Cinta Jarak Jauh: Kisah Romantis Kira dan Elio yang Mengharukan

Posted on

Eh, kamu pernah ngerasain nggak sih, jatuh cinta sama orang yang jauh banget? Kayak Kira dan Elio ini, dua orang yang terpisah ribuan kilometer tapi tetap bisa bikin hati berdebar-debar. Mereka buktikan bahwa cinta itu nggak kenal batasan! Yuk, ikuti perjalanan lucu dan penuh rindu mereka dalam cerpen ini. Siapa tahu, kamu juga bisa dapat inspirasi untuk cintamu yang LDR-an!

 

Cinta Jarak Jauh

Jarak yang Memisahkan

Sore itu, langit Jakarta mulai berwarna oranye, menandakan hari yang perlahan-lahan menjelang malam. Di sebuah kafe kecil yang sering menjadi tempat nongkrong Kira dan sahabatnya, seorang pria bernama Dito duduk di sudut ruangan sambil menikmati secangkir kopi. Dia menatap ke arah meja di sebelahnya, di mana Kira duduk sendirian dengan ponsel di tangan. Senyumnya tak pernah pudar, terutama setiap kali layar ponselnya menyala.

Dito tahu betul Kira sedang menunggu pesan dari pacarnya yang tinggal jauh di Italia, Elio. Kira sudah sering berbagi cerita tentang Elio, mulai dari bagaimana mereka bertemu di seminar di Eropa hingga berbagai momen lucu yang mereka alami saat video call. Semua cerita itu membuat Dito tak habis-habisnya tertawa.

“Eh, Kira! Masih baper sama cowok bule itu?” tanya Dito sambil mendekat, menyenggol meja dan hampir membuat kopi yang baru dia pesan tumpah.

Kira menoleh, tampak terkejut. “Bukan baper, Dito! Ini cinta!” Jawabnya dengan penuh semangat, matanya berbinar-binar saat melihat nama Elio muncul di layar ponselnya.

“Cinta? Cinta itu bikin baper, Kira,” Dito menggoda. “Coba deh, kalau dia ngajak kamu ke Italia, kamu mau ngapain?”

Kira tersenyum lebar. “Bisa masak pasta sama dia! Bayangin, kita bikin rendang sambil dia ngajarin cara masak pasta.”

Dito tertawa, membayangkan Elio yang berusaha memasak rendang. “Lho, kalau rendangmu jadi pasta, kamu mau bilang apa?”

“Kalau begitu, kita sebut itu ‘pasta rindu’!” Kira menjawab dengan tawa, mengingat betapa konyolnya situasi itu.

Mereka berdua terus bercanda, tetapi tidak bisa menghilangkan rasa rindu yang menggerogoti hati Kira. Satu tahun sudah mereka terpisah oleh benua. Setiap malam, Kira berbaring di tempat tidurnya, merindukan suara Elio dan semua kebiasaan konyolnya. Dia ingat dengan jelas bagaimana Elio mengucapkan kalimat-kalimat lucu dalam bahasa Indonesia, seringkali membuatnya tertawa terpingkal-pingkal. Salah satu kalimat favoritnya adalah saat Elio berkata, “Kira, aku mencintaimu dengan pasta!”

Momen-momen seperti itu terasa berharga. Kira selalu merasa beruntung bisa memiliki Elio dalam hidupnya. Namun, saat-saat seperti ini, ketika dia sendirian, perasaan rindu itu datang dengan sangat kuat.

Setelah beberapa saat, Kira meraih ponselnya lagi, membuka aplikasi pesan. Dia membaca ulang pesan-pesan dari Elio, dari foto-foto lucu hingga video pendek saat Elio memasak di dapurnya. Dalam video itu, Elio tampak berjuang dengan tomat dan pasta, berusaha mengingat apa yang diajarkan Kira.

“Dito, lihat ini!” Kira mengarahkan ponselnya ke arah Dito, menunjukkan video itu.

Dito tak bisa menahan tawa. “Dia itu lucu banget! Tapi kamu yakin dia bisa masak rendang?”

“Eh, dia harus bisa! Nanti aku ajak dia ke sini dan kita akan masak bersama,” jawab Kira sambil bersemangat.

Saat perbincangan mereka semakin asyik, tiba-tiba ponsel Kira berbunyi. Hatinya berdebar. Itu dia, Elio! Dengan cepat, dia membuka pesan itu.

“Ciao, Kira! Hari ini aku belajar membuat pasta. Kalau kamu lihat, pasti akan tertawa!” bunyi pesan dari Elio, diiringi dengan video singkat di mana Elio mengacungkan sendok dengan penuh percaya diri.

Kira tertawa geli. “Ini dia! Elio yang masak pasta!”

Dito bergabung dalam tawa, “Dia tidak pernah berhenti berusaha, ya? Nggak sabar banget pengen lihat dia masak!”

“Mungkin bisa kita adakan ‘malam masak’ bareng, Dito. Kamu bawa bahan-bahan Indonesia, dan kita ajari dia masak rendang,” Kira berencana sambil membayangkan kebersamaan mereka.

Dito mengangguk setuju. “Asik juga! Kita bikin acara besar, dan undang semua teman-teman.”

Kira tersenyum, membayangkan betapa serunya malam itu. Tetapi, dalam hati, dia tetap merasakan kerinduan yang mendalam. Dia berharap Elio bisa segera datang ke Indonesia.

“Berharap semoga dia bisa segera ke sini, ya,” Kira bergumam pelan, seolah berharap Dito bisa mendengar.

“Dia pasti datang. Kamu tahu kan, jarak hanya sementara. Yang penting adalah cinta kalian,” Dito menambahkan dengan nada optimis.

Kira mengangguk. “Iya, kamu benar. Aku percaya kita bisa melalui semua ini.”

Hari itu diakhiri dengan gelak tawa, tetapi bayang-bayang rindu tetap menghantui. Mereka berdua tahu, meski ada jarak yang memisahkan, cinta Kira dan Elio akan selalu menemukan jalan. Rindu ini hanya pengingat bahwa suatu saat, mereka akan bersama lagi, memasak rendang dan menikmati kebersamaan yang selama ini terpendam.

 

Rindu yang Menghujam

Kira terbangun pagi itu dengan semangat baru. Mentari bersinar cerah, seolah memberikan energi positif untuk menjalani hari. Setelah menyelesaikan rutinitasnya, dia langsung membuka ponsel, berharap ada pesan baru dari Elio. Namun, yang dia lihat hanya pesan-pesan lama yang masih menghiasi layar.

“Duh, kenapa sih dia lama bales?” Kira bergumam sambil mengusap wajahnya. Dia tahu Elio punya jadwal yang padat, tapi rasa rindunya semakin menjadi-jadi.

Dengan sedikit kesal, Kira memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya. Dia pergi ke kafe tempat dia dan Dito biasa nongkrong, berharap bisa menjumpai sahabatnya itu. Sesampainya di kafe, Dito sudah duduk di meja yang sama, sambil menyeruput cappuccino.

“Hey, apa kabar?” Dito menyapa dengan ceria.

“Baik, tapi jujur aja, aku nunggu pesan dari Elio dan dia belum bales,” Kira menjawab dengan nada kesal.

“Udah berapa jam? Jangan-jangan dia lagi masak pasta dan lupa waktu,” Dito menggoda, dan Kira hanya bisa menggeleng sambil tersenyum.

“Kalau benar, aku bakal marah!” Kira menjawab sambil tersenyum sinis. “Nanti dia bilang, ‘Maaf, aku terlalu sibuk dengan pasta!’”

Kira berusaha menahan tawa, tetapi hatinya tetap terasa berat. Dia merindukan suara Elio, tawanya, dan cara dia selalu membuat segalanya terasa lebih ringan.

“Gimana kalau kita video call dia?” Dito memberi ide. “Mungkin dia kangen juga sama kamu.”

“Bagus juga! Nanti aku ajak dia masak virtual,” jawab Kira antusias.

Kira segera menghubungi Elio melalui video call. Setelah beberapa dering, wajah tampan Elio muncul di layar. Kira langsung merasa seolah jarak antara mereka menghilang seketika.

“Ciao, bella! Apa kabar?” Elio menyapa dengan senyuman lebar.

“Ciao! Aku baik, tapi kangen sama kamu!” Kira menjawab sambil tersenyum.

“Oh, aku juga kangen. Kemarin aku baru saja selesai masak pasta,” Elio berkata dengan bangga, mengangkat sendok pasta yang mengkilap ke kamera.

“Wah, terlihat enak! Tapi pastikan nggak pakai bumbu rendang, ya!” Kira menggoda.

“Ah, itu ide bagus! Aku akan coba!” Elio tertawa, kemudian wajahnya berubah serius. “Kira, kapan kamu mau ke sini? Kita harus masak bersama.”

Kira merasakan jantungnya berdegup kencang. “Aku berharap bisa segera pergi. Tapi ya… ada banyak yang harus dipikirkan.”

“Jangan khawatir. Kita pasti bisa menemukan waktu,” Elio menjawab, berusaha meyakinkan Kira. “Kamu tahu kan, aku berusaha keras untuk bisa ke Indonesia secepat mungkin.”

Mendengar kalimat itu, Kira merasa sedikit lebih tenang. Tapi ada satu hal yang mengganjal di pikirannya. “Elio, kita sudah terpisah jauh dan aku takut jarak ini akan mengubah segalanya. Apa kamu yakin kita bisa bertahan?”

Elio terdiam sejenak, memikirkan kata-katanya. “Kira, jarak memang sulit. Tapi cinta kita lebih kuat dari itu. Setiap kali aku melihat foto-foto kita atau mendengar suaramu, aku merasa lebih dekat denganmu. Kita akan selalu menemukan cara untuk bersama.”

Kira mengangguk, hatinya mulai meleleh. “Kamu benar. Mungkin kita bisa saling mengirim paket dengan makanan khas masing-masing.”

“Bagus! Aku bisa kirimkan pasta terhebatku, dan kamu kirim rendangmu! Kita bisa saling tukar resep,” Elio menjawab penuh semangat.

Mereka terus berbincang, saling bercanda dan bercerita. Dalam video call itu, Kira merasa seolah tidak ada jarak yang memisahkan mereka.

Setelah beberapa lama, Kira melihat Elio terlihat lebih serius. “Kira, kalau kita sudah bertemu lagi, ada satu hal yang ingin aku tanyakan,” katanya.

“Hmm, apa itu?” Kira merasa jantungnya berdebar.

“Apakah kamu mau jadi pendamping hidupku?” Elio mengeluarkan kalimat yang membuat Kira terperangah.

“Gila, Elio! Itu… itu…” Kira merasa bingung dan terharu sekaligus. “Tentu saja, tapi kita masih jauh dari itu. Kita perlu mengatasi semua ini terlebih dahulu.”

Elio tersenyum, matanya berbinar. “Tapi kamu tahu, di dalam hatiku, kamu adalah satu-satunya.”

Kira merasakan air mata haru mengalir di pipinya. “Aku juga merasakan hal yang sama, Elio. Kita akan melalui semua ini bersama.”

Saat panggilan berakhir, Kira merasa lebih bersemangat. Dia tahu, meski jarak ini terasa menyakitkan, cinta mereka akan selalu menemukan jalan. Dalam hati, dia bertekad untuk berusaha lebih keras, karena setiap usaha akan berbuah manis pada akhirnya.

Hari itu diakhiri dengan semangat baru, harapan, dan rindu yang tak akan pernah padam.

 

Momen Manis dan Lucu

Beberapa minggu berlalu, dan Kira merasa harapannya mulai membuahkan hasil. Elio mengabarkan bahwa dia akan berkunjung ke Indonesia dalam waktu dekat. Setiap kali memikirkan pertemuan itu, Kira merasakan campuran antara kegembiraan dan kecemasan. Dia ingin semuanya sempurna, karena sudah terlalu lama mereka terpisah.

Suatu malam, saat Dito mengajak Kira untuk menonton film di kafe favorit mereka, Kira tidak bisa menahan diri untuk tidak membahas kedatangan Elio. “Dito, aku sudah mempersiapkan segalanya. Mulai dari makanan hingga tempat yang pas untuk kita bertemu!” Kira berbicara dengan penuh semangat.

“Bagus! Jangan lupa siapkan rendang yang super enak, ya! Aku sudah tidak sabar melihat ekspresi Elio saat mencicipinya,” Dito membalas sambil mengedipkan mata.

Kira hanya tertawa. “Dia pasti akan terkejut! Dan mungkin, kita akan membuatnya terkejut dengan tarian rendang kita juga.”

“Ah, tarian rendang? Siapa tahu bisa jadi tren baru!” Dito bergurau, membuat Kira ngakak. “Jadi, dia datang kapan?”

“Dia bilang dua minggu lagi. Aku sudah bikin rencana untuk menghabiskan waktu bersama,” Kira menjawab dengan semangat.

“Harus seru! Kita harus bikin momen yang tak terlupakan. Siap-siap ya, aku akan jadi juru kamera yang handal!” Dito menambahkan.

Hari-hari menjelang kedatangan Elio dipenuhi dengan persiapan. Kira belajar lebih banyak resep masakan Indonesia, sambil tetap menyiapkan beberapa hidangan khas Italia yang Elio sukai. Rasa antusiasme itu terasa setiap kali dia memasak di dapur, terbayang wajah Elio yang akan mencicipi setiap masakannya.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kira mengenakan gaun sederhana namun cantik, mempercantik penampilannya untuk menyambut Elio. Dia tidak ingin terlihat seperti ‘cewek yang kangen’ yang berlebihan, tapi ingin terlihat mempesona.

Setelah menunggu dengan tegang, akhirnya Kira mendapatkan pesan dari Elio: “Aku sudah tiba! Di mana kamu?”

Kira melompat kegirangan dan segera menjawab, “Aku di kafe dekat bandara! Nggak sabar menunggu kamu!”

Sementara itu, Dito sudah menunggu di kafe dengan kamera di tangan, siap menangkap momen berharga saat Kira dan Elio bertemu lagi. Beberapa menit kemudian, pintu kafe terbuka, dan sosok Elio muncul. Kira merasa jantungnya berdegup kencang melihat senyum lebar Elio.

“Mamma mia! Kira!” Elio melambaikan tangan, dan Kira tidak bisa menahan senyumnya. Dia berlari dan memeluk Elio erat-erat.

“Akhirnya kita bertemu lagi!” Kira berteriak bahagia, sementara Dito mengabadikan momen itu dengan kamera.

Elio tersenyum lebar, menggenggam tangan Kira. “Kamu terlihat lebih cantik dari yang aku ingat!”

Kira merasa pipinya memerah. “Dan kamu tidak terlihat jauh lebih kurus. Pasta yang kamu masak ternyata berhasil membuatmu tetap sehat!”

Mereka semua tertawa, menciptakan suasana hangat dan penuh tawa. Dito menginterupsi, “Oke, waktunya dokumentasi. Satu, dua, tiga!” Dia mengarahkan kamera dan mengabadikan senyuman mereka.

Setelah menghabiskan beberapa saat di kafe, mereka memutuskan untuk pergi ke tempat yang lebih ramai. Kira membawa Elio ke tempat wisata di Jakarta yang terkenal dengan makanan jalanannya.

“Di sini, kamu akan menemukan semua makanan yang akan membuatmu jatuh cinta sama Indonesia!” Kira menjelaskan sambil menunjuk berbagai hidangan.

Elio mengangguk antusias, “Aku sudah tidak sabar untuk mencobanya!”

Kira dan Dito mendampingi Elio mencoba berbagai makanan, dari bakso hingga sate. Kira tertawa saat melihat ekspresi Elio yang kaget saat pertama kali mencicipi sambal. “Wow, ini pedas banget! Kenapa kalian suka ini?” Elio terbatuk-batuk namun masih tersenyum.

“Itu baru pemanasan! Tunggu sampai kamu coba rendang!” Kira menjawab sambil tertawa.

Malam itu dipenuhi dengan tawa, canda, dan kehangatan. Kira merasa semua rasa rindunya terbayar lunas saat melihat Elio menikmati setiap detik di sampingnya.

Setelah makan, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di tepi sungai yang indah. Kira dan Elio berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing selama terpisah.

“Elio, aku sempat merasa ragu tentang kita. Jarak ini membuatku khawatir,” Kira mengungkapkan ketakutannya.

“Jarak hanya membuatku semakin menghargai momen ini, Kira. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu,” Elio menjawab dengan tatapan serius.

Kira merasa hangat di dalam hatinya. “Mungkin kita harus membuat lebih banyak kenangan. Momen-momen yang akan kita ingat selamanya.”

Elio tersenyum. “Setuju. Tapi mari kita buat momen yang lucu juga!”

“Aku sudah menyiapkan tarian rendang!” Kira menjawab dengan ceria.

Mereka tertawa, membayangkan betapa konyolnya jika mereka benar-benar melakukannya. Saat bulan bersinar cerah di atas mereka, Kira merasa bahagia dan penuh harapan.

Hari itu bukan hanya tentang makanan atau tempat-tempat indah, tetapi lebih tentang kebersamaan dan cinta yang semakin kuat. Meski ada rindu di antara mereka, malam itu membuktikan bahwa cinta mereka mampu menembus batas-batas yang ada.

Kira yakin, setiap momen yang mereka buat akan menjadi kenangan yang tak terlupakan, membuktikan bahwa cinta jarak jauh pun bisa menjadi cerita indah yang penuh tawa dan kebahagiaan.

 

Di Ujung Cinta

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan kedekatan Kira dan Elio semakin erat. Setiap momen yang mereka habiskan bersama dipenuhi tawa dan keceriaan, seolah dunia di luar sana tidak ada artinya. Namun, saat malam perpisahan semakin dekat, Kira merasakan kerinduan yang menyakitkan di hatinya.

Hari terakhir mereka bersama tiba, dan Kira memutuskan untuk mengajak Elio ke tempat yang istimewa. “Ayo ke tempat favoritku! Di sana, kita bisa melihat matahari terbenam,” Kira mengusulkan dengan semangat.

“Matahari terbenam? Baiklah, aku tidak sabar!” Elio menjawab sambil tersenyum, matanya berbinar.

Sesampainya di tepi pantai, Kira dan Elio duduk berdua, menyaksikan langit berwarna jingga keemasan. Kira merasakan suasana romantis yang hangat, namun di dalam hati, dia juga merasakan kesedihan akan perpisahan yang akan datang.

“Coba lihat, betapa indahnya dunia kita. Seperti cinta kita, meski terpisah jarak, tetap bisa bersinar,” Kira mengucapkan kata-kata itu sambil menatap langit.

Elio tersenyum lembut, “Kira, aku ingin kau tahu bahwa setiap detik bersamamu adalah hal terindah dalam hidupku. Walau kita terpisah oleh jarak, hatiku selalu di sampingmu.”

Kira menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. “Elio, aku tidak tahu bagaimana rasanya menghadapi hari-hari tanpa kamu di sampingku. Rindu ini terasa menyakitkan.”

“Mungkin kita bisa melakukan lebih banyak video call, atau mengirim surat?” Elio mencoba menghibur Kira.

“Ya, itu bisa jadi solusi. Tapi tetap saja, rasanya tidak sama,” Kira mengaku, suaranya bergetar.

“Cinta kita adalah kekuatan. Kita harus yakin, apapun yang terjadi, kita bisa melewatinya. Ingat, ini bukan akhir, tapi awal dari petualangan baru,” Elio berusaha meyakinkan Kira, meraih tangannya.

Kira merasa terharu. “Kamu benar. Mungkin kita bisa saling menulis surat setiap bulan, bercerita tentang kehidupan kita.”

“Setiap bulan? Aku suka itu! Kita bisa bikin ‘pertemuan’ di dunia tulisan kita,” Elio tertawa, membuat Kira merasa sedikit lebih baik.

Saat matahari mulai tenggelam, Kira dan Elio saling berpandangan. Kira merasa bergetar dalam hatinya saat Elio mendekat dan menggenggam tangannya. “Kira, ada satu hal yang ingin aku katakan.”

“Apa itu?” Kira bertanya dengan rasa ingin tahu.

Elio menarik napas dalam-dalam. “Aku ingin kita menjadi lebih dari sekadar pasangan jarak jauh. Aku ingin kita menjadi pasangan sejati. Seperti ini, dalam cinta, sampai kapan pun.”

Mendengar kata-kata Elio, air mata Kira mulai mengalir. “Elio, aku juga merasa seperti itu. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Tapi…”

“Tapi apa?” Elio menyela, khawatir.

“Bagaimana jika kita tidak bisa mengatasi jarak ini?” Kira bertanya, merasakan berat di dadanya.

Elio tersenyum lembut, “Kita tidak akan tahu jika kita tidak mencoba. Cinta ini harus kita perjuangkan.”

Mereka berdua terdiam sejenak, meresapi setiap kata yang baru saja diucapkan. Akhirnya, Elio berbisik, “Kira, walau kita terpisah ribuan kilometer, aku percaya cinta kita akan selalu membawa kita kembali satu sama lain.”

Kira mengangguk, merasakan semangat dalam hatinya. “Aku juga percaya. Kita pasti bisa melewati semua ini, kan?”

Saat malam datang, Kira dan Elio berjalan pulang sambil bercerita dan tertawa. Setiap langkah yang mereka ambil dipenuhi dengan kehangatan dan harapan untuk masa depan.

Di bandara, saat Elio bersiap untuk terbang kembali ke Italia, Kira merasakan kesedihan yang mendalam. Dia ingin berteriak agar Elio tidak pergi, tetapi dia tahu bahwa ini adalah bagian dari perjalanan mereka.

“Selamat tinggal, Kira. Sampai jumpa lagi,” Elio berkata, menatap mata Kira dengan penuh kasih.

“Selamat tinggal, Elio. Jaga diri, ya. Kita akan bertemu lagi,” Kira menjawab sambil berusaha tersenyum, meski air mata tak bisa ditahan.

Saat pesawat Elio lepas landas, Kira merasa ada bagian dari dirinya yang ikut terbang. Dia tahu, perjalanan cinta mereka belum berakhir. Meskipun jarak memisahkan, cinta yang kuat akan selalu menemukan jalan.

Dengan semangat baru dan harapan yang tak pernah padam, Kira melangkah pergi dari bandara, percaya bahwa cinta sejati akan mengatasi segala rintangan. Setiap surat, setiap panggilan video, akan menjadi jembatan yang menghubungkan mereka kembali.

Hari-hari ke depan mungkin akan sulit, tetapi Kira yakin, cinta mereka akan mengubah semua kerinduan menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan. Di dalam hatinya, dia tahu bahwa ini bukanlah akhir, tetapi awal dari kisah cinta yang lebih indah.

 

Nah, itulah kisah Kira dan Elio, dua hati yang saling terhubung meski terpisah oleh jarak. Mereka membuktikan bahwa cinta sejati akan selalu menemukan jalan, bahkan di tengah rindu yang menyakitkan.

Jadi, buat kamu yang juga terjebak dalam hubungan jarak jauh, ingatlah bahwa setiap usaha dan komunikasi bisa jadi jembatan menuju kebahagiaan. Semoga kamu dan pasanganmu juga bisa menemukan cara untuk membuat cinta tetap berkilau, tak peduli seberapa jauh jaraknya. Sampai jumpa di kisah cinta lainnya!

Leave a Reply