Festival Equinox: Rahasia Gelap di Balik Kota Eldoria

Posted on

Pernah kebayang nggak sih, kalau sebuah festival besar ternyata menyimpan rahasia kelam yang nggak bisa dibayangkan? Di Festival Equinox: Rahasia Gelap di Balik Kota Eldoria, kita bakal dibawa ke dunia yang penuh misteri, kekuatan tersembunyi, dan keputusan yang bisa mengubah segalanya.

Yuk, ikuti petualangan Lysara dan Vaylen yang gak cuma lari dari pengejaran, tapi juga harus menghadapi kekuatan yang lebih besar dari yang mereka kira! Ceritanya nggak cuma seru, tapi juga bikin penasaran terus sampai bab terakhir!

 

Festival Equinox

Fajar di Kota Eldoria

Langit Eldoria masih berwarna biru keunguan ketika matahari pertama kali menyembul dari balik menara-menara peraknya. Jalanan batu yang dingin mulai terasa hangat oleh pijakan para pedagang yang bersiap membuka lapak mereka. Aroma roti panggang dan kayu manis merayap di udara, berpadu dengan suara riuh rendah orang-orang yang saling menyapa. Festival Equinox memang selalu menjadi hari yang dinanti.

Di salah satu balkon sebuah rumah sederhana, seorang pemuda bernama Vaylen bersandar pada pagar kayu yang sedikit lapuk. Matanya tajam, menelusuri pemandangan kota yang mulai menggeliat. Wajahnya tenang, tapi pikirannya berkecamuk.

“Jangan berdiri di situ terlalu lama, nanti kamu masuk angin,” suara seorang pria paruh baya terdengar dari dalam rumah.

Vaylen menoleh sekilas, lalu tersenyum tipis. “Aku sudah terbiasa.”

Pria itu menghela napas lalu berjalan ke arah meja, menuangkan teh hangat ke dalam cangkir tanah liat. “Hari ini Festival Equinox, Vaylen. Seharusnya kamu ikut merayakan, bukannya malah berdiri di sini sendirian.”

“Aku punya urusan lain.”

Pria itu menatapnya tajam. “Kamu masih bersikeras dengan rencana itu?”

Vaylen tidak menjawab, tapi sorot matanya cukup untuk memberi kepastian. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya melangkah pergi.

Sementara itu, di sisi lain kota, seorang gadis berambut gelap menyusuri gang sempit yang remang. Langkahnya ringan, tapi matanya waspada. Lysara menggenggam secarik kertas bertinta emas—sesuatu yang langka, sesuatu yang tidak seharusnya ia miliki.

Ia berhenti di depan sebuah kedai kecil yang hampir tak terlihat di antara bangunan-bangunan tinggi. Pintu kayunya sedikit berderit saat ia mendorongnya masuk. Seorang lelaki tua yang duduk di sudut ruangan menatapnya dengan pandangan penuh selidik.

“Kamu yakin ingin melakukan ini?” suaranya dalam dan berat.

Lysara menaruh kertas itu di meja. “Aku tidak datang ke sini hanya untuk bertanya.”

Lelaki tua itu tersenyum samar. “Baiklah. Tapi ingat, begitu kamu melangkah masuk ke dalam lingkaran ini, tidak ada jalan keluar.”

Lysara menggenggam ujung mantelnya lebih erat. “Aku sudah tahu risikonya.”

Di luar, Festival Equinox semakin ramai. Lentera-lentera mulai dinyalakan, warna-warna terang menghiasi langit Eldoria. Namun, di balik kemeriahan itu, ada bayangan yang bergerak dalam diam.

Dan malam ini, segalanya akan berubah.

 

Undangan Bertinta Emas

Malam mulai merayap di langit Eldoria, menggantikan semburat jingga yang perlahan menghilang. Festival Equinox telah mencapai puncaknya—jalan-jalan penuh dengan tawa, musik, dan cahaya lentera berwarna-warni yang berayun lembut tertiup angin. Namun, di balik keriuhan itu, Lysara berdiri diam di depan sebuah gedung tua yang tidak menarik perhatian siapa pun. Tangannya menggenggam undangan bertinta emas, jari-jarinya sedikit gemetar.

Lelaki tua di kedai itu tidak memberi banyak penjelasan, hanya mengatakan bahwa pintu ini akan membawanya ke tempat yang seharusnya ia tuju. Tidak ada tanda, tidak ada penjaga. Hanya sebuah pintu kayu besar yang terlihat seperti sudah ratusan tahun tidak dibuka.

Lysara menarik napas, lalu mendorongnya pelan. Tidak ada suara berderit seperti yang ia perkirakan—pintu itu terbuka dengan mudah, seolah telah menunggunya.

Di dalam, suasana jauh berbeda dari luar. Tidak ada cahaya lentera berwarna, tidak ada tawa atau musik. Ruangan itu luas dengan dinding batu berlumut, diterangi hanya oleh obor yang menggantung di tiang-tiang tinggi. Seorang pria berjubah gelap berdiri di tengah ruangan, menatapnya dengan mata tajam.

“Kamu datang,” katanya, suaranya datar.

Lysara menegakkan punggungnya. “Aku mendapat undangan.”

Pria itu mengangguk, lalu melangkah ke meja panjang di belakangnya. “Tidak sembarang orang bisa mendapat undangan bertinta emas. Kamu pasti tahu itu.”

“Aku tahu,” jawab Lysara.

Ia tidak bodoh. Undangan ini bukan sekadar akses ke pesta rahasia atau pertemuan elite kota. Ini adalah tiket masuk ke dunia yang tersembunyi di balik bayangan Eldoria, dunia yang tidak bisa disentuh oleh rakyat biasa.

Pria itu mengambil sesuatu dari meja dan meletakkannya di depan Lysara—sebuah cincin perak dengan ukiran simbol yang tidak ia kenali.

“Pakai ini. Jika kamu benar-benar ingin melangkah lebih jauh, tidak akan ada jalan mundur.”

Lysara menatap cincin itu, jantungnya berdebar kencang. Ia tahu ini bukan sekadar simbol. Ini adalah janji. Sekali ia menerimanya, hidupnya tidak akan pernah sama.

Namun, sebelum ia bisa menjawab, suara langkah kaki terdengar dari lorong di belakangnya. Cepat, tergesa-gesa.

Dan tiba-tiba, seseorang menerobos masuk.

“Lysara!”

Lysara membeku. Ia mengenali suara itu.

Vaylen.

Mata mereka bertemu. Wajah Vaylen tegang, napasnya memburu seakan ia telah berlari sepanjang kota untuk mencarinya.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” suara Vaylen rendah, nyaris seperti bisikan.

Lysara menggenggam undangan di tangannya lebih erat. “Aku melakukan apa yang harus aku lakukan.”

Vaylen melangkah mendekat, matanya menajam. “Kamu tidak tahu apa yang kamu hadapi.”

Pria berjubah gelap di belakang mereka menyela, suaranya tetap tenang. “Justru sebaliknya. Dia tahu persis apa yang sedang ia lakukan.”

Vaylen menoleh tajam. “Dia bukan bagian dari ini.”

Lysara mengangkat dagunya, menantang tatapan Vaylen. “Dan siapa kamu sampai bisa menentukan jalan hidupku?”

Suasana ruangan menegang. Udara terasa lebih berat, seakan ada sesuatu yang mengawasi mereka dari kegelapan.

Vaylen mengepalkan tangannya, tapi akhirnya menghela napas. “Kalau kamu benar-benar ingin melakukan ini… aku tidak akan menghalangi. Tapi jangan berpikir aku akan diam saja.”

Lysara tersenyum tipis. “Bagus. Karena aku juga tidak butuh diselamatkan.”

Vaylen tidak menjawab, tapi matanya berbicara banyak.

Tanpa ragu lagi, Lysara mengambil cincin itu dan menyematkannya di jarinya.

Dan saat itu juga, cahaya redup di ruangan tiba-tiba bergetar.

Sebuah suara berbisik di udara, nyaris tak terdengar.

“Sekarang… semuanya sudah dimulai.”

 

Rahasia di Balik Festival

Cahaya di dalam ruangan bergetar, seakan-akan udara berdenyut mengikuti irama yang tidak terlihat. Lysara menahan napas saat suara berbisik itu menggema di telinganya. Dinginnya cincin perak yang baru saja ia kenakan menjalar ke seluruh tubuhnya, seolah menyatu dengan nadinya.

Vaylen menggeram pelan. Ia melangkah maju, hendak meraih tangan Lysara, tapi pria berjubah gelap itu mengangkat satu tangan, menghentikannya.

“Terlambat,” katanya tenang. “Ritual sudah dimulai.”

Lysara menoleh ke Vaylen, bibirnya sedikit bergetar. Ia tidak tahu apa yang baru saja terjadi, tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang berubah. Tubuhnya terasa lebih ringan, tapi juga lebih dingin—seakan-akan sebagian dari dirinya telah diambil.

Vaylen mengusap wajahnya dengan frustasi. “Aku bilang kamu tidak tahu apa yang kamu hadapi!”

“Aku tidak peduli,” balas Lysara dengan suara rendah. “Aku sudah memilih.”

Pria berjubah gelap itu tersenyum samar, lalu berjalan mengitari mereka. “Festival Equinox hanyalah penutup mata bagi orang-orang biasa. Sementara mereka sibuk merayakan cahaya, ada hal yang jauh lebih besar yang terjadi di balik bayangan.”

Vaylen mendengus. “Kamu pikir aku tidak tahu?”

Pria itu berhenti, menatapnya dengan tatapan menantang. “Jika kamu tahu, kenapa kamu tidak menghentikannya sejak dulu?”

Vaylen terdiam. Lysara meliriknya, menyadari ada sesuatu yang Vaylen sembunyikan.

“Kamu sudah lama tahu, bukan?” tanyanya, suaranya lebih pelan.

Vaylen mengepalkan tangannya. “Bukan saatnya membahas itu.”

Lysara ingin mendesaknya lebih jauh, tapi tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari luar. Tanah bergetar pelan.

Pria berjubah gelap itu tersenyum. “Waktunya hampir tiba.”

Lysara menoleh ke arahnya. “Waktu untuk apa?”

“Sesuatu yang telah tertidur selama seratus tahun… akhirnya akan bangun.”

Jantung Lysara berdebar lebih cepat. Ia ingin bertanya lebih banyak, tapi saat itu juga, pintu ruangan terbuka dengan keras. Seorang pria berarmor perak melangkah masuk, diikuti oleh beberapa orang bersenjata.

“Atas nama Dewan Eldoria,” suara pria itu menggema, “kalian semua ditangkap!”

Lysara membelalak, sementara Vaylen langsung menarik tangannya. “Kita harus pergi, sekarang!”

Tapi sebelum mereka bisa bergerak, pria berjubah gelap itu mengangkat tangannya—dan tiba-tiba, bayangan di dinding mulai bergerak.

Dan dalam sekejap, ruangan itu menjadi medan perang.

 

Jejak di Lorong Tersembunyi

Bayangan di dinding bergerak seakan memiliki nyawa sendiri. Mereka melompat ke arah para penjaga Eldoria, menyelimuti tubuh mereka dengan kegelapan pekat. Teriakan memenuhi ruangan saat para penjaga mencoba melawan, tapi bayangan itu terlalu cepat, terlalu licin untuk ditebas pedang mereka.

Lysara terdiam di tengah kekacauan itu, matanya terpaku pada kegelapan yang membentuk sosok-sosok tak jelas. Ini bukan sihir biasa. Ini sesuatu yang jauh lebih tua—dan jauh lebih berbahaya.

Vaylen menarik tangannya dengan kasar. “Kita harus pergi!”

Lysara tersentak dari keterkejutannya. Ia melihat pria berjubah gelap itu masih berdiri di tempatnya, tenang, seolah mengamati segalanya dengan penuh kendali.

“Kamu tidak ikut?” tanya Lysara cepat.

Pria itu tersenyum kecil. “Tugasku sudah selesai. Sekarang, ini giliran kalian.”

Lysara ingin bertanya lebih banyak, tapi Vaylen menariknya lebih kuat. “Lysara, sekarang!”

Mereka berlari ke arah lorong sempit di belakang ruangan. Vaylen tampaknya sudah tahu jalan, seakan ia pernah berada di sini sebelumnya. Lysara menahan rasa penasaran yang membuncah—ini bukan saatnya bertanya.

Langkah mereka bergema di sepanjang lorong berbatu. Udara di dalamnya lembap dan dingin, seakan mereka sedang bergerak menuju sesuatu yang sudah lama tersembunyi.

“Kamu tahu ke mana kita pergi?” tanya Lysara, napasnya memburu.

Vaylen tidak menjawab, hanya terus berlari. Tapi jawabannya datang lebih cepat dari yang ia kira.

Di ujung lorong, sebuah gerbang besi besar berdiri. Ukirannya berlapis emas, menampilkan lambang yang samar-samar dikenali Lysara—simbol yang sama dengan yang terukir di cincin yang sekarang melingkari jarinya.

Saat mereka mendekat, cincin itu bergetar pelan, dan tiba-tiba, gerbang itu terbuka sendiri.

Lysara menelan ludah. “Apa ini?”

Vaylen menghela napas. “Tempat di mana semuanya dimulai.”

Mereka melangkah masuk. Dan di dalamnya, di tengah ruangan yang dipenuhi cahaya redup, berdiri sesuatu yang membuat Lysara menahan napas.

Sebuah altar.

Dan di atasnya, tertidur sosok yang sudah lama hilang dari sejarah Eldoria.

Sosok yang, jika terbangun, akan mengubah segalanya.

Lysara menatap Vaylen. “Apa yang kita lakukan sekarang?”

Vaylen mengencangkan rahangnya. “Kita punya dua pilihan—menyegel kembali makhluk ini, atau membiarkannya bangun.”

Lysara merasa jantungnya berdetak lebih kencang.

Dan di saat itu juga, mata sosok di atas altar perlahan terbuka.

 

Gimana? Seru banget kan? Itu baru awalnya doang, perjalanan Lysara dan Vaylen baru dimulai! Di dunia yang penuh rahasia kayak gini, nggak ada yang bisa ditebak. Jadi, siap-siap aja kalau ke depan bakal lebih seru dan lebih gelap.

Kalau kamu suka cerita yang penuh teka-teki, aksi seru, dan plot yang nggak ketebak, cerpen ini cocok banget buat kamu. Jangan lupa buat share ke temen-temen yang juga suka cerita penuh misteri dan ketegangan!

Leave a Reply