Daftar Isi
Jadi, pernah nggak sih kamu ngerasa ada seseorang yang selalu ada di sekelilingmu, meski kamu belum pernah benar-benar bertemu? Bayangin, kamu lagi asik scroll medsos, tiba-tiba ada sosok misterius yang bikin hati kamu berdebar.
Ini bukan cuma tentang likes atau DM, tapi lebih dalam lagi—seperti sebuah permainan cat-and-mouse yang bikin kamu penasaran. Yuk, simak kisah Kira dan Adrian, di mana cinta, rahasia, dan media sosial bersatu dalam cara yang bikin kamu ketagihan!
Cinta dalam Bayang-Bayang
Jejak di Dunia Maya
Kira duduk di sudut kafe kecil dengan secangkir kopi di tangan, menatap layar ponselnya. Aroma biji kopi yang baru diseduh menyelimuti udara, menambah kenyamanan saat dia berusaha merenung. Di hadapannya, lukisan senja yang baru selesai dia buat terlihat memesona. Namun, saat ini, semua yang dia lihat di kanvas seakan tertutupi oleh kerinduan akan sesuatu yang lebih dari sekadar warna dan goresan. Dia membuka aplikasi Instagram dan melihat unggahannya.
Hari itu, dia memposting lukisan tersebut, menggambarkan pemandangan senja di pantai yang menggetarkan jiwa. Kira merasa bangga, tetapi juga sedikit cemas. Sudah lama dia menanti respons dari dunia luar, dari para penggemarnya yang entah berapa banyak. Dengan sedikit rasa optimis, dia memutuskan untuk membuka kolom komentar.
Beberapa pujian muncul, tetapi satu komentar menarik perhatian Kira. Dari akun bernama @Abyss. Sederhana dan misterius, hanya memiliki satu foto profil—sebuah siluet hitam tanpa wajah.
“Lukisanmu seperti jendela menuju dunia lain. Bagaimana bisa kau menangkap keindahan seperti itu?” tulisnya.
Kira mengernyitkan dahi, sedikit bingung, tetapi juga penasaran. “Terima kasih! Itu inspirasi dari sunset di pantai. Kau suka seni?” balasnya, mencoba menjalin komunikasi.
Balasan yang datang sangat cepat. “Aku sangat menyukainya. Mungkin kita bisa berbagi pandangan tentang seni?”
Kira merasa ada kegembiraan yang mengalir dalam jari-jarinya saat dia mengetik balasan. Ada sesuatu yang berbeda dari @Abyss, yang membuatnya merasa nyaman. Kira seringkali merasa kesepian, terutama di tengah teman-teman sekelas yang kadang terasa jauh. Namun di balik layar, seolah-olah dia menemukan seseorang yang mengerti.
Hari-hari berlalu, dan komunikasi mereka semakin intens. Kira mulai merasa dekat dengan @Abyss, membicarakan segalanya—tentang seni, mimpi, dan harapan. Namun, semakin dalam mereka berbicara, semakin kuat juga rasa cemas di hati Kira. Siapa sebenarnya orang ini?
Suatu sore, saat dia berjalan pulang dari kampus, Kira merasakan ada yang mengawasinya. Ketika dia berbalik, sosok pria berambut gelap terlihat di ujung jalan. Jantungnya berdegup kencang. Ketika tatapan mereka bertemu, pria itu tersenyum. Namun, saat Kira mengedipkan mata, dia sudah menghilang.
Satu perasaan menghantuinya: ketakutan. Apakah ini semua ada hubungannya dengan @Abyss? Dia menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran aneh itu. Namun, rasa ingin tahunya semakin menggelora. Kira mengabaikan rasa cemas dan kembali fokus pada obrolan mereka.
Setiap malam, dia menunggu pesan dari @Abyss. Setiap pesan baru terasa seperti detakan jantung yang menambah semangat hidupnya. Akun misterius itu mulai menjadi bagian penting dalam rutinitas harian Kira. Meski ada keraguan, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menjawab setiap kali pesan baru datang.
Suatu malam, saat Kira duduk di meja kerjanya dengan lampu meja yang hangat, dia memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya. “Siapa sebenarnya kamu? Aku merasa kita terhubung, tapi aku juga merasa cemas.”
Tak lama, pesan balasan datang. “Aku hanya seorang pengagum senimu. Jangan khawatir, Kira. Aku tidak akan mengganggumu.”
Kira menggelengkan kepala, merasa aneh dengan jawaban itu. Apakah ini jawaban yang seharusnya dia terima? Namun, rasa kesepian dalam hatinya terus menggelitik. Dia ingin mengenal lebih jauh, tetapi ada suara kecil dalam dirinya yang memperingatkan untuk berhati-hati.
Di tengah kebingungannya, Kira tetap melanjutkan hidup. Dia kembali berkonsentrasi pada kuliahnya, tetapi pikiran tentang @Abyss terus menghantuinya. Suatu hari, dia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang akun ini. Setelah sedikit menyelidiki, dia menemukan bahwa @Abyss mengikuti beberapa seniman lain yang pernah ia lihat di pameran seni. Ini memberi Kira harapan, meski sedikit.
Di saat itulah dia mulai berpikir untuk memberi kesempatan kepada @Abyss. Namun, saat malam menjelang, ketidakpastian itu kembali menghantuinya.
Kira menarik napas dalam-dalam dan memutuskan untuk mengirim pesan lagi. “Mungkin kita bisa bertemu dan berbagi pandangan tentang seni? Aku butuh teman bicara.”
Setelah beberapa menit, pesan balasan datang. “Tentu. Bagaimana kalau kita bertemu di pameran seni akhir pekan ini?”
Kira tersenyum, meski di dalam hati ada rasa gugup. Dia berjanji pada diri sendiri untuk bersikap tenang. Kira tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi dia merasa, inilah awal dari perjalanan yang baru. Di mana kebenaran tentang @Abyss menunggu untuk terungkap, dan di balik layar itu, siapa yang akan menjadi bagian dari hidupnya?
Dia menutup ponselnya, lalu memandangi lukisan senja yang tergantung di dinding. Sebuah karya yang menjadi simbol harapan dan ketidakpastian. Kira ingin menggali lebih dalam tentang @Abyss, meski dia tahu, kadang misteri lebih berbahaya dari yang kita kira.
Dengan pikiran yang campur aduk, Kira menatap langit malam. Dia ingin percaya bahwa cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga, bahkan jika bayang-bayang mengintai di belakangnya.
Kira memejamkan mata, membayangkan apa yang akan terjadi di pameran seni. Dia sudah bersiap, tetapi hatinya tak henti berdebar. Dengan langkah yang mantap, dia melangkah ke arah yang tak terduga, menanti takdir yang siap menanti di depannya.
Ketidakpastian
Akhir pekan itu tiba, dan Kira tidak bisa tidur nyenyak. Sejak pagi, perutnya terasa bergetar, campuran antara kegembiraan dan kegugupan. Dia merias wajahnya, mengenakan gaun sederhana berwarna biru laut yang membuatnya merasa percaya diri. Saat melihat refleksinya di cermin, Kira berusaha meyakinkan diri bahwa ini hanya pertemuan biasa. Namun, bayangan wajah @Abyss terus terngiang dalam pikirannya.
Kira tiba di galeri seni setengah jam lebih awal. Atmosfer di sana sangat hidup, dengan pengunjung yang berdiskusi tentang karya seni yang dipamerkan. Dia bisa merasakan energi di sekelilingnya, tetapi jantungnya terus berdegup kencang. Dia menyusuri dinding galeri yang dipenuhi lukisan, mencoba menenangkan pikirannya.
Setiap detik terasa seperti satu jam saat dia menunggu. Kira terus memeriksa ponselnya, berharap @Abyss tidak membatalkan rencana. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengalihkan perhatian dengan mengagumi sebuah lukisan besar yang menampilkan lanskap pegunungan di bawah langit malam. Goresan cat biru tua dan hitamnya seolah menceritakan sebuah kisah.
Tiba-tiba, suara lembut di sampingnya membuatnya tersentak. “Kira, kan?”
Kira berbalik, dan jantungnya berhenti sejenak. Di depannya berdiri seorang pria dengan rambut hitam, mata tajam, dan senyum yang hangat. Dia mengenakan jaket kulit yang tampak pas, menambah daya tariknya. Kira tak bisa menahan diri untuk tidak merasa kagum.
“Iya, aku Kira,” jawabnya, berusaha terdengar tenang meski detak jantungnya masih menggebu. “Kamu @Abyss?”
Dia mengangguk, seolah sudah menunggu momen ini. “Iya, aku Adrian. Senang bertemu langsung.”
Kira merasa aneh mendengar namanya. Dia membayangkan sosok misterius di balik akun itu, tetapi Adrian sepertinya tidak jauh berbeda dari apa yang dia harapkan. “Senang bertemu juga,” ucapnya, berusaha mencairkan suasana.
Mereka berjalan beriringan di antara lukisan-lukisan, membahas karya-karya yang ada di sekeliling mereka. Kira merasa terbawa oleh setiap kata yang keluar dari mulut Adrian, cara dia bercerita membuatnya betah. Tidak ada yang terlalu serius, hanya percakapan ringan yang mengalir. Adrian punya cara menjelaskan hal-hal kompleks dengan sangat sederhana, membuat Kira merasa terhubung.
Setelah beberapa saat, mereka berhenti di depan lukisan abstrak yang penuh warna. “Menurutku, seni itu seperti cinta. Terkadang, kamu tidak tahu apa yang kamu lihat, tetapi kamu merasakannya,” kata Adrian sambil menatap lukisan itu.
Kira tersenyum. “Itu benar. Aku rasa seni selalu bisa membangkitkan perasaan yang tidak bisa dijelaskan.”
Adrian mengangguk, lalu menatap Kira dengan intens. “Kira, aku merasa ada sesuatu yang spesial di antara kita. Sejak kita mulai berbicara, aku merasa seperti sudah mengenalmu lama.”
Hati Kira berdebar, dia tidak pernah menduga bahwa Adrian akan berkata seperti itu. “Aku juga merasa begitu. Tapi… ada yang ingin aku tanyakan.”
“Silakan,” jawab Adrian, terlihat antusias.
“Apa yang membuatmu tertarik untuk mengikuti aku di media sosial? Kita baru saja bertemu, dan aku merasa seperti kau sudah tahu banyak tentangku.”
Adrian tersenyum, lalu menjelaskan, “Aku melihat unggahan seni di akunmu, dan itu menyentuh hatiku. Sejak saat itu, aku mulai mengikuti dan terpesona dengan cara kamu melihat dunia.”
Kira merasa hangat mendengar pujian itu, tetapi rasa ingin tahunya masih belum terjawab. “Tapi, bagaimana dengan akunmu? Kenapa memilih untuk tetap misterius?”
Adrian terdiam sejenak, seolah memilih kata-katanya dengan hati-hati. “Aku suka menjaga privasi, tapi aku juga ingin melindungi diri. Hidup di media sosial kadang bisa membuat kita kehilangan diri kita sendiri. Aku ingin memastikan bahwa setiap interaksi yang aku lakukan adalah tulus.”
Kira mengangguk, merasakan bahwa Adrian bukan hanya sekadar pria biasa. Ada kedalaman di dalam dirinya yang membuatnya tertarik. “Aku paham. Terkadang aku merasa dunia maya bisa sangat menipu,” katanya, sambil melihat sekeliling.
Adrian menatapnya dengan lembut. “Tapi aku berjanji, aku bukanlah orang yang akan menipumu. Aku ingin mengenalmu lebih dalam.”
Kira merasa jantungnya bergetar lagi. Kalimat itu membuatnya merasa diperhatikan dengan tulus. Saat mereka melanjutkan percakapan, dia mulai merasa nyaman. Kira berbagi lebih banyak tentang hidupnya, harapan, dan mimpinya. Dan saat Adrian berbagi tentang hidupnya, dia tahu bahwa dia menemukan seseorang yang bisa dia percayai.
Namun, di balik perasaan itu, Kira tetap merasakan keraguan. Apakah dia benar-benar bisa mempercayai Adrian sepenuhnya? Ketika mereka beranjak pergi dari galeri, Kira merasakan ketegangan di udara. Mereka berdiri di luar galeri, di bawah lampu jalan yang redup.
Adrian tersenyum dan bertanya, “Mau kemana setelah ini? Aku tahu tempat kopi yang enak.”
Kira mempertimbangkan tawaran itu. Dia merasa tertarik, tetapi ada suara kecil di dalam dirinya yang memperingatkan. “Sebenarnya, aku harus pulang. Hari ini sangat melelahkan,” jawabnya, mencoba tidak terdengar mengecewakan.
Adrian terlihat sedikit kecewa, tetapi senyumnya tetap ada. “Baiklah, lain kali mungkin?”
“Ya, lain kali,” balas Kira, dan saat itu, ada rasa sedih yang menggelayut di hatinya. Dia tahu dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Adrian, tetapi keraguan itu kembali muncul.
Setelah berpamitan, Kira berjalan pulang dengan langkah berat. Di dalam dirinya, ada perasaan campur aduk. Apakah keputusan untuk bertemu dengan Adrian adalah langkah yang tepat? Atau justru membawanya ke dalam masalah yang lebih dalam?
Saat dia sampai di rumah, Kira langsung membuka ponselnya. Dia mengirim pesan ke Adrian: “Senang bertemu hari ini. Terima kasih sudah mengajakku. Semoga kita bisa bertemu lagi.”
Dia menunggu, dan detik-detik terasa seperti selamanya. Akhirnya, balasan datang. “Senang bertemu juga, Kira. Aku sudah merasa terhubung denganmu. Aku ingin tahu lebih banyak.”
Kira tersenyum membaca pesan itu, meski rasa was-was di dalam dirinya tetap ada. Dia tidak bisa menahan perasaan senang saat membaca balasan Adrian, tetapi dia juga tahu bahwa langkah selanjutnya tidak boleh diambil dengan sembrono.
Malam itu, saat Kira berbaring di tempat tidurnya, dia merenung. Apakah cinta yang mereka bangun di dunia maya akan bertahan dalam kenyataan? Atau justru akan hancur seiring berjalannya waktu? Dia menatap langit malam dari jendela, berharap jawaban itu segera datang.
Dalam Bayang-Bayang
Hari-hari setelah pertemuan itu berjalan dengan cepat, dan Kira merasakan kehadiran Adrian dalam hidupnya semakin kuat. Setiap pagi, dia mengecek ponselnya dengan harapan ada pesan baru dari @Abyss. Mereka mulai berbagi lebih banyak hal—kegiatan sehari-hari, hobi, bahkan impian mereka. Kira merasa seperti berlayar di laut yang tenang, meskipun ada badai kecil yang mengintai di kejauhan.
Suatu malam, saat Kira menatap layar ponselnya, dia melihat foto yang diunggah Adrian. Itu adalah potret dirinya sedang melukis di studio, senyumnya lebar dan ceria. Kira tersenyum melihat betapa berbakatnya Adrian. Namun, ada sesuatu yang aneh dalam foto itu—ada detail kecil yang membuatnya merasa tidak nyaman. Di sudut kanan bawah, ada bayangan samar yang tampak mirip dengan sosok seseorang.
Kira mengabaikan perasaan itu dan memberi komentar, “Keren! Senangnya melihatmu berkarya. Kamu pasti sangat berbakat!”
Beberapa detik kemudian, Adrian membalas, “Terima kasih! Kamu harus datang melihatnya langsung. Banyak hal yang belum aku tunjukkan padamu.”
Kira merasakan kegembiraan mengalir dalam dirinya. Dia ingin sekali bertemu dengan Adrian lagi. “Tentu! Aku ingin sekali. Ayo kita atur jadwal,” balasnya penuh semangat.
Setelah itu, Kira tidak bisa menghilangkan rasa tidak nyaman yang dia rasakan. Bayangan dalam foto itu terus menghantuinya. Dia berusaha meyakinkan diri bahwa itu hanyalah ilusi atau permainan cahaya. Namun, nalurinya mengatakan sebaliknya.
Hari berikutnya, Kira pergi ke kafe favoritnya untuk bersantai dan melukis. Saat dia mulai menggoreskan kuas di atas kanvas, pikirannya melayang kembali kepada Adrian. Dia masih teringat saat mereka berjalan di galeri seni, tawa dan cerita yang mengalir antara mereka. Tetapi di sudut hatinya, ada keraguan yang semakin menguat. Apa yang sebenarnya dia ketahui tentang Adrian? Siapa dia di luar akun media sosialnya?
Ketika kembali ke rumah, Kira kembali membuka profil Adrian. Dia menggulir ke bawah, mencari tahu lebih banyak tentang pria itu. Setiap foto dan unggahan seolah mengungkapkan sisi yang berbeda dari dirinya. Kira menemukan foto-foto dari perjalanan Adrian, gambar-gambar tempat-tempat eksotis, dan tentu saja, lebih banyak karya seni. Tetapi saat dia melihat lebih dekat, Kira menemukan sesuatu yang aneh—sejumlah foto tampak diambil dari sudut yang sangat sama.
“Kenapa semua foto ini seolah diambil dari jarak yang sama?” gumam Kira, merasa semakin curiga.
Dia tidak bisa mengabaikan perasaan cemas itu, meski suara hati kecilnya terus berusaha menenangkan. Mungkin ini semua hanya kebetulan. Mungkin Adrian memang sangat suka memotret tempat yang sama berulang kali. Tapi, pikirannya terus membawanya pada kemungkinan yang lebih gelap.
Beberapa hari kemudian, saat Kira sedang bersiap-siap untuk bertemu Adrian, hatinya dipenuhi dengan antisipasi sekaligus keraguan. Dia mengenakan gaun merah marun yang membuatnya merasa percaya diri, berusaha menutupi perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya. Saat tiba di studio lukis Adrian, suasana di luar tampak cerah dan penuh semangat. Namun, saat dia melangkah masuk, kegugupan kembali menyergap.
“Hey, kamu datang!” Adrian menyambutnya dengan senyum lebar.
“Ya, aku ingin melihat lebih banyak karya seni kamu,” jawab Kira, berusaha terdengar antusias meskipun hatinya bergetar.
Adrian menunjukkan berbagai karya yang telah dia buat. Kira terpesona oleh keindahan lukisan-lukisan itu, tetapi bagian dari dirinya tidak bisa sepenuhnya menikmati momen ini. Dia merasakan ada sesuatu yang hilang dalam interaksi mereka. Seperti ada lapisan di antara mereka yang tidak bisa dia jembatani.
Setelah berkeliling, mereka duduk di sebuah bangku kayu di sudut studio. “Apa yang ada di pikiranmu?” tanya Adrian, menatap Kira dengan penuh perhatian.
“Hmm… hanya mencoba memahami dunia seni. Dan aku juga penasaran tentang kamu,” jawabnya, jujur.
Adrian tersenyum. “Aku senang kamu tertarik. Apa yang ingin kamu ketahui?”
Kira mengerutkan kening, berusaha menemukan cara untuk mengungkapkan keraguannya. “Seperti… apa kamu selalu menggambar tempat-tempat yang sama? Aku melihat beberapa foto kamu, dan… semuanya tampak mirip.”
Adrian terdiam sejenak, wajahnya tampak serius. “Setiap tempat punya cerita sendiri, Kira. Kadang, aku hanya ingin menangkap momen yang membuatku merasa hidup.”
Tapi Kira tidak bisa membuang perasaan aneh yang terus menghantuinya. “Tapi, bagaimana dengan foto-foto yang diambil dari sudut yang sama? Apakah itu bukan kebetulan?”
“Ah, itu mungkin hanya perspektif,” jawab Adrian, dengan nada yang sedikit defensif. “Aku percaya bahwa keindahan ada dalam detail.”
Mendengar jawabannya, Kira merasa lebih bingung. Kenapa dia tidak bisa menjelaskan dengan lebih sederhana? Ada sesuatu yang tidak pas dalam cara Adrian berbicara, seolah dia menyembunyikan sesuatu yang lebih dalam.
Kira mencoba mengalihkan perhatian dengan membahas lukisan-lukisan lainnya, tetapi hatinya terus berdebar. Dia merasa seolah ada tembok yang dibangun antara mereka, menghalangi keintiman yang seharusnya terbangun. Akhirnya, Kira memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya.
“Adrian, aku… aku hanya ingin memastikan bahwa kita di sini dengan alasan yang sama. Aku tidak ingin salah paham tentang kita.”
Adrian menatapnya dengan serius. “Aku di sini untuk mengenalmu, Kira. Kamu tidak perlu khawatir tentang itu.”
Tetapi perasaan tidak nyaman itu tidak hilang. Saat mereka berpisah di luar studio, Kira merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hati dan pikirannya. Dia berusaha meyakinkan diri bahwa semua ini hanyalah bagian dari perjalanan mengenal satu sama lain, tetapi bayangan misterius di sekitar Adrian terus menghantui.
Di perjalanan pulang, Kira merasa bingung. Dia ingin percaya pada Adrian, tetapi tidak bisa menepis perasaan curiga yang terus berkembang. Dia membuka aplikasi media sosialnya dan melihat akun Adrian lagi, mencoba menemukan jawaban dari pertanyaan yang menggelayut di pikirannya. Ada sesuatu yang aneh, dan dia tahu dia harus menyelidikinya lebih dalam.
Sesampainya di rumah, Kira memutuskan untuk melakukan pencarian lebih lanjut tentang Adrian. Mungkin ada jejak yang bisa membantunya memahami siapa sebenarnya pria ini—seseorang yang telah berhasil mencuri hatinya sekaligus menimbulkan rasa curiga yang mendalam.
Ketika malam merayap, Kira duduk di depan layar laptopnya, mengumpulkan keberanian untuk menemukan jawaban yang dia cari. Dia tahu, meskipun cinta mereka mungkin terjalin di dunia maya, kenyataan bisa menjadi lebih rumit dari yang dia bayangkan.
Menghadapi Kebenaran
Kira duduk di depan layar laptopnya, jari-jarinya bergerak cepat di atas keyboard. Dia mencari informasi tentang Adrian, berharap menemukan jejak yang bisa mengungkap siapa sebenarnya pria yang berhasil membuatnya terpesona dan cemas sekaligus. Namun, semakin dia mencari, semakin dia merasa terjebak dalam labirin misteri yang tidak ada ujungnya.
Hasil pencariannya menunjukkan sedikit tentang Adrian—beberapa artikel tentang pameran seni yang diikutinya dan komentar positif tentang karyanya. Namun, tidak ada detail pribadi yang jelas. Hanya ada satu foto yang tampaknya diambil oleh seseorang di belakangnya, saat Adrian sedang berdiri di depan sebuah lukisan. Dalam foto itu, tampak bayangan samar seorang pria dengan siluet yang tidak jelas, mirip dengan bayangan yang Kira lihat di foto sebelumnya.
Kira merasakan jantungnya berdegup kencang. Mungkin ini saatnya untuk bertindak. Dia harus mencari tahu kebenaran, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk melindungi hatinya. Dengan penuh tekad, Kira memutuskan untuk mengunjungi studio Adrian tanpa memberi tahu dia.
Keesokan harinya, saat matahari mulai terbenam, Kira mendekati studio Adrian. Suasana sekitar terasa tenang, tapi dia bisa merasakan ketegangan yang menggelora di dalam dirinya. Ketika dia memasuki ruang tersebut, suasana sepi menyelimuti. Hanya ada suara detak jarum jam dan aroma cat yang masih baru. Namun, sesuatu terasa aneh—seperti ada yang mengawasinya.
Dia bergerak pelan, mengamati setiap sudut studio, berharap menemukan petunjuk. Tiba-tiba, dari sudut matanya, Kira melihat sebuah pintu kecil yang tertutup. Rasa ingin tahunya membuatnya melangkah mendekat. Dengan hati-hati, dia mendorong pintu itu, dan sebuah suara lembut keluar dari sana.
“Siapa di sana?” suara itu terdengar akrab, dan Kira mengenali itu sebagai suara Adrian.
Jantungnya berdebar, tetapi dia tahu dia harus melakukannya. “Aku… Kira,” jawabnya pelan, suaranya hampir tak terdengar.
Pintu terbuka perlahan, dan Adrian muncul dengan ekspresi terkejut. “Kira? Kenapa kamu di sini?”
Dia bisa merasakan kekhawatiran di mata Adrian, tetapi Kira tidak ingin menyembunyikan apapun. “Aku… aku hanya ingin tahu lebih banyak tentangmu.”
Adrian menatapnya sejenak, lalu menghela napas dalam. “Kira, ada hal yang harus aku jelaskan. Aku tidak ingin kamu merasa tersakiti.”
Rasa cemas itu semakin mendalam. “Apa maksudmu? Kenapa ada bayangan di foto-foto itu? Kenapa kamu tidak memberitahu aku yang sebenarnya?”
Adrian terdiam, seolah mencari kata-kata yang tepat. “Sebenarnya, aku… aku memiliki seorang sahabat yang sangat dekat. Dia seorang fotografer, dan kadang-kadang dia mengikutiku untuk mengambil foto. Dia sering memotret tanpa sepengetahuanku, dan aku tidak ingin kamu salah paham.”
Kira terkejut. “Jadi, bayangan itu adalah dia? Kenapa kamu tidak memberitahuku?”
Adrian menunduk, terlihat frustrasi. “Aku tidak ingin menakut-nakuti kamu. Aku tidak ingin kamu berpikir aku memiliki sesuatu yang disembunyikan. Tetapi aku juga tidak ingin menyembunyikan sahabatku dari kamu.”
Kira merasakan campuran perasaan—kekhawatiran dan kebingungan. “Tapi, aku merasa ada sesuatu yang lebih. Kenapa kamu tidak terbuka saja?”
Adrian mengangkat wajahnya, matanya penuh harap. “Karena aku ingin kita memiliki hubungan yang tulus, Kira. Aku tidak ingin masa laluku mengganggu kita. Aku hanya ingin kita fokus pada saat ini.”
Kira merasa hatinya bergetar. “Tapi aku tidak bisa terus maju tanpa tahu siapa kamu yang sebenarnya.”
Adrian melangkah lebih dekat, mengulurkan tangan untuk menyentuh bahunya. “Aku akan memberitahumu semua yang kamu ingin tahu. Aku tidak ingin ada rahasia antara kita. Aku ingin kamu percaya padaku.”
Kira merasakan ketulusan dalam suara Adrian. Meskipun masih ada keraguan, dia tahu ini adalah kesempatan untuk memahami lebih dalam. “Oke, tapi kita harus jujur satu sama lain. Tidak ada lagi rahasia.”
Adrian mengangguk dengan mantap. “Deal. Kita mulai dari awal, Kira. Mari kita bangun hubungan ini dengan kejujuran.”
Malam itu, mereka duduk berdua di studio, Adrian bercerita tentang sahabatnya dan bagaimana mereka terlibat dalam dunia seni. Kira mendengarkan dengan seksama, merasakan jalinan kepercayaan yang mulai terjalin di antara mereka. Mungkin ada misteri yang perlu dipecahkan, tetapi saat itu, dia merasa seolah jalan mereka sedang disinari cahaya baru.
Ketika waktu berlalu, Kira menyadari bahwa meskipun ada rasa ketidakpastian yang mengintai, dia tidak bisa menolak perasaan yang tumbuh dalam dirinya. Dia tertarik pada Adrian, pada misteri yang mengelilinginya, dan pada perjalanan yang sedang mereka lalui.
“Adrian,” Kira memecah keheningan, “aku ingin berusaha. Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu, bukan hanya sebagai seniman, tetapi juga sebagai seseorang yang bisa aku percayai.”
Adrian tersenyum, senyum yang menghangatkan hatinya. “Dan aku ingin melakukan hal yang sama. Kita akan melalui ini bersama.”
Kira merasa harapan baru tumbuh di dalam dirinya. Meskipun perjalanan mereka tidak selalu mudah, dia tahu satu hal—ia ingin berjalan di samping Adrian, menelusuri lorong-lorong misteri dan keindahan yang akan mereka temui.
Saat Kira melangkah keluar dari studio, dia menoleh untuk melihat Adrian sekali lagi. Dia tahu, terlepas dari semua ketidakpastian, ada sesuatu yang kuat mengikat mereka. Dan dalam keheningan malam, saat bintang-bintang bersinar di langit, Kira merasakan cinta baru yang tumbuh—cinta yang dibangun di atas kejujuran dan pengertian.
Jadi, siapa sangka kalau cinta bisa muncul dari tempat yang nggak terduga? Kira dan Adrian buktiin bahwa di balik medsos, ada banyak cerita seru yang nunggu untuk diungkap. Jangan ragu buat menjelajah, karena cinta bisa datang dari mana aja—baik di dunia nyata maupun di dunia maya! Sampai jumpa di kisah cinta lainnya, guys!!!