Cinta Setelah Kehilangan: Perjalanan Kira Menuju Kebahagiaan

Posted on

Pernah nggak sih kamu merasakan sakit yang bikin hati serasa diremas-remas? Nah, itulah yang dialami Kira. Dia baru aja kehilangan orang yang sangat dia cintai, dan hidupnya terasa hampa.

Tapi, eh, di tengah kesedihan itu, muncul sosok baru yang siap mengisi ruang kosong di hatinya. Jadi, siap-siap deh ikutin perjalanan Kira dari gelap menuju terang, di mana cinta dan harapan saling berkejaran!

 

Perjalanan Kira Menuju Kebahagiaan

Bintang di Tepi Danau

Malam menjelang di desa kecil yang dikelilingi hutan lebat dan padang bunga yang bermekaran. Suasana tenang mengalir di udara, memberi nuansa magis pada setiap detik yang berlalu. Di tepi danau, Kira terbaring di atas hamparan rumput hijau, menatap langit malam yang berhiaskan ribuan bintang. Dia selalu percaya bahwa setiap bintang memiliki cerita tersendiri, dan malam ini, dia ingin mendengarkan semuanya.

Sejak kecil, Kira memang memiliki kegemaran aneh; dia tidak tertarik pada boneka atau mainan lainnya. Dia lebih suka memandangi langit malam, melukiskan rasi bintang dalam imajinasinya. Tangan kanannya memainkan sehelai rumput, sementara tangan kirinya bertumpu di belakang kepala. Kira menghela napas panjang, merasakan kebebasan dan kedamaian yang tidak bisa dijelaskan.

“Tahu nggak, aku bisa melihat rasi Orion dari sini!” tiba-tiba suara lembut datang dari sampingnya. Kira mengerutkan kening, lalu menoleh. Dorian, pemuda berambut keriting yang selama ini menjadi sahabatnya, duduk di sampingnya dengan senyum lebar di wajahnya.

“Orion?” Kira bertanya sambil mengedarkan pandangan ke langit. “Di mana? Aku nggak lihat.”

Dorian tertawa kecil, lalu menggerakkan jari telunjuknya ke arah langit. “Lihat yang itu, yang terlihat seperti jam pasir. Itu Orion, pahlawan berburu dari mitologi. Dia melawan monster dan jadi bintang di langit. Keren, kan?”

Kira mengangguk, terpesona dengan cara Dorian menjelaskan. “Kamu benar. Kenapa aku nggak pernah memikirkan itu sebelumnya?” Dia merasa bahwa Dorian selalu memiliki cara untuk melihat dunia yang berbeda.

“Karena kamu lebih sibuk berkhayal tentang luar angkasa daripada belajar tentang mitologi,” jawab Dorian sambil mengedipkan mata. Kira tertawa, merasakan ikatan mereka semakin kuat.

Malam itu, mereka berbagi banyak cerita. Dorian menceritakan tentang mimpinya untuk menjadi penulis, tentang bagaimana dia ingin menciptakan dunia imajiner yang bisa membawa orang-orang pergi dari kenyataan. Kira mendengarkan dengan seksama, seolah-olah setiap kata Dorian adalah bait puisi.

“Kira, kamu harus menuliskan impianmu juga. Siapa tahu, suatu hari nanti, orang-orang bisa melihat dunia bintang melalui kacamata kamu,” Dorian menyarankan.

“Jadi, aku harus jadi penulis juga?” Kira menimpali sambil tertawa. “Aku lebih suka berada di luar angkasa.”

“Ya, tapi kamu bisa menciptakan cerita luar angkasa yang menarik. Bayangkan betapa menawannya jika kita bisa menjelajahi galaksi!” Dorian bersemangat, matanya berkilau.

Kira merasakan hati yang hangat saat mendengarnya. Mereka berdua berbagi mimpi dan harapan, seakan tidak ada batasan antara keduanya. Tawa mereka mengalun di malam yang sunyi, menyatu dengan suara angin yang lembut.

Tak lama, langit mulai menggelap lebih dalam. Kira memandangi bintang-bintang yang berkelip, seolah menantang mereka untuk menggapai lebih tinggi. “Dorian, apa kamu percaya kalau bintang bisa mendengar kita?” tanyanya dengan serius.

“Percaya. Kenapa?” Dorian menjawab sambil mengerutkan kening.

“Karena setiap kali aku melihat ke atas, aku merasa seolah mereka mendengarkan semua harapanku. Seolah mereka menunggu sampai aku siap untuk mengejar mimpi-mimpiku,” Kira menjelaskan dengan penuh semangat.

Dorian menatap Kira dengan serius, seolah menimbang setiap kata yang diucapkan. “Kalau begitu, kita harus berbagi semua harapan kita pada bintang-bintang malam ini,” katanya sambil tersenyum. “Apa harapan terbesar kamu?”

Kira menghela napas, berpikir sejenak. “Aku ingin menjadi astronom yang bisa menjelajahi luar angkasa. Mengunjungi planet-planet yang belum pernah ada yang tahu. Kamu tahu, pergi ke tempat-tempat yang ada dalam bayanganku.”

Dorian tersenyum, terlihat bangga. “Kira, itu mimpi yang luar biasa. Aku yakin kamu bisa mencapainya.”

Satu lagi harapan menggelitik di benak Kira, namun dia ragu untuk mengatakannya. “Kalau kita… maksudku, kalau kita tidak terpisah, aku yakin kita bisa mengejar mimpi ini bersama-sama,” katanya pelan.

Dorian mengangguk, mengerti perasaan yang melingkupi mereka. “Kira, kita tidak akan pernah terpisah. Bahkan jika kita berada di tempat yang berbeda, kita akan selalu punya bintang-bintang untuk menghubungkan kita.”

Ketika malam semakin larut, Kira dan Dorian menghabiskan waktu berbincang-bincang, menggapai impian dan berjanji untuk selalu saling mendukung. Tanpa mereka sadari, bintang-bintang yang bersinar di langit malam menjadi saksi janji cinta dan persahabatan yang mereka buat.

Namun, keindahan malam itu tidak akan berlangsung selamanya. Di balik tawa dan cerita mereka, ada bayangan kelabu yang mengintai—keputusan yang akan membawa Dorian jauh dari Kira. Tetapi untuk saat ini, mereka berdua terjebak dalam keajaiban malam dan kehangatan satu sama lain, tanpa tahu bahwa jalan mereka akan segera terpisah.

 

Cinta yang Terpisahkan

Matahari terbit dengan lembut, membangunkan desa kecil yang tenang. Kira terbangun dengan rasa hangat di dalam hatinya, mengenang malam yang penuh bintang dan tawa bersama Dorian. Namun, seiring dengan cahaya pagi yang masuk ke jendela, perasaan manis itu segera digantikan oleh kesedihan yang mendalam. Hari itu adalah hari yang ditunggu-tunggu, tetapi juga menjadi titik balik yang tidak ingin dia hadapi.

Kira duduk di tepi tempat tidurnya, mengingat janji yang diucapkan Dorian malam sebelumnya. Sementara itu, suara langkah kaki di luar rumahnya memberi tahu bahwa kepergian Dorian sudah di ambang pintu. Dia mengumpulkan keberanian untuk beranjak dari tempat tidur, berusaha menepis rasa cemas yang memenuhi dadanya.

Di luar, di bawah naungan pohon besar di halaman, Kira melihat Dorian sedang mengemas barang-barangnya. Raut wajahnya tampak tegas, meskipun di dalam hatinya Kira tahu dia merasakan beban yang sama. Kira menghampirinya, setiap langkah terasa berat.

“Kira,” Dorian memanggil dengan suara lembut, mengalihkan perhatian dari tas yang sedang dia masukkan. “Aku sudah siap.”

Kira tersenyum, meskipun matanya mulai berkaca-kaca. “Kamu yakin mau pergi?”

“Ini yang terbaik untuk keluargaku,” Dorian menjawab dengan tegas, tapi Kira bisa melihat keraguan di matanya. “Aku harus mencari pekerjaan agar bisa membantu mereka.”

Kira mengangguk, mencoba mengerti, meskipun hatinya berontak. “Tapi… aku tidak mau kehilangan kamu. Setiap malam aku akan merindukan bintang-bintang, dan kamu adalah bintang yang paling bersinar.”

Dorian menghampiri Kira dan menggenggam tangannya, memberikan kekuatan yang dibutuhkannya. “Kira, kamu harus berjanji untuk terus mengejar mimpimu. Jangan pernah berhenti menatap bintang-bintang. Ingat, kita punya ikatan yang kuat. Jarak tidak akan bisa memisahkan kita.”

Dengan setiap kata yang keluar dari mulut Dorian, Kira merasa harapan masih ada. Namun, di dalam hati, dia tahu bahwa mereka harus menghadapi kenyataan pahit ini. “Kita akan tetap berhubungan, kan?” tanyanya dengan suara bergetar.

“Pastinya,” Dorian berjanji. “Aku akan menulis surat setiap minggu. Kita akan berbagi cerita, apapun yang terjadi.”

Kira mengangguk, berusaha menahan air mata yang ingin jatuh. “Aku akan menunggu setiap suratmu. Dan saat kamu kembali, kita akan menjelajahi bintang-bintang bersama.”

Dorian tersenyum, namun senyum itu tampak penuh rasa sakit. “Aku berjanji. Kita akan bertemu lagi, Kira. Dan ketika kita bertemu, aku akan membawakan cerita yang lebih besar dari bintang-bintang.”

Setelah satu pelukan hangat, Dorian melangkah mundur, berusaha menyimpan kenangan itu di dalam hatinya. Kira berdiri di tempat, melihat Dorian pergi menjauh, dan setiap langkahnya terasa seperti memisahkan bagian dari dirinya. Dia berusaha tersenyum, tetapi rasa kehilangan menyengat di dadanya.

Beberapa minggu berlalu, dan Kira berusaha mengisi hari-harinya dengan belajar tentang bintang-bintang. Dia mendaftar di kelas astronomi di sekolah setempat, berusaha mengejar mimpinya sambil menunggu surat dari Dorian. Meskipun dia merasa semangatnya mulai pudar, setiap kali melihat bintang di langit malam, dia teringat pada janji Dorian.

Namun, tidak ada surat yang datang. Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Kira mulai merasakan ketidakpastian di dalam hatinya. Mungkinkah Dorian sudah melupakan janji-janji mereka? Mungkinkah dia sudah menemukan hidup yang baru di kota? Pertanyaan-pertanyaan itu mengganggu pikirannya dan membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi pada pelajaran.

Suatu malam, saat Kira kembali dari sekolah, dia melihat bintang-bintang yang bersinar di langit. Dia merasa hampa, seakan ada bagian dari dirinya yang hilang. Di saat itu, Kira memutuskan untuk menulis surat untuk Dorian, mengekspresikan semua perasaannya.

“Kepada Dorian,” tulisnya, “Aku merindukanmu lebih dari yang bisa aku ungkapkan. Setiap malam aku menunggu surat darimu, namun tidak ada yang datang. Apakah kamu baik-baik saja? Aku berharap kamu masih ingat pada semua bintang yang kita lihat bersama. Aku masih berusaha mengejar mimpi kita, tapi aku sangat merindukanmu.”

Dia melipat surat itu, menyimpannya di dalam amplop, berharap suatu saat bisa mengirimkannya. Kira lalu pergi ke tepi danau, tempat di mana mereka sering berbagi cerita. Di sana, dia menatap bintang-bintang, mencoba merasakan kehadiran Dorian.

Bulan berganti, dan Kira mulai terbiasa dengan kesepian. Dia menjadikan mimpinya sebagai pelipur lara, belajar lebih dalam tentang astronomi. Setiap kali ada kesempatan, dia akan berbicara dengan bintang-bintang, mengungkapkan harapan dan kerinduannya kepada Dorian.

Suatu malam, saat Kira sedang memandangi langit, tiba-tiba dia melihat cahaya terang berkelap-kelip. Dia teringat akan kata-kata Dorian—bintang-bintang adalah harapan. Dengan penuh rasa ingin tahu, dia memutuskan untuk mendekat, berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa menuntunnya kembali ke Dorian.

Tetapi, harapan itu cepat sirna saat Kira menemukan hanya seonggok batu yang menghalangi pandangannya. Rasa kecewa melanda, tetapi dia tetap berdiri, memandangi bintang yang sama, berharap dan berdoa agar Dorian baik-baik saja.

Saat itu, Kira menyadari satu hal. Meskipun jarak memisahkan mereka, cinta yang mereka miliki akan selalu ada, berkilau di antara bintang-bintang. Dia percaya, suatu hari, Dorian akan kembali, membawa cerita dan mimpi yang lebih besar dari sebelumnya.

 

Jejak yang Hilang

Musim berganti, dan Kira telah menjalani rutinitas baru. Walaupun hidupnya terasa kosong tanpa kehadiran Dorian, dia berusaha untuk tetap fokus pada impian dan belajar. Setiap malam, dia akan menghabiskan waktu di tepi danau, merenung dan berharap, sambil menatap bintang-bintang. Namun, harapan itu kadang sulit untuk dipertahankan, terutama ketika ingatan akan Dorian mengganggu pikirannya.

Suatu hari, saat Kira berada di perpustakaan, dia menemukan sebuah buku tua tentang bintang-bintang dan konstelasi. Saat membuka halaman-halaman yang penuh dengan gambar dan penjelasan, dia teringat saat-saat manis ketika Dorian menjelaskan arti setiap bintang dan bagaimana mereka bisa saling terhubung dengan kisah-kisah di langit. Kira merasakan kerinduan yang mendalam.

Dengan semangat baru, Kira memutuskan untuk mendaftar di acara observasi bintang yang diadakan oleh sekolahnya. Dia berharap bisa berbagi pengetahuan dan menemukan orang-orang baru yang bisa membantunya mengalihkan pikiran dari Dorian. Ketika hari H tiba, Kira merasa cemas sekaligus bersemangat. Saat melihat kerumunan orang, dia merasa sedikit asing, tetapi ada rasa ingin tahu yang membuatnya terus melangkah.

Acara dimulai dengan pemaparan tentang konstelasi, dan Kira merasakan aliran energi baru ketika dia mendengarkan penjelasan dari guru astronomi. Suasana di sekitar penuh dengan tawa dan obrolan ringan. Kira berusaha terlibat, tetapi di sudut hatinya, dia tetap merindukan Dorian.

Di tengah-tengah observasi, Kira melihat seorang pemuda yang tampak akrab. Dia tampak serius menatap teleskop, seolah-olah berusaha menangkap setiap cahaya dari langit. Kira merasa ada sesuatu yang menarik perhatian, dan saat pemuda itu berbalik, jantungnya berdegup kencang. Dia adalah Rian, seorang teman lama dari sekolah menengah yang telah lama tidak dia temui.

“Kira! Apa kabar?” Rian menyapa dengan senyuman hangat. “Aku tidak menyangka akan melihatmu di sini.”

Kira berusaha tersenyum. “Hai, Rian! Aku baik-baik saja. Kamu sendiri?”

“Aku baru pulang dari kota untuk liburan. Aku selalu menyukai bintang-bintang. Senang sekali bisa melihatnya di sini,” jawab Rian, terlihat antusias.

Mereka pun mulai berbincang tentang astronomi dan mimpi-mimpi mereka. Rian berbagi rencananya untuk kuliah di bidang sains dan bagaimana dia ingin menjelajahi luar angkasa. Kira merasa terinspirasi oleh semangat Rian, meskipun di dalam hati, bayangan Dorian tetap menghantui.

Setelah acara selesai, Rian mengajak Kira untuk menjelajahi tempat-tempat yang penuh dengan keindahan alam. Kira merasa nyaman berada di samping Rian, namun di setiap tawa dan candaan, dia tidak bisa sepenuhnya melupakan Dorian.

Beberapa minggu berlalu, dan Kira semakin dekat dengan Rian. Dia merasa Rian memiliki kepribadian yang hangat dan penuh kebaikan, tetapi hatinya masih terpaut pada Dorian. Satu malam, saat mereka duduk di tepi danau, Kira tak kuasa menahan perasaannya.

“Rian, aku…,” Kira memulai kalimatnya, namun terhenti sejenak. “Aku masih merindukan seseorang.”

Rian menatapnya dengan serius. “Siapa?”

“Dorian,” Kira menghela napas. “Dia pergi beberapa bulan lalu untuk mencari pekerjaan. Sejak saat itu, aku merasa kehilangan.”

Rian mengangguk, menunjukkan empatinya. “Aku mengerti. Rasanya sulit ketika seseorang yang kita cintai tidak ada di samping kita. Tapi kamu harus ingat, hidup terus berjalan. Dorian pasti ingin kamu bahagia.”

Kira menunduk, mengingat setiap kenangan bersama Dorian. “Aku tahu, tapi kadang-kadang aku merasa seolah dia tidak akan kembali.”

“Mungkin dia sedang berjuang untuk mencapai tujuannya. Jangan kehilangan harapan, Kira,” Rian menepuk bahunya. “Aku ada di sini untuk mendukungmu.”

Kira tersenyum tipis. “Terima kasih, Rian. Kamu sudah banyak membantuku.”

Di malam yang tenang itu, Kira merasa sedikit lebih ringan. Dia berusaha untuk membuka hati pada Rian, tetapi bayang-bayang Dorian masih menghantuinya. Setiap kali mereka berbicara tentang bintang-bintang, Kira tidak bisa mengabaikan rasa sakitnya.

Suatu malam, saat Kira berbaring di ranjangnya, dia teringat kembali pada surat yang belum dia kirimkan untuk Dorian. Dia mengambil kertas dan pena, menulis dengan hati-hati.

“Kepada Dorian,” tulisnya, “Aku merindukanmu setiap hari. Rasanya sulit untuk bergerak maju tanpa kehadiranmu. Aku berharap kamu baik-baik saja dan tidak melupakan janjimu untuk menulis. Setiap bintang yang aku lihat mengingatkanku pada kita. Jika kamu mendengar surat ini, tolong jangan lupakan aku.”

Setelah menyelesaikan surat itu, Kira menatap ke langit malam. Bintang-bintang bersinar cerah, dan dia berharap Dorian akan melihatnya dari jauh. Kira menaruh surat itu di tempat yang aman, menunggu saat yang tepat untuk mengirimkannya.

Hari-hari berlalu dan Rian semakin dekat dengan Kira. Dia mulai merasakan kehangatan baru dalam persahabatan mereka, tetapi hatinya masih terus melawan. Kira berusaha memberikan kesempatan pada Rian, meskipun Dorian selalu ada di sudut pikirannya.

Suatu sore, saat mereka berjalan-jalan di taman, Rian berkata, “Kira, aku suka cara kamu melihat dunia. Kamu punya cara unik dalam mengamati segala sesuatu.”

Kira terdiam, merasa tersanjung. “Terima kasih, Rian. Aku hanya… suka melihat keindahan dalam hal-hal kecil.”

Rian berhenti sejenak, menatap Kira dengan serius. “Aku ingin kamu tahu, meskipun Dorian pergi, aku ada di sini. Aku siap menemanimu, apapun yang terjadi.”

Kira merasakan sesuatu bergetar di dalam hatinya. Dia ingin percaya bahwa Rian bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan Dorian, tetapi ketakutan akan kehilangan lagi membuatnya ragu. Mungkin dia perlu waktu untuk sepenuhnya menerima perubahan ini.

Saat mereka pulang, Kira merasa bahwa perjalanan hidupnya baru saja dimulai. Dia harus belajar untuk menyimpan kenangan Dorian di dalam hatinya, tetapi juga terbuka untuk menghadapi apa yang akan datang. Mungkin cinta bisa muncul dari tempat yang tidak terduga, dan meskipun Dorian tetap menjadi bagian dari hidupnya, Kira juga bisa belajar mencintai dengan cara yang berbeda.

 

Menerima Cinta yang Baru

Waktu terus berlalu, dan hari-hari Kira kini dipenuhi dengan tawa dan cerita baru bersama Rian. Meskipun bayang-bayang Dorian masih menghantuinya, dia mulai merasakan kenyamanan dalam persahabatan yang berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam. Rian selalu ada di sisinya, memberikan dukungan dan kebahagiaan yang sangat dibutuhkannya.

Suatu malam, ketika Kira dan Rian sedang duduk di bangku taman, Kira merasakan ketegangan yang tidak biasa. Rian tampak gelisah, seolah ingin mengungkapkan sesuatu yang penting. Kira menatap Rian, merasakan jantungnya berdegup lebih cepat.

“Eh, Kira,” Rian memulai, suaranya bergetar sedikit. “Aku sudah menghabiskan banyak waktu bersamamu dan… aku merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan di antara kita.”

Kira merasa jantungnya berdebar. “Rian, aku—”

“Tunggu, izinkan aku menyelesaikan,” Rian memotong. “Aku tahu kamu masih merindukan Dorian, dan aku menghormati perasaanmu. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku ada di sini, siap untuk menemani dan mendukungmu. Apa pun yang kamu pilih, aku akan menerimanya.”

Kira terdiam, merenungkan setiap kata yang keluar dari mulut Rian. Dalam hatinya, dia tahu betapa berharganya Rian selama ini. Kira menghela napas dalam-dalam, berusaha meredakan kegugupannya. “Aku juga merasakan hal yang sama, Rian. Tapi kadang-kadang, aku merasa bersalah untuk melanjutkan hidup tanpa Dorian.”

Rian mengangguk, wajahnya menunjukkan pengertian yang dalam. “Itu wajar, Kira. Kita tidak bisa mengontrol siapa yang kita cintai atau seberapa lama kenangan itu bertahan. Tapi hidup ini terlalu berharga untuk dihabiskan hanya untuk kenangan. Aku ingin kamu merasakan cinta yang tulus dan bahagia lagi.”

Kira menatap ke langit malam, merenungkan kata-kata Rian. Bintang-bintang bersinar cerah, dan dia bisa merasakan kehadiran Dorian di antara mereka. Seolah-olah Dorian berkata, “Izinkan dirimu untuk bahagia.”

“Mungkin kamu benar,” Kira akhirnya berkata, suaranya bergetar. “Aku perlu belajar untuk menerima dan melanjutkan hidup. Aku ingin mencoba memberikan kesempatan pada kita.”

Rian tersenyum lebar, seolah-olah beban berat telah terangkat dari bahunya. “Aku akan melakukan yang terbaik untuk membuatmu bahagia, Kira.”

Malam itu, saat mereka berjalan pulang, Kira merasakan perubahan dalam dirinya. Ada harapan baru yang tumbuh di dalam hatinya, dan meskipun kenangan Dorian akan selalu menjadi bagian dari hidupnya, dia tidak perlu membiarkan kenangan itu menghalangi kebahagiaannya saat ini.

Beberapa minggu kemudian, Kira dan Rian mulai menjalin hubungan yang lebih intim. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbagi impian, dan merencanakan masa depan. Kira merasa lebih hidup dari sebelumnya, dan dia belajar untuk membuka hati pada cinta baru yang telah datang.

Suatu sore, saat mereka duduk di taman yang sama di mana mereka pernah berbicara tentang perasaan mereka, Rian menatap Kira dengan tatapan serius. “Kira, aku ingin mengajakmu untuk melihat bintang-bintang malam ini. Kita bisa menggunakan teleskop yang aku pinjam dari sekolah.”

Kira tersenyum, merasakan kegembiraan mengalir dalam dirinya. “Tentu, itu akan menyenangkan!”

Mereka berjalan menuju tempat yang lebih sepi, di mana langit terbuka lebar, dan bintang-bintang tampak sangat jelas. Rian menyiapkan teleskop, dan saat Kira melihat ke dalamnya, dia terpesona oleh keindahan langit malam.

“Lihat! Itu adalah Orion!” Rian menjelaskan dengan penuh semangat. “Konstelasi yang terkenal dengan bentuknya seperti pemburu.”

Kira mengangguk, berusaha menyerap setiap detail. Dalam hati, dia merasa seperti Dorian ada di sana, tertawa dan berbagi pengetahuan seperti dulu. Tapi saat dia menoleh melihat Rian, dia menyadari bahwa saat ini, dia tidak sendirian. Ada seseorang yang peduli dan ingin bersamanya, dan itu adalah Rian.

Sambil berbagi tawa dan cerita, Kira merasa seolah-olah dua dunia bertemu—kenangan yang indah dan harapan yang baru. Dia menyadari bahwa cinta tidak harus saling menggantikan, tetapi bisa saling melengkapi. Dia bisa menyimpan kenangan Dorian di dalam hatinya sambil membiarkan cinta Rian tumbuh.

Malam itu, saat mereka berbaring di rumput, menatap bintang-bintang yang bersinar, Rian mengambil tangan Kira. “Kira, aku senang bisa berbagi momen ini bersamamu. Aku berharap kita bisa terus bersama dalam petualangan ini.”

Kira menatap Rian dengan mata penuh rasa syukur. “Aku juga, Rian. Terima kasih sudah ada di sini untukku.”

Dan di bawah langit yang penuh bintang, Kira merasa bahwa cinta bisa datang dalam berbagai bentuk. Dia akan terus mengingat Dorian dengan penuh kasih, tetapi kini dia juga belajar untuk mencintai Rian dengan sepenuh hati. Dengan setiap detak jantungnya, dia merasakan cinta dan kasih sayang yang baru—sebuah perjalanan yang indah yang baru saja dimulai.

 

Jadi, Kira pun mulai sadar, kehilangan bukan berarti semuanya berakhir. Kadang, justru itu bisa jadi awal dari sesuatu yang baru dan seru. Dengan Rian di sampingnya, dia belajar bahwa cinta bisa datang dalam berbagai cara.

Di bawah langit berbintang, Kira merasakan harapan baru tumbuh di hatinya, sambil tetap mengingat kenangan indah bareng Dorian. Hidup terus berjalan, dan siapa tahu, cinta yang berikutnya bisa bikin hati kita lebih berbunga-bunga lagi!

Leave a Reply