Kisah Burung Merak dan Kakatua: Persahabatan yang Menghadapi Bahaya

Posted on

Hallo, kamu pernah nggak sih ngebayangin kalau burung merak dan kakatua bisa jadi sahabat? Nah, siap-siap deh karena di cerita ini, kita bakal ngikutin petualangan seru mereka yang penuh tawa dan ketegangan. Dari menghadapi bahaya sampai menemukan arti persahabatan sejati, semua ada di sini! Jadi, yuk kita terbang bareng ke dunia mereka yang penuh warna!

 

Kisah Burung Merak dan Kakatua

Merak yang Angkuh

Di sebuah hutan yang rimbun, di antara pepohonan tinggi yang menghalangi sinar matahari, burung Merak melangkah dengan angkuh. Dengan bulu-bulu indah yang berkilauan, ia seolah menjadi raja di alam bebas. Setiap langkahnya menggambarkan kepercayaan diri yang luar biasa. Merak suka berhenti di depan cermin alam, yang tak lain adalah danau kecil di tengah hutan. Setiap kali melihat pantulan dirinya, ia selalu merasa puas.

“Wow, lihat diriku! Bulu-bulu ini benar-benar memukau,” ucap Merak sambil melambai-lambaikan sayapnya, seolah mengajak semua makhluk di hutan untuk menyaksikan keindahan dirinya. Ia menari-nari kecil di tepi danau, merasa sangat bangga.

Tak jauh dari situ, Kakatua, burung dengan bulu putih bersih dan paruh yang cerah, terbang mendekat. Dengan gaya cerianya, ia melambai kepada Merak, “Eh, Merak! Kamu lagi ngetren, ya? Hari ini kamu terlihat sangat berkilau!”

Merak tersenyum sombong, “Tentu saja, Kakatua. Siapa yang tidak mengagumi kecantikanku? Mungkin kamu bisa belajar sedikit dariku.” Ia menyombongkan diri, melentikkan sayapnya yang megah.

Kakatua tertawa kecil, “Ayo, Merak. Kecantikan itu penting, tapi ingat, kamu juga harus bersenang-senang. Tidak semua orang bisa melihat keindahan dari luar. Kadang, keindahan dari dalam juga perlu, lho.”

Merak hanya melirik Kakatua dengan skeptis. “Ah, kamu hanya penghibur. Lihat saja, siapa yang menjadi pusat perhatian di sini? Semua burung mengagumi keindahanku, bukan pesonamu yang membosankan itu.”

Senyum Kakatua tetap cerah, “Jangan terlalu bangga, Merak. Kadang, orang-orang lebih suka kebahagiaan dan humor daripada sekadar penampilan. Coba saja bersenang-senang sedikit!”

Merak mengangkat alis, “Bersenang-senang? Kenapa aku harus melakukannya? Aku bisa saja duduk di sini dan menikmati kecantikanku tanpa harus mengubah apapun.”

Kakatua menggelengkan kepala, “Baiklah, jika kamu merasa itu yang terbaik. Tapi ingat, tidak selamanya kamu bisa bersinar sendirian.”

Hari-hari berlalu, dan Merak terus berfokus pada penampilannya. Ia akan sering menghabiskan waktu di danau, menata bulu-bulunya, dan beraksi seolah-olah sedang berada di panggung. Ia tidak peduli dengan Kakatua yang selalu berusaha mengajaknya bermain dan bersenang-senang.

Suatu sore, saat Merak lagi-lagi berada di tepi danau, Kakatua datang dengan wajah yang sedikit cemas. “Merak, kamu harus mendengar ini. Aku mendengar dari burung-burung lain bahwa ada sekelompok penggembala yang datang ke hutan. Mereka mencari burung untuk ditangkap!”

Merak tidak menggubrisnya. “Oh, Kakatua, kamu dan khayalanmu. Siapa yang mau menangkapku? Mereka pasti tidak tahu bahwa aku adalah burung terindah di hutan ini.”

Kakatua terlihat lebih serius. “Tapi Merak, mereka tidak mencari kecantikan. Mereka mencari burung yang tidak berhati-hati! Kamu harus memperhatikan, jangan terlalu percaya diri!”

“Tapi aku tidak takut,” jawab Merak sambil mengibaskan sayapnya. “Aku selalu bisa terbang lebih tinggi dan lebih jauh dari siapapun.”

Kakatua menghela napas, “Kamu mungkin bisa terbang tinggi, tapi kadang-kadang yang terpenting adalah hati-hati. Jangan sampai terlambat, Merak!”

Merak hanya mengangkat bahu, merasa bahwa ia tidak perlu khawatir. Dia terus kembali ke danau, terpesona oleh bayangannya sendiri.

Namun, malam menjelang dan kegelapan mulai menyelimuti hutan. Suara-suara asing mulai terdengar, dan Kakatua yang selalu waspada merasakan ketegangan di udara. Saat burung-burung lain mulai mencari tempat berlindung, Kakatua terbang kembali ke tepi danau.

“Merak! Aku benar-benar khawatir. Mereka sudah dekat! Kita harus segera pergi!” Kakatua berseru dengan nada panik.

Merak merasakan detak jantungnya bergetar saat mendengar suara riuh. “Tenang, Kakatua. Aku tidak mungkin pergi hanya karena rumor. Aku terlalu indah untuk ditangkap.”

Kakatua terbang mendekat dan menggigit sayap Merak dengan lembut, “Kamu tidak mengerti! Ini bukan soal kecantikan. Ini soal keselamatan! Ayo, ikuti aku!”

Merak, untuk pertama kalinya, merasa ada yang tidak beres. Ia menatap Kakatua dengan ragu, “Tapi… aku tidak ingin terlihat jelek, Kakatua.”

“Sekarang bukan waktu untuk berbicara tentang penampilan! Kita harus pergi!” Kakatua mendesak, melirik ke arah suara yang semakin mendekat.

Merak akhirnya tersadar. Ia menatap langit yang mulai gelap, dengan awan-awan hitam yang menyelimuti. “Baiklah, Kakatua. Aku akan mengikutimu. Tapi aku tidak suka harus terbang rendah.”

Dan saat itu, Merak terpaksa melepaskan egonya. Bersama Kakatua, mereka terbang dengan cepat, mencoba menghindari ancaman yang mengintai di malam yang gelap itu. Hati Merak bergetar antara rasa takut dan ketidakpastian, tetapi ia tahu, untuk pertama kalinya, ia tidak sendirian.

Berpacu dengan waktu, mereka meluncur ke arah yang aman, tetapi bayangan-bayangan mengintimidasi di belakang mereka. Keberanian Merak mulai teruji, dan perjalanan mereka baru saja dimulai.

 

Kakatua yang Ceria

Dengan sayap yang terentang lebar, Merak dan Kakatua terbang menjauh dari danau, menuju ke arah yang lebih gelap dan lebih jauh dari tempat tinggal mereka. Suara gaduh dari penggembala semakin jelas, membuat jantung Merak berdegup kencang. Ia merasa ketakutan dan panik, sesuatu yang jarang ia alami. Untuk pertama kalinya, ia merasakan arti dari kata “kehilangan.”

“Merak, ke arah sana!” Kakatua berteriak, menunjuk ke lorong sempit antara dua pohon besar. “Kita bisa bersembunyi di sana sementara mereka lewat.”

Merak mengangguk, dan mereka berdua dengan cepat menyelusup ke dalam hutan yang semakin gelap. Rasa takut dan keraguan mengisi benaknya, tetapi Kakatua, yang selalu ceria, berusaha memberikan semangat. “Kamu sudah melakukan yang terbaik, Merak. Kita hanya perlu bertahan sebentar, dan semuanya akan baik-baik saja.”

Mereka mendarat di sebuah cabang yang cukup tinggi, di mana mereka bisa mengawasi sekeliling tanpa terlihat. Merak mengintip dari balik dedaunan. Hatinya berdegup kencang saat melihat bayangan-bayangan manusia dan anjing yang bergerak cepat di bawah. Kakatua mengawasi Merak yang tampak cemas.

“Kamu tahu, kadang-kadang kita harus belajar untuk tidak terlalu percaya diri,” Kakatua berkata pelan. “Kamu mungkin merasa kuat dan cantik, tapi semua makhluk punya kekuatan dan kelemahan masing-masing.”

Merak menghela napas, merasa bersalah. “Kamu benar, Kakatua. Aku terlalu sibuk dengan penampilanku dan mengabaikan segala peringatanmu.”

Kakatua tersenyum, “Tidak ada yang sempurna, Merak. Aku juga bukan burung yang tanpa cela. Tetapi kita bisa belajar dari kesalahan kita, kan? Sekarang, yang terpenting adalah kita aman.”

Mereka tetap diam, mendengarkan suara gaduh di bawah. Hutan terasa sunyi, hanya terdengar desahan angin dan gemerisik dedaunan. Merak menyadari betapa berartinya Kakatua baginya. Burung ceria ini adalah teman yang selalu ada di saat-saat sulit. Ia memikirkan semua lelucon dan tawa yang dibawa Kakatua ke dalam hidupnya.

Setelah beberapa saat, suara gaduh itu mulai menjauh. Merak dan Kakatua mengintip keluar dari persembunyian mereka. Kakatua menepuk sayapnya, “Lihat! Mereka sudah pergi. Kita bisa keluar sekarang.”

Merak merasa lega, tetapi ia juga tahu bahwa mereka masih perlu mencari tempat yang lebih aman. “Kita harus pergi jauh dari sini, Kakatua. Aku tidak mau berisiko lagi.”

Dengan semangat baru, mereka terbang rendah melalui hutan, menjauh dari suara gaduh dan ancaman yang mengintai. Di perjalanan, Kakatua mulai bercerita tentang tempat-tempat lain di hutan yang belum pernah mereka jelajahi. “Ada sebuah padang luas di sebelah utara. Di sana, kamu bisa melihat bunga-bunga berwarna-warni dan pepohonan yang tinggi. Sangat indah! Kamu pasti suka.”

Merak mulai merasa lebih tenang. “Kedengarannya menarik. Tapi apa kita aman di sana?” tanyanya, sedikit ragu.

“Tenang saja, Merak! Kita bisa bersenang-senang sambil hati-hati. Kita akan menemukan tempat yang aman dan bisa menikmati keindahan hutan tanpa merasa terancam,” jawab Kakatua penuh keyakinan.

Dengan harapan yang baru, mereka terbang lebih cepat. Merak merasa bahwa ia mulai memahami arti dari persahabatan. Kakatua selalu membuatnya merasa lebih baik, bahkan di saat-saat terburuk.

Setelah beberapa waktu terbang, mereka akhirnya sampai di padang yang dijanjikan. Merak terpesona oleh keindahan sekelilingnya. Bunga-bunga berwarna cerah bermekaran di mana-mana, dan langit biru tampak begitu cerah. Mereka mendarat di sebuah cabang rendah yang menghadap ke padang.

“Wow, ini luar biasa, Kakatua! Tidak ada tempat lain yang lebih indah dari sini,” kata Merak, matanya berbinar.

Kakatua melompat-lompat kegirangan. “Aku bilang kan! Di sini, kita bisa bersenang-senang tanpa khawatir tentang ancaman dari luar. Mari kita terbang dan bermain!”

Mereka berdua mulai berlarian dan bermain di antara bunga-bunga, terbang rendah dan menggoda satu sama lain dengan gerakan lucu. Merak merasa sangat bahagia, tertawa dan melupakan sejenak ketegangan yang mereka alami sebelumnya. Ia mulai menyadari bahwa kebahagiaan tidak hanya datang dari penampilan, tetapi juga dari kebersamaan dan momen-momen sederhana.

Setelah beberapa saat bermain, Kakatua tiba-tiba berhenti dan menatap Merak dengan serius. “Tapi kita harus tetap waspada, ya. Jangan sampai kita lengah. Hutan ini penuh dengan kejutan.”

Merak mengangguk, “Aku mengerti. Kita harus selalu berhati-hati. Tapi, Kakatua, terima kasih telah bersamaku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi tanpamu.”

Kakatua tersenyum lebar, “Itulah arti persahabatan! Kita saling menjaga. Yuk, kita nikmati waktu kita di sini selagi bisa.”

Mereka kembali bermain, tertawa, dan menikmati keindahan alam. Merak merasakan kebebasan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, dikelilingi oleh bunga-bunga indah dan sahabat yang setia. Di saat-saat itu, ia mulai memahami bahwa persahabatan adalah hal terindah yang bisa dimiliki, jauh lebih berharga daripada sekadar penampilan.

Namun, di balik keceriaan itu, bayangan ancaman masih mengintai di luar sana, dan perjalanan mereka baru saja dimulai.

 

Bahaya yang Mengancam

Waktu berlalu dengan cepat, dan Merak serta Kakatua terus bermain di padang yang indah itu. Tawa mereka bergema di antara bunga-bunga yang bermekaran, menciptakan suasana ceria yang seolah takkan pernah berakhir. Namun, di balik kebahagiaan itu, Merak tetap merasa ada sesuatu yang mengintai. Suara-suara asing yang menggema di hutan masih terbayang di benaknya.

“Merak, ayo terbang tinggi! Kita bisa melihat seluruh padang dari atas!” ajak Kakatua, bersemangat.

Merak mengangguk, meskipun ketakutan masih menggelayuti pikirannya. “Baiklah, tapi kita harus berhati-hati. Siapa tahu mereka bisa melihat kita dari jauh,” jawabnya, berusaha mengatasi rasa cemas yang menyelimuti.

Mereka terbang tinggi, mengibaskan sayap di udara yang segar. Dari ketinggian, pemandangan padang itu terlihat lebih menakjubkan. Bunga-bunga berwarna-warni membentang seluas mata memandang, dan suara burung-burung lain menambah keceriaan suasana. Merak merasakan kebebasan dan kegembiraan yang luar biasa, tetapi bayang-bayang ketakutan tetap ada di sudut hatinya.

Namun, kegembiraan mereka tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, suara bising dari bawah menghentikan tawa mereka. Suara anjing menggonggong dan suara manusia berteriak semakin mendekat. Merak dan Kakatua saling bertukar tatapan cemas.

“Merak, kita harus turun! Mereka sudah semakin dekat!” Kakatua berteriak, ketakutan mulai melanda.

Mereka segera mengubah arah dan terbang rendah, mencari tempat persembunyian. Saat mereka bersembunyi di balik semak-semak, Merak bisa melihat kelompok manusia dengan anjing-anjing mereka. Jantungnya berdebar kencang saat ia menyaksikan beberapa penggembala berusaha mengelilingi area padang.

“Kita harus pergi dari sini, Kakatua. Mereka tidak akan berhenti sampai mereka menemukan kita!” kata Merak, suaranya bergetar.

Kakatua mengangguk, berusaha tenang. “Ayo kita terbang ke arah barat. Ada hutan lebih lebat di sana, mungkin kita bisa bersembunyi lebih baik.”

Mereka kembali terbang, berusaha secepat mungkin untuk menjauh dari bahaya. Namun, saat mereka mendekati tepi hutan, tiba-tiba seekor anjing besar melompat dari semak-semak, menghalangi jalan mereka.

“Jangan terbang! Dia bisa menangkap kita!” Kakatua berteriak, panik.

Merak merasakan adrenalin mengalir dalam dirinya. Dengan refleks cepat, ia terbang ke samping, mencoba menghindar. “Kita harus bertindak cepat!” teriak Merak.

Kakatua menepuk sayapnya, berusaha mencari cara untuk mengalihkan perhatian anjing. “Cobalah untuk terbang tinggi lagi! Mungkin kita bisa lolos dari mereka!”

Merak setuju, meski rasa takutnya semakin menguat. Mereka melesat tinggi, mengepakkan sayap sekuat tenaga. Anjing itu melompat ke arah mereka, menggonggong keras. Merak merasakan angin di sekelilingnya, suara gonggongan itu membuatnya semakin panik.

Dengan tekad kuat, Merak terbang lebih tinggi, berusaha menghindari cengkeraman anjing. Kakatua tetap bersamanya, menambahkan semangat dengan suaranya yang ceria. “Kita bisa! Terus terbang, Merak! Kita sudah hampir sampai!”

Saat mereka terbang lebih tinggi, Merak melihat garis hutan yang lebat di depan mereka. Ia merasa lega, tetapi suara gonggongan anjing masih menghantui telinganya. Mereka mulai mendekati tepi hutan yang rimbun, tempat di mana mereka bisa bersembunyi dari pandangan.

Akhirnya, dengan satu sayap terakhir, Merak dan Kakatua mendarat di sebuah dahan tinggi di dalam hutan. Mereka bersembunyi di antara dedaunan tebal, mencoba mengatur napas.

“Selamat, kita selamat untuk saat ini,” kata Kakatua, suaranya sedikit bergetar.

Merak mengangguk, merasa leganya. “Tapi, apa kita sudah aman? Mereka pasti masih mencari kita.”

Kakatua menatap Merak dengan serius. “Kita harus lebih waspada sekarang. Ini bukan hanya tentang kita. Kita harus menjaga satu sama lain. Aku tidak ingin kehilangan teman sepertimu.”

Merak merasa hangat di hatinya mendengar kata-kata Kakatua. “Terima kasih, Kakatua. Tanpamu, aku mungkin sudah terjebak.”

Saat mereka bersembunyi di dalam hutan, Merak mulai berpikir tentang arti sebenarnya dari persahabatan. Kakatua selalu bersamanya, tidak peduli seberapa sulit situasinya. Dalam momen-momen berbahaya ini, ia mulai memahami betapa berharganya Kakatua dalam hidupnya.

“Kita harus merencanakan langkah selanjutnya,” kata Merak, berusaha tenang. “Jika kita tetap di sini, kita mungkin akan ditemui lagi. Kita perlu menemukan tempat baru.”

Kakatua mengangguk, “Setuju. Kita harus mencari tempat yang lebih aman, mungkin lebih dalam ke dalam hutan.”

Mereka memutuskan untuk terbang lagi, menjelajahi hutan yang lebat. Namun, kali ini mereka lebih berhati-hati, menghindari jalan-jalan terbuka dan tetap bersembunyi di balik dedaunan. Merak dan Kakatua terus menjelajahi, tidak pernah melupakan ancaman yang mengintai.

Dalam perjalanan mereka, Merak menyadari satu hal penting: kecantikan tidak hanya tentang penampilan, tetapi tentang kekuatan, keberanian, dan yang terpenting, tentang menjaga satu sama lain. Dengan Kakatua di sampingnya, ia merasa siap menghadapi apa pun yang datang.

Namun, di dalam hutan, bahaya masih mengintai, dan perjalanan mereka baru saja dimulai.

 

Penemuan dan Persahabatan Sejati

Kehangatan matahari pagi mulai menyusup ke celah-celah dedaunan, dan Merak serta Kakatua terus menjelajahi hutan. Meskipun mereka telah menghindari bahaya, ketegangan masih menghantui pikiran mereka. Setiap suara dari hutan membuat Merak terloncat, tetapi Kakatua selalu berusaha menenangkan.

“Tenang, Merak. Kita harus percaya pada insting kita,” kata Kakatua, terbang rendah di samping Merak. “Jika kita tetap waspada, kita bisa menemukan tempat yang aman.”

Setelah terbang beberapa waktu, mereka menemukan sebuah lembah yang dikelilingi oleh tebing-tebing tinggi. Lembah itu penuh dengan pohon-pohon rindang dan aliran sungai kecil yang jernih. Merak terpesona melihat keindahan tempat itu. “Kita bisa tinggal di sini, Kakatua! Tempat ini terlihat aman.”

Kakatua terbang lebih dekat, mengamati sekeliling. “Ya, aku setuju! Lihatlah, ada banyak makanan di sini. Kita bisa menemukan biji-bijian dan buah-buahan yang segar.”

Mereka mendarat di dahan pohon yang rendah, mengamati lingkungan sekitar. Merak merasa seolah beban di pundaknya mulai terangkat. Dengan Kakatua di sampingnya, ia merasa lebih percaya diri. Di dalam lembah itu, mereka bisa beristirahat dan kembali ke kehidupan yang lebih ceria.

Namun, saat mereka beristirahat, Merak tiba-tiba mendengar suara yang membuatnya terdiam. Suara itu datang dari arah sungai, terdengar seperti suara rintihan. “Kakatua, dengar itu?” tanyanya, matanya melebar.

Kakatua mengangguk, “Iya, aku juga mendengarnya. Apa kita harus mengeceknya?”

Mereka terbang menuju suara itu, penasaran dengan apa yang terjadi. Saat mereka mendekati sungai, mereka melihat seekor burung kecil terjebak di antara ranting-ranting. Burung itu tampak ketakutan dan lemah.

“Oh tidak, kita harus menolongnya!” seru Merak, hatinya tergerak oleh pemandangan itu.

Kakatua segera terbang mendekat. “Aku akan membantunya! Kamu tetap di sini dan amati keadaan sekeliling.”

Merak mengangguk, menahan napas saat Kakatua mulai berusaha melepaskan burung kecil itu dari ranting. Dengan hati-hati, Kakatua menggigit ranting dan menariknya. Setelah beberapa usaha, akhirnya burung kecil itu berhasil dikeluarkan.

“Syukurlah, kamu baik-baik saja,” kata Kakatua sambil melihat burung kecil yang bergetar ketakutan. “Kami akan membantumu.”

Burung kecil itu menatap mereka dengan penuh rasa terima kasih. “Terima kasih, teman-teman. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku tanpa bantuan kalian,” ujarnya dengan suara lembut.

Merak merasa bahagia bisa membantu, tetapi ia juga merasakan ada sesuatu yang lebih besar. “Kami hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Semua makhluk di hutan ini harus saling membantu,” kata Merak, senyum lebar di wajahnya.

Kakatua melanjutkan, “Kamu bisa tinggal bersama kami di lembah ini. Tempat ini aman dan penuh makanan. Kita semua bisa menjadi teman.”

Burung kecil itu tersenyum, “Aku akan sangat senang! Namaku Piko. Aku sudah lama berkelana sendirian dan sangat merindukan teman.”

Merak dan Kakatua bersorak gembira. Sekarang, tidak hanya mereka berdua, tetapi mereka memiliki teman baru untuk menemani petualangan mereka. Merak merasakan ikatan yang kuat tumbuh di antara mereka bertiga, dan rasa syukur menyelimuti hatinya.

Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan tawa dan kebahagiaan. Merak, Kakatua, dan Piko menjelajahi lembah bersama, berbagi makanan dan cerita. Mereka membangun persahabatan yang kuat, saling mendukung satu sama lain dalam setiap tantangan yang dihadapi.

Merak merasa semakin percaya diri. Ia belajar bahwa penampilan bukanlah segalanya, dan kebahagiaan sejati datang dari hubungan yang kuat dengan teman-teman. Dalam hutan yang indah ini, ia menemukan arti sejati dari persahabatan.

Suatu malam, saat mereka berkumpul di bawah cahaya bulan, Merak mengingat kembali petualangannya. “Aku tidak pernah membayangkan hidupku akan berakhir di tempat ini,” kata Merak, menatap bintang-bintang. “Tapi, aku bersyukur. Kita saling memiliki satu sama lain.”

Kakatua mengangguk, “Persahabatan kita adalah kekuatan kita. Kita bisa menghadapi apa pun bersama.”

Piko menambahkan, “Dan kita akan terus membantu satu sama lain. Kita adalah tim yang tak terpisahkan!”

Saat mereka tertawa dan berbagi momen-momen indah itu, Merak tahu bahwa meskipun ada bahaya yang selalu mengintai, mereka bisa melewatinya bersama. Kekuatan persahabatan telah menyatukan mereka, membuat mereka mampu mengatasi segala rintangan.

Dalam hutan yang lebat itu, Merak, Kakatua, dan Piko menemukan kebahagiaan yang sejati. Mereka tidak hanya menyelamatkan satu sama lain dari bahaya, tetapi juga menemukan arti dari cinta dan dukungan. Di antara pepohonan dan bintang-bintang, persahabatan mereka bersinar lebih terang dari segalanya.

 

Jadi, setelah semua petualangan seru dan tantangan yang dihadapi, Merak, Kakatua, dan Piko akhirnya menemukan lebih dari sekadar tempat aman di lembah. Mereka menemukan arti sebenarnya dari persahabatan, saling mendukung dan percaya satu sama lain dalam setiap langkah.

Di dunia yang penuh warna ini, mereka belajar bahwa meskipun hidup bisa penuh bahaya, selagi ada teman di sampingmu, segala hal menjadi lebih mudah. Dan siapa tahu, mungkin di luar sana, masih banyak petualangan menunggu untuk dijelajahi. Jadi, ayo kita terbang tinggi dan hadapi dunia bersama-sama!

Leave a Reply