Di Balik Tirai Istana: Cinta dan Kekecewaan Seorang Prajurit

Posted on

Hey, kamu pernah ngerasa cinta yang gak pernah bisa terucap? Bayangin aja jadi seorang prajurit keren, yang berjuang di medan perang dengan penuh keberanian, tapi hatinya hancur karena cinta yang gak bisa jadi nyata.

Gak heran deh kalau kisah Rafael ini bikin kamu baper! Siap-siap deh dibawa ke zaman kerajaan, di mana cinta, kekecewaan, dan drama saling bertabrakan. Yuk, simak perjalanan emosional Rafael dan Putri Seraphina yang penuh rasa dan rahasia ini!

 

Di Balik Tirai Istana

Awal yang Terlarang

Di tengah kerajaan yang megah, di mana langit biru berpadu dengan kehijauan hutan, terdapat sebuah istana yang dipenuhi dengan kemewahan dan keanggunan. Di sanalah hidup Putri Seraphina, seorang gadis muda dengan keindahan yang memikat hati setiap orang yang melihatnya. Seraphina baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-19, dan pesta tersebut diadakan dengan sangat meriah.

Namun, di balik semua kemeriahan dan kebahagiaan tersebut, terdapat seorang pria yang tak terlihat dalam kerumunan, Rafael, seorang prajurit muda yang dikenal sebagai kesatria andalan Raja Adrian. Rafael memiliki penampilan yang menawan dengan mata yang tajam dan tubuh kekar, serta selalu terlihat tenang dan tidak menunjukkan emosi. Di medan perang, ia dikenal sebagai sosok yang garang dan tak kenal ampun.

“Rafael, ayo! Kamu harus datang ke pesta,” teriak salah seorang teman prajuritnya, Darius, sambil menggoyang-goyangkan bahu Rafael.

“Ah, Darius, kamu tahu aku bukan tipe orang yang suka keramaian,” jawab Rafael dengan nada dingin. Namun, matanya tidak bisa menahan tatapan ke arah istana di kejauhan, di mana pesta sedang berlangsung.

Rafael memutuskan untuk tetap di luar istana, berdiri di bawah pohon besar yang memberikan naungan dari terik matahari. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat Seraphina dalam balutan gaun berwarna biru langit, berkilauan dengan setiap gerakan lembutnya. Setiap kali ia melihat putri itu, hati Rafael bergetar, namun ia tahu bahwa rasa cintanya adalah sesuatu yang tak mungkin terwujud.

Sejak ia menjadi pengawal pribadi Seraphina, ia sudah terbiasa dengan kehadiran putri tersebut di dekatnya. Meski Rafael sering terlihat dingin dan kejam di hadapan orang lain, ia memiliki sisi lembut yang hanya bisa terlihat saat ia berinteraksi dengan Seraphina.

“Rafael, mengapa kamu tidak ikut merayakan bersama kami?” tanya Seraphina dengan senyum lembut ketika ia melihat Rafael berdiri sendirian di luar.

Rafael terkejut mendengar suara lembut Seraphina. Ia menoleh dan mendapati Seraphina berdiri di hadapannya, wajahnya menunjukkan keprihatinan.

“Putri Seraphina, aku… aku hanya tidak ingin mengganggu acara ini,” jawab Rafael, berusaha untuk menjaga nada suaranya tetap tegas meskipun hatinya bergetar.

“Tapi kamu adalah bagian dari kehidupan istana ini, Rafael. Janganlah merasa terasing,” kata Seraphina sambil melangkah lebih dekat.

Rafael merasa hatinya menjadi lebih berat mendengar kata-kata itu. Ia tahu bahwa posisinya sebagai pengawal membuatnya harus menjaga jarak dari putri yang dicintainya dalam diam. Namun, kehadiran Seraphina membuatnya merasa diterima, meski hanya sebentar.

Ketika malam tiba, pesta semakin meriah. Rafael tetap berada di luar, namun mata dan pikirannya tidak bisa berpaling dari Seraphina. Ia melihatnya berdansa dengan riang bersama para tamu, tawa dan keceriaannya membuat suasana semakin hangat.

Namun, kebahagiaan malam itu tidak sepenuhnya terasa untuk Rafael. Ia merasa seolah berada dalam bayang-bayang, terasing dari kebahagiaan yang ada di hadapannya. Ia tahu betul bahwa meskipun hatinya penuh dengan cinta, status dan posisinya tidak memungkinkan untuk berharap lebih.

“Rafael, kenapa kamu tidak bergabung dengan kami?” tanya Seraphina lagi saat ia keluar dari istana, kali ini dengan ekspresi penasaran.

“Aku… aku hanya tidak ingin membuat suasana menjadi canggung,” jawab Rafael, kali ini dengan nada yang lebih lembut.

Seraphina tersenyum, kemudian dengan keberanian, ia menggandeng lengan Rafael dan menariknya menuju area pesta. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ayo, bergabunglah. Kita semua adalah keluarga di sini.”

Rafael merasa hatinya berdebar kencang saat berada di tengah keramaian. Meski dia berusaha keras untuk menyembunyikan perasaannya, kehadiran Seraphina di dekatnya membuatnya merasa lebih hidup. Mereka berbicara, tertawa, dan merayakan malam itu dengan cara yang sederhana namun penuh makna bagi Rafael.

Ketika pesta berakhir dan malam semakin larut, Rafael kembali ke tempatnya di bawah pohon besar. Ia merasa tenang dan sedikit lebih bahagia, meskipun kekecewaan di hatinya tetap ada. Ia tahu bahwa cintanya pada Seraphina adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa terwujud, tetapi selama dia bisa berada di dekatnya, ia merasa ada sedikit kebahagiaan dalam hidupnya yang keras.

Dengan hati yang penuh perasaan campur aduk, Rafael menatap bulan yang bersinar di langit. Ia tahu bahwa besok hari akan datang dengan tantangan dan kesulitan baru, namun malam ini, ia merasa sedikit lebih kuat, sedikit lebih hidup, berkat kehadiran Putri Seraphina dalam hidupnya.

 

Kabut Harapan yang Memudar

Waktu terus berlalu, dan hari-hari berlalu dengan cepat di kerajaan yang megah itu. Rafael menjalani rutinitasnya sebagai pengawal pribadi Putri Seraphina dengan kesetiaan yang tak tergoyahkan. Setiap pagi, ia menjaga putri tersebut, memastikan bahwa dia aman dari segala bahaya. Namun, di dalam hatinya, Rafael merasakan ketidakpastian yang semakin mendalam.

Suatu pagi, ketika matahari baru saja mulai mengintip dari balik cakrawala, Rafael sedang berdiri di balkon istana, mengamati taman yang dipenuhi bunga-bunga warna-warni. Suasana tenang dan damai ini seolah kontras dengan kekacauan yang dirasakannya di dalam hati. Seraphina datang mendekat, mengenakan gaun pagi berwarna putih yang menambah kesan lembut dan cerah.

“Selamat pagi, Rafael. Kamu tampak serius sekali pagi ini,” sapa Seraphina dengan senyum cerah.

“Selamat pagi, Putri Seraphina. Hanya memikirkan tugas-tugas yang akan datang,” jawab Rafael, berusaha menjaga nada suaranya tetap biasa.

Seraphina duduk di sebelah Rafael, matanya penuh keingintahuan. “Kamu tahu, aku selalu menghargai kehadiranmu di sini. Kamu seperti batu karang yang kokoh di tengah gelombang.”

Rafael tersenyum tipis, merasa hangat mendengar pujian tersebut. “Aku hanya melakukan tugasku, Putri.”

Saat mereka berbicara, seorang pelayan istana datang dengan sebuah gulungan surat. Pelayan tersebut menyerahkan surat itu kepada Seraphina dan kemudian pergi. Seraphina membuka surat tersebut dan membacanya dengan hati-hati. Wajahnya berubah serius seiring ia membaca isi surat itu.

“Rafael, aku baru saja menerima berita penting,” kata Seraphina sambil melipat surat itu. “Ayahku telah mengatur perjodohan antara aku dan Pangeran Ferdinand dari kerajaan tetangga.”

Rafael merasa seolah-olah waktu berhenti sejenak. Nama Pangeran Ferdinand terasa seperti cambuk di hatinya. Ia mencoba untuk tetap tenang, tetapi tidak bisa menyembunyikan betapa kecewa dan sakit hati yang ia rasakan.

“Bagaimana menurutmu tentang ini?” tanya Seraphina, mencoba mencari dukungan dalam tatapan Rafael.

Rafael menahan napas sejenak sebelum menjawab. “Perjodohan adalah tradisi yang tidak bisa diubah begitu saja. Kamu harus mengikuti keputusan yang telah diambil untukmu.”

Seraphina menundukkan kepala, suaranya hampir seperti bisikan. “Aku tahu, tetapi aku merasa tertekan. Aku tidak tahu bagaimana menghadapi semua ini.”

Rafael merasa sakit hati melihat putri yang ia cintai dalam kesedihan. Ia ingin sekali menghiburnya, tetapi ia tahu batas-batas yang harus dipatuhi. “Apapun yang terjadi, aku akan selalu berada di sini untuk melindungimu, Putri Seraphina.”

Seraphina mengangguk dengan penuh rasa terima kasih, meskipun matahati tetap menyimpan kesedihan. “Terima kasih, Rafael. Kehadiranmu selalu membuatku merasa lebih baik.”

Hari pernikahan semakin dekat, dan suasana di istana semakin tegang. Rafael terus menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi, tetapi hatinya semakin berat setiap hari. Ia melihat persiapan pernikahan yang megah dan mengetahui bahwa hari itu akan menjadi titik balik dalam hidup Seraphina.

Pada hari pernikahan, istana dipenuhi dengan dekorasi yang megah, dan setiap sudut dihiasi dengan bunga-bunga dan lampu-lampu yang berkilauan. Rafael berdiri di samping altar, matanya tertuju pada Seraphina yang berjalan menuju Pangeran Ferdinand. Putri tersebut tampak sangat cantik dalam gaun pengantin yang berkilauan, tetapi Rafael hanya bisa merasakan rasa sakit yang mendalam di dalam hatinya.

Seraphina melirik Rafael dengan tatapan penuh makna sebelum akhirnya berdiri di samping Pangeran Ferdinand. Rafael mencoba untuk menyembunyikan emosinya, tetapi rasa kecewa dan kesedihan membuatnya sulit untuk berfokus pada pernikahan.

Pernikahan berlangsung dengan lancar, tetapi Rafael merasa seolah-olah dunia di sekelilingnya mengabur. Setiap tawa, setiap kata, dan setiap senyum terasa seperti siksaan bagi hatinya. Ia merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga, dan tidak ada yang bisa menghibur kesedihannya.

Saat malam tiba dan perayaan berakhir, Rafael kembali ke tempatnya di bawah pohon besar yang sama seperti malam sebelumnya. Ia merenung dalam keheningan, merasa seolah-olah seluruh dunia telah runtuh di sekelilingnya. Perasaan kecewa dan kesedihan yang mendalam terasa seperti beban yang sangat berat untuk ditanggung.

Kehidupan di istana terus berjalan, dan Rafael harus menghadapi kenyataan bahwa putri yang dicintainya kini menjadi milik orang lain. Namun, dia tahu bahwa meskipun perasaannya tidak akan pernah terwujud, dia harus melanjutkan hidupnya dan terus menjalankan tugasnya sebagai prajurit yang setia.

Dengan hati yang penuh rasa sakit, Rafael menatap bulan di langit yang cerah. Ia tahu bahwa masa depan akan menghadapi tantangan baru, dan ia harus siap untuk menghadapinya, meskipun cintanya untuk Seraphina tetap akan tersimpan dalam lubuk hatinya yang terdalam.

 

Api di Medan Perang

Matahari terbenam di balik pegunungan yang jauh, membenamkan langit dalam warna oranye kemerahan. Medan perang terletak jauh dari keramaian istana, di mana angin berhembus kencang dan suara pertempuran mengisi udara. Rafael berdiri di garis depan, matanya penuh dengan determinasi dan kemarahan yang tersimpan dalam dirinya.

Setelah pernikahan Putri Seraphina, Rafael merasa seolah-olah hidupnya telah kehilangan arah. Selama beberapa minggu terakhir, ia merasakan ketidakpuasan yang mendalam, dan itu mempengaruhi setiap aspek kehidupannya. Ia mengalihkan semua perasaannya ke dalam latihan dan pertempuran, menjadi lebih ganas dan tanpa ampun.

Di medan perang, Rafael dikenal sebagai prajurit yang menakutkan. Gerakannya cepat dan agresif, dan setiap serangan yang dilancarkannya penuh dengan kekuatan dan kebencian yang mendalam. Setiap kali ia mengangkat pedangnya, rasanya seperti ia melampiaskan semua rasa sakit dan kekecewaan yang ia rasakan di dalam hati.

“Rafael! Awas di sebelah kiri!” teriak Darius, salah satu teman prajuritnya, sambil berlari ke arahnya.

Rafael mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari musuh yang ada di hadapannya. Dengan satu tebasan cepat, ia mengalahkan lawan di depannya, kemudian berbalik untuk menghadapi musuh lainnya. Dia bergerak dengan kelincahan yang hampir tidak manusiawi, melawan tanpa ragu-ragu.

Di tengah kekacauan perang, Rafael bertemu dengan Garen, komandan pasukannya, yang menghampirinya dengan ekspresi khawatir. “Rafael, kamu harus hati-hati. Kamu terlalu agresif. Kita harus memastikan strategi kita tetap terjaga.”

Rafael hanya mengangguk, matanya tetap tajam dan fokus pada pertempuran. “Aku tahu, Garen. Aku hanya… merasa tidak bisa menahan kemarahan ini.”

Garen menghela napas, tampak tidak yakin bagaimana melanjutkan percakapan ini. “Ayo, kita perlu berfokus. Ada laporan bahwa pasukan musuh semakin mendekat.”

Rafael mengangguk dan kembali ke pertempuran. Sementara itu, di sisi lain medan perang, pasukannya terlibat dalam pertempuran sengit dengan pasukan musuh. Suara gemuruh dan teriakan memenuhi udara, dan setiap gerakan terasa semakin intens.

Ketika malam mulai menyelimuti medan perang, Rafael masih terus berjuang dengan tekad yang tak tergoyahkan. Ia merasa seolah-olah pertempuran ini adalah satu-satunya hal yang memberikan makna dalam hidupnya yang kini penuh dengan kekecewaan. Namun, di balik semua kemarahannya, ada rasa lelah yang mulai menggerogoti tubuhnya.

Setelah beberapa jam bertempur tanpa henti, Rafael duduk sejenak di tepi medan perang, mengatur napasnya yang berat. Dalam keheningan malam, ia merenung tentang hidupnya dan apa yang telah terjadi. Cinta yang tak terwujud dan kesedihan yang dirasakannya tampaknya meliputi setiap aspek dirinya.

“Rafael, kamu baik-baik saja?” tanya Darius, mendekatinya dengan wajah penuh kekhawatiran.

Rafael menatap Darius dengan mata yang lelah namun penuh tekad. “Aku baik-baik saja. Hanya butuh waktu sebentar untuk mengumpulkan tenaga.”

Darius duduk di sampingnya, memberikan rasa nyaman di tengah kekacauan. “Kamu harus menjaga dirimu. Kita semua khawatir tentangmu.”

“Terima kasih,” jawab Rafael singkat. “Aku hanya… merasa harus terus maju.”

Malam itu, saat perang mereda dan pasukan musuh mundur, Rafael kembali ke kemahnya, merasa lelah tetapi juga terisi dengan perasaan campur aduk. Di dalam kemah yang sederhana, ia duduk sendirian, memikirkan segala sesuatu yang telah terjadi. Rasa sakit hati dan kecewa yang mendalam masih terasa, tetapi ia juga menyadari bahwa pertempuran ini adalah cara untuk meluapkan semua emosinya.

Ketika bulan bersinar di langit yang tenang, Rafael mengingat kembali saat-saat indah bersama Seraphina, saat-saat di mana ia merasa bahagia hanya dengan berada di dekatnya. Namun, semua itu kini hanyalah kenangan yang semakin kabur di bawah sinar bulan yang dingin.

Dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan dan rasa sakit, Rafael menutup matanya, berusaha untuk mendapatkan sedikit istirahat. Ia tahu bahwa pertempuran berikutnya akan lebih berat, dan ia harus terus melawan, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk memastikan bahwa semua yang dia lakukan ada artinya.

 

Pertemuan yang Tak Terucapkan

Rafael berdiri di luar gerbang istana, merasakan angin malam yang sejuk menyentuh wajahnya. Sudah bertahun-tahun ia berlalu dari keramaian ini, Dia telah banyak berubah selama bertahun-tahun di medan perang—lebih tua, lebih bijaksana, dan lebih penuh dengan pengalaman hidup. Lalu kini ia kembali untuk menghadiri acara resmi yang diadakan untuk merayakan perdamaian setelah bertahun-tahun perang.

Saat Rafael memasuki aula istana, suasana elegan dan gemerlap menyambutnya. Para tamu yang berdatangan dari berbagai penjuru kerajaan mengisi ruang, berbincang dengan riang. Namun, Rafael merasa suasana di sekelilingnya seolah-olah sebuah ilusi, karena pikirannya hanya tertuju pada satu hal—Putri Seraphina, yang kini telah menjadi Ratu Seraphina.

Ketika Rafael melangkah lebih dalam ke aula, ia merasakan tatapan-tatapan penasaran dan terpesona dari para tamu. Para pelayan dan penjaga istana memberinya jalan, menghormatinya sebagai pahlawan perang yang kembali.

Hingga akhirnya, pandangannya bertemu dengan sosok yang telah lama ia rindukan—Ratu Seraphina, berdiri di tengah ruangan dengan gaun indah yang berkilauan. Kecantikan Seraphina masih seperti yang ia ingat, namun ada kematangan dan keanggunan baru dalam dirinya. Rasa campur aduk menghantui hati Rafael saat ia melihatnya.

Seraphina, yang sedang berbincang dengan beberapa tamu, merasakan kehadiran Rafael. Ia menoleh dan matanya langsung bertemu dengan mata Rafael. Ada jeda sejenak, di mana waktu terasa berhenti, dan hanya mereka berdua yang benar-benar ada di ruangan itu.

Dengan langkah lembut, Seraphina mendekati Rafael, tatapannya penuh dengan perasaan yang tidak terungkapkan. “Rafael,” sapanya lembut, “kamu kembali.”

“Ratu Seraphina,” jawab Rafael, suaranya sedikit bergetar meskipun ia berusaha keras untuk tetap tenang. “Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini.”

Seraphina tersenyum, meski ada kesedihan yang samar di matanya. “Ini adalah acara penting bagi kerajaan, dan aku sangat senang bisa bertemu denganmu kembali. Bagaimana kabarmu setelah semua tahun ini?”

Rafael menghela napas, merasakan berat di hatinya. “Perang telah berlalu, dan aku kembali dengan banyak cerita dan pengalaman. Tapi, sejujurnya, aku tidak pernah benar-benar bisa melupakan hari-hari ketika aku melindungimu.”

Seraphina menatap Rafael dengan penuh perhatian. “Aku juga tidak pernah melupakanmu, Rafael. Waktu telah membawa kita ke jalan yang berbeda, tetapi kenangan kita tetap hidup.”

Rafael merasakan sebuah getaran di dalam dirinya. “Aku tahu bahwa semuanya sudah berubah. Kamu kini adalah ratu, dan aku hanya seorang prajurit yang kembali ke dunia yang berbeda.”

Seraphina meraih tangan Rafael dengan lembut, seolah-olah ingin memberi dukungan tanpa kata-kata. “Meskipun banyak yang telah berubah, perasaan kita untuk satu sama lain tidak akan pernah hilang. Kita mungkin tidak dapat mengubah masa lalu, tetapi kita bisa menghargai kenangan yang kita miliki.”

Momen itu terasa sangat berarti bagi Rafael. Ia merasa ada sebuah koneksi yang dalam dengan Seraphina, meskipun kenyataan memisahkan mereka. Mereka berbicara hingga larut malam, saling berbagi cerita dan mendengarkan satu sama lain, memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan.

Saat malam menjelang, Rafael berdiri di balkon istana, menatap langit yang dipenuhi bintang. Ia merasa ada kedamaian baru di dalam dirinya, meskipun rasa sakit dan kekecewaan yang pernah ia rasakan tidak sepenuhnya hilang. Pertemuan dengan Seraphina memberikan kepastian bahwa, meskipun hidup mereka telah membawa mereka ke arah yang berbeda, kenangan dan perasaan mereka akan selalu ada.

Seraphina datang menghampiri Rafael, berdiri di sampingnya sambil memandang bintang-bintang. “Aku berharap agar kamu bisa menemukan kebahagiaan dan kedamaian dalam perjalanan hidupmu,” ujarnya dengan lembut.

“Terima kasih, Ratu Seraphina,” balas Rafael, merasakan sebuah rasa terima kasih yang mendalam. “Aku juga berharap yang terbaik untukmu.”

Mereka saling memandang dengan mata yang penuh perasaan, mengerti bahwa meskipun mereka tidak bisa bersama, mereka akan selalu memiliki kenangan indah dari masa lalu. Dengan hati yang penuh dengan rasa syukur dan harapan, Rafael akhirnya meninggalkan istana, siap untuk melanjutkan perjalanan hidupnya dengan tekad baru.

 

Jadi, gimana? Setelah menyelami kisah Rafael dan Puti Seraphina, apakah kamu merasa baper atau malah penasaran dengan cerita cinta yang tertahan? Meskipun mereka nggak bisa bersama, kenangan dan perasaan yang mereka bagi tetap bikin kita berpikir tentang cinta yang sesungguhnya.

Jangan lupa, kadang yang terbaik dalam hidup adalah menghargai setiap momen yang kita punya, meskipun hasil akhirnya gak sesuai harapan. Sampai jumpa di cerita selanjutnya, dan semoga kamu selalu punya cinta yang bikin hati kamu berdebar!

Leave a Reply