Cinta Setelah Menikah: Kisah Romantis Damar dan Aruna

Posted on

Pernah nggak sih kamu ngebayangin gimana rasanya menjalani cinta setelah menikah? Nah, siap-siap deh karena cerita Damar dan Aruna ini bakal bikin kamu baper! Mereka bukan cuma pasangan yang romantis, tapi juga sahabat terbaik yang saling mendukung dalam segala hal.

Dari momen-momen kecil yang menggelikan sampai harapan untuk masa depan, setiap detik bersama mereka penuh makna. Yuk, simak perjalanan cinta mereka yang bikin hati hangat dan senyum-senyum sendiri!

 

Cinta Setelah Menikah

Aroma Pagi yang Menggoda

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi pegunungan, ada rumah kayu berwarna putih dengan jendela-jendela besar. Setiap pagi, sinar matahari masuk melalui jendela-jendela itu, menerangi ruang tamu yang sederhana namun hangat. Di dapur, Aruna sudah mulai beraktifitas. Aroma kopi yang sedang diseduhnya memenuhi udara, menciptakan suasana nyaman yang selalu dinantikan.

Dengan gaun berwarna pastel yang melambai lembut, Aruna tampak begitu ceria. Dia suka meracik kopi dengan cara khusus. Sementara Damar, suaminya, masih terbaring di tempat tidur, matanya terpejam, dan napasnya yang tenang seakan melengkapi ketenangan pagi itu.

“Damar, bangun! Kopi sudah siap!” teriak Aruna sambil mengaduk kopi di dalam cangkir keramiknya. Suaranya mengalun lembut, seakan memanggil Damar dari dunia mimpinya.

Tak lama, Damar muncul dari balik pintu kamar, tampak sedikit acak-acakan dengan rambut yang berdiri dan kaus oblongnya. Dia mengusap matanya, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya pagi.

“Hmm… aroma kopi ini enak banget. Kayak bisa bikin aku langsung melek,” Damar menggerutu, menampilkan senyum malas di wajahnya.

Aruna tertawa kecil. “Ya, sudah kukatakan. Ini kopi spesial yang aku buat. Mungkin ada sedikit rempah yang bikin kamu lebih segar.”

“Rempah? Jangan bilang itu jahe,” Damar menggoda sambil berjalan menuju dapur.

“Bisa jadi,” jawab Aruna dengan nada misterius. “Atau mungkin aku tambahkan sedikit kayu manis.”

Damar menggeleng, pura-pura kesal. “Kamu memang jenius dalam hal kopi. Tapi jangan berlebihan ya, nanti aku malah mengantuk lagi.”

Aruna hanya terkekeh, menghidangkan secangkir kopi untuk Damar. “Coba deh, ini pasti bikin kamu bangkit!”

Dia mengulurkan cangkir itu dengan penuh semangat. Damar mengambilnya, mencium aroma yang menyegarkan sebelum menyeruputnya. Matanya berbinar.

“Wah, ini enak! Terima kasih, sayang,” katanya sambil mengedipkan mata.

“Seharusnya kamu terima kasih karena aku mau bangun lebih awal untuk ini,” Aruna menjawab sambil tersenyum manis.

Setelah sarapan sederhana—sepotong roti bakar dengan selai buah—mereka bersiap untuk menjelajah. Hari ini adalah hari yang spesial; mereka merencanakan kunjungan ke pasar petani yang terkenal di kota.

“Dengar, aku sudah siap untuk petualangan hari ini!” Aruna berkata sambil mengenakan sandal kesayangannya, terlihat sangat bersemangat.

Damar, yang sedang mengenakan jaket ringan, melihat ke arah Aruna dengan senyuman. “Petualangan ya? Kira-kira ada apa saja di pasar?”

“Banyak! Sayuran segar, buah-buahan, dan bunga! Oh, dan ada penjual makanan khas yang enak,” Aruna menjelaskan, matanya berbinar-binar.

Dia mengaitkan tas kecil di pundaknya dan mengulurkan tangannya. Damar menggenggam tangan Aruna dan mereka keluar dari rumah, menikmati udara segar pagi yang menyegarkan.

“Coba kita berjanji, kita akan selalu menemukan waktu untuk berpetualang bersama, meskipun hanya ke pasar,” Damar mengusulkan sambil tersenyum.

“Deal!” Aruna menjawab, bersemangat. “Setiap akhir pekan kita harus eksplorasi hal-hal baru.”

Saat mereka berjalan menyusuri jalan setapak menuju pasar, Damar menyelinap untuk menggoda Aruna. Dia tiba-tiba berhenti dan berpose konyol, membuat Aruna tertawa terbahak-bahak.

“Damar, apa kamu bisa berhenti bikin ulah sejenak?” Aruna meminta dengan tawa.

“Tidak bisa! Kamu tahu, hidup ini terlalu singkat untuk tidak bersenang-senang,” jawab Damar, terus berpose dramatis.

Akhirnya, mereka sampai di pasar. Suara riuh dari para pedagang dan pengunjung menyambut mereka. Aruna melompat kegirangan, tak sabar menjelajahi setiap kios.

“Lihat! Di sana ada bunga matahari!” Aruna menunjuk dengan gembira.

Damar mengikutinya, tersenyum melihat betapa cerianya Aruna saat berkeliling. Keduanya berpindah dari satu kios ke kios lainnya, Damar menahan tawa saat Aruna terpesona oleh setiap hal kecil.

Mereka berhenti di sebuah kios sayuran segar. Aruna memandang sayuran berwarna-warni dengan penuh minat. “Kita harus membeli sayur untuk makan malam nanti,” katanya.

Damar setuju, “Iya, dan mungkin kita juga harus coba makanan yang dijual di sebelah sana. Terlihat enak!”

Aruna mengangguk, melanjutkan petualangan mereka di pasar. Saat mereka memilih sayuran, Damar tak bisa berhenti mengamati Aruna, bagaimana ia bergerak lincah dan penuh semangat.

“Jadi, kamu sudah siap untuk petualangan kuliner di pasar?” Damar bertanya, menggoda lagi.

“Selalu!” Aruna menjawab, lalu tiba-tiba meraih tangan Damar. “Ayo, kita jelajahi lebih jauh!”

Dengan tangan yang saling menggenggam, mereka melanjutkan perjalanan mereka. Suara tawa dan kegembiraan menyelimuti mereka, menciptakan kenangan indah di tengah keramaian pasar. Dan dalam setiap detik yang berlalu, mereka tahu bahwa cinta mereka semakin kuat, tak lekang oleh waktu.

 

Pasar yang Hidup

Keriuhan pasar petani membuat Aruna dan Damar semakin bersemangat. Dari kios sayuran yang penuh warna, mereka melangkah ke arah kios yang menjual buah-buahan segar. Aruna berhenti di depan sebuah meja yang dipenuhi oleh stroberi merah cerah dan blueberry yang berkilau.

“Damar, lihat! Stroberi ini terlihat sangat menggoda!” Aruna berseru, matanya berbinar.

“Beli satu kotak, yuk!” Damar menjawab, bersemangat mengikuti aliran antusiasme Aruna.

Mereka menghampiri penjual yang tersenyum ramah. “Satu kotak stroberi, Kak!” Aruna meminta sambil mengeluarkan dompetnya.

“Kalau begitu, dapatkan diskon spesial untuk pelanggan yang ceria seperti kamu!” si penjual menyahut sambil mengemas stroberi dengan cekatan.

Aruna tertawa geli, dan Damar mengangkat alisnya, merasa bangga. “Bisa jadi kamu memang pesona penjual stroberi,” katanya sambil menggoda.

Setelah membeli stroberi, mereka melanjutkan perjalanan, melintasi kios-kios yang menjual aneka sayur dan bumbu dapur. Suara tawa anak-anak dan obrolan hangat antara para penjual menambah suasana. Aruna terlihat sangat menikmati momen ini, sesekali menghentikan langkahnya untuk mengagumi bunga-bunga yang dipajang.

“Lihat, Damar! Bunga lili ini cantik sekali!” Aruna menunjukkan keindahan bunga yang berwarna-warni.

Damar hanya tersenyum, merasakan betapa Aruna begitu menghidupkan suasana. “Beli saja satu, kita bisa meletakkannya di meja makan,” usul Damar, melihat betapa antusiasnya Aruna.

“Baiklah! Ini bisa jadi dekorasi yang sempurna,” Aruna menjawab dengan semangat, menghampiri penjual bunga.

Setelah membeli bunga lili, mereka menemukan kios makanan khas yang menyajikan berbagai hidangan lokal. Aroma rempah yang menggoda membuat perut mereka keroncongan.

“Mau coba yang mana?” Damar bertanya sambil memandang berbagai pilihan yang tersedia.

“Aku penasaran dengan soto khas daerah sini! Apa kamu mau?” Aruna mengajukan, berharap Damar setuju.

“Sounds good! Ayo, kita pesan dua mangkuk,” Damar menjawab, langsung menghampiri penjual dengan penuh semangat.

Sambil menunggu pesanan, Aruna memandang sekeliling, melihat orang-orang yang menikmati kebersamaan mereka di pasar. Dia merasakan hangatnya hubungan antar manusia yang terjalin di tempat ini, sama seperti hubungan mereka.

Tak lama kemudian, soto pun tiba. Damar mengambil mangkuk dan mencicipi sup hangatnya. “Wow, ini enak banget!” serunya, membuat Aruna penasaran.

“Coba deh!” Damar menyerahkan mangkuknya, dan Aruna mencicipi. Rasa segar dan pedas berpadu sempurna, menciptakan pengalaman kuliner yang memuaskan.

“Ini lebih enak dari yang aku bayangkan!” Aruna berkomentar sambil melanjutkan suapannya.

Mereka terus menikmati makanan mereka, berbagi cerita tentang masa lalu dan impian masa depan. Damar berbagi tentang rencananya untuk memasak malam ini. “Kita bisa masak sayur segar dan menambahkan soto ini untuk lauk,” katanya.

“Aku setuju! Kita bisa mengundang beberapa teman untuk bergabung,” Aruna menambahkan, membayangkan kebersamaan yang hangat.

Saat mereka menyelesaikan makan, Damar mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan kamera ke arah mereka. “Ayo, selfie untuk kenang-kenangan!”

Aruna berpose manis, berusaha menunjukkan senyumnya yang paling ceria. Damar menekan tombol shutter dan suara klik terdengar. “Senyum yang sempurna!” Damar mengomentari hasil jepretannya.

Dengan perut kenyang dan hati yang penuh, mereka melanjutkan eksplorasi. Aruna menunjukkan arah menuju kios yang menjual makanan penutup. “Aku butuh sesuatu yang manis setelah semua ini.”

“Hmm, mau yang manis kayak kamu?” Damar menggoda sambil tertawa.

Aruna memukul lengan Damar pelan. “Bukan itu, Damar! Aku mau kue kukus yang terkenal di sini!”

Sesampainya di kios, Aruna langsung terpikat oleh berbagai jenis kue berwarna-warni. “Lihat! Kue klepon! Aku harus beli ini!” Dia menunjuk kue beras ketan yang dipenuhi gula merah di dalamnya.

Damar tersenyum melihat betapa Aruna tak bisa menahan diri. “Beli satu saja, nanti bisa berbagi.”

Setelah membeli beberapa kue, mereka melanjutkan perjalanan ke sudut pasar yang lebih tenang. Di sana, ada sebuah taman kecil dengan kursi-kursi kayu dan beberapa pengunjung yang duduk menikmati hari. Damar mengajak Aruna duduk sejenak.

“Duduk di sini, menikmati semua yang kita beli, itu sempurna,” Damar berkata sambil meregangkan tubuhnya.

“Setuju! Kita bisa merencanakan apa yang mau kita masak nanti,” Aruna menambahkan, mengambil satu kue dari tas dan menyuapkannya ke mulutnya.

Kedua tangan Damar bersandar di belakangnya, menikmati momen. “Bisa kamu bayangkan, berapa banyak kenangan yang bisa kita buat seperti ini? Selamanya.”

“Selamanya?” Aruna mengulangi, berusaha mencerna makna dari kata-kata Damar.

“Ya, selamanya. Setiap petualangan, setiap tawa, dan setiap kenangan,” jawab Damar dengan serius.

“Kalau begitu, ayo kita buat lebih banyak kenangan,” Aruna menjawab sambil tersenyum, merasakan betapa beruntungnya mereka memiliki satu sama lain.

Saat mereka duduk berdua, suara pasar yang ramai menghilang sejenak, dan hanya ada mereka berdua yang terlibat dalam dunia kecil mereka. Di antara tawa dan kisah-kisah masa depan yang penuh harapan, cinta mereka semakin dalam dan kuat, mempersiapkan mereka untuk melanjutkan petualangan hidup yang lebih besar.

 

Aroma Masakan dan Rindu yang Manis

Matahari mulai merunduk, memancarkan cahaya keemasan yang hangat saat Aruna dan Damar beranjak dari taman kecil itu. Mereka pulang dengan membawa kantong penuh hasil belanjaan, dan hati yang bersemangat untuk memasak bersama. Di sepanjang perjalanan, mereka bercakap-cakap tentang rencana untuk malam ini, membayangkan hidangan lezat yang akan mereka sajikan.

Sesampainya di rumah, Aruna langsung menuju dapur, dan Damar mengikuti di belakangnya. “Oke, kita punya sayur, soto, dan kue klepon. Mari kita mulai dengan sayuran!” Aruna mengambil sayuran segar dari tas.

Damar membuka lemari penyimpanan dan mengambil panci. “Kalau kita tumis sayuran, itu akan jadi pelengkap sempurna untuk soto,” katanya sambil menyusun alat masak.

Aruna mengangguk setuju. “Bagus! Aku bisa potong sayur, dan kamu bisa tumis. Ayo, mulai!”

Dengan semangat berkolaborasi, mereka mulai mempersiapkan bahan-bahan. Aruna berdiri di samping Damar, mengupas dan memotong sayur dengan hati-hati. “Damar, apa kamu ingat pertama kali kita memasak bersama?” tanyanya, memicu kenangan manis.

“Ah, itu saat kita baru saja menikah. Dulu kita hanya bisa masak telur dadar, dan hasilnya… berantakan,” Damar tertawa, mengingat betapa konyolnya mereka saat itu.

“Ya, dan kita berdua sangat bangga dengan telur dadar yang setengah matang itu,” Aruna menambahkan, ikut tertawa. “Sekarang kita sudah jauh lebih baik.”

“Karena kita terus belajar bersama,” Damar menjawab sambil mengaduk sayur yang mulai mengeluarkan aroma harum. “Dan ini semua berkat kamu.”

Aruna tersenyum, merasakan aliran kasih sayang di antara mereka. “Kamu juga, Damar. Kamu selalu mendukungku.”

Setelah sayuran matang, mereka beralih ke soto. Damar menuangkan kuah soto ke dalam mangkuk besar, lalu menambahkan potongan daging dan sayuran yang sudah disiapkan. “Wow, ini terlihat sangat menggugah selera!” Damar berkata sambil mengatur mangkuk di meja makan.

“Harusnya bisa lebih enak daripada yang kita beli di pasar,” Aruna berkomentar, merasa bangga dengan hasil kerja keras mereka.

Damar mengangguk setuju. “Setiap bumbu yang kita tambahkan ini adalah bagian dari kenangan kita.”

Sementara itu, Aruna menghidangkan kue klepon di piring cantik. “Dan ini adalah penutupnya! Siapa yang tidak suka kue klepon?”

Damar menggelengkan kepalanya, terpesona oleh semangat Aruna. “Kamu benar-benar tahu cara membuat malam ini istimewa, ya.”

Mereka duduk berhadapan di meja makan, dikelilingi oleh aroma masakan yang menggoda. Damar menyajikan soto ke dalam mangkuk Aruna dan sebaliknya. “Coba lihat, ini adalah hasil kerja keras kita,” katanya dengan bangga.

Setelah mengucap doa, mereka mulai menikmati hidangan. Setiap suapan mengingatkan mereka akan kebersamaan yang telah dibangun. “Enak banget, Damar! Rasa sotonya pas, dan sayurannya juga segar,” Aruna memuji.

“Kita harus sering masak bersama, nih. Ini menyenangkan,” Damar setuju, menikmati makanan sambil mencuri pandang ke arah Aruna. “Kalau bisa, setiap malam.”

“Setiap malam?” Aruna menanggapi, menatap Damar dengan penuh minat. “Kamu yakin bisa?”

“Kenapa tidak? Kita bisa mengganti menu setiap malam. Hari ini soto, besok bisa jadi spaghetti, atau apa pun yang kamu mau,” Damar menjawab dengan semangat, membayangkan malam-malam penuh petualangan kuliner.

Setelah menyelesaikan hidangan utama, mereka beralih ke kue klepon. “Sebelum kita mencicipi, kita harus melihat apakah kita berhasil membuatnya sempurna,” Damar menggoda sambil mengambil satu kue dan membelahnya.

“Jadi, kita lihat isinya,” Aruna menambahkan, penasaran.

Begitu kue klepon dibelah, gula merah yang meleleh keluar. “Berhasil!” Aruna bersorak, merasa bangga.

Damar mengambil satu kue lagi dan menyuapkannya ke mulut Aruna. “Coba ini,” katanya, sambil mengisyaratkan agar Aruna merasakan manisnya.

Aruna menggigit kue klepon itu, dan senyumnya semakin lebar. “Hmm, ini enak banget! Kita memang jago!”

Mereka terus menikmati malam itu, tertawa dan bercakap-cakap dengan hangat. Tak terasa waktu berlalu, dan saat mereka menghabiskan sisa makanan, Aruna memandang Damar dengan lembut. “Malam ini luar biasa. Aku bersyukur bisa berbagi semua ini denganmu.”

Damar menyandarkan punggungnya ke kursi, merasakan ketenangan yang mendalam. “Aku juga, Aruna. Kamu membuat setiap momen berarti.”

Setelah membersihkan meja, mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama di ruang tamu. Damar mengambil selimut lembut dan menyelimutkan tubuh mereka berdua di sofa. “Ayo, kita nonton film atau mendengarkan musik?”

“Musik!” Aruna menjawab cepat. “Aku mau dengar lagu-lagu kesukaan kita.”

Damar menyalakan speaker dan memilih playlist yang mereka buat bersama. Suara lembut melodi mengalun, menciptakan suasana yang hangat dan intim. Aruna bersandar di bahu Damar, menikmati momen kebersamaan yang sempurna.

“Kamu tahu, kadang aku merasa seperti kita baru saja memulai petualangan ini,” Aruna berbisik, merasakan getaran manis dalam hatinya.

Damar menoleh dan memandang Aruna. “Dan aku ingin setiap hari terasa seperti ini—penuh cinta dan kebahagiaan.”

Saat mereka duduk di sana, dalam kehangatan dan keintiman, Aruna merasakan bahwa cinta mereka semakin kuat. Mereka telah menciptakan kenangan yang tak terlupakan, dan malam ini hanyalah awal dari banyak petualangan yang akan datang.

 

Cinta yang Tak Terbatas

Malam semakin larut, dan cahaya lampu lembut di ruang tamu membuat suasana semakin hangat. Aruna dan Damar bersantai di sofa, terbuai oleh alunan musik yang mengisi keheningan malam. Saat lagu-lagu kenangan mulai mengalun, mereka saling bertukar pandang, dan senyuman lembut menghiasi wajah mereka.

“Pernahkah kamu membayangkan bagaimana hidup kita lima tahun dari sekarang?” Damar bertanya, memecah keheningan sambil membelai rambut Aruna dengan lembut.

Aruna berpikir sejenak, mengingat kembali berbagai mimpi dan rencana yang mereka buat. “Mungkin kita sudah punya anak,” ujarnya, matanya berbinar dengan kebahagiaan membayangkan masa depan. “Anak-anak kita pasti suka membantu kita memasak di dapur.”

“Dan mereka akan menciptakan kekacauan seperti yang kita lakukan dulu,” Damar menjawab dengan tawa, mengingat betapa cerobohnya mereka saat mencoba masak pertama kali.

“Ya, tapi itu semua akan jadi kenangan yang indah,” Aruna menambahkan, merasa haru. “Kita bisa membimbing mereka, dan mereka bisa belajar dari pengalaman kita.”

Damar menatap Aruna dengan tatapan penuh cinta. “Dan aku yakin mereka akan menjadi orang-orang yang luar biasa. Karena mereka punya orang tua yang saling mencintai.”

Aruna merasakan hangatnya pernyataan itu, dan jantungnya berdegup kencang. “Damar, aku merasa sangat beruntung memilikimu di sampingku. Setiap hari bersamamu adalah anugerah.”

“Begitu juga aku, Aruna. Kita saling melengkapi. Kamu membuat hidupku penuh warna,” Damar menjawab, kini merangkul Aruna lebih dekat, seolah tak ingin melepaskannya.

Mereka terdiam sejenak, hanya menikmati kehadiran satu sama lain. Musik terus mengalun, menyanyikan lirik yang penuh makna, seakan merefleksikan perasaan mereka. Aruna memejamkan matanya, membiarkan setiap nada menyelimuti hatinya. Dalam pikirannya, ia membayangkan segala petualangan yang akan mereka jalani bersama—dari perjalanan jauh ke tempat-tempat indah, hingga momen-momen sederhana di rumah.

“Aku ingin kita selalu seperti ini,” Aruna berbisik, membuka matanya dan menatap Damar dengan serius. “Selalu bersama, menjalani hidup dengan penuh cinta dan tawa.”

Damar mengangguk, senyum merekah di wajahnya. “Dan aku akan melakukan segala yang aku bisa untuk membuat itu terjadi. Aku berjanji akan selalu ada untukmu.”

Aruna merasa terharu mendengar pernyataan itu. “Damar, kadang aku berpikir, apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga cinta ini tetap hidup?”

“Bergandeng tangan, saling mendukung, dan tidak pernah berhenti berbagi,” Damar menjawab dengan mantap. “Setiap momen, baik atau buruk, akan membuat kita lebih kuat. Kita harus ingat untuk selalu berkomunikasi.”

“Ya, komunikasi adalah kunci,” Aruna setuju. “Dan aku ingin kita selalu terbuka satu sama lain, berbagi segala hal—termasuk hal-hal kecil yang kadang kita anggap sepele.”

Malam semakin larut, dan suasana di sekitar mereka dipenuhi kehangatan. Damar meraih tangan Aruna, menggenggamnya erat. “Aku mencintaimu, Aruna. Kamu adalah cahaya dalam hidupku.”

“Dan aku mencintaimu, Damar. Kamu adalah pelindungku, sahabatku, dan segalanya bagiku,” Aruna membalas, merasakan cinta yang mendalam.

Saat lagu terakhir mulai mengalun, Damar berdiri dan mengajak Aruna berdansa. “Mari kita akhiri malam ini dengan cara yang indah.”

Dengan lembut, Damar menarik Aruna ke dalam pelukannya. Mereka berdansa pelan di tengah ruangan, tubuh mereka bergetar mengikuti irama lagu. Dalam pelukan Damar, Aruna merasa aman dan dicintai. Setiap gerakan mereka dipenuhi kasih sayang yang tak terucapkan, dan dalam keheningan itu, dunia seakan menghilang.

“Setiap detik bersamamu adalah hal terindah yang pernah ada,” Damar berbisik, menatap mata Aruna dengan penuh cinta.

“Begitu juga bagiku,” jawab Aruna, terpesona dengan kedalaman tatapan Damar. “Aku tidak pernah ingin melupakan momen ini.”

Ketika lagu selesai, Damar dan Aruna masih terdiam dalam pelukan, merasakan kehangatan dan kedekatan yang mengikat mereka. Mereka tahu bahwa perjalanan cinta mereka baru saja dimulai, dan setiap hari yang dilalui bersama akan menjadi bagian dari cerita indah yang akan terus berlanjut.

Malam itu, dalam pelukan satu sama lain, Aruna dan Damar merasakan cinta yang tak terbatas, cinta yang terus tumbuh seiring waktu, yang akan terus mereka pelihara dengan sepenuh hati. Mereka sudah bersiap untuk menghadapi segala hal yang akan datang, bersama-sama—selamanya.

 

Jadi, gitu deh kisah Damar dan Aruna! Mereka buktikan kalau cinta setelah menikah itu nggak kalah seru, malah bisa bikin hidup jadi penuh warna. Dari tawa sampai drama kecil, setiap momen jadi berharga. Siapa sangka, hidup bareng itu bisa seromantis ini, kan?

Semoga cerita mereka bikin kamu baper dan ngerasa pengen cepet-cepet punya kisah cinta yang seru juga. Cinta itu emang tentang saling dukung, ketawa bareng, dan selalu ada buat satu sama lain. Yuk, terus nikmati petualangan cinta kita masing-masing!

Leave a Reply