kasih waktu lima menit buat mereka. Kalau gak keluar juga, kita tinggalin.”
Lima menit kemudian, satu per satu akhirnya keluar kamar. Zephyr dengan rambut berantakan dan wajah datarnya, Rayna masih sibuk memilih outfit, dan Arsen yang jelas-jelas baru bangun.
“Udah semua? Bisa berangkat?” tanya Elora memastikan.
Rayna mengikat rambutnya lalu tersenyum. “Siap. Tapi… foto dulu, dong.”
Kael mendengus, tapi tetap mengangkat kameranya dan mengabadikan momen sebelum mereka memulai perjalanan.
Perjalanan ke air terjun ternyata tidak seindah yang mereka bayangkan. Awalnya, jalannya masih enak, melewati hamparan pasir dan pepohonan kelapa. Namun, semakin jauh ke dalam hutan, medan berubah menjadi lebih sulit.
“Aku kira ini bakal santai, tapi ternyata…” Rayna berhenti sejenak, mengelap keringat di dahinya.
“Kalau gampang, namanya bukan petualangan,” timpal Arsen santai.
Zephyr berjalan paling depan, sesekali mengamati jalur. Sementara Elora tetap fokus pada peta digital di ponselnya.
“Jalan yang bener ke arah mana?” tanya Kael sambil mengamati sekeliling.
“Lurus, terus belok ke kiri pas ada pohon yang tumbang.”
Mereka mengikuti arahan Elora, tapi setelah hampir satu jam berjalan, air terjun yang mereka cari belum juga terlihat.
“Apa kita nyasar?” tanya Rayna sambil melihat ke belakang, memastikan jalur pulang masih bisa diingat.
“Enggak mungkin, aku udah cek peta,” kata Elora, meski suaranya terdengar sedikit ragu.
Zephyr tiba-tiba berhenti dan mengangkat tangannya, menyuruh yang lain diam. Semua langsung terdiam, hanya suara burung dan desir angin yang terdengar.
“Aku dengar suara air,” katanya pelan.
Mereka semua menajamkan pendengaran, dan benar saja—ada gemuruh air di kejauhan.
“YES! Kita gak nyasar!” seru Arsen.
Mereka mempercepat langkah, menuruni jalur sempit yang dipenuhi akar pohon, hingga akhirnya…
“Wow…”
Di depan mereka, sebuah air terjun megah mengalir dari tebing tinggi, menciptakan kolam alami di bawahnya. Airnya begitu jernih hingga mereka bisa melihat dasar kolam berbatu. Sinar matahari yang menembus celah pepohonan membuat airnya berkilauan.
Rayna langsung mengeluarkan ponselnya. “Ini gila banget. Cahaya mataharinya pas banget!”
Kael sibuk mengambil angle terbaik, sementara Zephyr hanya berdiri di tepi air, menikmati pemandangan tanpa banyak bicara.
“Aku duluan!” Arsen berteriak sebelum langsung melompat ke dalam air, menciptakan cipratan besar yang membasahi kaki mereka yang masih berdiri di pinggir.
“Astaga, Arsen!” pekik Rayna sambil mundur beberapa langkah.
Elora dan Kael akhirnya ikut turun ke dalam air, diikuti Rayna yang meski awalnya enggan, akhirnya tidak tahan untuk ikut berenang.
Zephyr tetap duduk di batu besar di pinggir kolam, matanya menatap air dengan tenang.
“Lo gak ikut?” tanya Kael dari dalam air.
Zephyr menggeleng. “Nanti.”
Mereka menikmati waktu di air terjun dengan bermain air, bercanda, dan mengambil foto sebanyak mungkin.
Saat waktu hampir memasuki sore, mereka memutuskan untuk beristirahat di tepi kolam.
Elora menatap ke sekeliling. “Tempat ini sepi banget, ya. Gak ada turis lain sama sekali.”
“Justru itu yang bikin keren,” jawab Kael sambil melihat hasil fotonya.
Arsen merebahkan diri di atas batu, menikmati matahari. “Gak nyangka tempat kayak gini ada di pulau terpencil.”
Namun, di tengah suasana santai, Zephyr tiba-tiba berdiri.
“Kayaknya kita harus pulang sekarang,” katanya.
Rayna mengerutkan dahi. “Cepet banget? Masih terang, kan?”
Zephyr tidak langsung menjawab, tapi matanya menatap sesuatu di kejauhan. Yang lain mengikuti arah pandangnya, dan…
Di balik pepohonan di seberang kolam, ada sesuatu yang bergerak.
Mereka semua langsung diam.
“Apa itu?” bisik Elora.
Tidak ada yang menjawab. Yang terdengar hanya suara air terjun dan jantung mereka yang tiba-tiba berdetak lebih cepat.
Petualangan ini baru saja berubah menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar liburan biasa.
Hujan, Gua, dan Rahasia Pulau
Matahari sudah mulai meredup, namun ketegangan yang menyelimuti Geng Orion belum juga pudar. Mereka berdiri terpaku di pinggir kolam, saling berpandangan tanpa ada yang berani berbicara. Di balik pepohonan, bayangan yang bergerak semakin jelas, seolah-olah seseorang sedang mengamati mereka.
“Jangan bilang ini… orang,” bisik Rayna, suaranya bergetar.
“Lo pasti salah lihat,” jawab Kael, meski raut wajahnya memperlihatkan keraguan yang sama.
Zephyr, yang dari tadi hanya diam, akhirnya menggerakkan tubuhnya. “Kita balik aja. Cepat.”
Dengan gerakan hati-hati, mereka mulai mundur perlahan, namun entah mengapa, langkah mereka terasa semakin berat. Suasana hutan yang sebelumnya begitu damai kini terasa menekan. Suara burung tak lagi terdengar.
“Ada sesuatu yang gak beres di sini,” Arsen berbisik sambil melirik ke arah bayangan yang masih bergerak, lebih dekat dari sebelumnya.
Elora mengerutkan dahi. “Kita harus keluar dari sini, tapi jalannya gak semudah itu.”
Zephyr menatap ke arah pohon-pohon yang menghalangi mereka, lalu melangkah cepat menuju sebuah celah yang tak jauh dari kolam. “Aku tahu jalan keluar. Ikuti aku.”
Dengan keraguan yang masih menghantui, mereka mengikuti langkah Zephyr. Setelah beberapa menit berjalan, suara gemuruh air terjun mulai menghilang, digantikan oleh suara angin yang semakin kencang. Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya, seolah langit ikut merasakan ketegangan mereka.
“Aduh, hujan lagi!” Rayna teriak sambil menutupkan tangan di atas kepala. “Semoga ada tempat berteduh.”
Elora mengangguk, matanya mencari-cari perlindungan di sekitarnya. “Lihat itu! Ada gua!”
Mereka berlari menuju gua yang terlihat dari kejauhan, beruntung mereka tiba tepat sebelum hujan semakin deras. Begitu masuk, udara di dalam gua terasa lebih sejuk dan kering. Namun, suasana di dalamnya malah terasa lebih mencekam.
“Ada yang aneh di sini,” bisik Arsen, matanya memeriksa dinding gua yang tampak alami, namun beberapa bagian terlihat seperti sengaja dipahat.
“Jangan bilang… ini tempat persembunyian,” ujar Kael, suaranya bergetar, tapi lebih karena rasa penasaran daripada takut.
Zephyr menatap lebih dekat ke dinding gua. “Ini bukan gua biasa. Ada sesuatu di sini.”
Geng Orion pun mulai memeriksa sekeliling, mencari petunjuk tentang siapa atau apa yang mungkin pernah berada di tempat itu. Di salah satu sisi gua, mereka menemukan lukisan-lukisan kuno yang menggambarkan sosok manusia dengan ekspresi yang tak dapat dijelaskan, serta simbol-simbol yang tidak mereka kenal.
“Apa ini?” tanya Elora, mencoba mendekat dan mengamati gambar-gambar tersebut.
Kael mendekat dan memotret beberapa gambar tersebut. “Gak tahu, tapi ini pasti lebih dari sekadar lukisan biasa.”
Arsen menatap gua dengan penuh rasa penasaran. “Jadi, siapa yang bikin ini? Ada sejarah pulau ini yang gak diceritain ke kita, kan?”
Zephyr berbalik, matanya menyapu gua. “Mungkin ini tempat yang dulunya digunakan untuk sesuatu yang lebih besar. Kita harus hati-hati.”
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan percakapan, suara langkah kaki terdengar dari luar gua, mengganggu ketenangan mereka. Langkah itu berat dan teratur, seperti seseorang yang sedang mendekat.
Rayna menatap Zephyr, panik. “Siapa itu?”
Zephyr mengangkat tangannya, menyuruh mereka untuk diam. Semua merunduk, bersembunyi di balik batu besar di dalam gua, berharap bisa mendengar lebih jelas.
Langkah itu semakin dekat, hingga akhirnya…
Seorang pria muncul di pintu gua. Tubuhnya tinggi besar, mengenakan pakaian serba hitam, dan matanya tertutup kacamata hitam meskipun hujan lebat. Wajahnya tidak bisa terlihat jelas karena bayangan yang menyelimuti.
Dia berhenti di pintu gua, seolah mencari sesuatu. Semua orang di dalam gua menahan napas, tidak berani bergerak.
Pria itu mengangguk pelan, seolah-olah sudah tahu mereka ada di sana. “Kalian… yang baru datang ke pulau ini, kan?” suaranya berat, dan penuh teka-teki.
“Siapa… kamu?” tanya Zephyr akhirnya, suaranya tenang meski di dalam hatinya ia merasa ketegangan yang luar biasa.
Pria itu tersenyum tipis, namun senyumnya lebih seperti senyum penuh perhitungan. “Aku penjaga pulau ini. Tugasku… untuk melindungi rahasia yang ada di sini.”
“Rahasia?” Arsen hampir tidak bisa menahan tanya. “Rahasia apa yang maksudnya?”
Pria itu melangkah lebih dekat. “Rahasia yang sudah lama terkubur. Tapi kalian… sudah mulai menggali.”
Mereka semua saling berpandangan, bingung dan khawatir.
Rayna tidak bisa menahan rasa takutnya lagi. “Apa maksudnya, kami mengganggu? Kami hanya… ingin liburan!”
Pria itu mendekatkan wajahnya. “Liburan? Tidak ada liburan di pulau ini. Kalian terjebak dalam permainan yang lebih besar.”
Langkah kaki pria itu semakin mendekat, membuat mereka mundur perlahan. Tidak ada jalan keluar dari gua selain pintu yang ia jaga.
“Maksudnya apa?” Elora bertanya, suaranya tegang.
Pria itu mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka mendekat. “Aku akan memberi tahu kalian lebih banyak… tapi kalian harus ikut denganku.”
Mereka saling memandang, ragu-ragu. Ada banyak pertanyaan di kepala mereka, tapi satu hal yang pasti—liburan ini telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya daripada yang mereka duga.
Dan dalam hati mereka, masing-masing sudah mulai merasa… bahwa ini baru permulaan.
Langkah Terakhir di Pulau Tersembunyi
Geng Orion berdiri diam di dalam gua, dihadapkan pada pria misterius yang baru saja mengungkapkan bahwa mereka telah terjebak dalam permainan yang jauh lebih besar daripada sekadar liburan. Tidak ada yang berani bergerak, kecuali mata mereka yang terus berpindah, berusaha menemukan jalan keluar atau setidaknya petunjuk apa yang sebenarnya terjadi di pulau ini.
Pria itu berdiri tegak, tidak terburu-buru, seolah menunggu mereka untuk memutuskan langkah selanjutnya. Hujan di luar gua masih mengguyur deras, suara gemuruhnya makin menggelegar, seakan menambah tekanan pada atmosfer yang sudah tegang.
“Aku tidak punya banyak waktu,” pria itu akhirnya berkata, suaranya dingin, memecah keheningan. “Pulau ini bukan hanya sebuah tempat wisata. Itu adalah penjara bagi rahasia yang lebih tua dari sejarah manusia.”
Rayna mengerutkan dahi, tidak mengerti. “Rahasia apa yang kamu maksud?”
Pria itu menghela napas, kemudian melangkah ke samping, menunjuk ke salah satu bagian dinding gua yang tersembunyi oleh bayangan. “Lihat ini.”
Mereka semua mendekat dengan hati-hati, dan di dinding itu, ada ukiran yang tampaknya lebih tua dari segala yang mereka lihat sebelumnya—lebih dari sekadar lukisan biasa. Ukiran itu menggambarkan sebuah simbol berbentuk lingkaran dengan garis-garis yang saling terhubung, berpusat pada titik yang lebih gelap, seolah ada kekuatan yang dipenjara di dalamnya.
“Ini adalah simbol kekuatan yang tak terukur. Ini yang dijaga oleh orang-orang yang datang sebelum kalian,” kata pria itu, matanya tertutup kacamata hitam, namun wajahnya tetap menunjukkan ketegasan. “Kekuatan yang jika dibebaskan, bisa mengubah dunia. Tapi juga bisa menghancurkannya.”
“Dan kami?” Elora bertanya, suaranya hampir tak terdengar. “Kenapa kami?”
Pria itu menatap mereka satu per satu, seolah menilai. “Kalian tidak sengaja. Kalian hanya… cukup dekat.”
“Jadi, kami cuma kebetulan terjebak di sini?” Kael mengangkat alis, tidak percaya.
“Begitulah,” jawab pria itu, suaranya lebih tenang. “Namun, begitu kalian menggali rahasia ini lebih dalam, kalian akan dipaksa untuk membuat pilihan.”
Zephyr mengerutkan kening. “Pilihan apa?”
Pria itu tersenyum tipis, senyum yang membuat suasana semakin dingin. “Kalian harus memilih, apakah akan meninggalkan pulau ini dan melupakan semua yang telah kalian lihat—atau… menghadapi konsekuensi dari tahu terlalu banyak.”
Mereka semua terdiam, mencerna kata-kata itu. Elora merasa hatinya berdebar lebih cepat. Mereka hanya datang untuk liburan, untuk bersenang-senang, bukan untuk terlibat dalam sesuatu yang lebih besar, lebih gelap.
Arsen melangkah maju. “Apa yang harus kami lakukan?”
Pria itu mengangguk pelan, lalu mengeluarkan sebuah kunci besar dari sakunya. “Kalian harus memutuskan. Kunci ini akan membuka jalan keluar, atau membuka pintu ke rahasia yang lebih besar. Tapi, sekali kalian memilih… tidak ada jalan kembali.”
Mereka saling pandang, dan ada ketegangan yang terasa semakin memuncak. Tak ada yang ingin terjebak dalam permainan ini, namun mereka juga merasa seperti sudah terperangkap. Masing-masing merasa bahwa pilihan yang mereka buat sekarang akan menentukan apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Lo yakin kita bisa keluar dengan aman?” Rayna bertanya, suaranya penuh kekhawatiran.
Zephyr tidak langsung menjawab, matanya menatap pria itu. “Apa yang akan terjadi jika kami pergi? Kalau kami memilih untuk keluar dan tidak kembali?”
Pria itu mengangkat bahu, lalu melangkah mundur. “Kalian akan kembali ke dunia kalian, tapi dunia ini tidak akan lagi sama. Kalian tidak akan pernah tahu apakah kalian benar-benar bebas.”
Sejenak, suasana kembali hening. Semuanya memikirkan kata-kata pria itu. Pilihan apa yang harus mereka buat? Apakah mereka memilih untuk keluar dan melupakan semuanya, atau mengungkap lebih banyak rahasia yang bisa mengubah hidup mereka?
Elora akhirnya mengangkat tangan, menarik perhatian semua orang. “Kita gak bisa terus seperti ini. Kita harus keluar dari sini.”
Zephyr mengangguk pelan. “Aku setuju. Kita keluar.”
Mereka semua menghela napas panjang, seolah merasa lega mendengar keputusan itu. Walaupun ada rasa penasaran yang mendalam tentang rahasia pulau ini, mereka memilih untuk tidak lebih jauh terperangkap.
Pria itu menatap mereka, senyumnya kembali muncul. “Baiklah. Pilihan kalian sudah dibuat.”
Dengan kunci di tangan, pria itu melangkah menuju sebuah pintu tersembunyi di dalam gua yang mereka belum pernah perhatikan sebelumnya. Saat pintu itu terbuka, angin segar dan suara hujan yang mereda menyambut mereka.
Geng Orion menatap satu sama lain, sebuah kelegaan bercampur dengan rasa penasaran yang tidak terungkapkan. Mereka berjalan keluar dari gua, langkah kaki mereka berlanjut menuju jalan yang mereka kenal. Namun, di dalam hati mereka, ada satu pertanyaan yang tetap menggantung: apakah mereka benar-benar bebas, atau mereka hanya baru saja memasuki babak baru dari misteri yang tak terpecahkan?
Pulau yang tadinya tampak hanya sebagai tempat liburan yang indah, kini menjadi kenangan yang tak akan pernah mereka lupakan. Sebuah rahasia yang mengubah pandangan mereka tentang dunia, dan sebuah perjalanan yang mengajari mereka bahwa terkadang, langkah terakhir adalah yang paling berat.
Nah, itu dia kisah liburan yang berbalut misteri dan penuh ketegangan. Geng Orion mungkin udah keluar dari pulau itu, tapi siapa yang tahu apa yang menanti mereka setelah itu? Kalau kamu suka cerita yang seru dan penuh plot twist, jangan ragu buat share cerpen ini ke temen-temen kamu. Siapa tahu mereka juga tertarik ikut ke dunia misterius Geng Orion!


